CLOS E Ada sebuah bar kecil di ujung jalan. Berdiri sudah sejak lama. Tanpa nama. Hanya sebuah papan tipis tergantung menempel di pintu kacanya sebagai tanda. Kalau beruntung, anda bisa bertemu anak perempuan pemilik bar. Saat senggang atau libur kuliah ia suka datang membantu. Ia terkenal karena ceritanya yang menarik. Hanya roman picisan, katanya sambil tergelak. Meski begitu, orang-orang tetap memaksanya untuk bercerita. Entah karena ceritanya sendiri yang menarik atau karena mereka, para pelanggan laki-laki, senang ada teman. Setengah mabuk dan ada seorang perempuan berbicara manis padamu itu rasanya menyenangkan. Tapi, ia tidak mau sembarangan memberikan cerita. Hanya pada pertanyaan yang tepat. Jadi, semisal anda datang ke bar dan melambaikan tangan dan seorang perempuan menghampiri anda dan anda bertanya, Katanya anda memiliki cerita menarik. Semacam roman picisan. Bisakah Anda memberi tahu saya? Maka, ia akan menggeleng dan tersenyum. Aku tidak punya cerita menarik. Anda mau pesan apa? Tapi kalau anda datang dan masuk ke bar dan duduk dan melambaikan tangan dan perempuan itu menghampiri anda dan anda berkata, Aku tidak tahu 59
kenapa bar ini bernama CLOS E. Spasi sebelum huruf E itu Aku tahu kenapa, kata perempuan itu. Aku punya cerita menarik untuk anda. Semacam roman picisan, tapi aku suka. Anda mau pesan apa? Suatu hari aku sengaja datang ke bar. Pukul satu dini hari. Aku baru saja menyelesaikan pekerjaan dan sedang kesepian. Ketimbang merokok sendirian di pinggir jalan, lebih baik aku mencari sedikit keramaian. Atau cerita. Apalagi dari seorang perempuan. Dengar-dengar dia manis dan masih muda. Aku mendorong pintu. Keadaan di dalam tidak begitu ramai. Aku duduk di depan meja bar. Perempuan itu tiba-tiba muncul dari balik meja. Mungkin mengambil sesuatu yang terjatuh atau apa. Rambutnya tergerai berantakan. Ia berkeringat dan tampak menarik. Hai, katanya sambil mengikat rambutnya menjadi satu bagian. Hai, kataku. Aku ingin bertanya satu hal. Apakah tadi sore ada taifun hebat? Menerbangkan huruf E sehingga ia bergeser menjauh dari kawanan huruf lainnya? CLOS E? Ia tertawa. Aku menyesap botol bir dingin pertama ketika perempuan itu mulai bercerita. Saat itu pukul satu dini. Seperti sekarang ini. Ros, ibuku, baru saja menggosok bersih meja kayu terakhirnya. Ia menegakkan punggung dan berencana 60
akan segera meluruskan punggung dengan tidur ketika seseorang mengetuk pintu keras-keras. Kami sudah tutup! seru Ros. Salahnya sendiri ia belum mematikan seluruh lampu. Laki-laki di halaman luar itu memasang muka memelas. Tolong aku. Kaus orang itu basah oleh darah. Kedua kakinya bergetar hebat. Kami sudah tutup, katanya lagi. Ia tidak ingin mengambil resiko. Ros berjalan menuju pusat sakelar. Hendak mematikan seluruh lampu. Tahu-tahu terdengar suara berdebam berat. Tubuh laki-laki itu ambruk di halaman depan bar. Ros menoleh. Oh, ini tidak bagus, umpatnya dalam hati. Lap dan obat semprot meja dilempar begitu saja. Ia membuka pintu dan menyeret laki-laki itu masuk. Jangan mati kumohon, geram Ros kepayahan. Tubuh laki-laki itu dua kali lebih besar dari tubuhnya. Tidak akan, Bu. Ros melepaskan pegangan. Laki-laki itu berusaha bangkit. Napasnya tersengal-sengal. Aku tidak punya banyak uang kalau kau ingin merampok. Tanpa kau bunuh pun aku sudah pasti akan mati. Aku sudah tua, kata Ros. Memangnya berapa usia ibumu? tanyaku. Saat itu empat puluh. Aku tujuh belas. Aku bersendawa. Perempuan itu melanjutkan cerita. Laki-laki itu berjalan sempoyongan, lalu duduk di 61
