Pola Keterlambatan Perkembangan Balita di daerah Pedesaan dan Perkotaan Bandung, serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANTARA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DENVER II

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

Kekurangan gizi khususnya kekurangan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG STIMULASI VERBAL DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK PGRI 116 BANGETAYU WETAN

Hubungan Mengikuti Kelompok Bermain dan Perkembangan Anak

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. pada anak yang meliputi seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi, maupun perkembangan psikososial yang

PENELITIAN PEMBERIAN STIMULASI OLEH IBU UNTUK PERKEMBANGAN BALITA. Nurlaila*, Nurchairina* LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

Fiva A Kadi, Herry Garna, Eddy Fadlyana Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KETEPATAN STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK 0-3 TAHUN DI DESA SOKO KEC. GLAGAH KAB. LAMONGAN.

BAB III METODE PENELITIAN. perbandingan (comparative study) dengan jenis penelitian cross sectional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keturunan dan dapat berguna bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Oleh

ABSTRAK. Kata kunci: anak balita, perkembangan, indeks antropometri, pertumbuhan, motorik kasar

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TIDAK ASI EKSKLUSIF TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 3-12 BULAN NASKAH PUBLIKASI

I. Pendahuluan Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan

Jurnal Medika Saintika Vol 7 (2) Jurnal Medika Saintika

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013 ISSN LINGKUNGAN BIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL DENGAN PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN BAYI TIGA TAHUN

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Periode lima tahun pertama kehidupan anak (masa balita) merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. (Ariwibowo, 2012) atau sekitar 13% dari seluruh penduduk Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita)

Anak memiliki ciri khas yaitu selalu tumbuh

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

TINGKAT PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG POSYANDU DENGAN TINGKAT PARTISIPASI IBU BALITA BERKUNJUNG DI POSYANDU

Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam perjalanannya terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa emas (golden age) dalam rentang. perkembangan seorang individu, pada masa ini anak mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa

Mila Harlisa*, Amirul Amalia**, Dadang K***

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BALITA USIA SATU SAMPAI LIMA TAHUN

PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BAYI MELALUI STIMULASI IBU DI KELURAHAN KEMAYORAN SURABAYA

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

KARAKTERISTIK ORANGTUA DAN LINGKUNGAN RUMAH MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BALITA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi

Kata kunci :pengetahuan orang tua perkembangan bahasa anak prasekolah

Imunisasi merupakan pencegahan primer terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d²

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

LAYANAN IN FO R M A SI DAN KE M B A N G A N A K KARTU PELATIH AN PEM AN FAATAN (KKA ) Oleh: Riksma Nurahmi R A

STATUS GIZI BALITA DI LINGKUNGAN BONTO MANAI KELURAHAN ALLEPOLEA WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAU KABUPATEN MAROS

BAB I PENDAHULUAN. usia dini, 50% akan mencapai kemampuan kemudian, 75% anak akan mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. badan kurang dari 2500 gram saat lahir 1, sedangkan Berat Badan Lahir

: Lingkar Kepala, Perkembangan Anak

LAYANAN INFORMASI DAN PELATIHAN PEMANFAATAN KARTU KEMBANG ANAK (KKA) SEBAGAI ALAT DETEKSI DINI GANGGUAN PERKEMBANGAN PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan adalah salah satu ciri khas pada. anak yang pasti terjadi, dimulai dari masa konsepsi

Oleh : Suyanti ABSTRAK

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Down, gangguan mental dan lain-lain. Oleh karena itu penyimpangan

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan bayi usia 9 bulan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lain tetapi sifatnya berbeda, namun ke dua nya. mengenal faktor resiko pada anak usia toddler.

Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) Anak

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN DI PAUD USWATUN KHASANAH SLEMAN YOGYAKARTA

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Kualitas anak masa kini merupakan penentu

HUBUNGAN STIMULASI ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK PRASEKOLAH BERUSIA 4-5 TAHUN

Umi Sa adah, Asih Setyorini

Sudarti 1, Afroh Fauziah 2 INTISARI PENDAHULUAN

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

3 BAB III METODE PENELITIAN

STIMULASI DINI PADA POLA ASUH BERDAMPAK POSITIF TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK BAWAH DUA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Target dari Millennium Development Goals yang keempat adalah

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Jaya Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

ANALISIS MULTILEVEL PENYEBAB BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang sehat dan berkualitas. Upaya dari United Nation untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa. Middle childhood merupakan masa. usia tahun untuk anak laki-laki (Brown, 2005).

POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PRASEKOLAH (USIA 3-6 TAHUN)

Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) 1. Pengertian Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I Gusti Ayu Trisna Windiani, Soetjiningsih Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial dan lain sebagainya.

PENGARUH KARAKTERISTIK ORANGTUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN UKDW. organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002). personal social (kepribadian dan tingkah laku),

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan skill dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari 400 gr di waktu lahir menjadi 3 kali lipatnya seteleh akhir tahun ketiga

BAB III METODE PENELITIAN. Mojosongo, Jebres, Surakarta. Pelaksanaan penelitian bulan April 2014.

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Kondisi Sosioekonomi dan Demografi Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I

Transkripsi:

Sari Pediatri, Sari Vol. Pediatri, 4, No. Vol. 4, Maret 4, No. 2003: 4, Maret 168-2003 175 Pola Keterlambatan Perkembangan Balita di daerah Pedesaan dan Perkotaan Bandung, serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Eddy Fadlyana, Anna Alisjahbana, Ilsa Nelwan, Muchlisah Noor, Selly, dan Yulia Sofiatin Periode lima tahun pertama kehidupan akan menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui gambaran perkembangan balita di daerah pedesaan dan perkotaan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tempat penelitian dipilih secara purposive di 4 wilayah puskesmas (2 perkotaan dan 2 pedesaan), Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan secara cross sectional dengan subjek penelitian anak balita yang sehat dan kooperatif pada saat pemeriksaan, serta orang tua menyetujui ikut dalam penelitian. Subjek dibagi atas 2 kelompok umur perkembangan (< 2 th, dan 2-5 th), dipilih secara stratified random sampling dengan alokasi sampel ditentukan secara proporsional. Tes perkembangan dilakukan oleh 3 dokter dengan menggunakan metode Munchener yang telah dimodifikasi dengan klasifikasi hasil tes normal dan ada keterlambatan perkembangan. Lima aspek perkembangan yang dinilai yaitu motorik kasar, motorik halus, persepsi, vokalisasi/pengertian bahasa, dan sosial. Selama periode penelitian sebanyak 498 balita memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 227 (46%) laki-laki dan 271 (54%) perempuan. Balita yang mengalami keterlambatan perkembangan di daerah pedesaan sebesar 30% dan di perkotaan 19%, perbedaan ini secara statistik bermakna (p=0,012). Di daerah pedesaan pola keterlambatan perkembangan secara urutan dari yang paling banyak adalah aspek vokalisasi/pengertian bicara (66%), persepsi (38%), motorik halus (35%), motorik kasar (35%) dan sosial (1%). Sedangkan di daerah perkotaan adalah vokalisasi/ pengertian bahasa (58%), motorik halus (38%), persepsi (36%), motorik kasar (26%) dan sosial (12%). Faktorfaktor yang berhubungan dengan status perkembangan adalah umur anak, pendidikan ibu, penghasilan keluarga dan tempat tinggal. Perlu dilakukan upaya untuk menanggulangi keterlambatan perkembangan balita di daerah pedesaan maupun di perkotaan terutama pada kelompok umur di bawah 2 tahun. Kata kunci: balita, pola keterlambatan perkembangan, pedesaan, perkotaan. D engan semakin menurunnya angka kematian bayi di Indonesia, dari 145 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1967 menjadi 41 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, maka sudah selayaknya dilanjutkan dengan Alamat Korespondensi: Dr. Eddy Fadlyana, Sp.A(K) Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSUP dr. Hasan Sadikin Jl. Pasteur No. 38, Bandung 40161. Telepon/Fax.: 2034426-203595 program meningkatkan kualitas anak. 1-2 Umur anak di bawah lima tahun (balita) merupakan periode penting untuk menentukan kualitas masa depan anak. Pada masa ini proses tumbuh kembang berjalan dengan cepat, baik fisik, kognitif, keterampilan, sosial, emosi termasuk perkembangan kepribadiannya. 2-3 Faktor lingkungan tempat seorang anak mengalami tumbuh kembang, merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. 3 Pedesaan dan perkotaan selalu mendapat sorotan dalam analisis di berbagai bidang, terutama dalam isu 168

