BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

APLIKASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN SISWA TELADAN

VEKTOR PRIORITAS DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN METODE NILAI EIGEN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

Pengaruh Gangguan pada Perubahan Prioritas dan Indeks Konsistensi Matriks Perbandingan Berpasangan dalam Analytical Hierarchy Process

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab II Analytic Hierarchy Process

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. AHP dan Promethee. Bahasa pemrograman yang digunakan Microsoft Visual

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

BAB II LANDASAN TEORI

REDUKSI RANK PADA MATRIKS-MATRIKS TERTENTU

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

Analytic Hierarchy Process

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

BAB II LANDASAN TEORI

Analytic Hierarchy Process (AHP)

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB 3 METODE PENELITIAN

Eigen value & Eigen vektor

Sistem pendukung keputusan pemilihan program studi pada perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN pada SMA N 16 Semarang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

APLIKASI METODE NILAI EIGEN DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MEMILIH TEMPAT KERJA

MEMILIH METODE ASSESMENT DALAM MATAKULIAH PENERBITAN DAN PEMROGRAMAN WEB MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR

UJI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI SISTEM PENGAMBIL KEPUTUSAN TEMPAT TINGGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

Pengertian Metode AHP

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN BONUS KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE AHP SKRIPSI

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

BAB 3 METODE PENELITIAN

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

IMPLEMENTASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS DALAM PENENTUAN PRIORITAS KONSUMEN PENERIMA KREDIT. Sahat Sonang S, M.Kom (Politeknik Bisnis Indonesia)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

BAB III ANP DAN TOPSIS

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

Pertemuan 9 (AHP) - Mochammad Eko S, S.T

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT

Aljabar Linear Elementer

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

PENENTUAN PRIORITAS KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN DAERAH IRIGASI DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) (185A)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERINGKATAN PEGAWAI BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS) DI PT. XYZ

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

ABSTRAK. Kata kunci : SPK, metode AHP, penentuan lokasi.

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru dipublikasikan pada tahun 980 dalam bukunya yang berjudul The Analytic Hierarchy Process Saaty [2] Setelah membahas AHP kemudian dibahas tentang bagaimana menentukan bobot (prioritas) dalam AHP tersebut dengan menggunakan metode dekomposisi nilai singular Pada akhir bab ini akan disajikan contoh perhitungan dari matriks perbandingan berpasangan yang ditentukan dekomposisi nilai singular nya untuk mendapatkan prioritas III Prinsip dan Tahapan AHP Secara umum terdapat tiga prinsip yang menjadi satu kesatuan di dalam mengkonstruksi AHP Tiga prinsip yang dimaksud adalah: decomposition, comparative judgment, dan synthesis of priority Decomposition Decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana Selanjutnya, dibuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, kemudian sub-kriteria dengan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lagi Pemecahan tersebut akan menghasilkan beberapa tingkatan dari suatu persoalan Oleh karena itu proses analisis ini dinamakan hierarkhi Contoh hierarkhi dalam AHP seperti pada gambar 3 : 3

32 Gambar 3: Contoh Hierarkhi AHP Comporative Judgment Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen Hasil dan penilaian ini akan tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan ( pairwise comparison) Misalkan kita mempunyai n obyek yang akan dibandingkan dari suatu tingkat hirarki yang dinotasikan oleh C, C 2, C 3,, C n dengan bobot pengaruh masing-masing w, w 2,, w n Bila diketahui nilai perbandingan elemen C i terhadap elemen C j adalah a ij, i, j, 2, 3,, n, maka kita dapat menuliskan matriks perbandingan

