Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Physics Communication

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

HASIL DAN PEMBAHASAN

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

Musim Hujan. Musim Kemarau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Resiko MODUL TRAINING

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

I. INFORMASI METEOROLOGI

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman Online di :

Isu Kiamat 2012 : Adakah Siklus Lima Belas Tahunan Akan Berperan Aktif Kembali Disana?

STUDI DAMPAK EL NINO DAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) TERHADAP CURAH HUJAN DI PANGKALPINANG

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

IDENTIFIKASI KEJADIAN MONSUN EKSTRIM DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA

Transpor Volume Massa Air Di Selat Sunda Akibat Interaksi Enso, Monsun dan Dipole Mode

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan yang sangat penting terhadap dinamika dan kondisi baik perairan laut maupun lingkungan atmosfer. Interaksi ini meliputi pertukaran momentum, energi dan massa. Perubahan kondisi atmosfer akan dapat mempengaruhi kondisi laut dan sebaliknya. Angin misalnya dapat menyebabkan terjadinya gelombang laut dan arus permukaan laut, curah hujan dapat mempengaruhi kadar salinitas air laut. Sebaliknya proses fisis di laut seperti upwelling dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat. Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks. Bersifat unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang bergerak di atasnya tidak seperti perairan Samudera Pasifik dan Atlantik yang hanya dipengaruhi oleh sistem angin pasat saja. Di perairan ini terdapat beberapa fenomena oseanografi yang yang mempunyai pengaruh penting tidak hanya dalam masalah oseanografi tetapi juga dalam masalah atmosfer. Fenomena ini antara lain Indian Ocean Dipole (Saji at al, 1999), upwelling (Wrytki, 1961) dan eddies (Robinson, 1983). Indian Ocean Dipole adalah suatu mode iklim yang terjadi antar tahunan di Samudera Hindia bagian tropis yang ditemukan pada tahun 1999 oleh Prof. Yamagata, Dr. Saji dan beberapa peneliti dari the Climate Variations Program of Frontier Research System for Global Change. IOD direpresentasikan dengan anomaly gradien suhu permukaan laut antara bagian barat ekuator Samudera Hindia (50 O E 70 O E dan 10 O S 10 O N) dan bagian timur ekuator Samudera Hindia (90 O E 110 O E dan 10 O S 0 O ). Anomali gradien suhu permukaan laut ini dikenal dengan Dipole Mode Indek (DMI). IOD mempunyai dua fase yaitu fase positif dan fase negatif. Fenomena IOD memberikan dampak yang besar terhadap kondisi lingkungan laut dan atmosfer. Dampak IOD dapat positif maupun negatif. Dampak positif terjadi pada saat IOD fase positif yang menyebabkan perairan pantai barat Sumatera dan selatan Jawa terjadi proses upwelling. Sedangkan dampak negatif terjadi pada saat IOD fase positif yang menyebabkan terjadinya kekeringan dan sebaliknya pada saat IOD fase negatif akan meningkatkan intensitas curah hujan dibeberapa wilayah Indonesia terutama kawasan bagian barat. Upwelling adalah proses penaikan massa air dari bawah ke permukaan laut. Massa air yang naik ini mempunyai salinitas yang tinggi, suhu yang rendah dan kaya nutrien sehingga memberikan dampak posistif terhadap tingkat kesuburan perairan. Kondisi ini memicu peningkatkan produktifitas primer. Sebagai akibat adanya perbedaan suhu yang relatif besar antara daerah upwelling dan sekitarnya maka kondisi ini akan mempengaruhi kondisi atmosfer di atasnya. Di beberapa wilayah perairan Samudera Hindia telah diketahui adanya eddies yang terbentuk. Wilayah ini yaitu antara lain Laut Arab, sistem Arus Somali, pantai Barat Australia, selatan Jawa dan Sumatera dan beberapa tempat lainnya. Eddies merupakan salah satu fenomena osenografi yang belakangan banyak menarik perhatian para ahli oseanografi. Hal ini disebabkan eddies mempunyai peranan yang penting terhadap fisika laut, biologi laut maupun dinamika atmosfer. Eddies ini mempunyai distribusi spasial dan temporal yang heterogen. Skala spasial berkisar antara puluhan sampai ratusan kilometer dan skala temporal berkisar antara mingguan sampai bulanan. Gerakan eddies ada dua macam yaitu secara siklonik maupun antisiklonik. 1

