Abdurachman dan Farida H. Susanty

dokumen-dokumen yang mirip
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

RIAP DIAMETER HUTAN BEKAS TEBANGAN SETELAH 20 TAHUN PERLAKUAN PERBAIKAN TEGAKAN TINGGAL DI LABANAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMULSAAN TERHADAP PERTUMBUHAN MERANTI TEMBAGA

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Peran PUP dalam Perencanaan Pengaturan Hasil untuk Mendukung Kelestarian Hutan


BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Amiril Saridan dan M. Fajri

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

ANALISIS BENTUK STRUKTUR DAN HUBUNGANNYA DENGAN RIAP TEGAKAN TINGGAL HUTAN ALAMI PRODUKSI

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

*) Diterima : 17 April 2008; Disetujui : 10 Maret 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RIAP TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) DI KHDTK SAMBOJAKECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

II. METODOLOGI. A. Metode survei

Dewi Kartika Sari, Iskandar AM,Gusti Hardiansyah Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jln Imam Bonjol Pontianak

III. METODE PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MODEL RIAP AWAL SETELAH PENEBANGAN DAN PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP PERTUMBUHAN POHON PADA PUP PT SUMALINDO LESTARI JAYA II

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Asef K. Hardjana dan Lydia Suastati

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

III. METODOLOGI PE ELITIA

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

Status Riset 25 Tahun Plot STREK

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Baharinawati W.Hastanti 2

Sepuluh Tahun Riset Hutan Hujan Tropica Dataran Rendah di Labanan, Kalimantan Timur Plot Penelitian STREK

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

BAHASAN TERHADAP STATUS RISET 25 TAHUN SELAMAT ATAS KEBERHASILAN PLOT STREK DI KHDTK LABANAN

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

LAPORAN PENELITIAN. RIAP TANAMAN ULIN (Eusyderoxylon zwagery) Di KHDTK SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

RINGKASAN HASIL PENELITIAN BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA TAHUN 2014

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Heru Dwi Riyanto Balai Penelitian Kehutanan Solo Jl. A.Yani Pabelan, Kartasura, PO BOX 295 Surakarta/57012 Telp (0271) dan

PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI PROVINSI MALUKU ADLY FIRMA

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA KABUPATEN KUTAI BARAT

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor harb_agung@yahoo.com

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

Oleh/ By : Mawazin 1 dan/and Hendi Suhaendi 2. Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

PENYUSUNAN MODEL STATISTIK PERMUDAAN ALAMI DI HUTAN BEKAS TEBANGAN PT SUMALINDO LESTARI JAYA II SITE LONG BAGUN, KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor. *)Diterima : 23 Pebruari 2009; Disetujui : 05 Mei 2009

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

IV. METODE PENELITIAN

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

MODEL PENDUGAAN VOLUME POHON DIPTEROCARPUS CONFERTUS V. SLOOTEN DI WAHAU KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

METODOLOGI PENELITIAN

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

Latar Belakang Tujuan Penelitian Bahan dan metode Hasil & Pembahasan Kesimpulan

Transkripsi:

