BAB 2 KONSEP IDIOM DAN PENERJEMAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi modal dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan sosial di lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa sebagai sarananya.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

Bab 2. Landasan Teori. dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB 1 PENDAHULUAN. dipelajari sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu lain seperti kesusastraan, filologi,

PERGESERAN PENERJEMAHAN IDIOM PADA NOVEL ODA NOBUNAGA KARYA SOHACHI YAMAOKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam. kehidupan manusia. Bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terkadang masyarakat lebih memilih menggunakan idiom untuk menyampaikan

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. Kurang lebih 30 mahasiswa dan mahasiswi masuk program studi Jepang

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR. 2.1 Aspek Dalam Bahasa Jepang Berdasarkan Konsep Ken Machida

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat

Seseorang yang menyampaikan suatu maksud tertentu sering dilakukan. ketersinggungan seseorang dengan adanya ujaran tertentu. Sama halnya dengan

Bab 1. Pendahuluan. Dalam berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya, manusia membutuhkan bahasa. Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu keunikan bahasa Jepang adalah penggunaan partikel sebagai pemarkah yang

BAB 1. Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial, di mana bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. asing khususnya bahasa Jepang ialah adanya pengaruh Bl (bahasa ibu)

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian seseorang, baik kepribadian tersebut adalah kepribadian yang baik

Dinny Fujiyanti Fakultas Sastra Jepang Universitas Darma Persada

Bab2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori yang penulis gunakan

PENDAHULUAN. dari pada makhluk lain dimuka bumi ini. Bahasa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. berupa skripsi, jurnal, tesis, artikel dan lain-lain, ditemukan beberapa penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

Bab 2. Landasan Teori. dapat diartikan begitu saja. Inoue (1989 : 70) menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Alat komunikasi paling sederhana dan bersifat universal yang

Bab 2. Landasan Teori. teori Needs Analysis, dan teori Relativitas dalam penerjemahan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berkomunikasi kita memerlukan bahasa. Bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tertulis. Dalam komunikasi secara lisan, makna yang

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

ANALISIS MAKNA KANYOUKU YANG MENGGUNAKAN KANJI KUCHI DALAM KODANSHA S DICTIONARY OF BASIC JAPANESE IDIOMS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara

2015 ANALISIS MAKNA KANYOUKU DALAM BAHASA JEPANG YANG MENGGUNAKAN KATA MIZU

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting dalam kontak

BAB I PENDAHULUAN. Merujuk dari peribahasa Lain padang lain belalang, maka setiap bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kelas kata dalam bahasa Jepang (hinshi bunrui) diklasifikasikan ke dalam 10

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Bogdan and

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang seperti layaknya bahasa lain pada umumnya, memiliki

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah identitas diri dari suatu negara. Suatu negara dapat kita identifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal (Chaer 2003:296).

Bab 1. Pendahuluan. tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す.

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, fikiran, maksud serta tujuan kepada

BAB I PENDAHULUAN. membedakannya dengan bahasa lain. Sehingga tidaklah mengherankan jika

BAB I PENDAHULUAN. Dedi Sutedi, bahasa adalah alat pengungkap pikiran maupun perasaan. Melalui

Bab 5. Ringkasan. Saat ini banyak orang yang mempelajari bahasa Jepang dan mulai tertarik dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang banyak diminati, karena memiliki keunikan tersendiri. Sama

PERPADANAN PENERJEMAHAN KALIMAT PASIF BAHASA JEPANG KE DALAM BAHASA INDONESIA (SATU KAJIAN STRUKTUR DAN MAKNA)

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran

BAB 1 PENDAHULUAN. kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak. memiliki makna baru dan dapat disela dengan unsur lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method =

BAB I PENDAHULUAN. pemikirannya, maka manusia menciptakan bahasa. Bahasa adalah sistem lambang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Keywords: Analysis of Meaning, Idiom, Idiom Meaning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pratamawati, 2014

BAB 2 LANDASAN TEORI

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. kata sifat, kata kerja bantu, partikel, dan kata keterangan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa terdiri dari unsur kalimat, klausa, frase dan kata. Salah satu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam tataran komunikasi, makna merupakan objek tuturan yang disampaikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari dan menggungkapkan suatu keinginannya. Menurut Chaer (2003: 4) bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan makhluk lainnya didunia ini. Dikatakan bahwa bahasa memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berkomunikasi, dibutuhkan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi yang

