BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Kata kunci: Afinitas pengikatan, Interaksi, Kitin, Kitosan

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB II. STUDI PUSTAKA

Efektifitas Kitosan sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Air Gambut

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Sintesis, Interaksi dan Karaktersasi Karboksimetil kitosan dengan ion Fe. Kata kunci: Afinitas pengikatan, Interaksi, Karboksimetil kitosan

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Bab IV Hasil dan Pembahasan

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+

Hasil dan Pembahasan

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA

Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Hasil dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

4 Hasil dan pembahasan

SOAL KIMIA 2 KELAS : XI IPA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan


SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

1. Manakah dari spesi berikut dapat bertindak sebagai asam dan basa menurut teori Brorsted-Lowry :

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

4 Hasil dan Pembahasan

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Karboksimetil Kitosan sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Media Air Gambut. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas, Padang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat adanya puncak pada 3429 (O-H stretch), 2888 (C-H stretch), 1638 (N-H bend), 1154 (bridge O stretch ) dan 1084 cm -1 (C-O stretch). Gambar 8. Spektrum FT-IR Kitosan Berdasarkan spektrum FT-IR dari kedua metode yang digunakan untuk mensintesis KMK dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10, bahwa spektrum metode Pang, 2007 sama dengan referensi. Sehingga KMK ini yang digunakan untuk penelitian selanjutnya. Vibrasi stretching gugus O-H dan N-H terjadi pada 3437cm -1 dan puncak khas KMK terjadi pada 1606 dan 1416 cm -1 yaitu gugus COO- yang menunjukkan karboksimetilasi terjadinya pada gugus amino kitosan. Puncak 1065 cm -1 menjadi lebih tajam dibandingkan dengan spektrum kitosan dan puncak alkohol primer pada 1030 cm -1 tidak signifikan, hal ini menunjukkan juga bahwa karboksimetilasi terjadi pada gugus hidroksil primer pada kitosan. Berdasarkan analisa spektrum FT-IR ini menyatakan KMK yang terbentuk 18

merupakan N,O-KMK yaitu gugus karboksimetil terjadi pada posisi N dan O (Liu, et.al, 2001). Gambar 9. Spektrum FT-IR Karboksimetil Kitosan (Zhou, 2006) Gambar 10. Spektrum FT-IR Karboksimetil Kitosan (Pang, 2007) 19

4.2 Sintesis dan Karakterisasi Nano-partikel kitosan Nano-partikel kitosan disintesis dengan metode gelatin ionisasi. Pembentukan nano-partikel kitosan dihasilkan dari interaksi antara gugus negatif dari tripoliphospat dengan muatan positif gugus amino dari kitosan. Hal ini disebabkan kemampuan kitosan secara cepat membentuk gel dengan polianion yaitu membentuk ikatan silang inter- dan intramolekul. (Aktas, et.al, 2005) Spektrum FT-IR nano-partikel kitosan dapat dilihat pada Gambar 11, dimana bentuk puncak-puncak spektrumnya lebih tajam dari kitosan dan puncaknya bergeser ke bilangan gelombang lebih besar, yaitu 3466 (O-H stretch), 2927 (C-H stretch), 1658 (N-H bend), 1271 (bridge O stretch ) dan 1089cm -1 (C-O stretch). Gambar 11. Spektrum FT-IR Nano-Partikel Kitosan Diameter ukuran partikel nano-kitosan diukur berdasarkan foto morfologi dengan menggunakan SEM pada Gambar 12 yaitu ~ 500 nm dengan bentuk tidak seragam dan distribusi partikel tidak merata. Ukuran nano-partikel belum 20