PENGARUH PERLAKUAN PENEBANGAN LIMIT DIAMETER TERHADAP RIAP DIAMETER POHON HUTAN 16 TAHUN SETELAH PENEBANGAN DI SANGAI, KALIMANTAN TENGAH The effect of diameter limit cutting treatment on diameter increment of the forest trees 16 years after logging in Sangai, Central Kalimantan Abdurachman dan Farida H. Susanty Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda Jl. A.W. Syahranie No.68, Sempaja, Samarinda; Tlp. (0541) 206364, Fax (0541) 742298. e-mail : abdurachman@yahoo.com Diterima 04 Juni 2014, direvisi 13 Agustus 2014, disetujui 01 November 2014 ABSTRACT The effect of diameter limit cutting treatment on diameter increment of the forest trees 16 years after logging has been studied. Objective of the research were to give information about the effect of selective cutting system on diameter increment of forest trees. The research was carried out at Forest area with specific purposes at Sangai, Central Kalimantan. Measurement was conducted at 8 plots, in which each of1 ha (100 x 100 m) size. There were four treatments, namely: i) cutting with diameter > 40 cm, ii) cutting with diameter>50 cm, iii) cutting with diameter>70 cm and iv) control / without treatment. Experimental design was randomized complete block design (RCBD). The results showed annual diameter increment for dipterocarpaceae group was 0.62 cm/year caused by control, 0.66cm/year caused bycutting with diameter > 40, 0.64cm/year caused by cutting with diameter >50 cm and 0.65cm/year caused by cutting with diameter >70 cm, meanwhile Non Dipterocarpaceae was 0.47cm/year caused bycontrol, 0.48cm/year caused by cutting with diameter >40 cm),0.49cm/year caused by cutting with diameter >50 cm and 0.49cm/year caused by cutting with diameter >70 cm. There were no significant differences of diameter increment between treatments in 16 years after logging. Keywords: increment, diameter limit cutting, dipterocarpaceae, non dipterocarpaceae, logging ABSTRAK Pengaruh perlakuan penebangan limit diameter pada riap diameter pohon di hutan 16 tahun setelah penebangan telah diteliti. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan informasi pengaruh sistem tebang pilih terhadap riap diameter pohon di hutan. Lokasi penelitian berada di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) di Sangai, Kalimantan Tengah. Pengukuran dilaksanakan pada 8 plot, dimana masing-masing plot seluas 1 ha (100 x 100 m), ada empat perlakuan yaitu Penebangan dengan diameter >40 cm, >50 cm dan >70 cm serta perlakuan kontrol. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berblok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter rata-rata pertahun untuk grup Dipterocarpaceae adalah 0.62 cm/tahun akibat kontrol, 0.66 cm/tahun akibat penebangan dengan diameter >40 cm, 0.64 cm/tahun akibat penebangan dengan diameter >50 cm dan 0.65 cm/tahun akibat penebangan dengan diameter >70 cm), sedangkan Non Dipterocarpaceae diperoleh hasil 0.47 cm/tahun akibat kontrol, 0.48 cm/tahun akibat penebangan dengan diameter >40 cm, 0.49 cm/tahun akibat penebangan dengan diameter >50 cm dan 0.49 cm/tahun akibat penebangan dengan diameter >70 cm. Tidak terdapat perbedaan riap yang nyata antara perlakuan penebangan batas diameter, dalam 16 tahun pasca penebangan. Kata kunci : riap, penebangan dengan batas diameter, dipterocarpaceae, non dipterocarpaceae, logging I. PENDAHULUAN Batas diameter untuk pemanenan hutan merupakan salah satu syarat didalam usaha memproduksi hasil hutan berupa kayu. Hal ini telah diatur dalam ketetapan pengelolaan hutan produksi melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia Nomor : 309/Kpts-II/1999 Tentang Sistem 81

