Bab IV Penyajian Data

dokumen-dokumen yang mirip
Bab V Analisa. V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan. Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin

Bab III Metodologi Penelitian

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPENSASI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN BERBASIS BEBAN KENDARAAN TESIS MERY CHRISTINA PAULINA SILALAHI NIM :

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

KELAS JALAN, MUATAN SUMBU TERBERAT, DAN PERMASALAHAN BEBAN LEBIH KENDARAAN

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

Fitria Yuliati

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

TUGAS AKHIR - RC

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BINA MARGA PT T B

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR

Keterangan gambar : sekunder. Gambar 2.1 Sketsa Hirarki Jalan Perkotaan. (Sumber: Tim Peneliti Puslitbang Jalan, 2002) Bandar udara

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS. kendaraan yang melanggar dan kendaraan tidak melanggar)

BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum 3.2. Tahap Penyusunan Tugas Akhir

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

Kata-kata Kunci: Perkerasan kaku, overloading, esa (gandar standard setara), umur perkerasan.

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36)

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau,

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan

Parameter perhitungan

BAB V EVALUASI. Tabel 5.1 Data Tanah Ruas Jalan Rembang - Bulu (Batas Jawa Timur) Optimum Maximum. Specific Water Dry Density

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 539

METODOLOGI. Kata Kunci--Perkerasan Lentur, CTB, Analisa dan Evaluasi Ekonomi. I. PENDAHULUAN

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III METODOLOGI III-1

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR

4/20/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI III 1

ANALISIS KINERJA JALAN DAN PERKERASAAN LENTUR AKIBAT PENGARUH MUATAN LEBIH (OVERLOADING)

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODOLOGI III-1

PENGARUH PEMBUKAAN JALAN RUAS WAMENA- KARUBAGA-MULIA TERHADAP LALU LINTAS DAN PERKERASAN DI JALAN ARTERI DI KOTA WAMENA

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Jenis-jenis Perkerasan

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25)

Bab III Metodologi Penelitian

Transkripsi:

Bab IV Penyajian Data IV.1 Umum Sistem pendanaan pemeliharaan jalan saat ini mulai berubah dengan dikembangkan dengan pola penanganan dengan menggunakan sistem kontrak. Jenis-jenis kontrak dalam penerapannya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Berbagai jenis kontrak seperti Kontrak Harga Satuan dengan Masa Pemeliharaan Diperpanjang (Unit Price Contract Extended Warranty Period), Performance Based Maintenance Contract (PBMC), Investment Contract dan Multi Years Contract (MYC). Salah satu tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas pelayanan jalan. Perubahan sistem pendanaan ini perlu didukung dengan perubahan dalam sistem penerimaan dari sektor jalan, khususnya yang terkait pada aspek pemeliharaan jalan. Oleh sebab itu konsep kompensasi terhadap biaya pemeliharaan diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan yang mendukung sistem pendanaan diatas. Penentuan besarnya nilai kompensasi suatu beban kendaraan terhadap biaya pemeliharaan dengan konsep cost recovery tentunya sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada penelitian ini, konsep cost recovery akan dianalisis dengan pendekatan kerusakan akibat beban lalu-lintas dan biaya pemeliharaan jalan yang dikaji berdasarkan sistem jaringan jalan. Pendekatan kerusakan jalan akibat beban lalu-lintas sendiri meliputi variabel beban kendaraan antara lain jumlah beban, jenis, komposisi dan golongan kendaraan. Dalam bagian analisis akan didekati dengan total beban sumbu kendaraan yang akan digunakan dalam perhitungan kumulatif angka ekivalen standar (kumulatif ESAL). Kemudian, pendekatan biaya pemeliharaan menggunakan variabel biaya dari kegiatan pemeliharaan rutin dan berkala selama umur layan serta rekonstuksi diakhir umur layan sebagai bentuk recovery kondisi perkerasan jalan. Selanjutnya pada bagian analisis akan digunakan sebagai komponen biaya pemeliharaan per ESAL. Oleh karena itu dalam bagian penyajian data ini, digambarkan berbagai kondisi yang dapat mendukung pendekatan di atas, seperti Tebal perkerasan, Sistem manajemen pemeliharaan jalan, dan Faktor Lalu-lintas (Beban, Jenis, Komposisi, 41

