1. BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa kanak-kanak dapat dikatakan sebagai masa yang penting dalam

BAB III METODE PERANCANGAN. Metode Perancangan merupakan merupakan tahapan-tahapan kerja atau

Galeri Seni Lukis Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Pengguna Bangunan Beserta Aktivitasnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia pada jaman modern seperti pada saat ini seringkali merasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Eksistensi Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Koentjaranigrat (seniman). Majalah Versus Vol 2 edisi Februari 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. agama dan lain lain. Bila hal tersebut dikaji lebih jauh, akan mengandung ajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial Lansia, Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Pelayanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ><

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SEMARANG LP3A TUGAS AKHIR 138

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. olehnya. Bahkan kesenian menjadi warisan budaya yang terus berkembang dan maju.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Namun tidak semua orang beruntung memiliki jiwa yang. sehat, adapula sebagian orang yang jiwanya terganggu atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar Pendidikan non formal sebagai wadah aktifitas diluar sekolah

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA

2.8 Kajian dan konsep figuratif rancangan (penemuan bentuk dan ruang). 59 bagian 3 hasil Rancangan dan pembuktiannya Narasi dan Ilustrasi

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumber: data pribadi

Alfitrah Subuh Pusat Pendidikan Budaya Betawi Page 1

Konsep perencanaan dan perancangan

1 A p a r t e m e n S i s i n g a m a n g a r a j a S e m a r a n g

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang meliputi sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan rohaniah. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja praktik

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Peta Wisata Kabupaten Sleman Sumber : diakses Maret Diakses tanggal 7 Maret 2013, 15.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Service), serta media alam sebagai media pembelajaran dan tempat. school melalui penyediaan fasilitas yang mengacu pada aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. :Bangunan untuk tempat tinggal. (

Galeri Arsitektur Jawa Tengah OUTPUT INPUT

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi-bunyian yang berirama 1. Banyak manusia tidak

PERANCANGAN PONDOK PESANTREN MADINATUL QUR AN JONGGOL. Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek BAB 1 PENDAHULUAN

STUDIO TUGAS AKHIR (TKA- 490) ARSITEKTUR METAFORA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Judul

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

SOLO FINE ART SPACE BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Sport Hall

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB I PENDAHULUAN Seni Tari Sebagai Hasil dari Kreativitas Manusia. dan lagu tersebut. Perpaduan antara olah gerak tubuh dan musik inilah yang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. MUSIC CENTER DI BANDUNG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Morpphosis

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan atau permintaan pihak pemberi tugas. Tahapan perencanaan yang. kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing.

Pusat Peragaan IPTEK Biologi Medan

mereka dalam masyarakat. Anak-anak juga dapat mendorong orang tua dan orang dewasa lainnya untuk memanfaatkannya.nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDIO TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terganggu akibat aktivitas yang tidak seimbang. Pola makan yang salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. JUDUL: Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami.

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif, analisis kualitatif adalah analisis dengan cara mengembangkan,

3.6. Analisa Program Kegiatan Sifat Kegiatan Konsep Rancangan Konsep Perancangan Tapak Konsep Tata Ruang 75

I.1. LATAR BELAKANG I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. RUMAH SAKIT UMUM TARUTUNG [Pick the date] 1.8. Latar Belakang. ARSITEKTUR FUNGSIONAL Page 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict

BAB I PENDAHULLUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1.1.1. Kajian Umum Seni itu sangat luas cakupannya. Dilihat dari eranya ada seni klasik, ada juga seni kontemporer. Seni klasik yang ada di Indonesia biasa disebut dengan seni tradisional. Salah satu seni tradisional yang berkembang di Yogyakarta adalah seni gamelan. Pusat seni di Yogyakarta seperti sanggar, museum atau gedung pertunjukan banyak mendidik seniman-seniman berbakat sehingga Yogyakarta dapat hampir setiap minggu mengadakan acaraacara seni untuk dinikmati masyarakat Yogyakarta dan juga para wisatawan. Namun, keterbukaan untuk menikmati dan mempelajari seni masih terbatas oleh beberapa kondisi salah satunya adalah kondisi fisik. Bagi orang yang mempunyai keterbatasan fisik masih sulit untuk bisa dengan nyaman menikmati suatu pertunjukan seni apalagi mempelajarinya. Padahal seni itu universal. Seni itu milik semua orang. Seni bisa dipelajari dan dinikmati oleh semua orang. Maka, kaum difabel juga mempunyai hak untuk menikmati dan mempelajari seni. 1.1.2. Arsitektur Itu Universal Arsitektur sendiri juga bersifat universal dan dapat mempersatukan. Misalnya untuk merancang sebuah desain, arsitek menggunakan berbagai terapan ilmu untuk menghasilkan rancangan yang baik bagi pemilik, pengguna dan lingkungan sekitar. Untuk membangun sebuah gedung, arsitek juga dapat memadukan berbagai macam bahan bangunan untuk menghasilkan bangunan yang estetik, fungsional dan kokoh yang setelah itu dapat dihuni atau digunakan oleh semua orang. Namun, banyaknya tempat untuk belajar seni di Indonesia khususnya di Yogyakarta sebagai pusat seni baik formal maupun informal hanya menyediakan ruang untuk mereka yang normal saja. Pandangan sosial masyarakat kepada mereka masih negatif sehingga kebutuhan dasar untuk bergerak dengan leluasa kurang terpenuhi. Padahal apabila kaum difabel dapat bergerak atau beraktivitas secara mandiri akan merubah pandangan sosial menjadi lebih positif terhadap keterbatasan mereka. 1.1.3. Pusat Seni Gamelan di Yogyakarta Pusat pertunjukan atau tempat untuk belajar seni gamelan di Yogyakarta saat ini masih sangat terbatas. Turis asing maupun lokal yang ingin belajar mengenai gamelan harus sedikit kesulitan untuk memulai bagaimana dan di mana dia dapat mempelajari gamelan secara menyeluruh. Mereka harus berkeliling ke daerah-daerah provinsi Yogyakarta untuk mencari tahu itu. Pusat seni 1

gamelan yang lengkap dan meriah hanya terjadi apabila sedang diadakan pameran kesenian di gedung-gedung budaya atau museum di Yogyakarta. Oleh karena itu, pusat studi seni gamelan ini diperlukan untuk menyediakan wahana pertunjukan gamelan sekaligus sebagai tempat untuk mempelajari dan bersama-sama melestarikan kebudayaan khas Yogyakarta. 1.1.4. Difabel dan Desain yang Inklusif Pada masa yang lalu pengertian difabel sebagai orang yang memiliki keterbatasan cenderung memisahkan antara penyandang cacat fisik dengan orang yang normal. Namun, belakangan pengertian difabel yang sebenarnya ditekankan menjadi lebih luas lagi. Difabel bukan lagi hanya orang-orang yang memiliki keterbatasan permanen seperti penyandang cacat fisik, orang tua, dan anak-anak tetapi juga orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saja orang yang sedang hamil, orang yang sedang membawa tas berat atau tas belanja yang banyak, orang yang agak rabun dekat/jauh, orang yang membawa bayinya, orang yang menderita sindrom tertentu seperti disleksia, dan lain-lain. Jadi setiap orang seharusnya membuka mata bahwa kita semua dapat berpotensi menjadi difabel dan difabel itu adalah normal. Menurut data Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2000, prevalensi difabel di Indonesia mencapai 1,46 juta penduduk atau sekitar 0,74 % dari total penduduk Indonesia (197 juta jiwa) pada tahun itu. Presentase difabel di daerah pedesaan adalah sebesar 0,83 % lebih tinggi dibanding dengan persentase di daerah perkotaan sebanyak 0,63 %. Data tersebut tampak kontras dengan estimasi yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang memprediksi bahwa satu dari 10 orang Indonesia adalah difabel. Temuan SUSENAS tersebut juga dianggap terlalu kecil bila dibandingkan dengan hasil quick survey WHO tahun 1979, yang menyimpulkan bahwa prevalensi difabel di Indonesia mencapai 3,11 persen. 1 Untuk memfasilitasi berbagai keterbatasan pada kaum difabel diperlukan suatu solusi yang dapat memudahkan kaum difabel dalam beraktivitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, desain yang inklusif dapat menjadi pemecahan masalah tersebut. Desain inklusif pada dasarnya adalah pendekatan dalam melihat suatu produk atau ruang atau mungkin juga sistem untuk kemudian dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan khusus kaum difabel tanpa harus memisahkan mereka dengan orang yang tidak berketerbatasan. 1 Menggugat Kebijakan Dan Pengadaan Fasilitas Umum Untuk Difabel, Buletin Difabel Sapda Jogja edisi XIX tahun XI, Mei 2011, hlm 5 2