Dalam penelitian ini digunakan model tiga dimensi baroklinik POM yang dikembangkan oleh George L. Mellor dari Program in Atmospheric and Oceanic Science, Princeton University. Model ini terdiri dari dua (2) program yaitu program pertama untuk mensetting nilai awal dengan input data angin, suhu, salinitas dan batimetri yang diberi nama GRID.f. Hasil dari program ini akan digunakan sebagai nilai awal untuk program utama yaitu program kedua dengan nama POM2K.f. Simulasi dilakukan dengan menggunakan data angin permukaan tahun 2007 dari NCEP/NCAR. Daerah simulasi model meliputi wilayah perairan Samudera Hindia (30º LU 30º LS dan 20º BT 140º BT). Secara horizontal daerah simulasi dibagi menjadi beberapa grid (120 x 60) dengan ukuran setiap grid x = y =1 O (110 km) dan secara vertikal daerah simulasi dibagi menjadi 20 lapisan (dalam koordinat sigma). Model POM menggunakan teknik mode pemisah (mode-splitting) untuk mempercepat waktu simulasi. Metode ini menggunakan 2 langkah waktu yaitu mode eksternal ( t e ) untuk perhitungan dua dimensi (2D) dan mode internal ( t i ) untuk perhitungan tiga dimensi (3D). Simulasi ini menggunakan langkah waktu mode ekternal ( t e ) = 20 detik dan langkah waktu mode internal ( t i ) = 200 detik. Secara umum hasil simulasi belum menunjukkan pola yang baik karena belum bisa menunjukkan pola arus utama seperti arus ekuator utara, arus balik ekuator dan arus ekuator selatan seperti diperlihatkan pada Gambar 1 4. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penelusuran subrutin program utama yang berkaitan dengan tekanan angin. Gaambar 1. Arus permukaan hasil simulasi bulan Januari 2007 Gaambar 2. Arus permukaan hasil simulasi bulan Februari 2007 Gaambar 3. Arus permukaan hasil simulasi bulan Maret 2007 Pada saat musim barat yang merupakan perata-rataan bulan Desember, Januari dan Februari pola angin, suhu dan arus permukaan laut diperlihatkan pada Gambar 5 7. 2 Gaambar 4. Arus permukaan hasil simulasi bulan April 2007

Sirkulasi angin permukaan di belahan bumi bagian utara secara umum mempunyai pola yang sama yaitu bergerak ke barat laut dan di belahan bumi bagian selatan sirkulasi angin menunjukkan pola yang berbeda. Pada musim barat ini sebaran suhu permukaan di Samudera Hindia tropis antara 10 O LU 10 O LS dan 40 O BT 100 O BT relatif hangat dengan kisaran nilai rata-rata sekitar 28,62 O C. Di bagian timur Samudera Hindia tropis relatif lebih hangat daripada bagian barat. Sementara itu, di bagian selatan sebaran suhu permukaan laut lebih dingin. Arus ekuator utara dan arus ekuator selatan yang bergerak ke barat menguat. Sementara itu, luasan arus balik ekuator yang bergerak ke arah timur terletak terdapat dalam wilayah yang sempit. Pada saat musim peralihan pertama yang merupakan perata-rataan bulan Maret, April dan Mei pola angin, suhu dan arus permukaan laut diperlihatkan pada Gambar 8 10. Pola sirkulasi angin permukaan, suhu permukaan laut dan arus permukaan laut mengalami perubahan. Sirkulasi angin permukaan mengalami pelemahan. Secara umum pola sirkulasi angin permukaan di belahan bumi bagian utara menunjukkan pola yang tidak teratur dan makin melemah mendekati ekuator. Sedangkan di belahan bumi bagian selatan sirkulasi angin menunjukkan pola yang teratur bergerak ke arah barat dan ke barat laut. Pola sebaran suhu permukaan laut di Samudera Hindia tropis antara 10 O LU 10 O LS dan 40 O BT 100 O BT makin hangat dengan kisaran nilai rata-rata sekitar 29,63 O C. Dan di bagian timur Samudera Hindia tropis relatif lebih hangat daripada bagian barat. Sementara itu, di bagian selatan sebaran suhu permukaan laut lebih dingin makin melebar ke utara. Pada musim peralihan pertama terlihat bahwa arus ekuator utara melemah dan menyempit yang terletak di bagian tengah hingga barat Samudera Hindia tetapi intensitas arus balik ekuator semakin kuat dan melebar ke arah utara dan selatan. Sementara itu, arus ekuator selatan melemah. Gaambar 5. Angin permukaan musim barat Gaambar 6. Suhu permukaan musim barat Gaambar 7. Arus permukaan musim barat Gaambar 8. Angin permukaan musim peralihan ke-1 3