33 berpasangan A sebagai berikut: C C 2 C n C a a 2 a n A C 2 a 2 a 22 a 2n C n a n a n2 a 33 Matriks A merupakan matriks positif n n yang reciprocal yaitu a ji a ij Matriks tersebut konsisten jika a ij a jk a ik, untuk i, j, k, 2, 3,, n Dengan demikian a ij a ik a jk Jika A konsisten dan a ij w i w j mengalikan A dengan vektor w (w,, w n ) T diperoleh:, dengan i, j, 2, 3,, n maka dengan Aw nw (3) Ini menunjukkan bahwa w merupakan vektor eigen dari matriks A dengan nilai eigen n Skala dasar yang digunakan untuk membandingkan elemen-elemen tersebut oleh Saaty dibuat dalam bentuk skala perbandingan yang selanjutnya kita sajikan sebagai berikut;

34 Tabel Skala Perbandingan Berpasangan, berdasar Saaty [] Bobot Definisi Sama pentingnya 3 Agak lebih penting yang satu dengan yang lainnya 5 Cukup penting 7 Sangat penting 9 Mutlak lebih penting 2,4,6,8 Nilai antara Kebalikan Jika i mempunyai nilai lebih tinggi dari j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibanding dengan i Rasio Rasio yang didapat langsung dari pengukuran Synthesis of Priority Dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang telah dibuat kemudian dicari vektor eigennya untuk mendapatkan prioritas lokal Karena matriks perbandingan berpasangan terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesa di antara prioritas lokal Prosedur melakukan sintesa ini berbeda menurut bentuk hirarki Dari prioritas global akhir itulah yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan Adapun tahapan- tahapan proses pengambilan keputusan dengan AHP adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan 2 Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah

35 3 Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya 4 Menghitung prioritas dan menguji kekonsistenannya 5 Mengulangi langkah 3, dan 4 untuk seluruh tingkat hirarki Disamping ketiga prinsip dasar tersebut, hal lain yang harus diperhatikan dalam membuat suatu keputusan dengan AHP adalah konsistensi dari jawaban Idealnya, setiap orang menginginkan keputusan yang konsisten Namun demikian banyak kasus yang kita tidak dapat mengambil keputusan yang benar-benar konsisten Dalam menggunakan AHP ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan responden memberikan jawaban yang tidak konsisten, yaitu: keterbatasan informasi, kurang konsentrasi, ketidakkonsistenan dalam dunia nyata, struktur model yang kurang memadai Sebagai contoh ketika seseorang mengatakan madu dua kali lebih manis dari pada gula, dan gula tiga kali lebih manis dari pada sirup, maka kita tidak bisa memaksakan bahwa madu enam kali lebih manis dari pada sirup Salah satu hal yang perlu dicatat dalam hal inkonsistensi adalah bahwa tujuan utama proses pengambilan keputusan bukanlah derajat inkonsistensi yang rendah Inkonsistensi rasio yang rendah bersifat perlu namun belum cukup untuk sebuah keputusan yang baik Untuk mengatasi hal tersebut, maka Saaty telah mendefinisikan kekonsistenan suatu

36 keputusan yang dikenal dengan Indeks konsistensi (CI) sebagai berikut: CI λ max n n Adapun batas ketidakkonsistenan suatu matriks, oleh Saaty diukur dengan menggunakan Consistency Ratio (CR) Saaty [2] yaitu perbandingan antara indek konsistensi (CI) dengan nilai Indeks Random (RI) CR CI RI Indeks Random tersebut bergantung pada ukuran suatu matriks Jika nilai consistency ratio (CR) yang diperoleh kurang dari 0 persen, maka keputusan yang diambil dianggap konsisten, akan tetapi jika rasio konsistensi yang diperoleh ternyata lebih dari 0 persen, maka si pembuat keputusan disarankan melakukan kajian ulang terhadap matriks perbandingan yang diperoleh Ini artinya keputusan yang diambil kurang konsisten Tabel 2 Tabel Indeks Random (RI) N 2 3 4 5 6 7 8 9 0 RI 0 0 058 090 2 24 32 4 45 49 5 III2 Dekomposisi Nilai Singular Selanjutnya pada pasal ini dibahas mengenai dekomposisi nilai singular Teori ini akan digunakan dalam menentukan bobot prioritas dalam AHP Kajian mengenai dekomposisi nilai singular dapat di lihat pula pada Leon,SJ [7]

