BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Oleh: Basuki,M.Pd. Widyaiswara Madya. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORITIS. mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Upaya ini juga mengandung tujuan agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai

BAB III BELAJAR TUNTAS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE PERSONALIZED SYSTEM OF INTRUCTION (PSI) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KOTA SOLOK

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Siswa (Peserta Didik) pendidikan pemerintah atau swasta.

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran multi model (Numbered Head Together dan Problem Based

KARAKTERISTIK MODUL PEMBELAJARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, termasuk dunia pendidian lebih khususnya pembelajaran telah

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. tenaga pendidik/ tenaga pengajar yang tugas utamanya adalah mengajar. 1

BAB I PENDAHULUAN. Anak didik dalam dunia pendidikan merupakan subjek utama. Dialah

antara ketiganya. Untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan akan memilih yang panjang. Kita tidak akan memilih yang pendek, kecuali

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia tidak terlepas dari pendidikan tersebut, baik pendidikan sekolah

ARIS RAHMAD F

MENINGKATKAN KETERLIBATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN SAINS DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONTRASI KELAS IV SDN 181/V INTAN JAYA

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

OBSERVASI TERHADAP RPP DALAM MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS

kualitas negara dimata internasional. 1

KESIAPAN PARA GURU SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM DALAM MERESPON PERUBAHAN KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Pendidikan selalu menarik untuk dibicarakan apalagi yang

PELAKSANAAN PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR TUNTAS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI.IPS SMA N 1 GUNUNG TULEH KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACT

E-LEARNING PERENCANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PERT-3. Oleh Nanang Khuzaini, S.Pd.Si

BAB I PENDAHULUAN. sehingga manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Pendidikan adalah proses

BAB II KAJIAN TEORI. A. Evaluasi Pembelajaran. 1. Pengertian Evaluasi. Evaluasi perlu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar untuk dapat

BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Islam, Ciri-Ciri Pembelajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Tujuan dan

Pembelajaran Remedial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kesesuaian Antara GBPP dengan modul matakuliah IPS I Program D-II Penyetaraan Guru SD di FKIP-UT. Oleh: Wia Zuwila Nuzila FKIP UT.

BAB I PENDAHULUAN. Desember Diakses pada tanggal 17

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar

BAB I PENDAHULUAN. balik dalam arti perbaikan belajar atau perbaikan pribadi. Dalam proses pembelajaran, akan selalu ada siswa-siswi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. untuk mempresentasikan sesuatu hal. 1. suatu kegiatan dimana guru melakukan peranan-peranan tertentu agar

A. KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI PECAHAN DI KELAS IV SDN MAROMBUN UJUNG JAWI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

atau siswa yang mendapatkan sekor lebih tinggi daripada kemampuan yang sebenarnya (spuriously high). Sekor bisa menjadi tidak wajar ketika responden

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

Kata Kunci: Metode Diskusi Kelompok, Media Gambar, Prestasi Belajar IPA

MODEL PELAKSANAAN REMEDIAL & PENGAYAAN

Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia dengan Menerapkan Model Pengajaran Tuntas pada Siswa Kelas XI.IPA SMA Negeri 1 Madapangga

Meningkatkan Minat Belajar PKn Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelas IV SD Inpres 3 Tolai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

PENGARUH PENILAIAN BERBASIS KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALIMANAN SKRIPSI

MUHAMMAD A. DJAKARIA NIM ABSTRAK

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

JURNAL PENELITIAN. Oleh: MUHAMMAD ARIF NIM.87735/2007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

Cooperative Learning Model Group Investigation And Learning Together Type, Students Achievement, Ecosystem.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 2 BANJARMASIN TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PEMANFAATAN KARTU KENDALI TUGAS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB II KAJIAN TEORI. penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. 2

DAFTAR ISI. Halaman i ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup

MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK

PELAKSANAAN PENILAIAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 1 KOTO SALAK KABUPATEN DHARMASRAYA JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena itu pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Pembelajaran dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BBM 5 MODEL PEMBELAJARAN TUNTAS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN. A. Proses Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Jarianto SMP Negeri 01 Ranuyoso No. Telp.(0334)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah peradaban manusia terlihat jelas bahwa kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ekonomi dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI).