Gaambar 9. Suhu permukaan musim peralihan ke-1 Gaambar 10. Arus permukaan musim peralihan ke-1 Pada musim timur yang merupakan perata-rataan bulan Juni, Juli dan Agustus pola angin, suhu dan arus permukaan laut diperlihatkan pada Gambar 11 13. Pola sirkulasi angin permukaan, suhu permukaan laut dan arus permukaan laut juga mengalami perubahan. Pada musim timur pola sirkulasi angin permukaan baik di belahan bumi bagian utara maupun belahan bumi bagian selatan menunjukkan pola yang teratur. Di belahan bumi bagian utara sirkulasi angin bergerak ke timur dan timur laut dan di belahan bumi bagian selatan bergerak ke barat dan barat laut. Pada musim timur sebaran suhu permukaan di Samudera Hindia secara umum lebih dingin daripada musim barat dan musim peralihan pertama. Di bagian timur Samudera Hindia tropis relatif lebih hangat daripada bagian barat. Sementara itu, di bagian selatan sebaran suhu permukaan laut makin lebih dingin. Pola arus permukaan pada musim timur arus ekuator utara tidak terbentuk tetapi sebaliknya arus balik ekuator mencapai puncaknya dan makin melebar ke utara. Sementara itu, arus ekuator selatan semakin melebar. Pola sirkulasi angin permukaan, suhu permukaan laut dan arus permukaan laut di atas perairan Samudera Hindia pada musim peralihan kedua yang merupakan perata-rataan bulan September, Oktober dan Nopember juga mengalami perubahan diperlihatkan pada Gambar 14 16. Pada musim peralihan kedua kekuatan sirkulasi angin melemah lagi. Sirkulasi angin permukaan di belahan bumi bagian selatan menunjukkan pola yang sama bergerak ke arah barat dan mendekati ekuator bergerak ke arah barat. Sementara itu, sirkulasi di belahan bumi bagian utara menunjukkan pola yang tidak teratur dan di atas perairan Teluk Benggala terjadi putaran angin yang bergerak berlawanan arah dengan jarum jam. Sebaran suhu permukaan laut pada musim peralihan di belahan bumi bagia utara Samudera Hindia mulai menghangat. Sebaran suhu permukaan di Samudera Hindia tropis antara 10 O LU 10 O LS dan 40 O BT 100 O BT relatif hangat. Di bagian timur Samudera Hindia tropis relatif lebih hangat daripada bagian barat. Sementara itu, di bagian selatan sebaran suhu permukaan laut lebih dingin. Pada musim peralihan kedua terlihat bahwa arus ekuator utara masih belum terbentuk. Arus balik ekuator melemah dan menyempit. Intensitas arus ekuator selatan menguat dan melebar. Gaambar 11. Angin permukaan musim timur Gaambar 12. Suhu permukaan musim timur 4