ABSTRAK. Kata kunci : fukugougo, kruna satma, kontrastif. viii

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

7 BAB 2 KONSEP IDIOM DAN PENERJEMAHAN Salah satu kajian ilmu linguistik adalah semantik. Semantik berhubungan dengan makna yang ada pada setiap bahasa. Pada bab ini akan dibahas mengenai makna dari Palmer, Larson, Chaer serta definisi idiom dari beberapa pakar linguistik seperti Akimoto Miharu dan Harimurti Kridalaksana. Selain itu, definisi penerjemahan akan dibahas menurut beberapa pakar penerjemahan beserta pergeseran dalam penerjemahan oleh Rochayah Machali dan Maurits Simatupang.

8 2.1 Bentuk dan Makna Menurut Saussure (1966), seperti yang dikemukakan oleh Palmer(1976), setiap tanda linguistik terdiri dari signifiant dan signifie. Signifiant adalah bunyibunyi yang terbentuk dari fonem-fonem suatu bahasa, sedangkan signifie merupakan makna suatu tanda bunyi. Dengan demikian, setiap kata memiliki bentuk dan makna. 2.1.1 Bentuk Bentuk bahasa menurut Harimurti Kridalaksana dapat berupa kata, frase, klausa, kalimat. Dalam mendeskripsikan idiom akan dilihat dari bentuk bahasa seperti kata dan frase. Menurut Kridalaksana (1993: 98), kata adalah morfem atau, kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diajarkan sebagai bentuk yang bebas. Kata merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri. Sebagai contoh, morfem tunggal adalah rumah, dan morfem terikat mengikuti. Kata dapat berupa kombinasi morfem yang disebut kata majemuk. Kata Majemuk (1993:99) adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan kata majemuk :Misalnya dalam bahasa Inggris blackbird adalah kata majemuk, sedangkan black bird bukan kata majemuk melainkan frase.

9 Satuan bahasa yang lebih besar dari kata adalah Frase (1993:59). Frase (phrase) adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif. Gabungan itu dapat rapat, dapat renggang, misalnya gunung tinggi adalah frase karena merupakan konstruksi non predikatif, konstruksi ini berbeda dengan gunung itu tinggi yang bukan frase karena bersifat predikatif. 2.1.2 Makna Komunikasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan interaksi antar manusia. Dalam suatu komunikasi, kedua belah pihak berusaha untuk saling memahami katakata yang diucapkan. Kata-kata tersebut memiliki makna yang membuat seseorang dapat saling mengerti perasaan satu sama lain. Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa adalah semantik. Menurut F.R Palmer (1976:1), semantik adalah istilah teknik yang digunakan untuk mempelajari makna. Makna merupakan bagian dari bahasa yang mencakup bermacam-macam aspek bahasa dan mengenai definisi makna serta bagaimana menjelaskan sebuah makna, memang belum ada persetujuan bersama dari pakarpakar linguistik. Larson (1988) membedakan makna menjadi dua yaitu makna primer dan makna sekunder. Makna primer adalah makna yang dipelajari sejak kecil dan terkandung dalam sebuah kata jika kata itu digunakan tersendiri. Makna primer merupakan makna pertama yang muncul dalam pikiran dan cenderung mempunyai referensi ke situasi fisik. Makna sekunder adalah makna yang tergantung pada konteks.

10 Selain itu, kata memiliki makna figuratif atau makna kiasan yang merupakan bagian dari makna sekunder. Makna figuratif, yaitu makna yang berdasarkan hubungan asosiasi dengan makna primer.(beekman dan Callow 1974:94) Chaer (1995: 60) dalam Pengantar Semantik, membagi makna menjadi makna leksikal, makna gramatikal, dan makna idiomatik. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguhsungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal, seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Idiom memiliki makna kiasan atau makna idiomatis. Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia, frase menjual gigi bermakna tertawa keras-keras. Makna idiom tersebut tidak lagi berasal dari makna leksikal maupun makna gramatikalnya, tetapi maknanya merupakan makna keseluruhan dari frase tersebut. Nida (1969: 56) mengatakan bahwa dalam menganalisis makna idiom harus melihat konteks penggunaannya baik secara lisan maupun tulisan karena konteks memegang peranan penting dalam menentukan idiom atau tidaknya suatu frase terutama ketika melakukan suatu kegiatan penerjemahan. 2.2 Idiom Chaer (1984) berpendapat bahwa idiom adalah satuan bahasa yang maknanya tidak dapat ditarik dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam

11 bahasa tersebut atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya. Namun, Chaer menambahkan bahwa makna keseluruhan idiom dengan makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya masih bisa dicari hubungannya secara historis komparatif dan etimologis. Jadi, ini berarti ada makna idiom yang masih dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur pembentuknya. Menurut Kridalaksana (2005), dalam Kamus Linguistik, idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggotanya. Sebagai contoh, kambing hitam dalam kalimat Dalam peristiwa kebakaran itu hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Makna kambing hitam secara keseluruhan, tidak sama dengan kambing maupun hitam. Dari definisi yang diberikan oleh Chaer dan Kridalaksana dapat disimpulkan bahwa idiom merupakan satuan bahasa yang maknanya berbeda dengan makna komponen-komponen pembentuknya. Akan tetapi, ada idiom yang masih bisa dilihat maknanya dari makna komponen-komponen pembentuknya. Mary McGee Wood (1986: 95-96) mendefinisikan idiom sebagai suatu ungkapan kompleks yang artinya secara keseluruhan tidak komposisional dan bentuknya secara keseluruhan tidak produktif. Dari definisi tersebut, ada hal penting penentu idiom, yaitu kontinuum artinya makna idiom harus dilihat sebagai satu kesatuan dan keutuhan yang tidak terbagi. Idiom adalah ungkapan yang nonkomposisional, artinya makna idiom bukan merupakan komposisi atau hasil penjumlahan makna unsur-unsur pembentuknya. Idiom tidak produktif dalam bentuk

12 yang berarti apabila satu atau beberapa unsur dalam idiom diganti tidak akan menghasilkan ungkapan (idiom ) baru yang diterima.. Dalam bahasa Jepang, idiom disebut Kanyouku ( かんようく ; 慣用句 ) yaitu ungkapan yang terbentuk dari beberapa kata yang makna secara keseluruhan bukan merupakan penjumlahan makna unsur-unsur pembentuknya (Akimoto Miharu:2002). 2.2.1 Ciri-ciri Idiom Bahasa Indonesia dan Idiom Bahasa Jepang Abdul Chaer (1993) dalam Kamus Idiom Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa idiom bahasa Indonesia dapat muncul dalam bentuk kata, frasa, dan kalimat. Contoh : Kata: gula-gula artinya wanita simpanan Frasa: meja hijau artinya pengadilan Kalimat : darah naik ke kepala artinya marah Chaer(1993) membagi idiom menjadi dua jenis yang ditinjau dari segi keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsur pembentuknya sudah merupakan satu kesatuan makna dan setiap unsur sudah kehilangan makna leksikalnya sehingga yang ada adalah makna dari keseluruhan bentuk tersebut. Idiom sebagian adalah idiom yang masih memiliki unsur dari kesatuan bentuk yang masih tetap dalam makna leksikalnya. Menurut Akimoto Miharu (2002: 124-125) dalam buku yang berjudul Goi ( ごい ; 語彙 ) ada tiga macam pola idiom bahasa Jepang, yaitu: (1) Idiom verbal berbentuk nomina + verba, contoh: atama ni kuru

13 ( あたま ; 頭にく ; 来る ) marah (2) Idiom ajektival, bentuk: nomina+adjektiva. Contoh: kuchi ga karui ( くち ; 口がかる ; 軽い ) tidak dapat menyimpan rahasia (3) Idiom nominal, bentuk: nomina +nomina. Contoh: neko no hitai ( ねこ ; 猫のひたい ; 額 ) lahan sempit. Dilihat dari segi makna, ada tiga jenis makna idiom bahasa Jepang, yaitu: 1. Makna unsur yang membentuk idiom tidak jelas dan ada bagian dari idiom tersebut yang tidak dapat digunakan selain di dalam idiom. Contoh: Kuda o maku ( 管を巻く ) 2. Maknanya dapat diperkirakan dari makna unsur-unsur pembentuknya. Contoh: atama o sageru ( あたま ; 頭をさ ; 下げる ) menunduk (salam)/tunduk. 3. Makna literal dan idiomatik dimiliki oleh sebuah idiom. Contoh: ashi wo arau ( あし ; 足をあら ; 洗う )(mencuci kaki) meninggalkan suatu pekerjaan tertentu yang pada umumnya tidak baik (berjudi, psk, dll) (contoh diambil dari Kanyouku Jiten: 1992) Dalam idiom verbal bahasa Jepang, hanya verba yang dapat berkonjugasi, dalam arti verba dapat diubah menjadi bentuk lampau, negatif, pasif, dan sebagainya. Misalnya, verba tatsu berdiri dalam idiom hara ga tatsu ( はら ; 腹がた ; 立つ )(perut berdiri) marah dapat diubah ke dalam bentuk lampau menjadi hara ga tatta( はら ; 腹

