BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PAD, DAU, DAK TERHADAP IPM DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

Monitoring Realisasi APBD Triwulan I

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian KOMPAS.com,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

2

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PULAU JAWA DAN KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya lebih tiga kali luas Pulau Jawa, ditambah jumlah penduduk yang masih sedikit yaitu sebesar 3.091.047 orang dengan kekayaan alam begitu kaya dan belum digali seperti hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan pertambangan. Hal ini disebabkan karena belum adanya jaringan jalan yang memadai yang dapat menghubungkan wilayah - wilayah sentra produksi. Struktur perekonomian Papua pada triwulan IV tahun 2014 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu: Pertambangan dan Penggalian (21,57%), Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (15,60%) dan Konstruksi (14,96%). Sumber utama pertumbuhan ekonomi Papua Triwulan IV tahun 2014 adalah Pertambangan dan Penggalian (10,74%), diikuti Administrasi Pemerintah Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (0,66%), dan Pertanian Kehutanan dan Perikanan(0,65%). Provinsi Papua terdiri dari 29 kabupaten/kota. Peneliti memilih objek penelitian ini karena Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua selalu mengalami urutan terendah setiap tahunnya, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di daerah Papua. Perbandingan Indeks Pembanguan Manusia untuk masing-masing provinsi se-indonesia selama lima tahun, yaitu dari tahun 2009 hingga tahun 2013, dapat dilihat pada Grafik 1.1. Berdasarkan Grafik 1.1, terlihat bahwa Provinsi Papua memiliki IPM terendah selama lima tahun terakhir, yaitu dengan rata-rata IPM 56,18%. Apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Indonesia, IPM Papua masih tergolong rendah. Hal yang sama juga terjadi apabila IPM Papua dibandingkan dengan angka IPM nasional yang rata-rata IPM-nya adalah 68,30%. 1

Grafik 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi se-indonesia Tahun 2009 2013 (dalam persen) 60 65 70 75 80 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015 (data diolah) 2

Provinsi Papua telah menerima kucuran dana yang sangat besar. Sejak tahun 2002 hingga 2014 tercatat ada sekitar Rp57,7 Triliun yang diterima Papua. Ironisnya, kucuran dana ini tidak berpengaruh pada IPM Papua. IPM Papua masih merayap di urutan terakhir se-indonesia seperti yang ditunjukkan pada Grafik 1.1. (Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil). 1.2 Latar Belakang Penelitian Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Penyediaan data IPM ditujukan sebagai alat perencanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah. Salah satu contoh pemanfaatan IPM yang cukup penting adalah sebagai basis dalam alokasi dana untuk daerah, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Belanja Modal (BM) merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Dalam penelitian ini, BM digunakan sebagai variabel intervening karena PAD, DAK, dan DAU dapat memberikan pengaruh dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dengan meningkatnya IPM melalui BM. PAD, DAU, dan DAK tidak dapat berpengaruh secara langsung terhadap IPM. Pengaruhnya terlihat apabila digunakan BM sebagai variabel intervening. Pemerintah daerah menggunakan PAD, DAU, dan DAK untuk membiayai belanja modal seperti membangun sarana dan prasarana publik dengan untuk meningkatkan 3

kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan IPM suatu daerah. Menurut Setyowati dan Suparwati (2012), Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APDB). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk fasilitas publik. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas layanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif, seperti melakukan aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan program-program untuk kepentingan publik. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Lain lain yang sah. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Menurut Setyowati dan Suparwati (2012), realisasi dari PAD dialokasikan terhadap kebutuhan pembangunan daerah seperti sarana dan prasarana transportasi, tempat ibadah, sarana pendidikan dan pembangunan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya PAD, maka dapat meningkatkan BM dalam hal pengadaan sarana dan prasarana serta pembangunan lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan IPM. Hasil penelitian Setyowati dan Suparwati (2012) menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM. Berbeda dengan hasil penelitian 4