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 81-88 Silvikultur Dan Daur Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi dimana untuk pemanenan kayu pada kegiatan TPTI batas diameter tebangan di Hutan Produksi Tetap 50 cm, dan di Hutan Produksi Terbatas 60 cm. Batas diameter tebangan ini kemudian direvisi berdasarkan PP Menhut No. P.11/Menhut- II/2009 tentang Sistem silvikultur dalam area izin usaha pemanfaatan kayu pada hutan produksi dimana untuk batas diameter 40 cm pada hutan produksi biasa dan atau hutan produksi yang dapat dikonversi dan 50 cm pada hutan produksi terbatas dengan sistem silvikultur TPTI atau TR. Penurunan batas diameter tebangan ini akan berdampak pada jumlah pohon yang akan ditebang karena pohon di hutan alam memiliki pola semakin besar diameter pohon maka jumlahnya semakin sedikit, hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian yang menyatakan sebaran diameter pada hutan alam yang memiliki pola J terbalik yaitu semakin besar diameter pohon maka jumlah pohon semakin sedikit (Bettinger et al. 2009; Abdurachman, 2011; Abdurachman, 2013; Susanty dan Setiawan, 2013). Pada tahun 1992, telah dilakukan kerjasama antara Pemerintah Inggris dengan Pemerintah Indonesia melalui proyek Tropical Forest management Programme (UK-ITFMP). Pada tahun 1997 dilakukan penelitian penebangan dengan berbasis batas diameter yang dimulai dari diameter 40 cm, 50 cm dan 70 cm. Banyaknya jumlah pohon yang ditebang akan sangat berpengaruh terhadap kerapatan dan pembukaan areal hutan sebagai akibat dari penebangan itu sendiri. Dengan berkurangnya kerapatan pohon dan pembukaan ini akan mempengaruhi pertumbuhan dari pohon-pohon dalam tegakan hutan karena adanya ruang tumbuh yang besar dan masuknya cahaya matahari yang merupakan faktor luar tumbuhan itu sendiri, sedangkan hal lain adalah oleh faktor genetisnya, sebagaimana yang di sampaikan oleh Husch et al. (2003) dan Ruchaemi (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh kemampuan genetis dari individu yang berinteraksi dengan lingkungan. Pengaruh lingkungan meliputi: faktor tanah (sifat fisik kimia tanah, kelembaban dan mikroorganisme); faktor iklim (suhu udara, curah hujan, angin dan sinar matahari); topografi (kelerengan, ketinggian) serta kompetisi (pengaruh individu pohon lain, pengaruh jenis tanaman lain dan binatang). Dimensi yang paling sering dipakai untuk mengetahui Parameter pertumbuhan adalah diameter, karena mudah diukur dan dapat berkorelasi dengan dimensi lain misalnya luas bidang dasar dan volume. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi pengaruh perlakuan batas diameter tebangan setelah 16 tahun terhadap riap diameter. II. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian berada pada eks stasiun penelitian wanariset Sangai Kalimantan Tengah. Lokasi tersebut berada di dalam areal PT Kayu Tribuana Rama. Titik tengah hutan penelitian ini berada pada 1 17 52 Lintang Selatan dan 112 22 48 Bujur Timur. Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. SK.98/Menhut-II/2005 tanggal 15 April 2005, lokasi ini ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) seluas 630,10 ha yang pengelolaannya diserahkan pada Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Areal KHDTK Hutan Penelitian memiliki jenis tanah podzolik merah kuning dengan kondisi tanah bersifat masam (ph<6), Topografi lapangan pada umumnya bergelombang sampai berbukitbukit, dengan kemiringan lereng bervariasi antara 10 0-35 0, dengan curah hujan antara 2800 mm hingga 3900 mm per tahun. Pengambilan data dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013, dari Plot Ukur Permanen (PUP) sebanyak 8 buah, dengan ukuran luas masingmasing plot 1 ha (100 m x 100 m). Pada pelaksanaan kegiatan pengukuran, untuk mempermudah pekerjaan pengambilan data, setiap PUP dibuat jalur dengan jarak 10 m. 82