salah satu kursi. Namaku Tomas dan aku berjanji tidak akan berbuat jahat. Ros menutup pintu tapi tidak dikunci. Di luar sepi. Selembar koran bekas berkelepak terbang ditiup angin. Lampu-lampu di ujung jalan memenjar muram. Cahaya temaram di dalam ruangan sedikit menyusahkan Ros menebak usia Tomas. Kipas angin berputar pelan di langitlangit. Kau punya makanan? tanya Tomas. Tidak sampai kau jelaskan apa maumu. Aku kelaparan, Bu. Tiga hari yang lalu aku keluar dari penjara dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sebaiknya Ros tidak bertanya di mana keluarga Tomas saat ini. Tidak ada lagi makanan yang bisa kukorek hari ini. Jadi, aku memutuskan mengolesi pakaianku dengan sisasisa saus tomat terakhir yang kutemukan di tempat sampah. Aku membasahinya dengan air supaya lebih rata. Tapi, kukira hasilnya tidak bagus. Tomas menatap Ros. Aku lapar, Bu. Ros berpikir akan membikin roti lapis isi. Aku akan membantumu membereskan yang belum beres untuk balas jasa. Aku bukannya tidak tahu berterima kasih. Ros tidak mengatakan apa-apa. Ia pergi ke dapur dan kembali dengan setangkup roti lapis isi dan segelas susu panas. Tomas mengucapkan terima kasih berkali-kali. Ia 62
makan dengan rakus dan menghabiskan susu dalam tiga kali teguk. Kau terlihat begitu lapar, kata Ros. Maaf, Bu. Memangnya Tomas melakukan kejahatan apa? tanyaku. Perempuan itu berhenti bicara. Berpikir sebentar. Aku memperhatikan sekitar. Tidak ada lagi pelanggan yang datang. Menjelang pukul dua dini hari. Musik dari sudut ruangan lamat-lamat memperdengarkan Shining In the Light dari Robert Plant dan Jimmy Page. Aku menyulut rokok dan mengembuskan asapnya panjang-panjang. Tomas akhirnya membantu Ros menjalankan bar. Aku tidak bisa menggajimu dengan upah besar, Tomas, kata Ros. Ya, Ros. Tomas tidak keberatan. Jadi, siapa yang telah kau bunuh? tanya Ros suatu ketika saat bar sedang tidak ramai. Hanya para pelanggan tua yang duduk bersama di sudut ruangan sambil bermain kartu. Tomas sedang mengelap gelas dan tertawa. Kau bilang kau baru keluar dari penjara. Jadi, kejahatan apa yang telah kau perbuat? Jangan bilang maling kendaraan, kau terlalu tampan untuk sekadar mencongkel pintu mobil. 63
Tomas tertawa sekali lagi, lalu menundukkan kepala. Perkara biasa. Aku membunuh pacar ibuku. Suatu hari ibu datang ke rumahku dalam keadaan babak belur. Wajahnya lebam dan ujung bibirnya sobek. Waktu kutanya ada apa, ia hanya menjawab ia butuh uang. Untuk membeli kosmetik. Tentu ia berbohong, tapi aku tetap memberinya uang. Sampai tiga kali, dan keadaan ibuku tidak lebih baik. Pacar ibumu yang melakukannya. Ya, Ros, kata Tomas. Saat akhir pekan aku mengunjungi mereka. Ibuku sedang sarapan dengan muka bengap dan darah kering di ujung bibir. Sedikit perih, Tomas, katanya, tapi tidak apa-apa. Tidak jus jeruk untuk saat ini. Pacar ibuku tergeletak tanpa sadar di kasur. Mabuk. Aku menendangnya hingga terbangun. Tidak rasional. Ya, Ros. Tapi aku tidak peduli. Ketika bandot itu bangun, aku memintanya meninggalkan ibuku. Kami berkelahi. Dan, aku membunuhnya. Sesederhana itu. Ibuku panik. Ia malah menelepon polisi, melaporkanku, dan segera kabur. Aku tidak tahu apa yang ada di kepalanya saat itu. Dan kau dipenjara. Ya, Ros. Saat aku bebas, rumahku telah dijual ibuku. Begitu juga rumahnya sendiri. Aku tidak tahu di mana ia sekarang. Oh. Ros hanya berkomentar pendek. Kau tidak menyesal telah memperkerjakan seorang bandit? tanya Tomas. 64