14 がた ; 立った ), atau menjadi verba transitif hara wo tateru ( はら ; 腹をた ; 立てる )( mendirikan perut), namun maknanya tetap sama, yaitu marah. 2.3 Penerjemahan Idiom Nida dan Taber(1969:12) dalam The Theory And Practice Of Translation, mendefinisikan penerjemahan sebagai pengungkapan kembali dalam bahasa penerima pesan yang padanannya terdekat dan wajar dari bahasa sumber yang pertama dalam hal makna dan yang kedua dalam hal gaya bahasa. Nida dan Taber mengutamakan penyampaian isi pesan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dalam suatu kegiatan penerjemahan. Penerjemahan yang baik dan wajar harus dapat mengungkapkan kembali makna yang telah dialihkan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran (Maurits, 40). Dalam penerjemahan, pengalihan makna lebih dipentingkan daripada pengalihan bentuk. Senada dengan Nida dan Taber, Larson (1984:17) mengatakan bahwa terjemahan yang wajar adalah terjemahan yang mengikuti semua aturan yang berlaku bagi bahasa sasaran. Newmark (1988:5) dalam buku Pedoman Bagi Penerjemahan karya Rochayah Machali, berpendapat mengenai penerjemahan yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang. Newmark berpendapat seperti Nida dan Taber bahwa dalam penerjemahan, makna bahasa sumber merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh seorang

15 penerjemah. Oleh karena itu, seorang penerjemah harus memiliki keterampilan dalam menerjemahkan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, sehingga makna yang terkandung dalam bahasa sumber dapat diterima dalam bahasa sasaran. Hal tersebut ditegaskan oleh Newmark (1988:18) dengan mengatakan bahwa penerjemahan merupakan suatu keterampilan dalam usaha mengganti pesan tertulis atau pernyataan ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Pendapat senada diberikan oleh Catford (1965:5) yang mengatakan bahwa penerjemahan adalah mengganti bahasa teks dalam satu bahasa (bahasa sumber) dengan bahasa teks yang sepadan dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Dari definisi-definisi yang diberikan oleh beberapa pakar linguistik di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penerjemahan, pesan atau makna yang dialihkan sedangkan bentuk bahasa boleh diubah dalam usaha untuk mencapai kesepadanan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, seperti yang dikatakan oleh Larson (1984:3), penerjemahan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain. Bentuk lain yang dimaksud bisa berupa bentuk bahasa sumber atau bahasa sasaran. Idiom menurut Larson (1984) merupakan salah satu jenis ungkapan figuratif yang terdapat dalam semua bahasa, tetapi sangat khas untuk setiap bahasa. Idiom yaitu ungkapan untuk dua kata atau lebih yang tidak dapat dimengerti secara harfiah dan yang secara semantis berfungsi sebagai suatu kesatuan (Beekman dan callow 1974 : 121). Larson (1984) mengatakan Idiom dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang tidak figuratif, tetapi memungkinkan untuk diterjemahkan ke dalam idiom

16 bahasa sasaran yang selaras. Ada juga kata yang bukan idiom, tetapi harus diterjemahkan dengan idiom. Dalam menerjemahkan idiom, Nida dan Taber (1969: 106) membaginya dalam 3 tipe penerjemahan yaitu, a) Idiom diterjemahkan menjadi bukan idiom Penerjemahan ini dilakukan karena tidak terdapat idiom yang mewakili idiom bahasa sumber. Selain itu, penerjemah ke bukan idiom dimaksudkan untuk mengikuti aturan-aturan dasar penerjemahan yaitu mementingkan pengalihan isi pesan daripada bentuk kata itu sendiri. Sebagai contoh, idiom heap coals of fire on this head diterjemahkan menjadi make him ashamed. b) Idiom diterjemahkan menjadi idiom Penerjemahan idiom bahasa sumber menjadi idiom bahasa sasaran dapat dilakukan apabila dalam bahasa sasaran terdapat idiom yang memiliki makna yang sama atau mirip. Sebagai contoh, dalam bahasa Afrika lambang kebebasan manusia, tidak disebut Flesh and Blood, tetapi menggunakan idiom an old man with the single hair. c) Non Idiom diterjemahkan menjadi idiom Penerjemahan bukan idiom menjadi idiom dilakukan untuk membuat terjemahan bahasa sasaran menjadi lebih hidup. Hal ini dimaksudkan agar pesan yang disampaikan lebih berarti untuk pembaca bahasa sasaran. sebagai contoh, kata peace dalam bahasa Afrika diterjemahkan menjadi to sit down in the heart. Dalam skripsi ini, tipe c tidak akan digunakan sebagai acuan dalam mengolah data.