Pengaruh Perlakuan Penebangan Limit Diameter (Abdurachman dan Farida H. Susanty) Plot percobaan penebangan dengan batas diameter dibuat dalam 4 perlakuan yaitu 3 metode penebangan dan 1 kontrol. Setiap perlakuan dan kontrol mempunyai 2 ulangan. Tabel 1. Desain Plot Penelitian. Table 1. Design of Research Plot. Nomor (Number) No. Plot (Plot code) Perlakuan (Treatments) 1 9,10 Kontrol 2 1,7 Penebangan dengan diameter > 40 cm 3 5,8 Penebangan dengan diameter > 50 cm 4 2,6 Penebangan dengan diameter > 70 cm Sumber : diolah dari data primer Teknik pengolahan dan analisis data terdiri dari dua kegiatan yaitu menghitung diameter dan Analisis Data. Menghitung diameter (d), luas bidang dasar (g) dan riap diameter (Rd) Diameter pohon diperoleh dari konversi keliling sebagai berikut : (Dephut, 1992) dimana : D = K / D = diameter pohon (cm) K = keliling pohon (cm) = konstanta phi = 3,1415 Luas bidang dasar diperoleh dari persamaan luas lingkaran sebagai berikut: dimana : G = ¼..D 2 G = Luas bidang dasar pohon (cm 2 ) D = diameter pohon = konstanta = 3,1415 Riap diameter pohon diperoleh dari rumus berikut : Rd = (d 2 - d1)/nu dimana : Rd = riap diameter pohon (cm/th) d 2 = diameter tahun ke dua d 1 = diameter tahun ke pertama nu = selang waktu antar pengukuran Analisis data terhadap respon perlakuan penebangan dengan batas diameter diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (randomized complete block design). Adapun model umum rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut (Hanafiah, 2010 dan Snedecor and Cochran. 1989) : Yij i j ij i 1,2,3; j 1,2 dimana : Yij = Nilai pengamatan dari peubah random Y, dimana perlakuan-i dirandom pada ulangan-j. = Nilai rata-rata populasi atau nilai harapan dari peubah random Y. i = Efek (pengaruh dari perlakuan-i} = Efek (pengaruh dari blok/kelompok-j) ij = Efek galat percobaan terjadi karena adanya randomisasi perlakuan-i pada ulangan-j j Hasil perhitungan yang didapat diperoleh melalui ANOVA. Jika Fhit signifikan, maka untuk mengetahui pasangan mana yang berbeda pengaruhnya secara signifikan atau perlakuan yang terbaik dilakukan uji lanjutan dengan Uji Beda Jarak terkecil. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jumlah Pohon dan Luas Bidang Dasar Inventarisasi yang dilakukan secara sensus 100% pada tiap plot penelitian memberikan gambaran tentang kerapatan akibat dari 83