dan ). Pendekatan biaya dan tingkat kerusakan per Equivalen Single Axle Load (ESAL) dipandang sebagai pendekatan standar. Sebagai contoh tipologi beban dipilih ruas jalan lintas timur Sumatera (Jalintim) dan Pantura (Jawa). IV.2 Data Tebal Perkerasan Pada penelitian ini digunakan parameter standar yang biasa digunakan untuk perencanaan jalan nasional (Binamarga). Perancangan beberapa tebal perkerasan dimaksudkan untuk melihat berbagai tipe perkerasan dari sudut besar kumulatif ESAL rencana. Sehingga akan terlihat hubungan suatu tebal perkerasan terhadap tingkat kerusakan akibat beban dan biaya pemeliharaan jalan yang dibutuhkan. Perancangan tebal masing-masing lapis perkerasan dihitung untuk 3 tebal perkerasan jalan baru yaitu tebal (1) 2.. ESAL per lajur, (2) 5.. ESAL per lajur dan (3) 1.. ESAL per lajur. Diharapkan ke tiga jenis tebal ini dapat menggambarkan perkerasan tipis, sedang dan tebal. Asumsi Parameter Perencanaan yang digunakan adalah: 1. Perkiraan Lalu-lintas masa datang (W 18 ) adalah pada akhir umur rencana (per lajur) W 18 = (1) 2.., (2) 5.., dan (3) 1.. 2. Tingkat Reliabilitas ( R ) R =.95 Untuk jalan arteri direkomendasikan nilai 75-95% (antar kota) 3. Standar Deviasi (So) So =.5 Rentang.4 -.5 4. Modulus Resilien Efektif material tanah dasar (M R ) M R = 15* CBR dimana: CBR = 5 % 5. Design Serviceability Loss (ΔPSI =IPo - IPt) IPo = 4 IPt = 2.5 Karena dengan menggunakan persamaan perhitungan ITP (Persamaan II.7) diperoleh tebal setiap lapis perkerasan untuk masing-masing skenario kumulatif ESAL ini tidak memenuhi nilai minimum maka dalam analisis selanjutnya 42

digunakan nilai minimum (Tabel II.8) sehingga diperoleh data seperti yang terdapat pada Tabel IV.1 Tabel IV.1 Tebal Lapis Perkerasan Lapis Perkerasan Tipe (1) (cm) Tipe (2) (cm) Tipe (3) (cm) D1 a 7.5 8.75 1 D2 b 15 15 15 D3 c 15 15 15 a) a1 =.3 b) a2 =.14 c) a3 =.12 D1 = 7.5 (1) ; 8.75 cm (2); 1 cm (3) D2 = 15 cm D3 = 15 cm /////\\\\\\/////\\\\\//////\\\\\\//////\\\\ Gambar IV.1 Tebal Lapis Perkerasan IV.3 Sistem Manajemen Pemeliharaan Jalan Pendekatan yang berbeda dalam pelaksanaan manajemen pemeliharaan jalan tentu akan berdampak pada frekuensi penanganan yang dilakukan. Sehingga untuk komponen biaya pemeliharaan yang sama akan memiliki total biaya yang berbeda dalam pemeliharaan. Komponen biaya tergantung pada skema penanganan yang dipilih untuk kegiatan penanganan jalan. Pada bagian ini digunakan skema penanganan standar yang berlaku di Bina Marga sebagai sistem Budgeting (A) sebagai gambaran, yaitu: 1. Pemeliharaan Rutin, dilakukan setiap tahunnya kecuali bila ada pemeliharaan berkala. 2. Pemeliharaan Berkala, dilakukan setiap 5 tahun. 43