Teorema III2 Misalkan A M n (R) Nilai eigen dari matriks A T A adalah nonnegatif 37 Bukti: Misalkan λ nilai eigen dari A T A Karena A T A simetri maka λ adalah bilangan real dan terdapat x R n vektor eigen yang bersesuaian dengan λ Kemudian kita hitung panjang vektor Ax, yaitu: Ax 2 (Ax) T (Ax) x T A T Ax x T λx λx T x λ x 2 Karena A T Ax λx, dan Ax 2 0 serta x 2 > 0 maka nilai λ 0 Teorema III22 (Dekomposisi nilai singular) Misalkan A matriks berukuran m n maka ada matriks diagonal D berukuran r r dengan r min {m,n }, matriks orthogonal U m m dan matriks orthogonal V n n, sehingga berlaku : A UΣV T (32) dengan adalah matriks berukuran m n yang mempunyai bentuk : D 0 0 0

38 Bukti: Menurut Teorema III2 matriks simetri A T A dapat didiagonalkan secara orthogonal dengan nilai eigen yang tak negatif Misalkan λ λ 2 λ n merupakan nilai eigen dari A T A Kemudian nilai singular dari A didefinisikan sebagai σ j λ j, dimana j, 2,, n Misalkan rank (A) r, maka rank (A T A) r dan nilai eigen tak nol dari A T A juga sebanyak r buah Jadi, misalkan λ λ 2 λ r > 0 dan λ r+ λ r+2 λ n 0 Hal yang sama juga berlaku untuk nilai singular tersebut, yaitu σ σ 2 σ r > 0 dan σ r+ σ r+2 σ n 0 Selanjutnya misalkan v,, v n vektor-vektor yang saling ortogonal dan merupakan vektor eigen dari A T A yang berkaitan dengan nilai eigen λ λ λ 2 λ r > λ r+ λ n 0 Kemudian bentuk matriks : V [v v r ], V 2 [v r+ v n ] V [V V 2 ]

yaitu matriks dengan kolomnya merupakan vektor eigen Misalkan D dan adalah matriks-matriks berikut 39 D σ 0 0 0 σ 2 0 R r r dan Σ D 0 0 0 R n n 0 0 σ r Diperoleh untuk j r +,, n A T Av j 0 vj T A T Av j 0 Av j 2 0 Av j 0, sehingga AV 2 0 Matriks V merupakan matriks orthogonal, maka I V V T V V T + V 2 V T 2 A AI AV V T + AV 2 V T 2 AV V T (33) Perhatikan bahwa untuk i, j, 2,, r A T Av j λ j v j v T i A T Av j λ j v T i v j

λ vi T A T j, jika i j Av j 0, jika i j 40 Jadi diperoleh bahwa vektor-vektor Av, Av 2,, Av r saling ortogonal dengan panjang Av j λ j 0, j, 2,, r Oleh karena itu U (u, u 2,, u n ) dapat didefinisikan sebagai berikut u j σ j Av j untuk j, 2,, r (34) u r+,, u n dipilih dari R n sehingga {u, u 2,, u n } membentuk basis ortonormal Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan proses Gram Schmidt [ ] Misalkan U u u 2 u r maka berlaku AV U D dan AV UΣ (35) Matriks U tersebut adalah matriks orthogonal Sekarang akan ditunjukkan bahwa UΣV T A Dari persamaan (35) diperoleh [ UΣV T ] U U 2 D 0 0 0 V T V T 2 U DV T A V V T A