pemerataan dan kemiskinan. Keduanya mempunyai keunikan sendiri baik dalam masalah demografi dan geografi maupun dalam masalah sosial ekonomi. Daerah pedesaan lebih luas daripada perkotaan dengan penduduk yang jarang. Perkotaan mempunyai daerah yang sempit dengan penduduk yang rapat. Masyarakat pedesaan pada umumnya mempunyai status ekonomi yang lebih rendah dibandingkan perkotaan, sebagian besar penduduk pedesaan bekerja di bidang pertanian dan perikanan. Karena sifatnya yang berkaitan dengan alam menyebabkan tingkat ketergantungan masyarakat pedesaan pada perubahan cuaca dan iklim yang tinggi. 4 Sampai saat ini penelitian mengenai pekembangan balita masih belum banyak dilaporkan. Dari penelitian terdahulu menunjukkan masalah keterlambatan perkembangan memberikan hasil yang berbeda-beda, misalnya suatu penelitan di 110 wilayah puskesmas di Pulau Jawa pada tahun 1987, mendapatkan 13% balita berpotensi mengalami keterlambatan perkembangan. 5 Penelitian di daerah kumuh perkotaan di Bandung pada tahun 1998 memberikan hasil 28,5% balita mengalami keterlambatan perkembangan. 6 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran perkembangan anak balita di daerah pedesaan dan perkotaan di wilayah Kabupaten Bandung, sehingga dapat diketahui besarnya masalah dan dapat diperkirakan kebutuhan apa yang diperlukan untuk mengatasinya. Penelitian ini merupakan bagian awal dari suatu penelitian untuk membandingkan dua alat monitor tumbuh kembang, yaitu buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KMS (Kartu Menuju Sehat) tumbuh kembang. Pada penelitian ini, alat monitor tersebut tidak akan dibahas. Bahan dan Cara Penelitian ini bersifat cross sectional dilakukan di 4 wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Bandung. Dua wilayah puskesmas termasuk pedesaan (Lembang dan Cikole) dan 2 wilayah puskesmas perkotaan (Melong Asih dan Cimahi Selatan) yang dipilih secara purposive. Kriteria pedesaan dan perkotaan ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan sejak Februari sampai April 2001. Subyek penelitian adalah balita, umur diketahui secara pasti, pada saat pemeriksaan dinyatakan sehat dan kooperatif, serta orang tua menyetujui ikut dalam penelitian. Berdasarkan pendataan yang ada di posyandu, dari masing-masing wilayah puskesmas dipilih sebanyak 500 anak, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 2.000 anak. Dari jumlah tersebut dipilih secara stratified random sampling berdasarkan kelompok umur, sebanyak 400 anak (100 anak dari masingmasing wilayah puskesmas). Untuk mendapat penilaian yang lebih mendalam dari aspek tumbuh kembang, pada hari yang telah ditentukan subyek penelitian diundang di tempat pemeriksaan yang ditetapkan sebelumnya. Dengan menggunakan kuesioner yang sudah teruji, kepada orang tua/ibu ditanyakan mengenai karakteristik ibu yang mungkin berpengaruh terhadap perkembangan anak (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, ibu bekerja). Kemudian dilakukan pengukuran antropometri, pemeriksaan fisis dan penilaian perkembangan anak oleh 3 dokter anak yang telah diuji terlebih dahulu. Penilaian status gizi menggunakan baku NCHS, dengan klasifikasi Gomez. Penilaian perkembangan menggunakan metode Munchener 7 yang dimodifikasi oleh Yayasan Suryakanti Bandung dan telah dilakukan uji coba sehingga dapat digunakan sampai anak umur 5 tahun, dengan menilai 5 aspek perkembangan, yaitu motorik kasar (merangkak, duduk, berjalan), motorik halus (memegang), vokalisasi dan pengertian terhadap bicara, dan sosialisasi. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan program SPSS. Dari masing-masing wilayah pedesaan dan perkotaan diketahui angka kejadian balita yang mengalami keterlambatan perkembangan, perbedaan angka kejadian di kedua daerah tersebut diuji dengan kai-kuadrat. Terhadap faktorfaktor yang mungkin berpengaruh terhadap perkembangan anak dilakukan analisis data menggunakan regresi logistik multipel. Hasil Selama periode penelitian telah dilakukan penilaian perkembangan terhadap 498 balita, terdiri dari 227 laki-laki dan 271 perempuan. Data umum ibu dan anak di daerah pedesaan Terdapat 236 pasangan ibu dan anak. Umur rata-rata ibu adalah 28 tahun (SD 6,4 tahun). Sebagian besar pendidikan ibu setingkat sekolah dasar (SD), dapat dilihat 169