3. Peningkatan, dilakukan setiap 1 tahun 4. Pembangunan Baru/Rekonstruksi, dilakukan diakhir masa layan (umur rencana). Perhitungan biaya pemeliharaan (cash flow) masing-masing kondisi tebal struktur perkerasan jalan menggunakan Harga Satuan yang berlaku di Bina Marga untuk Provinsi Jawa Timur tahun 27 (Tabel IV.2). Harga Satuan ini digunakan dengan alasan bahwa dari 5 provinsi yang digunakan sebagai studi kasus, Provinsi Jawa Timur memiliki harga satuan yang paling tinggi. Berdasarkan biaya masingmasing kegiatan penanganan maka dapat dihitung biaya pemeliharaan selama umur layan dapat dilihat dalam Tabel IV.3 s/d IV.4. Sementara besar biaya per ESAL untuk masing-masing tebal dengan membagi total biaya selama umur layan dengan kumulatif ESAL rencana dengan tahun dasar 27 diperoleh besar biaya per beban sumbu (Tabel IV.6). Biaya ini untuk 1 lajur dengan asumsi lebar 3,5 meter. Nilai discount rate (r) yang digunakan masing-masing 1%, 15% dan 2% (parameter ekonomi, IRMS) dengan tingkat inflasi rata-rata setiap tahun sebesar 7%. Tabel IV.2 Biaya per km/lajur (dalam rupiah 27) masing-masing penanganan Kegiatan Tipe 1 a (Rp) Tipe 2 b (Rp) Tipe 3 c (Rp) 1. Pemeliharaan Rutin 8,974,33.78 8,974,33.78 8,974,33.78 2. Pemeliharaan Berkala 465,766,167.96 564,695,69.39 62,859,56.88 3. Peningkatan Struktur 577,723,66.12 65,879,921.86 73,23,87.7 4. Rekonstruksi 654,136,248.74 715,319,613.79 767,24,298.2 a ) Tebal Perkerasan 2 juta ESAL b ) Tebal Perkerasan 5 juta ESAL c ) Tebal Perkerasan 1 juta ESAL 44

Tabel IV.3 Biaya Pemeliharaan Jalan untuk Tebal Perkerasan (1) Tabel IV.4 Biaya Pemeliharaan Jalan untuk Tebal Perkerasan (2) Tabel IV.5 Biaya Pemeliharaan Jalan untuk Tebal Perkerasan (3) Tabel IV.6 Besar Biaya per Beban Sumbu Tipe Discount Rate 1% 15% 2% Satuan (1) 469 323 229 Rp/ESAL/Km/Lajur (2) 213 147 15 Rp/ESAL/Km/Lajur (3) 115 8 57 Rp/ESAL/Km/Lajur 45

IV.4 Data Lalu-lintas Pengklasifikasian suatu ruas jalan ditentukan oleh fungsi dan kelas jalan. Fungsi jalan dapat berupa jalan arteri, kolektor dan lokal. Sedangkan kelas jalan itu sendiri dikelompokkan berdasarkan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu-lintas. Di Indonesia, secara umum jaringan jalan nasional berfungsi sebagai arteri dan kolektor primer, dengan kelas jalan I dan II artinya kemampuan beban tidak lebih dari 1 ton. Menurut perannya, jalan-jalan nasional lebih berperan mengembangkan perekonomian nasional. Dengan demikian biasanya dijadikan lintas utama yang tidak terputus, sehingga distribusi kegiatan ekomomi tidak terganggu. Di Indonesia dikenal jalan Lintas yaitu kumpulan dari lintas-lintas yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang. Jalan lintas sendiri berperan untuk memperlancar distribusi barang sehingga jenis kendaraan niaga (2 sumbu atau lebih) cukup banyak. Selain itu pola karakteristik beban dapat dikelompokkan dalam beban minimum, beban ijin dan beban berlebih (overloading). Sedangkan Jalan nasional non lintas biasanya berfungsi untuk membantu proses distribusi yang merata, sehingga lebih banyak melewati daerah perkotaan (sistem sekunder). Untuk tetap menjaga kelancaran lalu-lintas dalam kota biasanya kendaraan niaga tidak diijinkan lewat atau dibatasi jam operasinya. Oleh sebab itu pola karakteristik beban sama namun komposisinya berbeda karena jumlah kendaraan niaga lebih sedikit dibanding ruas jalan lintas. Konsep pembangunan jalan nasional secara umum dikelompokkan sebagai berikut (Bina Marga) : I. Lintas Utama : Pantura Jawa, Lintas Timur Sumatera, Lintas Selatan Kalimantan dan Lintas Barat Sulawesi II. Lintas Pendukung : Lintas Tengah Sumatera, Lintas Barat Sumatera, Lintas Tengah Jawa, Lintas Selatan Jawa, Lintas Timur Sulawesi III. Jalan Nasional Non Lintas : seluruh jalan nasional yang tidak termasuk jalan lintas. 46