Gambar 1. 1 Berbagai Kondisi yang Perlu Diperhatikan dalam Menciptakan Desain yang Inklusif Sumber : Buletin Difabel Sapda Jogja Edisi 17 Mendesain secara inklusif berbeda dengan mendesain untuk orang-orang berkebutuhan khusus seperti sekolah luar biasa. Pusat rehabilitasi penyandang cacat pada umumnya bangunannya bersifat tertutup karena penghuni di dalamnya memerlukan perlindungan khusus dan harus hatihati. Hal ini biasanya menciptakan eksklusivitas pada para penyandang cacat, yang menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat serta menciptakan komunitas masyarakat yang terbagi-bagi hanya karena keterbatasan fisik. Oleh karena itu, perancangan pusat studi seni gamelan ini diharapkan dapat membuka sekatsekat antara minoritas dan mayoritas, antara yang berketerbatasan dengan yang normal sehingga tercipta suatu kehidupan sosial yang harmonis. Penulis ingin menciptakan suatu preseden baru dimana arsitektur dan seni dapat menyatukan segala lapisan masyarakat baik yang normal maupun yang difabel. Penulis ingin membuka mata masyarakat bahwa difabel itu biasa dan wajar. Preseden ini penulis wujudkan dengan memilih suatu pusat studi seni gamelan (Gamelan Art Learning Center) sebagai tema Pra Tugas Akhir dengan mengutamakan kenyamanan bagi masyarakat khususnya kaum difabel dan menciptakan keterbukaan di antara mereka. 1.2. Permasalahan 1.2.1. Permasalahan Umum Perlunya dibangun pusat studi seni gamelan yang memenuhi kebutuhan setiap penggunanya, dapat mendukung dan mengembangkan kemampuan penggunanya. Pusat studi seni gamelan ini selain sebagai tempat belajar seni, tempat menikmati seni, juga akan menjadi tempat yang universal di mana mereka dapat berkumpul dan bekerja sama antara segala usia dan segala lapisan masyarakat baik yang berketerbatasan atau yang tidak. 3