4 Teorema III23 Misalkan A M n (R), u,, u n dan v,, v n adalah kolomkolom dari U dan V dan σ i adalah diagonal-diagonal dari D, maka persamaan (32) ekuivalen dengan bentuk: A n T σ i u i v i i (36) Bukti: A UΣV T [ ] u u 2 u n σ 0 0 0 σ 2 0 v T v T 2 0 0 σ n v T n [ ] σ u σ 2 u 2 σ n u n v T v T 2 v T n [ σ u v T + σ 2 u 2 v2 T + + σ n u n vn T n σ i u i vi T i ] Jelas nilai singular σ k +,, σ n lebih kecil, dibanding σ,, σ k untuk k < n, maka dengan menghilangkan n k ruas kanan bentuk (36) merupakan hampiran yang baik untuk matriks A Definisi III2 Misalkan matriks A (a ij ) n n ( n A C n n didefinisikan sebagai A F n i j a2 ij Norm Frobenius dari matriks ) 2

Teorema tentang hampiran rank rendah pertama kali dikemukakan oleh Eckart dan Young yang dapat dilihat pada Eckart,Carl [4] 42 Teorema III24 Misalkan A r i σ iu i v T i M n (R) bentuk dekomposisi nilai singular dari A dengan σ σ 2 σ r > 0 adalah semua nilai singular tak nol dari A ϕ {X M n (R) rank (X) atau X 0} Tulis A [] σ u v T Maka A [] memenuhi persamaan A A [] F min X ϕ A X F (37) Teorema III24 mengatakan bahwa A [] adalah matriks berrank yang terdekat dengan matriks A, berdasarkan norm Frobenius Bukti: Dalam bukti ini kita asumsikan bahwa nilai min X ϕ A X ada Jadi misalkan X 0 ϕ sehingga A X 0 F min X ϕ A X F Selanjutnya akan dibuktikan A X 0 F A A [] F Jelas bahwa A [] ϕ sehingga A X 0 F min X ϕ A X F A A [] F Jadi A X 0 F A A [] F Misalkan bentuk dekomposisi nilai singular dari X 0 adalah X 0 Q w 0 0 0 QΩP T P T untuk suatu w R +, w > 0

43 Tulis B Q T AP yang berarti A QBP T sehingga A X 0 F Q(B Ω)P T F B Ω F Misalkan B b B 2 B 2 B 22 maka A X 0 2 F b w 2 F + B 2 2 F + B 2 2 F + B 22 2 F Andaikan B 2 0 maka B 2 2 F > 0 Perhatikan bahwa terdapat Y Q w B 2 0 0 P T ϕ sehingga A Y 2 F B w B 2 0 0 2 F b w 0 B 2 B 22 2 F b w 2 F + B 2 2 F + B 22 2 F < A X 0 2 F kontradiksi dengan pemisalan bahwa X 0 memenuhi persamaan A X 0 F min X ϕ A X F Jadi haruslah B 2 0 Dengan cara serupa dapat ditunjukkan bahwa B 2 0 Jadi B b 0 0 B 22

Sekarang bentuk Z Q b 0 0 0 P T maka Z ϕ dan diperoleh 44 A Z 2 F B 22 2 F b w 2 F + B 22 2 F A X 0 2 F Karena A X 0 F min X ϕ A X F dan Z ϕ maka A Z 2 F A X 0 2 F yang berarti b w 2 F 0 atau b w Jadi Q T AP w 0 0 B 22 Karena rank(a) r maka rank (B 22 ) r dengan w adalah nilai singular tak nol dari X 0 Misalkan B 22 U 2 ΛV T 2, bentuk dekomposisi nilai singular dari B 22 dengan Λ Diperoleh λ 0 λ r 0 0 λ 0 λ r > 0 A Q 0 0 U 2 w λ 0 0 λ r 0 0 0 V2 T P

45 adalah bentuk dekomposisi nilai singular dari A, sehingga r A X 0 2 F B 22 2 F Λ 2 F dan λ,, λ r, w adalah nilai singular dari A haruslah w σ dan λ σ 2 λ 2 σ 3 λ r σ r i λ 2 i Supaya nilai r i λ2 i minimal Jadi A A [] F ( r r σ i u i vi T F i2 ( r ) 2 λ 2 i i2 ( r ) 2 λ 2 i i2 i2 σ 2 i ) 2 min X ϕ A X F Teorema III25 Menurut Gass,SI,Rapcsak [6] Dekomposisi nilai singular pada matriks positif yang konsisten A memenuhi: A c c 2 c w c 2 w 2 [ ] c w, c 2 w 2, c nw n c n w n dengan w w i R n + dengan c dan c 2 adalah konstanta positif sehingga c 2 n i dengan c c 2 adalah nilai singular pada A ( ) 2 w i, c 2 2 P n i w i 2,