maksimal karena tergantung pada konsentrasi, berat molekul dan kondisi campuran pada saat disintesis. Gambar 12. Foto permukaan nano-partikel kitosan 4.3 Studi interaksi kitin dan turunannya dengan Fe Hasil yang didapatkan dari penelitian ini merupaka afinitas pengikatan kitin dan turunanannya yang paling minimal terhadap ion Fe. Data ini digunakan untuk mempelajari bahwa Fe yang merupakan komponen utama baja dapat berinteraksi dengan kitin dan turunannya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar penggunaan kitin dan turunannya sebagai inhibitor korosi pada baja. 4.3.1 Pengaruh konsentrasi Fe Hasil interaksi kitin dan turunannya terhadap konsentrasi Fe dapat dilihat pada Gambar 13. Secara umum makin besar konsentrasi Fe maka afinitas pengikatannya makin besar. Menurut Taboada, et.al (2003) hal ini disebabkan melimpahnya pasangan elektron bebas dari nitrogen gugus amino pada struktur kitin dan turunannya yang mampu mengikat logam. 21

Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan 0 0 2 4 6 8 10 Konsentrasi Fe(ppm) Gambar 13. Afinitas pengikatan terhadap konsentrasi Fe Konsentrasi akhir Fe yang optimum berturut-turut terjadi pada kitin dan turunannya adalah 7, 9, 5 dan 3 ppm. Konsentrasi ini digunakan untuk eksperimen selanjutnya, karena pada konsentrasi ini kapasitas adsorpsi kitin dan turunannya minimal terjadi. Terlihat bahwa konsentrasi Fe awal yang digunakan untuk KMK dan nano-partikel kitosan lebih kecil dibandingkan kitin dan kitosan. Hal ini disebabkan gugus fungsi KMK lebih banyak dan ukuran nano-partikel kitosan lebih kecil dari kitin dan turunannya, sehingga kapasitas adsorpsinya lebih baik. 4.3.2 Pengaruh ph larutan Fe Gambar 14 menunjukkan afinitas pengikatan Fe oleh kitin dan turunannya dipengaruhi oleh ph larutan Fe. Terlihat bahwa nilai ph minimal untuk kitin dan turunannya berturut-turut adalah 5, 4, 6 dan 5. Pada ph ini larutan Fe 3+ tidak mengalami pengendapan sehingga menurunkan kapasitas adsorpsi kitin dan turunannya. ( Burke, A., et.al, 2000) Sedangkan kitin dan turunannya pada range ph ini mengalami protonasi sehingga jumlah atom-atom nitrogen dengan elektron bebasnya menurun dalam media yang menyebabkan meningkatnya kelarutan biopolimer tersebut. (Zangmeister, R.A., et.al, 2006) 22

10 9 Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 2 4 6 8 10 ph Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan Gambar 14. Afinitas pengikatan Fe terhadap ph 4.3.3 Pengaruh massa kitin dan turunannya Gambar 15 menunjukkan afinitas pengikatan Fe oleh kitin dan turunannya menurun dengan meningkatnya jumlah massa. Hal ini terjadi karena pada jumlah massa tinggi terbentuk ikatan hidrogen intermolekul yang akan mengurangi kemungkinan berinteraksi dengan ion Fe.(Xue, X.,et.al, 2009) 10 Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan 0 0 2 4 6 8 10 12 Massa kitin dan turunannya (mg)) Gambar 15. Afinitas pengikatan Fe terhadap massa kitin dan turunannya 23

Untuk kitin konsentrasi akhir Fe optimum terjadi pada 5 mg, kitosan 7 mg, karboksimetil kitosan 5 mg dan nano-partikel kitosan 5 mg. Jumlah kitosan lebih banyak karena hanya mengandung dua gugus fungsi yaitu -OH dan -NH 2. Sedangkan kitosan dalam nano diperlukan jumlahnya lebih sedikit karena semakin kecil ukuran partikel akan meningkatkan kapasitas adsorpsi. 4.3.4 Pengaruh waktu interaksi Gambar 16 menunjukkan waktu interaksi kitin dan turunannya yang paling minimal terjadi, terlihat afinitas pengikatan secara umum tidak dipengaruhi waktu interaksi. Untuk terjadi pengikatan Fe oleh kitin dan turunannya diperlukan waktu interaksi minimal 7,5 menit. 1.4 Afinitas pengikatan Fe (ppm/mg) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 Kitin kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 Waktu interaksi (menit) Gambar 16. Afinitas pengikatan terhadap waktu interaksi 4.3.5 Analisis spektrum FT-IR Bentuk spektrum FT-IR kitin setelah menyerap ion Fe 3+ dapat dilihat pada Gambar 17. Terlihat bentuk spektrumnya tidak banyak berbeda dengan spektrum kitin standar, tetapi persentase transmitannya lebih tinggi, hal ini menunjukkan bahwa banyak gugus fungsi dari kitin berikatan dengan ion Fe 3+. Gambar 18 menunjukkan spektrum FT-IR kitosan setelah berinteraksi dengan larutan Fe, terlihat terjadi pergeseran absorban -OH menjadi 3466 cm- 1, puncak NH 2 terjadi perpendekan. Hal ini menunjukkan afinitas pengikatan kitosan terhadap Fe lebih baik dibandingkan dengan kitin. 24