Dengan bahasa dan kesimpulan sederhana ruas-ruas jalan nasional dapat diklasifikasi berdasarkan beban, jenis dan komposisi kendaraan (Tabel IV.7). Tabel IV.7 Tipologi Ruas Jalan Nasional berdasarkan Beban, Jenis dan Komposisi Kendaraan No. Tipologi Ruas Lintas Utama Lintas Pendukung Non Lintas I. Klasifikasi Beban A. minimum B. ijin C. beban berlebih II. Jenis Kendaraan A. Kendaraan Pribadi B. Kendaraan Umum C. Truk III. Komposisi Kendaraan A. Kendaraan Pribadi rendah tinggi tinggi B. Kendaraan Umum tinggi rendah menengah C. Truk menengah menengah rendah = ada IV.4.1 Data Volume Lalu-lintas Beban lalu-lintas merupakan faktor yang dianggap mempengaruhi kondisi perkerasan jalan, semakin besar beban lalu-lintas akan memperpendek umur layan. Sehingga kondisi ini akan berdampak pada kondisi kerusakan jalan. Hasil survei lalu-lintas diharapkan dapat memberikan gambaran tentang jenis kendaraan dan komposisi kendaraan suatu ruas jalan. Dalam penelitian ini berbagai karakteristik lalu-lintas dapat digambarkan dari hasil Survei Lalu-lintas yang dilakukan di 3 titik jalan pantai utara jawa (Pantura) dan 2 titik jalan lintas timur (Jalintim). Dalam analisis selanjutnya data ini digunakan sebagai contoh tipologi beban lalu-lintas (A) Pantura dan (B) Jalintim. 1) Lokasi Ruas Jalan Pati-Rembang, Provinsi Jawa Tengah Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) berdasarkan hasil pengamatan selama 7 hari adalah sebesar 15.748 kend/hari (Tabel IV.8). 47

Tabel IV.8 Volume Lalu-lintas Ruas Pati Rembang Tahun 27 LHR Arah Barat - Timur (Pati - Rembang) 3,787 2,9 2,481 1,418 24 25 868 766 524 155 341 LHR 8,791-2,9 2,481 1,418 24 25 868 766 524 155 341 LHR Arah Timur - Barat (Rembang - Pati) 3568 1949 248 1376 27 24 879 683 433 159 328 LHR 8,446-1,949 2,48 1,376 27 24 879 683 433 159 328 Sumber: Bina Marga, 27 2) Lokasi Ruas Jalan Arteri Utara Semarang, Provinsi Jawa Tengah Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) berdasarkan hasil pengamatan selama 7 hari adalah sebesar 22.999 kend/hari (Tabel IV.9). Tabel IV.9 Volume Lalu-lintas Ruas Arteri Utara Semarang Tahun 27 LHR Arah Timur - Barat (Surabaya - Semarang) 6,688 3,73 3,773 2,16 275 6 1,175 829 726 18 337 LHR 12,588-3,73 3,773 2,16 275 6 1,175 829 726 18 337 LHR Arah Barat - Timur (Semarang - Surabaya) 83 2995 3649 288 229 45 99 788 644 72 24 LHR 11,739-2,995 3,649 2,88 229 45 99 788 644 72 24 Sumber: Bina Marga, 27 3) Lokasi Ruas Jalan Cirebon Losari, Provinsi Jawa Barat Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) berdasarkan hasil pengamatan selama 7 hari adalah sebesar 25.381 kend/hari (Tabel IV.1). Tabel IV.1 Volume Lalu-lintas Ruas Losari Cirebon Tahun 27 LHR Arah Timur - Barat (Losari - Cirebon) 4,348 2,955 3,624 2,78 385 58 1,645 1,844 877 72 249 LHR 13,788-2,955 3,624 2,78 385 58 1,645 1,844 877 72 249 LHR Arah Barat - Timur (Cirebon - Losari) 549 2783 3387 1938 366 33 1573 175 692 56 36 LHR 12,84-2,783 3,387 1,938 366 33 1,573 1,75 692 56 36 48