I. PENDAHULUAN. ini karena hasil belajar siswa sangat mempengaruhi keberhasilan tujuan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI no. 20 tahun 2003, pasal 1 : 1, Pendidikan adalah Usaha sadar yang

B. Kajian Teoritis dan Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tantangan tentang peningkatan mutu, relevansi dan efektivitas

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Langsung dalam menanamkan disiplin. santri di Pondok Pesantren Ma dinul ulum Campurdarat dan

MINARNI SMA Negeri 1 Ngunut Kab. Tulungagung

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai peran. Kemampuan seorang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Proses tersebut sekaligus

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Endah Rahmani Sunardi Emy Wuryani. Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmun Pendidikan Universias Kristen Satya Wacana

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

Transkripsi:

BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Oleh: Basuki,M.Pd. Widyaiswara Madya Abstrak Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Mendasarkan hasil pelajaran pada kurva normal berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari anak-anak yang kita harapkan dapat memahami pelajaran kita sepenuhnya. Sebagian besar sesungguhnya tidak menguasainya. Bila diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa (tanpa kecuali) dapat mencapai taraf penguasaan penuh (mastery), harus diterapkan konsep belajar tuntas (Mastery Learning). Dengan konsep ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara mastery oleh seluruh siswa. Konsep tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual. Belajar tuntas (mastery Learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal. Kata kunci: Belajar Tuntas Inti dari proses pendidikan secara formal adalah mengajar. Sedangkan inti proses pengajaran adalah siswa belajar. Oleh karena itu mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar, sehingga dalam peristilahan kependidikan kita mengenal ungkapan proses belajar mengajar selanjutnya disingkat KBM. Menganalisis proses belajar mengajar pada intinya tertumpu pada suatu persoalan yaitu bagaimana guru memberi kemungkinan bagi siswa agar terjadi proses belajar mengajar yang efektif atau

dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan. Menurut Ali (2002;1) proses KBM membawa implikasi ke persoalan seperti 1) guru harus mempunyai pegangan asasi tentang mengajar dan dasar-dasar teori belajar, 2) guru harus dapat mengembangkan sistem pengajaran, 3) guru harus mampu melakukan proses belajar mengajar yang efektif dan 4) guru harus mampu melakukan penilaian hasil belajar sebagai dasar umpan balik bagi seluruh proses yang ditempuh. Banyak pandangan kita jumpai tentang mengajar. Setiap pandangan membawa implikasi terhadap pelaksanaan pengajaran dilakukan pemegang pandangan itu. Sebagaimana mengajar, tentang belajar pun terdapat aneka ragam pandangan. Masingmasing pendangan atau teori mempunyai relevansi dengan situasi tertentu. Oleh karena itu guru harus memiliki pengetahuan minimal tentang teori belajar maupun mengajar sebagai pegangan dalam praktek. Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Mendasarkan hasil pelajaran pada kurva normal berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari anak-anak yang kita harapkan dapat memahami pelajaran kita sepenuhnya. Sebagian besar sesungguhnya tidak menguasainya. Apakah guru boleh puas dengan hasil yang demikian? Apakah guru boleh merasakan bahwa guru telah menunaikan tugasnya dengan hasil yang mengikuti distribusi kurva normal? Dalam praktek, pengajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Agar pengajaran dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang direncanakan guru perlu mempertimbangkan strategi belajar mengajar yang efektif. Ali (2002;2) menyatakan ada dua macam pendekatan dalam strategi mengajar dapat dipilih,