Untuk spektrum karboksimetil kitosan terlihat pada Gambar 19, terlihat puncak khas dari karboksimetil kitosan yaitu pada 1606 dan 1416 cm -1 ( COO-) sudah tidak ada lagi. Hal ini menunjukkan gugus COO- berperanan dalam mengikat ion Fe. Sedangkan spektrum nano-partikel kitosan pada Gambar 20, menunjukkan bentuk spektrumnya tidak terlalu berbeda dengan spektrum sebelum berinteraksi dengan Fe. Hal ini menyebabkan afinitas pengikatannya paling kecil dibandingkan dengan kitin dan turunannya yang lain. 100 %T 95 90 85 80 75 70 3 1 0 9.2 5 2 9 2 9.8 7 2 8 8 5.5 1 1 6 5 6.8 5 1 6 2 9.8 5 1 5 6 6.2 0 1 4 2 1.5 4 1 3 7 9.1 0 1 3 1 7.3 8 1 1 5 7.2 9 1 1 1 6.7 8 1 0 7 2.4 2 1 0 2 4.2 0 9 5 0.9 1 8 9 4.9 7 7 5 0.3 1 7 0 2.0 9 5 9 4.0 8 5 5 9.3 6 5 2 8.5 0 5 0 3.4 2 4 6 8.7 0 65 60 3 4 5 0.6 5 3 2 7 1.2 7 55 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 Sampel 1 Gambar 17. Spektrum FT-IR kitin setelah beinteraksi dengan ion Fe 500 1/cm 25

100 %T 95 90 2 3 7 4.3 7 1 3 2 3.1 7 8 9 3.0 4 5 9 7.9 3 5 2 4.6 4 85 80 2 9 2 4.0 9 1 5 8 7.4 2 1 3 8 1.0 3 1 1 5 3.4 3 1 0 8 9.7 8 1 0 3 1.9 2 9 4 7.0 5 6 6 7.3 7 75 70 3 4 6 6.0 8 65 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 Sampel 2 1/cm Gambar 18. Spektrum FT-IR kitosan setelah beinteraksi dengan ion Fe Gambar 19. Spektrum FT-IR KMK setelah berinteraksi 26

Gambar 20. Spektrum FT-IR nano-kitosan setelah beinteraksi 4.3.6 Analisis foto SEM Gambar 21 menunjukkan foto permukaan partikel kitin yang telah berinteraksi dengan ion Fe. Terlihat permukaannya mulus dan tidak berpori sehingga Fe hanya berikatan dipermukaan kitin. Sedangkan foto permukaan partikel kitosan setelah berinteraksi dengan Fe dapat dilihat pada Gambar 22. Terlihat permukaan kitosan berpori tetapi jumlahnya sedikit, sehingga ion Fe lebih banyak diserap. Pori-pori pada permukaan partikel karboksimetil kitosan lebih banyak lagi dapat dilihat pada Gambar 23. Tetapi afinitas pengikatannya terhadap Fe kecil karena karboksimetil kitosan sifatnya larut dalam air sehingga ion Fe tidak banyak berikatan dengan gugus fungsinya. Untuk spektrum nano-partikel kitosan setelah berinteraksi dengan Fe dapat dilihat pada gambar 24. terlihat permukaanya sebagian mulus dan sebagian berpori yang menyebabkan afinitas pengikatannya kecil. 27