1.2.2. Permasalahan Khusus Bagaimana merancang suatu pusat studi seni gamelan ini agar bersifat universal bagi semua pengguna, baik yang terbatas kemampuannya atau tidak, melalui totalitas pada pemenuhan kebutuhan aksesbilitas dengan cara menerapkan desain inklusif. 1.3. Tujuan Pembahasan Pembahasan proses perancangan pusat studi seni gamelan bertujuan untuk membuka citra dan perilaku baru dalam kehidupan sosial di Yogyakarta yang terkenal dengan tepa selira-nya menjadi lebih bertoleransi lagi kepada orang-orang berketerbatasan melalui pusat pembelajaran seni gamelan yang memperkuat karakter dari Yogyakarta sebagai pusat seni. Dengan demikian, semua masyarakat Yogyakarta mendapat kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan kesenian khususnya gamelan. 1.4. Sasaran Pembahasan Sasaran dari desain pusat studi seni gamelan ini adalah terciptanya suatu bangunan yang universal dalam artian nyaman dan aman digunakan oleh segala lapisan usia dan jenis masyarakat secara mandiri. Sasaran terpenting adalah pada aksesbilitas sirkulasi dan tata ruang yang memenuhi kebutuhan semua orang. Sasaran penggunanya antara lain adalah masyarakat Jogja, turis asing dan lokal, serta masyarakat difabel pada khususnya. 1.5. Metoda Pembahasan 1.5.1. Pembahasan yang multidisipliner Pembahasan dilakukan berdasarkan teori-teori yang ada dan sumber-sumber dari buku maupun internet. Pembahasan multidisipliner lebih berdasar pada literatur yang sudah ada dan berkaitan dengan ilmu lain yang berhubungan dengan pembahasan ini seperti ilmu psikologi dan sosiologi. 1.5.2. Pencarian data dan proses analisis Pembahasan dilakukan berdasarkan pencarian data dan proses analisis. Pencarian data dan proses analisis ini didapat dari lapangan langsung melalui pengamatan berkala dan menganalisis beberapa studi kasus bangunan yang sama. 1.5.3. Transformasi data Pembahasan akhir akan dilakukan dengan transformasi data. Data-data yang telah diperoleh dirangkum menjadi beberapa konsep yang kemudian ditransformasikan dalam kriteria konsep perencanaan bangunan. 4

1.6. Keaslian Penulisan Tabel 1. 1 Judul Skripsi Sejenis JUDUL SKRIPSI SEJENIS PENULIS KEKHUSUSAN PENULISAN Gedung Pertunjukan Musik Gamelan di Yogyakarta. Penekanan pada Sistem Akustik Art Center di Yogyakarta. Penekanan pada Green Architecture Art Center di Yogyakarta. Penekanan pada Sirkulasi sebagai Pembentuk Suasana Rekreatif Pusat Seni dan Kreativitas Anak di Yogyakarta. Karakteristik Anak sebagai Dasar Perancangan. Restuning Sandini 19053/TA Luluk Rani Puspita 03/165041/TK/28458 Danang Widya Sanjaya 03/173653/ET/03683 Ratih Demayanti 97/115099/TK/22167 2002 Yang menjadi kekhususan dalam penulisan skripsi ini dibandingkan dengan skripsi sejenis lainnya adalah fokus penerapan desain inklusif pada suatu bangunan pusat seni gamelan dengan tujuan untuk membuktikan bahwa desain haruslah universal sehingga nyaman dan aman digunakan untuk semua orang termasuk orangorang yang mempunyai keterbatasan atau difabel. Dengan begitu tercipta perilaku sosial yang lebih baik dalam memandang kaum difabel atas kemandirian mereka yang didukung oleh hasil desain inklusif tersebut. Pusat Seni Kontemporer di Yogyakarta. Aaron Purbosatrio 16099/TK 1995 5

1.7. Kerangka Pikiran Diagram 1. 1 Alur Kerangka Pikiran 1.8. Sistematika Pembahasan Bab I: Pendahuluan Mengemukakan tentang latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan sasaran pembahasan, metoda pembahasan, sistematika pembahasan dan keaslian penulisan. Bab II: Tinjauan Pusat Studi Seni Gamelan Mengemukakan tentang pengertian pusat studi seni gamelan, filosofi gamelan dan hubungannya dengan arsitektur Bab III: Tinjauan Desain Inklusif Mengemukakan tentang pengertian desain inklusif dan berbagai standard yang ada. Bab IV: Tinjauan Lokasi Site Mengemukakan tentang pertimbangan site, alternatif site dan penjelasan site terpilih. Bab V: Pendekatan Konsep Desain 6

Mengemukakan tentang pendekatan-pendekatan yang diambil guna sebagai dasar dan prinsip untuk menentukan konsep desain. Bab VI: Konsep Perencanaan dan Perancangan Mengemukakan tentang konsep perencanaan dan perancangan desain yang akan dibuat. 7