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 81-88 perlakuan pada plot tersebut. Kondisi ini terlihat dari besarnya jumlah pohon dan basal area dari masing-masing perlakuan dalam bentuk jumlah batang per hektar (N/ha) dan luas bidang dasar per hektar (m 2 /ha). Hasil rekapitulasi dari masing-masing perlakuan tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Pohon dan Luas Bidang Dasar Pada Masing-masing Perlakuan. Table 2. Number of trees and basal area in each treatment. Jumlah pohon/ha Luas bidang Perlakuan (Number of dasar/ha (Basal (treatments) trees/ha) area/ha) (m 2 ) Kontrol/tanpa perlakuan (control/without treatment) 540 34.78 ± 0.13 Penebangan dengan diameter > 40 cm (cutting with diameter > 40 cm) 631 29.18 ± 0.09 Penebangan dengan diameter > 50 cm (cutting with diameter > 50 cm) 675 27.93 ± 0.08 Penebangan dengan diameter > 70 cm (cutting with diameter >70 cm) 746 30.02 ± 0.09 Sumber : diolah dari data primer Menurut Tabel di atas menunjukkan ada variasi jumlah pohon pada setiap perlakuan, demikian pula dengan jumlah luas bidang dasar. Luas bidang dasar terbesar ada pada plot kontrol, dengan jumlah pohonnya lebih sedikit, akan tetapi memiliki nilai yang besar. Hal ini memberikan gambaran bahwa pada plot ini memiliki pohon dengan diameter yang besar lebih banyak dibandingkan plot lainnya, hal ini wajar karena plot ini tidak dilakukan penebangan, sebaliknya pada plot yang telah dilakukan penebangan, walaupun jumlah pohon banyak,tetapi memiliki luas bidang dasar lebih kecil. Ini berarti pohon kecil lebih banyak. Sebagaimana diketahui bahwa dalam perhitungan luas bidang dasar sangat dipengaruhi oleh besarnya diameter. Jumlah pohon yang lebih banyak dari hutan bekas tebangan disebabkan adanya ruang setelah terjadi penebangan sehingga akan memacu pohon yang tertekan menjadi cepat tumbuh, pada saat pengukuran dimana sebelumnya tidak masuk dalam pengukuran yang dikenal dengan sebutan alih tumbuh (ingrowth). Dengan demikian, jumlah pohon akan menyamai bahkan lebih banyak dibandingkan hutan primer, akan tetapi dengan nilai luas bidang dasar yang lebih kecil. Sebagaimana dinyatakan oleh Bonino dan Araujo (2005) dalam Susanty (2013) bahwa ada kemiripan antara kerapatan pohon dalam hutan bekas tebangan dengan hutan primer, tetapi hutan bekas tebangan mempunyai nilai bidang dasar yang lebih rendah dibandingkan hutan primer. Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka dibuat grafik poligon dalam jumlah batang/ha dan luas bidang dasar/ha pada masing-masing perlakuan (Gambar 1). Dari data di atas, terlihat nilai yang ada lebih tinggi dari hasil beberapa penelitian seperti yang dilaporkan Abdurachman (2008) dalam pengamatannya di hutan alam bekas tebangan di Long Bagun Kabupaten Kutai Barat, jumlah pohon sebanyak 509 pohon/ha, dengan luas bidang dasar sebesar 24,65 m 2 /ha, Muhdin (2012) memberikan gambaran kisaran kerapatan tegakan hutan alam bekas penebangan di Kalimantan yaitu berkisar antara 113-607 pohon/ha. Susanty (2013) dalam pengamatannya yang dilaksanakan di Labanan, Kalimantan Timur menemukan kerapatan tegakan sebesar 461-647 pohon/ha dengan ratarata 531 pohon/ha, sedangkan luas bidang dasar sebesar 19,35-31,84 m 2 /ha dengan rata-rata 23,68 m 2 /ha. Selanjutnya Susanty dan Setiawan (2013) pada hutan alam di Kutai Timur menunjukkan kerapatan tegakan pada kondisi tegakan 4 tahun setelah penebangan berkisar antara 250-400 pohon/ha, kondisi tegakan 8 tahun setelah penebangan berkisar antara 254-442 pohon/ha dan kondisi tegakan 26 tahun 84

Jumlah pohon/number of trees (N/ha) Luas bidang dasar/basal area (m 2 /ha) Pengaruh Perlakuan Penebangan Limit Diameter (Abdurachman dan Farida H. Susanty) setelah penebangan berkisar antara 272-511 pohon/ha, sedangkan luas bidang dasar masingmasing pada kondisi 4 tahun setelah penebangan mempunyai luas bidang dasar sebesar 12.63-18.82 m 2 /ha, kondisi 8 tahun sebesar 16.25-21.49 m 2 /ha, kondisi 26 tahun sebesar 21.59-26.61 m 2 /ha, sedangkan pada hutan primer sebesar 27.80-32.57 m 2 /ha. 800 700 600 500 400 300 200 100 0 540 Sumber: diolah dari data primer Gambar 1. Jumlah Batang dan Luas Bidang Dasar per Hektar Pada Setiap Perlakuan. Figure 1. Number of Trees and Basal Area per Hectare in Each Treatment. 631 675 746 34,78 29,18 27,93 30,02 Kontrol N/ha BA/ha Penebangan dengan diameter > 40 cm Penebangan dengan diameter > 50 cm Perlakuan/Treatments Penebangan dengan diameter > 70 cm Perhitungan riap diameter dibagi dalam 2 kelompok jenis yaitu dipterocarpaceae dan non dipterocarpaceae yang didapat berdasarkan periode pengukuran dengan selang waktu satu tahun. Hasil perhitungan riap diameter dengan sistem penebangan yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Riap Diameter dari Kelompok Jenis dalam Tiap Perlakuan. Table 3. Diameter Increment of Species Group in Each Treatment. Kontrol (Control) PERLAKUAN (Treatment) Penebangan dengan diameter > 40 cm (cutting with diameter > 40 cm) Penebangan dengan diameter > 50 cm (cutting with diameter >50 cm) Penebangan dengan diameter > 70 cm (cutting with diameter >70 cm) Sumber : diolah dari data primer Riap diameter rata-rata pertahun (cm/thn) Plot (Average of diameter increment per year (cm/yr) (plot) Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae 9 0,62±0,060 0,46±0.045 10 0,62±0,052 0,48±0,047 Rataan 0,62 Rataan 0,47 1 0,67±0,069 0,46±0,048 7 0,64±0.041 0,49±0.048 Rataan 0,66 Rataan 0,48 5 0,66±0,060 0,45±0,040 8 0,61±0,057 0,52±0,050 Rataan 0,64 Rataan 0,48 2 0,70±0,059 0,48±0.048 6 0,60±0,055 0.50±0,047 Rataan 0,65 Rataan 0,49 85