Gambar 21. Foto SEM permukaan partikel kitin setelah berinteraksi Gambar 22. Foto SEM permukaan partikel kitosan setelah berinteraksi 28

Gambar 23. Foto SEM permukaan partikel KMK setelah berinteraksi Gambar 24. Foto SEM permukaan partikel nano- setelah berinteraksi 4.4 Efisiensi inhibisi korosi menggunakan kitin dan turunannya Secara umum efisiensi inhibisi korosi dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia dari molekul inhibitor seperti gugus fungsi, faktor sterik, aromatik rapatan elektron pada atom donor dan karakter orbital P dari elektron pendonor dan juga struktur elektronik dari molekul inhibitor. (Abd El-Maksound, S.A. 2008) 29

4.4.1 Pengaruh ph air gambut Berdasarkan pengukuran berat hilang, laju korosi dan nilai efisiensi inhibisi korosi baja dalam air gambut dapat ditentukan. Gambar 25 menunjukkan bahwa nilai ph dapat mempengaruhi efisiensi inhibisi korosi dari kitin dan turunannya. Untuk kitin efisiensi optimum terjadi pada ph 7 yaitu 81,71%, karena pada ph ini gugus asetil (CH 3 -CO) belum mengalami deasetilasi sehingga efisiensi inhibisinya optimum (Fernandes-Kim, S.O. 2004). Sedangkan kitosan terjadi pada ph 3 yaitu 79,28%, karena pada ph ini kitosan akan larut sehingga mempermudah gugus fungsinya (-OH dan -NH 2 ) berikatan dengan permukaan baja. Pada ph lebih tinggi stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas dan cenderung terjadi pengendapan sehingga efisiensinya menurun. Untuk karboksimetil kitosan efisiensi optimumnya terjadi pada ph 7 yaitu 93,66%, hal ini disebabkan karboksimetil kitosan bersifat amphiprotik pada ph tersebut. Persamaan reaksinya dapat dilihat dibawah ini (Sun,et.al,2006). orbital Dalam suasana asam lemah yaitu gugus NH 3 + akan teradsorpsi dalam d Fe yang setengah penuh. Sedangkan dalam suasana basa lemah gugus fungsi COO- akan mengikat Fe yang bermuatan +, sehingga efisiensi karboksimetil kitosan optimum terjadi pada ph 7. Sedangkan efisiensi inhibisi optimum dari nano-partikel kitosan terjadi pada ph 6 yaitu 93%. 30

Efisiensi inhibitor (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ph Gambar 25. Efisiensi inhibisi korosi terhadap ph air gambut Dari data pengaruh ph yang cocok digunakan sebagai inhibitor dalam media air gambut adalah kitosan dan nano-partikel kitosan, karena ph air gambut yang nyata dilapangan adalah 3-6. Kalau dilihat kitosan efisiensinya optimum di ph 3, sedangkan nano-partikel kitosan di ph 6. Walaupun karboksimetil kitosan nilai efisiensinya lebih tinggi tetapi ph optimumnya bukan termasuk ph air gambut. 4.4.2 Pengaruh teknik inhibisi Gambar 26, menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi yang mengalami kenaikan dari teknik pencelupan menjadi pelapisan adalah kitosan yaitu dari 79,28 menjadi 88,73 %. Hal ini terjadi karena pada saat dilapiskan pada baja kitosan berkemampuan membentuk lapisan pada permukaan sehingga memperlambat baja kontak dengan udara. 31