46 Bukti: Berdasarkan Corolari II5 rank matriks positif yang konsisten, dengan bentuk umum matriks A adalah: A w w w w 2 w w n w 2 w w 2 w 2 w 2 w n w n w w n w 2 w n w n w w w 2 w n w 2 w w 2 w n w n w w 2 w n c w c w c 2 w 2 c n w n c w 2 c w c w 2 c w n c w n c w c w 2 c w n c c 2 w c c 2 w c c 2 w 2 c c 2 w n c c 2 w 2 c c 2 w c c 2 w 2 c c 2 w n c c 2 w n c c 2 w c c 2 w 2 c c 2 w n c c c 2 w c 2 w c 2 w 2 c 2 w n c c c 2 w 2 c 2 w c 2 w 2 c 2 w n c c c 2 w n c 2 w c 2 w 2 c 2 w n

c 2 w c 2 w c 2 w A c c 2 w 2 c 2 w 2 c 2 w 2 c 2 c w c w 2 c w n c 2 w n c 2 w n c 2 w n c w c c 2 w 2 [ ] c 2 c w, c 2 w 2, c nw n c n w n 47 Misalkan matriks A [] adalah matriks ukuran n n yang mempunyai rank, dibentuk dari nilai singular terbesar dan berkorespondensi dengan vektor singular kiri dan kanan pada A Matriks A akan didekati dengan matriks A [] III3 Menentukan Prioritas AHP Menggunakan Dekomposisi Nilai Singular Dalam subbab ini akan dibahas metode menentukan vektor bobot dari suatu matriks perbandingan berpasangan A dengan memanfaatkan dekomposisi nilai singular dari A Secara umum yang akan dilakukan ada 2 langkah : Menaksirkan A [] matriks rank satu yang dekat dengan A 2 Menaksirkan matriks perbandingan berpasangan yang transitif yang dekat dengan matriks A [] Dari Teorema III22 dan Teorema III23 didapat A [] σ u v T, merupakan hampiran matriks rank satu yang terbaik pada matriks A dengan menggunakan norm Frobenius, yaitu matriks A [] adalah solusi optimal masalah meminimumkan jarak

48 dalam bentuk n n A A [] min (a ij x ij ) 2 (38) i j untuk semua matriks X (x ij ) rank satu Lema III3 Vektor singular kiri u dan vektor singular kanan v yang berasosiasi dengan nilai singular terbesar σ dan merupakan vektor eigen matriks AA T dan A T A; komponen- komponennya positif Bukti: Misalkan A U V T, berdasarkan Teorema II7 ada vektor x positif yang memenuhi A T Ax σ 2 x,dengan vektor eigen yang berkaitan nilai eigen σ 2 Lebih lanjut setiap vektor eigen dari A T A yang berkaitan dengan σ 2 adalah kelipatan dari x Artinya vektor singular dari A yang terkait dengan σ memenuhi v kx, untuk suatu k Pilih untuk k > 0 dan karena x > 0 maka didapat v x x sehingga v > 0 dipenuhi, selanjutnya bentuk u Av σ A > 0 dan σ > 0 maka u > 0 A x x σ, karena x x > 0, AHP tujuannya tidak untuk menemukan hampiran satu rank yang terbaik pada A, tetapi untuk mendapatkan hampiran yang baik pada vektor prioritas Pemecahan masalah ini diterjemahkan sebagai masalah meminimumkan suatu ukuran atau jarak Karena komponen vektor u dan v positif, Merujuk dari Kullback dan Leibler I-divergence information theory approach for measuring the difference of two discrete probability distributions yang bisa di lihat di Mes`zaros,Cs [8], maka ukuran tersebut dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah di atas Kullback dan Leibler mendefinisikan jarak antara x dan y dengan x, y R+ n adalah D(x y) n i x i ln x i y i n x i + i n y i, (39) i