Gaambar 13. Arus permukaan musim timur Gaambar 14. Angin permukaan musim peralihan ke-2 Gaambar 15. Suhu permukaan musim peralihan ke-2 Gaambar 16. Arus permukaan musim peralihan ke-2 Pada saat terjadi Indian Ocean Dipole fase negatif pola angin, suhu dan arus permukaan diperlihatkan paga Gambar 17 19. Secara umum pola sirkulasi angin permukaan menunjukkan pola yang sama dengan kondisi normal namun mempunyai kekuatan yang berbeda. Pola sebaran suhu permukaan laut di atas secara rata-rata di bagian timur Samudera Hindia tropis lebih hangat dan di bagian barat lebih dingin daripada kondisi normal. Intensitas arus balik ekuator semakin menguat dan melebar dan sebaliknya arus ekuator selatan menyempit. Sementara itu pola sirkulasi angin permukaan, suhu permukaan laut dan arus permukaan laut pada saat terjadi Indian Ocean Dipole juga mengalami perubahan pola seperti diperlihatkan paga Gambar 20-22. Secara umum sirkulasinya angin permukaan menunjukkan pola yang sama dengan bulan dengan kondisi normal tetapi mempunyai kekuatan yang berbeda. Pada kondisi seperti ini suhu permukaan laut di bagian timur Samudera Hindia tropis lebih dingin dan di bagian barat lebih hangat daripada kondisi normal. Intensitas arus balik ekuator semakin melemah dan menyempit dan sebaliknya arus ekuator selatan makin menguat dan melebar. Berdasarkan data reanalisis diketahui bahwa variabilitas antar musimam dan tahunan sirkulasi angin permukaan, suhu permukaan laut dan arus permukaan laut di wilayah perairan Samudera Hindia sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan fenomena Indian Ocean Dipole. Perubahan pola angin, arus dan distribusi suhu permukaan laut terutama terjadi di belahan bumi bagian utara dan sebaliknya dibelahan bumi bagian selatan mempunyai pola yang lebih teratur dan relatif kecil perubahannya.. Hal ini dimungkinkan karena di bagian utara Samudera Hindia dibatasi oleh Benua Asia sehingga pengaruh daratan sangat kuat, sedangkan di bagian selatan merupakan laut terbuka. 5

Gaambar 17. Angin permukaan September 1996 Gaambar 18. Suhu permukaan September 1996 Gambar 19. Arus permukaan September 1996 Gambar 20. Angin permukaan Oktober 1997 Gambar 21. Suhu permukaan Oktober 1997 Gambar 22. Arus permukaan Oktober 1997 Berikut adalah makalah-makalah hasil penelitian. A.MAKALAH PENELITIAN 1. Martono, Karakteristik dan Variabilitas Angin Permukaan di Atas Perairan Samudera Hindia.Akan dipublikasikan di Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara LAPAN 2. Martono, Karakteristik dan Variabilitas Suhu Permukaan Laut di Samudera Hindia. Akan dipublikasikan di Majalah Ilmiah Pembangunan dan Pengembangan Kelautan NEPTUNUS, Universitas Hang Tuah Surabaya. 3. Martono, Karakteristik dan Variabilitas Arus Permukaan Laut di Atas Perairan Samudera Hindia. Akan dipublikasikan di Majalah Ilmiah Pembangunan dan Pengembangan Kelautan NEPTUNUS, Universitas Hang Tuah Surabaya. 6

B. MAKALAH REVIEW 1. Martono,Hubungan antara ENSO dengan Indian Ocean Dipole, Akan dipublikasikan di Berita Dirgantara LAPAN. C. LAYANAN INFORMASI 1. Kondisi Suhu dan Arus Permukaan Perairan Samudera Hindia; D. Makalah tidak terkait langsung dengan penelitian ini, tetapi mendukung kegiatan Satklim secara keseluruhan; 1. Martono, Safwan Hadi dan Nining Sari Ningsih, Studi Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera. Telah dipresentasikan di Seminar Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan, tanggal 8 Nopember 2008 di Universitas Brawijaya; 2. Martono, Simulasi Pengaruh Angin Terhadap Sirkulasi Permukaan Laut Berbasis Model (Studi Kasus : Laut Jawa). Telah diterbitkan di Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi; 7