4) Lokasi Ruas Jalan Simpang Tiga Sukamaju, Provinsi Lampung Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) berdasarkan hasil pengamatan selama 7 hari adalah sebesar 12.862 kend/hari (Tabel IV.11). Tabel IV.11 Volume Lalu-lintas Ruas Simpang Tiga Sukamaju Tahun 27 LHR Arah Lampung ke Palembang 217 1,732 2,127 1,221 172 22 725 1,64 233 8 25 LHR 7,327-1,732 2,127 1,221 172 22 725 1,64 233 8 25 Sumber: Bina Marga, 27 LHR Arah Palembang ke Lampung 71 1535 1873 173 133 25 562 833 86 1 8 LHR 6,31-1,535 1,873 1,73 133 25 562 833 86 1 8 5) Lokasi Ruas Jalan Simpang Peyandingan - Pematang Panggang, Provinsi Sumatera Selatan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) berdasarkan hasil pengamatan selama 7 hari adalah sebesar 9,641 kend/hari (Tabel IV.12). Tabel IV.12 Volume Lalu-lintas Ruas Simpang Peyandingan Pematang Panggang Tahun 27 LHR Arah Lampung ke Palembang 252 1,54 1,857 1,61 129 13 552 468 99 11 LHR 5,784-1,54 1,857 1,61 129 13 552 468 99 11 Sumber: Bina Marga, 27 LHR Arah Palembang ke Lampung 168 13 1238 77 86 69 368 312 66 7 LHR 3,856-1,3 1,238 77 86 69 368 312 66 7 Hasil Survei lalu-lintas rata-rata untuk Tipe A dan Tipe B yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kendaraan pribadi (gol 2), kendaraan umum (gol 3, 4, 5a dan 5b) dan truk (6a, 6b, 7a, 7b, 7c), jenis dan komposisi kendaraan sebagai berikut: 49

1. Tipe A Jenis kendaraan pribadi rendah (23 %), kendaraan umum tinggi (47 %) dan truk menengah (3 %). 2. Tipe B Jenis kendaraan pribadi menengah (25 %), kendaraan umum tinggi (51 %) dan truk rendah (24 %). IV.4.2 Data Beban Sumbu Kendaraan Data ini biasanya diperoleh dengan survey beban sumbu misalnya dengan alat Weight in Motion (WIM). Hasilnya dapat memberikan gambaran beban masingmasing sumbu kendaraan baik minimum, batas ijin maupun overloading. Sebagai bentuk gambaran aktual dilapangan dicoba dipaparkan hasil Survei Beban Sumbu (WIM) di Ruas Jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) dan Lintas Timur (Jalintim) yang dilakukan pada tahun 27. Alat WIM merekan semua jenis kendaraan 2 sumbu atau lebih dengan berat sumbu > 5 ton. Berikut disajikan data hasil survei tersebut. A. Hasil Survei WIM Tabel IV.13 Ruas Jalan N. 248112 Arteri Utara Semarang Jenis Kendaraan Kelas W1 (kg) W2 (kg) W3 (kg) Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) 413 15 7673.447 7129 25125 16674.96 Truk 3 Sumbu (Gol 7A) 4963 166 866.86 6374 2265.3 1636.38 7389 22572 15767.65 Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 5162.4 8978.4 721.7873 653.2 19723.2 13446.94 7871.2 17653.6 12439.84 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 4388.8 855.2 6216.8839 671.45 19366.27 1311.26 7658.69 2229.69 14843.13 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 5328.8 816 733.414 633.3 15625.4 1557.71 9422.7 17536.4 14914.64 Jenis Kendaraan Kelas Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) W4 (kg) W5 (kg) W6 (kg) Truk 3 Sumbu (Gol 7A) Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 8331.2 1928 1335.23 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 9251.3 22453.6 15791.584 751.237 21321.7 14525.3 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 6683.915 18737.18 12964.974 811.52 17242.3 12284.67 872.5 18875.64 13475.81 5