17 Menurut Mona Baker (1992:68-69), penerjemahan idiom sulit dilakukan karena idiom bahasa sumber tidak memiliki padanan dalam bahasa sasaran, atau idiom mungkin memiliki bentuk yang serupa dalam bahasa sasaran tetapi berbeda konteks penggunaan dan konotasinya, atau suatu idiom memiliki makna literal dan makna idiomatik. Penerjemahan idiom menurut Baker (1992:72-77) dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Menggunakan idiom BSa yang memiliki makna dan bentuk yang serupa 2. Menggunakan idiom BSa yang memiliki makna mirip, tetapi bentuk berbeda 3. Menerjemahkan dengan parafrase 4. Tidak menerjemahkan idiom (Omission) karena dalam BSa tidak ada padanannya atau idiom tersebut tidak mempengaruhi pesan BSu jika tidak diterjemahkan 2.4 Prosedur Penerjemahan Prosedur Penerjemahan yang dikemukakan Catford (1965) berupa Pergeseran bentuk (Shift) atau disebut juga transposisi (Newmark, 1988). Transposisi adalah teknik yang menggunakan terjemahan dengan struktur yang berbeda dengan struktur dalam teks sumber (Hoed, 2006). Pergeseran bentuk merupakan suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa. Pergeseran bentuk yang akan dibahas dalam prosedur penerjemahan ini diambil menurut Rochayah Machali dan Maurits Simatupang.

18 2.4.1 Pergeseran Bentuk atau Transposisi Rochayah Machali (2000:63-70) dalam buku Pedoman bagi Penerjemah menjabarkan pergeseran bentuk yang berasal dari Catford. Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang disebabkan oleh sistem dan kaidah bahasa. Rochayah membagi menjadi empat jenis pergeseran bentuk sebagai berikut: 1. Pergeseran Bentuk Jenis pertama dilakukan dalam pencarian padanan ungkapan berikut, misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang. a. Beberapa nomina tunggal dalam bahasa Jepang menjadi jamak dalam bahasa Indonesia.Contoh diambil dari buku Minna no Nihonggo : Bahasa Jepang Kodomo Bahasa Indonesia Anak-anak b. Pengulangan adjektiva atau kata sifat dalam bahasa Indonesia yang maknanya menunjukkan variasi yang tersirat dalam bahasa adjektiva menjadi penjamakkan nominanya dalam bahasa Inggris. Contoh : TSu : Rumah di Jakarta bagus-bagus. TSa : he houses in Jakarta are built beautifully 2. Pergeseran Jenis kedua dilakukan jika suatu struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam BSa, seperti dalam contoh-contoh dibawah. a. Peletakan objek di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep struktur gramatikal bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat pasif atau struktur khusus, sehingga terjadi pergeseran bentuk menjadi struktur kalimat berita biasa. Contoh : TSu : Buku itu harus kita bawa TSa : We must bring the book

19 b. Peletakan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim dalam struktur bahasa Jepang. Contoh diambil dari buku Minna no Nihonggo: TSu : Saya minum kopi TSa : watashi wa koohi wo nomimasu 3. Pergeseran Bentuk Jenis ketiga dilakukan apabila suatu ungkapan dalam BSu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam BSa melalui cara gramatikal, tetapi padanannya kaku dalam BSa, seperti dalam contoh berikut : a. Nomina / frase nomina dalam BSu menjadi verba BSa. Contoh : TSu : to train intellectual men for the pursuits of an intellectual life. TSa : untuk melatih para intelektual untuk mengejar kehidupan intelektual. b. Gabungan adjektiva bentukan dengan nomina atau frasa nominal dalam BSu menjadi nomina dalam BSa. Contoh : Bahasa Inggris (Adj. + nomina) Engineering technique Medical student Bahasa Indonesia (Nomina + Nomina) teknik(pe)rekayasa (an) mahasiswa kedokteran c. Klausa dalam bentuk partisipium (bergaris bawah) dalam BSu dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam BSa. Contoh : TSu : The approval signed by the dactor is valid TSa : Persetujuan yang ditandatangani oleh