pada Tabel 1. Subyek balita terdiri dari 42% laki-laki dan 58% perempuan, status gizi menunjukkan sebagian besar balita (45%) mengalami gangguan gizi ringan. Data umum ibu dan anak di daerah perkotaan Terdapat 262 pasangan ibu dan anak. Umur rata-rata ibu adalah 29 tahun (SD: 5,8 tahun). Sebagian besar (19%) mengalami keterlambatan perkembangan. Balita di pedesaan lebih banyak yang mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan balita di perkotaan, perbedaan ini secara statisitik bermakna (p = 0,012). Balita di daerah pedesaan maupun di perkotaan sebagian besar mengalami keterlambatan perkembangan pada satu aspek, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 1. Karakteristik umum ibu dan anak di daerah penelitian Variabel Pedesaan (n=236) Perkotaan (n=262) Jumlah n % n % n % Umur ibu (tahun) < 20 8 3,4 8 3,0 16 3,2 20-24 70 29,6 43 16,5 113 22,7 25-29 76 32,2 85 32,6 161 32,4 30-34 41 17,4 77 29,5 118 23,7 > 35 41 17,4 48 18,4 89 17,2 Rerata (SD) 28 (6,4) 29 (5,8) Rentang 16-50 17-50 Pendidikan ibu SD 172 73,0 44 17,1 214 43,6 SLTP 32 13,5 68 26,4 99 20,2 SLTA 29 12,3 120 46,5 149 30,3 Perguruan Tinggi/ 3 1,2 26 10,1 29 5,9 Akademi Jenis kelamin anak Laki-laki 100 42,4 127 48,5 227 45,6 Perempuan 136 57,6 135 51,5 271 54,4 Status gizi anak Normal 49 21,2 74 28,8 123 25,2 Gangguan gizi ringan 104 45,0 144 56,0 248 50,8 Gangguan gizi sedang 78 33,8 39 15,2 117 24,0 pendidikan ibu setingkat sekolah menengah atas (SMA), dapat dilihat pada Tabel 1. Subyek balita terdiri dari 49% laki-laki dan 51% perempuan, status gizi menunjukkan sebagian besar balita (56%) mengalami gangguan gizi ringan. Penilaian perkembangan balita Hasil penilaian perkembangan balita di daerah pedesaan menunjukkan dari 236 balita yang dinilai, 70 (30%) di antaranya mengalami keterlambatan perkembangan. Sedangkan di daerah perkotaan dari 262 balita yang dinilai, 49 Tabel 2. Sebaran subjek berdasarkan jumlah aspek yang mengalami keterlambatan perkembangan Jumlah aspek yang Pedesaan Perkotaan mengalami keterlambatan n (%) n (%) 0 166 (70,3) 213 (81,3) 1 33 (14,0) 30 (11,5) 2 24 (10,2) 9 (3,4) 3 8 (3,4) 5 (1,9) 4 5 (2,1) 3 (0,8) 5 0 (0) 2 (0,7) Total 236 (100,0) 262 (100,0) Keterangan : X 2 = 14,664; p = 0,012 170