Efisiensi inhibisi korosi (%E 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 1 2 3 4 2 3 Kitin dan turunannya (1=kitin, 2=kitosan, 3=karboksimetil kitosan, 4= nano kitosan) 4 Pencelupan Pelapisan Gambar 26. Pengaruh teknik inhibisi terhadap efisiensi inhibisi korosi 4.4.3 Pengaruh waktu Gambar 27, menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi korosi dipengaruhi oleh waktu pencelupan baja dalam media korosif. Waktu interaksi optimum untuk kitin dan turunannya sama yaitu selama 3 hari. Efisiensi inhibisi dari kitin dan turunanannya menurun setelah 3 hari, karena kapasitas gugus fungsinya untuk teradsorpsi pada permukaan baja sudah maksimum dan tidak dapat membentuk lapisan kompleks yang stabil, sehingga menurunkan laju korosi. 32

Efisiensi inhibitor (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu (hari) Gambar 27. Efisiensi inhibisi terhadap waktu interaksi 4.4.4 Penentuan jenis adsorpsi Model adsorpsi isotherm Langmuir diterapkan untuk mempelajari adsorpsi molekul kitin dan turunannya pada permukaan baja, karena diasumsikan lapisan adsorpsinya monolayer (Cheng, et.al, 2007). Adapun plot antara C/ terhadap C untuk inhibitor kitin dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 28. Dengan menghitung nilai K ads maka nilai G o ads dapat ditentukan. Untuk kitin nilai G o ads -16,998 kj mol -1, kitosan -18,68 kj mol -1, KMK -17,055 kjmol -1 dan nanopartikel kitosan -17,89 kj mol -. ntuk kitin nilai G o ads -16,998 kj mol -1, kitosan - 18,68 kj mol -1, KMK -17,055 kjmol -1 dan nano-partikel kitosan -17,89 kj mol -. Adsorpsi kitin dan turunannya pada permukaan baja bersifat spontan karena nilai G o negatif. Sedangkan jenis adsorpsinya adalah adsopsi fisika, karena nilai G o mendekati -20 kjmol -1 (Bouklah,et.al, 2006), hal ini terjadi karena interaksi elektrostatik antara muatan molekul dengan muatan pada logam. 33

10 9 8 7 6 C/ 5 4 3 2 1 Kitin Kitosan Karboksimetil kitosan Nano-partikel kitosan y = 1.0455x + 0.0608 y = 1.0709x + 0.0316 y = 1.0642x + 0.0605 y = 1.0382x + 0.1437 0 0 2 4 6 8 10 C (mg) Gambar 28. Kurva adsorpsi Langmuir pada baja dalam air gambut 4.4.5 Penentuan energi aktivasi Reaksi korosi mematuhi persamaan Arrhenius, sehingga Ea atau energi yang digunakan untuk melarutkan logam dapat ditentukan (Bouklah, M.,et.al, 2006). Berdasarkan Gambar 29, bahwa dari slopenya dapat dihitung Ea dari kitin dan turunannya sebagai inhibitor korosi. Dari perhitungan didapatkan Ea untuk kitin 173,057 kj mol -1, kitosan 196,27 kj mol -1, KMK 220,64 kj mol -1 dan nanopartikel kitosan 286,31 kj mol -1. Terlihat bahwa Ea kitin paling rendah, hal ini disebabkan energi barier kitin pada permukaan baja korosi lebih rendah. Ea kitosan lebih tinggi karena kitosan membentuk lapisan pasif yaitu aksi inhibisi oksigen, sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk melarutkan Fe. Sedangkan Ea karboksimetil kitosan lebih tinggi dari kitosan karena sifatnya dapat larut dalam air, sehingga gugus fungsi lebih mudah bereaksi membentuk senyawa kompleks. Sedangkan Ea nano-partikel kitosan paling tinggi diantara 34

inhibitor lain karena ukurannya partikelnya paling kecil sehingga banyak menutupi permukaan baja. 5.2 kitin y = -1438.8x + 8.9769 5 kitosan y = -1631.8x + 9.7516 Karboksimetil kitosan y = -1834.4x + 10.332 ln R'(mdd) 4.8 4.6 4.4 Nano-partikel kitosan y = -2380.4x + 12.329 4.2 4 0.0031 0.0031 0.0032 0.0032 0.0033 0.0033 0.0034 0.0034 1/T (K -1 ) Gambar 29. Plot Arrhenius dari ln R terhadap 1/T 35