20 d. Semua struktur yang oleh Catford (1965) disebut pergeseran kelas adalah transposisi atau pergeseran bentuk ketiga ini. Contoh : TSu : l disavow any knowledge of their plot TSa : Saya menyangkal mengetahui apapun tentang persekongkolan mereka (nomina - verba) 4. Pergeseran Jenis keempat dilakukan dengan maksud mengisi kesenjangan leksikal (termasuk peranti gramatikal yang mempunyai fungsi tekstual, seperti /-lah/, /-pun/) dalam BSa dengan menggunakan suatu struktur gramatikal. Berikut adalah beberapa contoh. a. Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam BSa. Contoh : TSu : Perjanjian inilah yang diacu TSa : It is agreement which is referred to (not anyting else) b. Pergeseran unit dalam istilah Catford (1965) termasuk dalam tranposisi atau termasuk dalam pergeseran bentuk jenis ini, yaitu misalnya dari kata menjadi klausa, frase menjadi klausa, dan sebagainya, yang sering kita jumpai dalam penerjemahan kata-kata lepas bahasa Inggris sebagaimana dicontohkan berikut. Contoh : dari kata menjadi frase (i) adept = sangat terampil (ii) amenity = sikap ramah tamah, tata krama,sopan santun Menurut Maurits Simatupang (2000:74-82) dalam buku berjudul Pengantar Teori Penerjemahan, proses penerjemahan demi mencapai kesepadanan dan

21 kewajaran menurut bahasa sasaran bisa menyebabkan terjadinya pergeseran atau perubahan kelas kata. Pergeseran yang terjadi antara lain: 1. Pergeseran pada Tataran Morfem Pergeseran pada tataran morfem terjadi apabila morfem dari bahasa sumber tidak memiliki padanan morfem yang sama dalam bahasa sasaran. Sebagai Contoh, reexamine (bahasa Inggris) diterjemahkan menjadi memeriksa kembali (bahasa Indonesia) dan recycle (bahasa Inggris) menjadi daur ulang (bahasa Indonesia). Padanan morfem (terikat) bahasa Inggris resecara berturut-turut diterjemahkan menjadi kata (morfem bebas) kembali dan ulang. 2. Pergeseran dalam Tataran Sintaksis Pergeseran dalam tataran sintaksis terjadi dengan perubahan dari kata ke frase, dari frase menjadi klausa. Pergeseran terjadi ketika sebuah kata diterjemahkan menjadi frase pada bahasa sasaran. Sebagai contoh, kata Puppy dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi frase anak anjing dalam bahasa Indonesia. Pergeseran frase ke klausa terjadi dalam contoh Frase Not knowing what to say, diterjemahkan menjadi klausa (karena) dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya. 2.4.2 Modulasi Modulasi merupakan teknik penerjemahan yang menggunakan sudut pandang atau luasan semantik yang berbeda dalam terjemahan dan dalam teks sumbernya (Hoed, 2006). Rochayah Machali menggunakan modulasi berdasarkan atas

22 pandangan Newmark (1988) yang dibagi menjadi modulasi wajib dan modulasi bebas. Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase atau sturuktur tidak ada padanannya dalam BSa sehingga perlu dimunculkan. Struktur aktif dalam BSu menjadi pasif dalam BSa dan sebaliknya. Contoh Infinitif of purpose dalam bahasa Inggris : TSu : The prolemis hard to solve TSa : Masalah itu sukar (untuk) dipecahkan (kata untuk bersifat manasuka). Modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena alasan nonlinguistik, misalnya untuk memperjelas makna, menimbulkan kesetalian dalam BSa, mencari padanan yang terasa alami dalam BSa. Contoh, menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam BSu. TSu: environmental degradation TSa: penurunan mutu lingkungan (konsep mutu tersirat dalam BSu). Menurut Maurits Simatupang (2000:78), pergeseran di bidang semantik dapat terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Pergeseran semantik ini menandai bahwa pemindahan makna yang terdapat di dalam bahasa sumber tidak selalu dapat dilakukan secara utuh. Pergeseran terjadi karena sebuah kata pada bahasa sumber tidak memiliki padanan yang sangat tepat pada bahasa sasaran, seperti contoh kata sister diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi adik (perempuan), kakak (perempuan).