Pada Tabel 3 di bawah ini tampak sebaran subyek berdasarkan jenis aspek keterlambatan perkembangan. Tabel 3. Sebaran subjek berdasarkan jenis aspek keterlambatan perkembangan Jenis aspek yang Pedesaan(n=236) Perkotaan (n=262) mengalami n (%) n (%) x 2 p keterlambatan Motorik kasar 25 (10,6) 16 (5,0) 0,768 0,381 Motorik halus 25 (10,6) 19 (7,2) 0,015 0,903 Persepsi 27 (15,7) 18 (6,9) 0,001 0,971 Volkalisasi dan 47 (19,9) 29 (11,1) 0,530 0,467 pengertian bicara Sosial 1 (0,4) 6 (2,3) 0,019* Keterangan * Berdasarkan Uji eksak Fisher Vokalisasi dan pengertian bicara merupakan jenis aspek yang paling banyak mengalami keterlambatan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Risiko terjadinya keterlambatan perkembangan di pedesaan hampir 2 kali lipat dari perkotaan untuk berbagai aspek, kecuali untuk keterlambatan aspek sosial di perkotaan lebih dari 4 kali lipat di pedesaan, perbedaan ini secara statistik bermakna (p = 0,019). Dari Tabel 4 tampak bahwa di pedesaan, faktorfaktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah umur anak, penghasilan keluarga, dan jenis kelamin; sedangkan di perkotaan adalah umur anak, penghasilan keluarga dan pendidikan ibu. Berdasarkan hasil tes perkembangan normal dan keterlambatan, analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil tes perkembangan adalah umur anak, penghasilan keluarga, pendidikan ibu, dan daerah penelitian, seperti tampak pada Tabel 5. Dari data di atas dapat dilihat bahwa faktor terpenting adalah umur anak (makin tinggi umur anak keterlambatan semakin kurang) demikian pula untuk pendidikan ibu dan penghasilan; sedangkan untuk daerah penelitian (makin ke pedesaan makin tinggi peluang untuk mengalami keterlambatan perkembangan), untuk status gizi, semakin rendah status gizinya makin tinggi keterlambatan perkembangannya. Tabel 7 di bawah ini menunjukkan peluang terjadinya keterlambatan dari berbagai faktor risiko. Dari model regresi logistik (Tabel 6 dan 7) dapat diperkirakan peluang terjadinya keterlambatan dari berbagai faktor risiko. Di daerah perkotaan apabila umur anak < 2 tahun, pendidikan ibu setingkat sekolah dasar, penghasilan < Rp.250.000 dengan status gizi gangguan sedang, maka peluang untuk terjadinya keterlambatan adalah sebesar 68%. Di daerah pedesaan, apabila umur anak < 2 tahun, pendidikan ibu setingkat sekolah dasar, penghasilan keluarga < Rp. 250.000 dengan status gizi gangguan sedang, maka kemungkinan terjadinya keterlambatan perkembangan sebesar 68%. Di daerah perkotaan maupun di pedesaan, apabila pendidikan ibu semakin rendah dan penghasilan keluarga semakin kecil, maka kemungkinan terjadinya keterlambatan perkembangan semakin besar. Diskusi Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak, karena pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. 8 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlambatan perkembangan balita merupakan masalah kesehatan, dengan angka kejadian 29,3% di pedesaan dan 18,7% di perkotaan. Walaupun di pedesaan memberikan angka yang lebih tinggi secara bermakna apabila dibandingkan dengan di perkotaan, akan tetapi angka kejadian di kedua lingkungan ini cukup tinggi. Angka ini lebih tinggi daripada penelitian terdahulu di Pulau Jawa yang menemukan 13% balita mempunyai potensi mengalami keterlambatan perkembangan. 5 Tingginya angka keterlambatan yang ditemukan merupakan potensi untuk menurunkan kualitas hidup di kemudian hari sehingga perlu segera diupayakan bagaimana cara mengatasinya. 9 Penelitan Frankenburg, dkk. 10 menunjukkan bahwa anak yang mengalami penyimpangan perkembangan bila dibiarkan saja, maka sebagian besar (89%) akan mengalami kegagalan di sekolahnya. Di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, faktor lingkungan yang dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak umumnya dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan ketidak tahuan masyarakat tentang proses tumbuh kembang. 11 Apabila ditinjau aspek yang mengalami keterlambatan, terdapat kesamaan di pedesaan dan perkotaan, yaitu sebagian besar mempunyai 1 aspek 171