Tabel IV.14 Ruas Jalan N. 2213 Cirebon Losari Jenis Kendaraan Kelas W1 (kg) W2 (kg) W3 (kg) Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) 382 112 838.3851 1483 2442 19462.92 Truk 3 Sumbu (Gol 7A) 434 9991 8639.9133 657.9 21894.3 1869.14 633.6 21894.3 18115.88 Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 5972 7788 722.787 9236.5 17.2 15133.19 9759.2 19424.8 17244.17 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 4528.8 7856.8 6555.959 6157.2 1714.9 12479.4 7793.964 2127.2 1567.28 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 5452.8 7782.4 7184.1325 5374.512 12783.42 9362.331 751.455 12726.73 11449.79 Jenis Kendaraan Kelas Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) W4 (kg) W5 (kg) W6 (kg) Truk 3 Sumbu (Gol 7A) Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 54.8 19374.4 16336.267 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 635.76 2129.51 14416.911 7395.696 2126.2 1422.28 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 865.52 1854.6 14578.327 8336.97 17617.67 1359.48 8441.51 18724.86 14816.2 Tabel IV.15 Ruas Jalan N. 2493 Pati Rembang Jenis Kendaraan Kelas W1 (kg) W2 (kg) W3 (kg) Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) 4947 168 999.5 8536 25172 2244.83 Truk 3 Sumbu (Gol 7A) 5461 9949 8482.859 8246 25161 2464.85 6146 25122 258.51 Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 636 9742 7762.9891 868.932 18342.37 1681.3 8118 18113.4 16364.14 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 58.8 852.8 7581.6142 5769.4 1761.6 13888.69 6461.728 19723.87 15555.34 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 5325.6 74.6 6643.677 5197.46 12832.51 117.89 6681.868 1283.47 1144.58 Jenis Kendaraan Kelas Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) W4 (kg) W5 (kg) W6 (kg) Truk 3 Sumbu (Gol 7A) Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 7378.56 18112.32 16236.94 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 918.432 2535.46 1759.46 962.496 2476.7 17438.1 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 6817.536 17682.37 14461.368 5637.6 1812.96 1445.45 788.352 18491.26 15191.4 51

Tabel IV.16 Ruas Jalan N. 172221K Simpang Tiga Sukamaju Jenis Kendaraan Kelas W1 (kg) W2 (kg) W3 (kg) Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) 266 1714 6746.2328 433 2317 1195.29 Truk 3 Sumbu (Gol 7A) 315 1568 6678.3995 391 2561 1967.51 2333 2731 173.91 Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 499 868 6647.588 7169 1655 1281.53 5372 15192 9994.765 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 439 185 6862.1739 577 15682 125.43 4812 15142 9657.478 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 429 114 6737.1739 4566 158 1161.78 6514 16711 118.7 Jenis Kendaraan Kelas Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) W4 (kg) W5 (kg) W6 (kg) Truk 3 Sumbu (Gol 7A) Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 4455 13946 8662.8235 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 3826 15417 8742.6957 953 13942 8581.37 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 5488 15417 9248.3261 4182 16123 9275.174 4733 14212 9686.348 Tabel IV.17 Ruas Jalan No.159 Simpang Peyandingan - Pematang Panggang Jenis Kendaraan Kelas W1 (kg) W2 (kg) W3 (kg) Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) 34 1242 6516.9175 3481 2279 1841.63 Truk 3 Sumbu (Gol 7A) 286 1291 649.3799 476 2169 149.45 3521 23761 9832.768 Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 452 922 7179.134 4919 1532 9597 3951 16811 1526.45 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 426 928 6425.2381 4134 15686 9835.714 5384 17951 125.71 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 39 1215 6186.4516 4347 1539 9171.258 44 1463 9479.29 Jenis Kendaraan Kelas Truk Berat 1.2H/Fuso (Gol 6B) W4 (kg) W5 (kg) W6 (kg) Truk 3 Sumbu (Gol 7A) Truk Triler 1.2-2.2 (Gol 7C) 3955 15415 1154.621 Truk Triler 1.2-2.2.2 (Gol 7C) 576 147 8691.948 3693 16331 9537.952 Truk Triler 1.2.2-2.2.2 (Gol 7C) 3696 15468 8393.4194 2832 17412 8423.516 4342 16812 8675.871 Sumber : Bina marga, 27 52