yang dilakukan oleh Wandira (2013) yang menunjukkan bahwa PAD tidak berpengaruh pada BM. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Christy dan Adi telah melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia pada tahun 2009. Variabel Kualitas Pembangunan Manusia diproksikan oleh Indeks Pembangunan Manusia. Hasilnya menunjukkan bahwa DAU berpengaruh terhadap BM, dan BM berpengaruh terhadap IPM. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan DAU untuk meningkatkan BM merupakan langkah yang efektif untuk meningkatkan IPM. Setyowati dan Suparwati (2012) menunjukkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap IPM dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. Di beberapa daerah, peran DAU sangat signifikan karena kebijakan BM lebih didominasi oleh jumlah DAU daripada PAD. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa perilaku BM akan sangat dipengaruhi oleh sumber penerimaan ini. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Machmud (2013), yang menunjukkan bahwa DAU tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Menurut Setyowati dan Suparwati (2012), keberadaan DAK penting bagi pembangunan daerah. Hal ini disebabkan oleh komponen utama dana perimbangan yang berbentuk DAU pada umumnya hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan belanja birokrasi. Oleh 5

Miliar Rupiah Persen (%) karena itu, penggunaan dan pemanfaatan DAK di daerah menjadi faktor penting dalam keseluruhan program pembangunan daerah pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Penelitian mengenai hubungan. Penelitian mengenai DAK telah dilakukan oleh Nuarisa dan Pelealu pada tahun 2013. Namun variabel dependennya menggunakan BM. Hasilnya sama-sama menunjukkan bahwa DAK berpengaruh positif signifikan terhadap BM. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah dan Widyaningsih (2014) yang menunjukkan bahwa DAK tidak mampu meningkatkan IPM. Grafik 1.2 di bawah ini menunjukkan adanya perubahan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Belanja Modal (BM) di Provinsi Papua selama lima tahun, yaitu mulai tahun 2009 hingga tahun 2013. Variabel IPM dapat dilihat dari sumbu vertikal kanan. Sedangkan variabel PAD, DAU, DAK, dan BM dapat dilihat dari sumbu vertikal kiri. Grafik 1.2 Perubahan PAD, DAU, DAK, BM dan IPM Provinsi Papua Tahun 2009-2013 2000 70 1600 68 PAD 1200 800 400 66 64 62 DAU DAK BM IPM 0 2009 2010 2011 2012 2013 60 Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan dan Badan Pusat Statistik, 2015 (data diolah) 6

Grafik 1.2 menunjukkan bahwa variabel IPM mengalami kenaikan setiap tahun, namun kenaikannya relatif rendah. Sedangkan variabel independen mengalami peningkatan yang tinggi. Berdasarkan grafik tersebut dapat kita lihat bahwa terdapat ketidaksesuaian antara teori yang ada dengan fakta yang terjadi pada Provinsi Papua, dimana variabel dependen (IPM) mengalami peningkatan yang rendah, tetapi variabel independen (PAD, DAU, dan DAK) mengalami peningkatan yang tinggi. Terjadi ketidakseimbangan antara IPM dengan PAD, DAU, DAK dan BM. Dengan kenaikan PAD, DAU, dan DAK yang tinggi, seharusnya IPM juga mengalami kenaikan yang tinggi.hal tersebut terlihat pada grafik DAU yang mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun 2012 dan tahun 2013, tetapi tidak mempengaruhi peningkatan IPM yang tinggi pula. Peningkatan IPM relatif rendah. Begitu pula dengan BM yang mengalami penurunan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Sedangkan PAD, DAU dan DAK mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun tersebut. Dengan meningkatnya PAD, DAU, dan DAK, seharusnya BM juga mengalami peningkatan, sehingga dapat meningkatkan IPM. Tabel 1.1 di bawah ini menunjukkan persentase kenaikan masing-masing variabel yang terjadi pada Provinsi Papua setiap tahunnya mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Tabel 1.1 Persentase Kenaikan IPM, PAD, DAU, DAK dan BM Provinsi Papua Tahun 2010-2013 Variabel 2010 2011 2012 2013 IPM 0,63% 0,64% 0,74% 0,60% PAD 2,71% -4,66% 41,73% 1,67% DAU 7,86% 10,01% 18,70% 16,91% DAK -8,28% -4,08% 32,09% 20,69% BM 14,60% 1,20% -8,59% -7,24% Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan dan Badan Pusat Statistik, 2015 (data diolah) 7

Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa IPM Papua mengalami kenaikan selama lima tahun berturut-turut, yaitu tahun 2009 hingga tahun 2013. Namun, kenaikan indeksnya rendah. Rata-rata kenaikan IPM di Provinsi Papua hanya sebesar 0,6%. Pada tahun 2010, PAD meningkat sebesar 2,71%. Tetapi IPM hanya meningkat sebesar 0,63%. Persentase peningkatan IPM tidak seimbang dengan persentse peningkatan PAD. Begitu juga dengan DAU, DAK dan BM. Persentase peningkatan IPM tidak seimbang dengan persentase peningkatan DAU, DAK, dan BM. Ketidakseimbangan peningkatan ini terlihat jelas pada tahun 2012, dimana PAD meningkat sebesar 41,73%, DAU meningkat sebesar 18,70% dan DAK meningkat sebesar 32,09%. Tetapi BM malah mengalami penurunan sebesar 8,59% dan IPM hanya meningkat sebesar 0,74%. Seharusnya pada tahun 2012, BM dan IPM meningkat lebih tinggi karena dana yang diperoleh Pemerintah Provinsi Papua dalam bentuk PAD, DAU dan DAK jauh lebih besar dari tahuntahun sebelumnya. Pemerintah seharusnya bisa meningkatkan IPM yang jauh lebih tinggi dengan memanfaatkan sumber penerimaan tersebut agar pembangunan di Papua bisa menunjukkan adanya keberhasilan. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas dan adanya inkonsistensi dari hasil penelitian terdahulu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan PAD, DAU, dan DAK, dengan IPM melalui BM. Untuk itu, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangungan Manusia dengan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua). 1.3 Perumusan Masalah IPM digunakan untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah. Meskipun syarat-syarat untuk mempercepat pembangunan manusia 8

sudah dipenuhi, namun berdasarkan pengalaman pembangunan di berbagai daerah, pembangunan manusia tidak selalu menunjukkan keberhasilan. Papua dalam hal ini merupakan daerah yang pembangunan manusianya tidak menunjukkan keberhasilan. IPM di Papua adalah IPM yang terendah setiap tahunnya bila dibandingkan dengan IPM Provinsi lain yang ada di Indonesia. Meskipun setiap tahun mengalami peningkatan, namun peningkatan capaian IPM di Papua belum dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki kualitas IPM yang baik. IPM Papua masih perlu diperhatikan untuk ditingkatkan. 1.4 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut. 1. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal dan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua tahun 2009-2013? 2. Bagaimana pengaruh secara simultan Pendapatan Asli Derah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening? 3. Bagaimana pengaruh secara parsial: a. Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening? b. Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening? c. Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal dan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua tahun 2009-2013. 9

2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan Pendapatan Asli Derah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. 3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial: a. Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. b. Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. c. Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. 1.6 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1.6.1 Aspek Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh pengetahuan tambahan tentang besarnya PAD, DAU, DAK, BM dan IPM jika dilihat dari laporan realisasi anggarannya, serta penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya. Sedangkan bagi peneliti, penelitian ini digunakan sebagai tambahan wawasan, ilmu, dan pengetahuan bagi peneliti tentang pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap IPM dengan BM sebagai variabel intervening. 1.6.2 Aspek Praktis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi untuk mengetahui besarnya PAD, DAU, DAK, BM dan IPM serta pengaruh antarvariabel tersebut. 10

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini digunakan satu variabel dependen, tiga variabel independen dan satu variabel intervening. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah IPM. Dalam hal ini, variabel yang mungkin mempengaruhi IPM adalah PAD, DAK, dan DAU. Sedangkan variabel intervening yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah BM. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh baik secara simultan maupun parsial yang kemungkinan mempengaruhi IPM. 1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah di website resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan website resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Objek untuk penelitian ini adalah Kabupaten/Kota se-provinsi Papua. Data penelitian yang diperoleh peneliti adalah dari website resmi BPS (www.bps.go.id) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua dari website resmi DJPK (www.djpk.kemenkeu.go.id) tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. 1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai bulan Desember 2015. Fokus dalam penelitian ini adalah pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 karena data yang tersedia hanya sampai tahun 2013. 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian ini, maka disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi dan hal yang dibahas setiap bab. Sistematika penulisan penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut: 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini merupakan bagian yang berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian dan mendukung solusi permasalahan, serta kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian sebagai dugaan sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian mengenai karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan pelaksanaan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan sumber data, teknis analisis data serta pengujian hipotesis. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian, mencakup analisis responden terhadap variabel penelitian, analisis statistik serta analisis pengaruh variabel. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran peneliti baik dari segi aspek teoritis maupun praktis. 12