Tabel 4. Tes perkembangan balita berdasarkan variabel pengaruh dipedesaan dan perkotaan Pedesaan Perkotaan Variabel Tes perkembangan Tes perkembangan Pengaruh Sesuai Trlmbt X 2 p Sesuai Trlmbt X 2 p (n=165) (n=71) (n=213) (n=50) Umur ibu (tahun) < 20 6 2 3,139 0,519 7 1 5,269 0,261 20 24 46 24 32 11 25 29 54 22 69 16 30-34 27 14 68 9 > 35 33 8 36 12 Pendidikan ibu SD 114 56 2,723 0,436 31 13 4,790 0,188 SMP 24 7 56 12 SMA 23 6 102 18 PT 2 1 20 6 Kelompok umur (tahun) 0 2 65 54 26,922 <0,001 69 30 12,885 <0,001 > 2 5 101 16 144 19 Jenis kelamin Laki-laki 65 35 1,948 0,163 103 24 0,000 1,000 Perempuan 100 35 110 25 Ibu bekerja Ya 15 4 0,354 0,552 52 12 0,000 1,000 Tidak 151 66 161 37 Status gizi Normal 34 15 2,543 0,280 62 12 0,511 0,774 Ringan 78 26 115 29 Sedang 50 28 32 7 Penghasilan keluarga (rupiah) < 250.000 34 25 8,518 0,014 16 7 4,156 0,125 250.000-500.000 94 27 85 22 > 500.000 23 10 69 10 Keterangan Trlmbt: terlambat, SD: Sekolah Dasar, SMP: Sekolah Menengah Pertama, SMA: Sekolah Menengah Atas, PT: Perguruan Tinggi yang terhambat, dan jenis aspek yang mengalami keterlambatan adalah vokalisasi dan pengertian bicara. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut apakah akibat interaksi antar personal yang merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa di kedua daerah tersebut kurang, atau sebab lain. Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak, karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistim lainnya. 12 Di perkotaan, keterlambatan pada aspek sosial lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (p = 0,019). Dari hasil ini perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari jawabannya. Perbedaan ini mungkin akibat pola asuh yang berbeda, misalnya pada ibu yang bekerja di pedesaan sewaktu ibu bekerja maka anak biasanya dititipkan kepada anggota keluarga lainnya sehingga interaksi sosial tidak terhambat. 3 Di pedesaan, tingginya keterlambatan perkembangan anak berhubungan dengan umur anak, dan penghasilan keluarga. Artinya semakin muda umur anak, dan semakin kecil pendapatan keluarga maka kemungkinanan terjadinya keterlambatan perkembangan semakin besar. 172