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 81-88 Dari Tabel 3 terlihat adanya perbedaan nilai dari riap pada masing-masing perlakuan. Walaupun tidak terlalu besar, plot-plot yang telah ditebang, secara umum memiliki nilai riap lebih besar dibandingkan dengan kontrol atau hutan primer. Pemanenan hutan dengan melakukan penebangan pohon akan memberikan efek terhadap pembukaan ruang dari hutan, kondisi ini akan terjadi seperti pelaksanaan penjarangan yang memberikan ruang tumbuh pada pohon yang diharapkan menjadi cepat besar, akan tetapi pada penebangan, kondisi ini terjadi pada daerah yang terkena efek dari penebangan tersebut sehingga kekosongan ruangan tersebut memberikan efek masuknya sinar matahari dan juga tempat yang cukup bagi pohon dalam rangka mengisi tempat yang kosong tersebut. Dari tabel tersebut terlihat pula besarnya nilai riap berdasarkan komposisi penyusun utama tegakan dalam kelompok famili utama yaitu Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae. Semua perlakuan menunjukkan bahwa kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki riap diameter ratarata lebih besar dibandingkan non Dipterocarpaceae. Kondisi ini yang membentuk hutan di Kalimantan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae dengan melihat pertumbuhannya yang lebih besar daripada non Dipterocarpacea. Sedangkan berdasarkan perlakuan penebangan, riap diameter rata-rata plot yang dilakukan penebangan lebih besar dibandingkan dengan kondisi hutan primer. Hal ini memberikan indikasi bahwa ruang tumbuh memberikan dampak positip terhadap pertumbuhan pohon. Dengan demikian terlihat adanya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan itu sendiri. Kondisi sebagaimana yang dinyatakan oleh Susanty (2013) bahwa kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki riap diameter ratarata lebih besar dibandingkan dengan non Dipterocarpaceae pada semua kondisi hutan, selanjutnya dinyatakan pula pada kondisi hutan primer, riap individu semua jenis akan lebih kecil dibandingkan dengan kondisi hutan bekas tebangan walaupun tanpa perlakuan. Adanya perbedaan nilai riap pada setiap perlakuan adalah akibat penebangan yang membuka ruang tumbuh sehingga riap lebih besar. Untuk melihat besarnya nilai perbedaan tsb, maka dilakukan uji statistik yang hasilnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Keragaman pada Riap Diameter Dipterocarpaceae dan Non dipterocarpaceae. Table 4. Result Analysis of Variance for Diameter Increment of Dipterocarpaceae and Non Dipterocarpaceae. Variabel (Variable) F hitung (Calculated F) Non Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Kelompok (Block) 4,585 NS 8,647 NS Perlakuan (Treatments) 0,566 NS 0,588 NS Sumber : diolah dari data primer Dari Tabel 4 terlihat tidak ada perbedaan nyata dari perlakuan yang diberikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhit < Ftabel (=18,51) pada taraf kepercayaan pengujian 0,05, sehingga tidak dilakukan uji lanjutan. Hal ini terjadi pada kedua kelompok yaitu jenis dari dipterocarpaceae dan non dipterocarpaceae. Hal ini disebabkan oleh telah terjadinya proses pertumbuhan atau pemulihan tegakan secara alami berdasarkan fungsi waktu sehingga pengaruh perlakuan sudah tidak tampak lagi. Hal ini didukung oleh kondisi tegakan dimana antar perlakuan memiliki kerapatan yang tinggi dan luas bidang dasar yang besar (Tabel 3). 86