B. Karakteristik Pola Beban Lalu-lintas 1. Beban Sumbu Aktual dan Beban Sumbu Ijin Tipe A ( Kg ) 4 35 3 Berat Sumbu Truk Berat 1.2H/Fuso ( GOL 6B ) - PANTURA 5 Depan Blkg /Kend Rata2 Pantura (kg) 857 2286 28856 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 16 Gambar IV.2 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 6B (Tipe A) Berat Sumbu Truk Berat (GOL 7A)-PANTURA 5 45 4 35 3 ( Kg ) 5 Depan Blkg/Tandem /Kend Rata2 Pantura (kg) 8553 37739 46292 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 18 24 Gambar IV.3 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7A (Tipe A) 53

Berat Sumbu Truk Trailer 1.2-2.2 (GOL 7C) - PANTURA 6 55 5 45 4 ( kg ) 35 3 5 Depan Tengah Brt sumbu blkg/tandem /Kend Rata2 Pantura (kg) 745 15517 31286 5429 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 18 34 Gambar IV.4 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7C1 (Tipe A) ( Kg ) 7 65 6 55 5 45 4 35 3 5 Berat Sumbu Truk Trailer 1.2-2.2.2 (GOL 7C) - PANTURA Depan Tengah Blkg/Triple /Kend Rata2 Pantura (kg) 6891 13855 47773 68518 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 21 37 Gambar IV.5 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7C2 (Tipe A) 54

( Kg ) Berat Sumbu Truk Trailer 1.2.2-2.2.2 (GOL 7C) - PANTURA 75 7 65 6 55 5 45 4 35 3 5 Depan Tengah/Tandem Blkg/Triple /Kend Rata2 Pantura (kg) 719 23172 3969 73132 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 18 21 45 Gambar IV.6 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7C3 (Tipe A) 2. Beban Sumbu Aktual dan Beban Sumbu Ijin Tipe B Berat SumbuTruk Berat 1.2H/Fuso (GOL 6B)- JALINTIM 5 Depan Blkg / Kend Rata2 Jalintim (kg) 775 12448 19523 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 16 Gambar IV.7 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 6B (Tipe B) 55

Berat Sumbu Truk Berat (GOL 7A) - JALINTIM 35 3 ( kg ) 5 Depan Blkg/Tandem /Kend Rata2 Jalintim (kg) 717 22391 2948 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 18 24 Gambar IV.8 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7A (Tipe B) Berat Sumbu Truk Trailer 1.2-2.2 (GOL 7C) - JALINTIM 45 4 35 3 5 Depan Tengah Blkg/Tande m /Kend Rata2 Jalintim (kg) 7179 1947 21363 39488 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 18 34 Gambar IV.9 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7C1 (Tipe B) 56