Tabel 5. Hubungan hasil tes perkembangan dengan daerah penelitian, status gizi, kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, ibu bekerja dan penghasilan keluarga Variabel Hasil Tes Perkembangan (n=498) Normal Keterlambatan X 2 p Daerah penelitan Pedesaan 166 70 7,608 0,006 Perkotaan 213 49 Status gizi Normal 96 27 2,980 0,225 Ringan 193 55 Sedang 82 35 Kelompok umur (tahun) 0-2 134 84 44,254 < 0,001 > 2-5 245 35 Jenis kelamin Laki-laki 168 59 0,807 0,369 Perempuan 211 60 Pendidikan ibu SD 145 69 14,205 0,003 SMP 80 19 SMA 124 24 PT/Akademi 22 7 Ibu bekerja Ya 67 16 0,883 0,347 Tidak 312 103 Penghasilan keluarga (rupiah) < 250.000 50 32 13,648 0,001 250.000-500.000 178 50 >500.000 92 20 Umur ibu (tahun) < 20 13 3 4,704 0,319 20 24 78 35 25 29 123 38 30 34 95 23 > 35 69 20 Sedangkan di perkotaan, perkembangan berhubungan dengan umur anak, penghasilan keluarga dan pendidikan ibu. Penghasilan keluarga merupakan faktor yang dianggap mewakili keadaan sosio ekonomi keluarga dan merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak. Keluarga yang berpenghasilan rendah memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mempunyai anak yang perkembangannya terlambat. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang cukup bagi anaknya dan juga kemampuan untuk menyediakan sarana alat bantu stimulasi. 13 Apabila variabel di pedesan dan di perkotaan digabungkan, maka perkembangan berhubungan dengan umur anak, penghasilan keluarga, pendidikan ibu, daerah penelitian dan status gizi. Hasil analisis dengan regresi logistik, menunjukkan ke-lima variabel tersebut berpengaruh kuat terhadap keterlambatan perkembangan, memberikan hasil dengan akurasi 78,26%. Di perkotaan, apabila umur anak kurang dari 2 tahun, pendidikan ibu setingkat sekolah dasar, penghasilan keluarga < Rp. 250.000 dan anak mengalami gangguan gizi derajat sedang, maka kemungkinan untuk terjadinya keterlambatan 173

Tabel 6. Hubungan hasil tes perkembangan dengan berbagai faktor pengaruh berdasarkan regresi Variabel Koefisien β SE (β) P OR (95% CI) Umur anak -1,3687 0,2551 < 0,001 0,25 (0,15-0,42) Pendidikan ibu -0,0812 0,0523 0,121 0,92 (0,83-1,02) Penghasilan -0,3515 0,1987 0,077 0,70 (0,48-1,04) Daerah penelitian 0,0015 0,2988 0,996 1,00 (0,56-1,79) Status gizi 0,2742 0,1812 0,130 1,32 (0,92-1,88) Konstanta 2,0211 - - - Keterangan: Akurasi : 78,26%, 1. Umur anak:1 : 0-2 th; 2: 2-5 th, 2. Pendidikan ibu: 1:SD; 2: SMP; 3: SMA; 4:PT/ Akademi, 3. Pengasilan: 1:< 250.000; 2: 250.000-500.000; 3: >500.000, 4. Daerah 0: urban (perkotaan); 1 : rural (pedesaan), 5. Status gizi (0=normal; 1=ringan; 2=sedang) perkembangan sebesar 68%. Demikian juga di pedesaan, apabila umur anak < 2 tahun, pendidikan ibu setingkat sekolah dasar, penghasilan kurang dari Rp. 250.000, dan anak mengalami gangguan gizi derajat sedang, maka kemungkinan terjadinya keterlambatan perkembangan sebesar 68%. Apabila dicermati, baik hasil di pedesaan maupun di perkotaan, maka semakin muda umur anak, semakin rendah pendidikan ibu dan semakin rendah pengahasilan keluarga, maka semakin besar untuk terjadinya keterlambatan pekembangan. Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap tingkat perkembangan anak. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah merupakan risiko untuk terjadinya keterlambatan perkembangan anak, hal ini disebabkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan stimulasi untuk perkembangan anaknya. 14 Tingkat pendidikan orang tua (terutama ibu) menentukan corak asuh dan kualitas stimulasi yang diberikan kepada anak balitanya. 13 Berdasarkan besarnya masalah yang telah dibicarakan di atas, maka saat ini diperlukan suatu upaya menyeluruh untuk menjaga tumbuh kembang anak sejak di dalam kandungan, pada waktu persalinan dan pasca lahir, dengan melibatkan petugas kesehatan dan masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan untuk Tabel 7. Peluang terjadinya gangguan / keterlambatan perkembangan dari berbagai variabel yang mempengaruhi berdasarkan analisis regresi logistik Daerah Kel. Umur Pend. Ibu Penghasilan Status Gizi P (Y) 0 1 1 1 2 0,683 0 1 2 1 2 0,665 0 1 1 1 1 0,621 0 1 1 2 2 0,603 0 1 2 1 1 0,602 0 2 1 3 0 0,136 0 2 2 3 0 0,126 0 2 3 3 0 0,118 1 1 1 1 2 0,683 1 1 2 1 2 0,665 1 1 3 1 2 0,647 1 1 1 2 2 0,602 1 1 2 1 1 0,601 1 2 2 2 0 0,170 1 2 2 3 1 0,160 1 2 3 3 0 0,118 Keterangan : daerah 0= perkotaan; 1 =pedesaan, Kelompok umur: 1=0-2 th; 2=2-5 th;, Pend. Ibu: 1=SD; 2:SLTP; 3= SLTA; 4: Akademi/PT, Penghasilan: 1= < 250.000; 2= 250.000-500.000; 3= >500.000, P (Y) : Peluang terjadinya keterlambatan perkembangan, Status Gizi (0= normal; 1= ringan; 2= sedang). 174