Pengaruh Perlakuan Penebangan Limit Diameter (Abdurachman dan Farida H. Susanty) Pada penelitian lain Susanty dan Suhendang (2013) menyatakan bahwa variasi intensitas logging dengan limit diameter tebangan 50 cm dan 60 cm sampai dengan 17 tahun tidak mempunyai perbedaan yang nyata terhadap riap diameter individu dan riap bidang dasar tegakan periodik baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae maupun non Dipterocarpaceae IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaruh perlakuan penebangan berdasarkan batas diameter terhadap riap diameter, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, yang diduga akibat tingkat kerapatan pohon yang tinggi dan luas bidang dasar yang besar di areal penelitian. Riap jenis-jenis dari famili dipterocapaceae lebih besar dari non dipterocarpaceae. Disisi lain hutan primer memiliki riap lebih kecil dibandingkan dengan hutan bekas tebangan. B. Saran Diperlukan perlakuan silvikultur untuk menentukan kondisi tegakan yang diinginkan dalam rangka peningkatan produktivitas tegakan dengan kondisi biologis dan ekonomi yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, 2008. Struktur Tegakan Pada Hutan Alam Bekas Tebangan. Info Teknis Dipterokarpa. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Vol.2. No.1. Samarinda. B2PD, 2011. Analisis struktur tegakan di hutan alam bekas tebangan di Labanan Berau, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Prodiktivitas Hutan, Optimasi Pemanfaatan Kawasan Hutan Alam dan Hutan Tanaman Dipterokarpa. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. B2PD, 2013. Model struktur tegakan hutan primer di Sangai, Kalimantan Tengah. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Bettinger P., K. Boston,J.P.,Siry and D.L. Grebner. 2009. Forest Management and Planning. Academic Press Elsevier. Dephut. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hanafiah, K.A. 2010. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Edisi ketiga cetakan ke-12. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. Husch B., T.W. Beers and J.A.Kershaw Jr. 2003. Forest Mensuration. Fourth Edition. New Jersey (US): John Wiley & Sons Inc. Kementerian kehutanan dan Perkebunan, 1999. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Republik Indonesia Nomor : 309/Kpts-II/1999 Tentang Sistem Silvikultur Dan Daur Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi. Kementerian Kehutanan. Jakarta Kementerian kehutanan, 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 11/Menhut-II/2009 Tentang Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Kementerian Kehutanan. Jakarta Muhdin. 2012. Dinamika struktur tegakan hutan tidak seumur untuk pengaturan hasil hutan kayu berdasarkan jumlah pohon (kasus pada areal bekas tebangan hutan alam hujan tropika dataran rendah tanah kering di Kalimantan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Ruchaemi. A. 2006. Ilmu Pertumbuhan Hutan. Laboratorium Biometrika Hutan. Fakultas Kehutanan Unmul. Samarinda Snedecor, G. and W.G. Cochran. 1989. Statistical Methods Eight Edition. The Iowa State University Press. Ames Iowa. USA Susanty F.H. 2013. Keragaan Karakteristik Biometrik Hutan Dipterocarpaceae Campuran di Kalimantan Timur. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Susanty F.H dan A. Setiawan. 2013. Studi Pemulihan Tegakan Setelah Penebangan Dengan Pendekatan Model Struktur Tegakan. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda Susanty F.H dan E. Suhendang2013. Riap Individu Dan Tegakan Periodik Hutan Dipterocarpaceae Setelah Penebangan. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. 87

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 81-88 88