Berat Sumbu Truk Trailer 1.2-2.2.2 (GOL 7C) - JALINTIM 55 5 45 4 35 3 5 Depan Tengah Blkg/Triple /Kend Rata2 Jalintim (kg) 7165 1848 3425 48437 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 21 37 Gambar IV.1 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7C2 (Tipe B) Berat SumbuTruk Trailer 1.2.2-2.2.2 (GOL 7C) - JALINTIM 6 55 5 45 4 35 3 5 Depan Tengah/Ta Blkg/Triple /Kend Rata2 Jalintim (kg) 7148 2111 2917 57329 Berat Sumbu Ijin (kg) 6 18 21 45 Gambar IV.11 Berat Sumbu Truk Berat Golongan 7C3 (Tipe B) Dari hasil survei beban sumbu kendaraan diperoleh bahwa semua beban per sumbu kendaraan melebihi batas ijin berdasarkan fungsi dan kelas jalan. Kondisi ini biasanya disebut beban berlebih (over loading). 57

IV.5 Struktur Penggolongan Kendaraan Penggolongan kendaraan sangat ditentukan oleh tujuan dibuatnya sistem penggolongan kendaraan. Tujuan yang berbeda akan menghasilkan penggolongan kendaraan yang berbeda pula. Oleh sebab itu sesuai dengan tujuan penggolongan yang akan digunakan dalam struktur tarif kompensasi adalah tingkat kerusakan maka diupayakan menggunakan sistem penggolongan yang sudah mempertimbangkan faktor kerusakan kendaraan (Faktor Ekivalen). Berikut secara umum faktor ekivalen kendaraan dari berbagai jenis kendaraan pergolongan yang digunakan Bina Marga. Golongan Golongan Kendaraan 2[Sedan,jeep,station wagon] ( 1. 1 ) Kendaraan 3[oplet,pick up,subur combi,minibus] ( 1. 1 ) beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF Axle kosong maksimum kosong maksimum Axle kosong maksimum kosong maksimum Depan 75 1,.37.118 Depan 75 1,.37.118 Belakang 75 1,.37.118 Belakang 75 1,5.37.595 1,5 2,.74.235 2,5.74.713 4[pick up micro truck,mobil hantaran] ( 1. 2 ) 5A[ bus kecil ] ( 1. 2 ) beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF Axle kosong maksimum kosong maksimum Axle kosong maksimum kosong maksimum Depan 75 1,.37.118 Depan 1,5 2,.595.1882 Belakang 75 1,75.37.113 Belakang 1, 4,.118.317 1,5 2,75.74.1221 2,5 6,.713.31988 5B[ bus besar ] ( 1. 2 ) 6b[truk berat 2 sumbu ] ( 1. 2H ) beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF Axle kosong maksimum kosong maksimum Axle kosong maksimum kosong maksimum Depan 1,75 3,6.113.1311 Depan 2,5 6,188.4594 1.72435 Belakang 1,25 5,94.287 1.4641 Belakang 1,7 12,12.23.5875 3, 9,.139 1.56721 4,2 18,2.4617 2.351 7A[ truk 3 sumbu ] ( 1. 22 ) 7B[ truk gandengan ] ( 1. 2 + 2.2 ) beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF Axle kosong maksimum kosong maksimum Axle kosong maksimum kosong maksimum Depan 3, 625.9526 1.79451 Depan 3, 5338.9526.95486 Belakang 2, 1875.14 1.6664 Belakang 1,7 199.188 3.2926 Front Troley Front Troley 85 7536.12.72745 Rear Troley Rear Troley 85 7536.12.72745 5, 25,.954 2.86115 6,4 31,4.9738 5.72 7C[ truk semi trailer ] ( 1.2. - 2.2 ) 6a[truk ringan 2 sumbu ] ( 1. 2L ) beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF beban/berat (kg) Faktor Ekivalen Kend/VDF Axle kosong maksimum kosong maksimum Axle kosong maksimum kosong maksimum Depan 1,8 756.1235 3.8416 Depan 2, 2,822.1882.7459 1st Tandem 2,8 1176.1386 4.31389 1st Tandem 1,3 5,478.6 1.594 2nd Tandem 5,4 2268.734 2.28342 2nd Tandem 1, 42,.3355 1.43891 3,3 8,3.1942 1.13363 Sumber: Bina Marga, 27 58