meningkatkan peran sertanya, sedangkan petugas kesehatan dituntut untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik. Stimulasi perkembangan dengan maksud untuk mencapai perkembangan yang baik, 15 harus mendapat perhatian khusus pada 2 tahun pertama kehidupan balita.. Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr.Nakamura dari Universitas Osaka, Jepang dan Dr. Joko Watanabe, MPH dari JICA (Japan International Cooperation Agency) yang telah mendanai penelitian ini. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 1997. 2. Ismail D. Peranan deteksi dini dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pidato pengukuhan jabatan guru besar. Jogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 2001. 3. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: Ranuh IGN, penyunting. Tumbuh kembang anak. Edisi pertama. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-36. 4. Jamal Sarjaini. Karakteristik gizi masyarakat pedesaan dan perkotaan. Cermin Dunia Kedokteran 1997; 114:56-9. 6. Tim peneliti Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Direkorat Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan akhir penelitian pengembangan paket pemantauan perkembangan anak. Jakarta, 1990. 7. Susanah S. Gambaran perkembangan anak balita di daerah kumuh perkotaan kelurahan Sukapura Kecamatan Kiaracondong kota Bandung, tesis. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 1998. 8. Hellbrugge T, Lajosi F, Menara D. Dalam: Alisjahbana A, penterjemah. Dasar dan susunan Diagnositk Perkembangan Fungsi Munchen. Bandung; 1988. h. 88-207. 9. Haggerty JR. Childhood 2000: New pediatrics in the changing environment of children needs in the 21 st century. Pediatrics 1995; 96:804-12. 9. Gilbride KE. Developmental testing. Pediatr in Rev 1995; 16:338-46. 10. Frankenburg WK. Developmental assessment. Dalam: Levine MD, penyunting. Developmental behavioral pediatrics. Philadelphia Saunders; 1983. h. 27-37. 11. Young ME. Early child development: investing in the future. Human Development Departemet (HDD). The World Bank; 1996. h. 1-25. 12. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Dalam: Ranuh IG N, penyunting. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC;1995. h. 237-48. 13. Illingworth RS. Normal development variations and reasons for variations. Dalam: Illingworth RS, penyunting. The Normal Child. Edisi ke-10. Edinburg: Churchill Livingstone; 1991. h. 167-88. 14. Casey PH, Bradley RH, Caldwelk BM, Edward DR. Developmental intervention: A Pediatric Clinic Review. Pediatr Clin North Am 1986; 33:899-921. 15. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan RI. Pedoman pembinaan perkembangan anak di keluarga. Jakarta, 1995. 175