yaitu 1) strategi mengajar pendekatan kelompok dan 2) strategi mengajar pendekatan individual. Strategi mengajar pendekatan kelompok berkenaan dengan pengajaran suatu bahan pelajaran sama dalam waktu bersamaan untuk sekelompok siswa. Fokus pembahasan tentang strategi ini berkaitan dengan: 1) bagaimana melakukan entry behavior yaitu mengenal kemampuan awal siswa sebelum berlangsungnya proses belajar mengajar; 2) bagaimana memilih metode yang efektif; 3) bagaimana memilih alat pelajaran yang relevan; 4) bagaimana melakukan pengendalian waktu. Bila diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa (tanpa kecuali) dapat mencapai taraf penguasaan penuh (mastery), harus diterapkan konsep belajar tuntas (Mastery Learning). Dengan konsep ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara mastery oleh seluruh siswa. Konsep tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual. Belajar tuntas (mastery Learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal. Belajar tuntas dilandasi dua asumsi, pertama, bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). John B Carrol (Yamin 2008;215) menyatakan bahwa anak didik apabila didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian siswa diberi pengajaran yang sama dan hasil belajar diukur, ternyata menunjukkan distribusi normal. Hal ini

berarti bahwa anak didik yang berbakat cenderung memperoleh nilai yang tinggi Kedua, apabila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur, maka semua peserta didik (siswa) akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya. Tujuan proses mengajar belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Ini disebut mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita cita ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar. Bila kita ingin agar seseorang mau belajar terus sepanjang hidupnya, maka pelajaran di sekolah harus merupakan pengalaman yang menyenangkan baginya. Siswa yang sering frustasi karena mendapat angka yang rendah di samping teguran, kecaman, dan celaan akan benci terhadap segala bentuk pelajaran formal dan tidak mempunyai cukup motivasi untuk melanjutkan pelajarannya. Dan selama angka-angka yang baik hanya diberikan kepada sejumlah kecil saja dari siswa, maka sebagian besar yang mendapat angka rendah dan mengalami frustasi akan berhenti belajar dan tidak mengembangkan bakat yang dapat disumbangkannya kepada masyarakat. Bila kita dapat membimbing anak-anak sehingga semua atau hampir semua berhasil, maka ini akan membawa keuntungan besar bagi murid, orang tua maupun negara. A. Prinsip Belajar Tuntas Pada dasarnya belajar tuntas (mastery learning) akan menciptakan siswa memiliki kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan antara anak cerdas dengan anak yang tidak cerdas. Belajar tuntas (mastery learning) menciptakan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran, sehingga di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan anak didik yang kurang

cerdas mencapai sebagian tujuan pembelajaran atau tidak mencapai sama sekali tujuan pembelajaran. John B Carrol (Yamin, 2008;216) menyatakan bahwa siswa yang berbakat tinggi memerlukan waktu yang relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan siswa yang memiliki bakat rendah. Siswa dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualitas pengajaran dan kesempatan waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Semiawan (1997;113) menyatakan bahwa perilaku intelektual, aspek teoritis, dan tingkat abstraksi mereka menunjukkan karakteristik mental yang berbeda dalam kecepatan melihat hubungan yang bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi logis, mudah mengadaptasikan prinsip abstrak ke situasi konkret dengan mengkaji komponen situasi yang identik, serta mampu menggeneralisasikan. Winkel (1996;414) bilamana seorang siswa tidak mencapai tingkat keberhasilan yang dituju, hal ini tidak disediakan jumlah waktu yang cukup, sesuai dengan kebutuhan siswa atau karena waktu yang disediakan dan sebenarnya cukup itu, tidak digunakan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian, tingkat penguasaan dalam belajar bergantung dengan jumlah waktu yang disediakan, misalnya bila seseorang hanya belajar dengan sungguh-sungguh selama 2 jam, padahal disediakan jumlah waktu 3 jam, maka tingkat penguasaan atau tingkat keberhasilan hanya mencapai 67% dari target yang direncanakan. Waktu yang disediakan untuk belajar, selain bergantung pada kecepatan belajar siswa, juga ikut ditentukan oleh kualitas pengajaran dan kemahiran siswa untuk menangkap suatu uraian dalam bentuk lisan dan tertulis. B. Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) Belajar tuntas (mastery learning) bilamana dilakukan dalam kondisi yang tepat dengan semua siswa mampu belajar dengan baik,

dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan terutama dalam mengornisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberi bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Supaya pembelajaran terstruktur, menurut Winkel (1996;413) menyarankan: 1) tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuan dirangkaikan dan materi pelajaran dibagi-bagi atas unit-unit pelajaran yang diurutkan, sesuai dengan rangkaian segala tujuan pembelajaran; 2) dituntut supaya siswa mencapai tujuan pembelajaran dan pembelajaran harus tercapai lebih dahulu, sebelum siswa maju lebih lanjut dan seterusnya. Dengan kata lain yang berikutnya tidak dimulai, sebelum yang sebelumnya dikuasai, maka sistem belajar ini menekankan penguasaan (mastery); 3) ditingkat motivasi belajar siswa dan efektivitas usaha belajar siswa, dengan memonitor proses belajar siswa melalui testing berkala dan kontinyu, serta memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberhasilan atau kegaggalannya pada saat-saat itu juga (testing formatif); 4) diberikan bantuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan pada saat-saat yang tepat, yaitu sesudah penyelenggaraan testing formatif dan dengan cara yang efektif untuk siswa bersangkutan. Banyamin S Bloom (Yamin, 2008;219) menyebutkan tiga strategi dalam belajar tuntas yaitu mengidentifikasi prakondisi, mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar, dan mengimplementasikan dalam pembelajaran klasikal dengan memberi bumbu untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual yang menliputi: 1) corrective technique, pengajaran remidial yang dilakukan dengan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang

gagal dicapai oleh siswa, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; 2) memberikan tambahan waktu kepada siswa yang membutuhkan (belum menguasai bahan secara tuntas). C. Prosedur Belajar Tuntas. Banyamin S Bloom berpendapat bahwa tingkat keberhasilan atau penguasaan itu dapat dicapai, kalau pengajaran yang diberikan secara klasikal bermutu baik dan berbagai tindakan korektif terhadap siswa yang mengalami kesulitan, dilakukan dengan tepat. Dengan demikian, kalau kurang 95% siswa di kelas mencapai taraf penguasaan yang ditentukan, kesalahan dilimpahkan pada tenaga pengajar (guru), bukan pada siswa. Untuk mengatasi kesalahan yang dilimpahkan kepada guru secara oprasional Bloom (Winkel, 1996;415) menyiapkan langkahlangkah sebagai berikut: 1) menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun yang khsusu; 2) menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran yang dirangkaikan, yang masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu; 3) memberi pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari; 4) memberikan tes kepada siswa pada akhir masingmasing unit pelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran. Tes bersifat formatif yaitu bertujuan mengetahui sampai berapa jauh siswa berhasil dalam pengelolaan materi pelajaran (diagnostic progress test) Dalam testing formatif ini, diterapkan norma yang tetap dan pasti, misalnya minimal 85% dari jumlah pertanyaan dalam tes dijawab betul, supaya siswa dinyatakan berhasil atau telah menguasai tujuan pembelajaran. ; 4 ) siswa belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku pelajaran lain, mengambil unit pelajaran yang telah

diprogramkan; 5) setelah semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran bersangkutan, barulah guru mulai mengajarkan unit pelajaran berikutnya. Menurut Bloom, tidak mesti satu kelas harus menguasai tes sumatif, namun 95% dari jumlah siswa boleh diharapkan mereka berhasil. Tingkat penguasaan untuk setiap unit pelajaran, tidak harus sama dengan tingkat penguasaan untuk seluruh rangkaian unit pelajaran, namun kedua-duanya tidak dituntut sempurna atau 100% berhasil. Dalam tes formatif hanya dituntut keberhasiln sebanyak minimal 85% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul, sedang tes sumatif dituntut tingkat keberhasilan sebanyak minimal 80% - 90% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul.

DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 2002. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Indonesia. Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.Indonesia. Nasution, S. 1984. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT. Bina Aksara. Jakarta. Indonesia. Semiawan, Conny R.1997. Persfektif Pendidikan Anak Berbakat. Penerbit Gramedia Widiasarana. Jakarta. Indonesia Winkel, W S. 1996. Psikologi Sosial. Penerbit Gramedia Widiasarana Jakarta. Indonesia. Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Kontruktivistik Implementasi KTSP & UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Gaung Persada Press. Jakarta. Indonesia.