49 Perhatikan fungsi real f(t) uln u t u + t untuk setiap t R+ untuk suatu u R + f (t) u t + Jadi titik kritis f(t) adalah t u Misalkan t 0 u maka, f(t 0 ) uln u u + t 0 t 0 uln u u u + u uln 0 0 Untuk t > u maka nilai f(t) positif dan untuk t < u nilai f(t) juga positif Jadi u merupakan titik minimum Walaupun f(t) 0, tetapi tidak memenuhi sifat transitif dan ketaksamaan segitiga pada metrik Dengan memanfaatkan fungsi f(t) tersebut, dapat disimpulkan bahwa D(x y) 0 dan D(x y) 0 jika dan hanya jika x y Karena A [] bukan matriks perbandingan berpasangan, selanjutnya A [] didekati dengan suatu matriks perbandingan berpasangan yang transitif à w wt

50 Diperoleh A [] w wt u v T u ( u T ) + u ( u T ) w wt u v T ( v )v T + ( v )v T w wt Perhatikan bahwa: Jika w dekat dengan u maka à w wt dekat dengan A [] Begitu pula jika w dekat dengan v maka à w wt juga dekat dengan A [] Dari argumentasi ini maka dicari vektor w w w n dengan w i sehingga Berdasarkan (39) menentukan vektor w yang dekat u dan vektor w yang dekat v dapat diterjemahkan sebagai masalah meminimumkan fungsi g(w) berikut: g(w) D(u w) + D( v w) n u i ln u n i u i + w i i dengan kendala e T w, w R n + i n w i + i n i ln v i v i w i n i v i + n w i, i (30) Diperoleh min g(w) n i u i ln u i w i + n i ln (3) v i v i w i karena n i u i, n i w i dan n i v i tidak bergantung pada w

5 Diperoleh: g w (w ) u w v w (u + v )( w ) (32) g wn (w n ) (u n + v n )( w n ) diperoleh: g(w, w 2,, w n ) (g w (w ), g w2 (w 2 ),, g wn (w n )) h(w, w 2,, w n ) (h w, h w2,, h wn ) (,,, ) Menggunakan metode pengali Lagrange titik kritis harus memenuhi persamaan : g λ h h 0 berarti g w (w ) λ g w 2 (w 2 ) λ g w n (w n ) λ

52 diperoleh λ g w (w ) (u + )( ) v w λ g wn (w n ) (u n + )( ) v n w n Jadi λ (u i + )( ) v i w i n w i, w R+ n i (33) Untuk suatu indeks j λ (u j + v j )( w j ) Selanjutnya kita bandingkan w j dengan w i kita peroleh: (u j + v j )( w j ) (u i + v i )( w i ) λ λ (u j + v j )( w j ) (u i + v i )( w i ) u j + v j w i w j u i + v i u j + v j u i + v i w j w i Karena n i w j dengan menjumlahkan kolom j diperoleh P n j u j+ v j u i + v i w i

53 Jadi, w i u i + v i n j u j + v j (34) Misalkan g i (w i ) u i ln u i w i + v i ln v i w i, untuk i,, n, dan w i > 0 Dari persamaan (32) diperoleh pula : g (w ) u + v w 2 g n(w n ) u n + v n w 2 n Jadi g i (w i ) u i + v i w 2 i > 0 i, 2,, n Jadi, karena penyebut > 0 dan u i + v i > 0 maka g i u i + v i w 2 i > 0, i,, n (35) Hal tersebut menunjukkan bahwa g i (w i ) cekung ke atas dan titik (w i, g(w i )) adalah merupakan titik minimum Selanjutnya untuk g i, i, 2,, n g mempunyai solusi tunggal sesuai persamaan (34) yang komponen-komponennya positif Artinya bahwa jarak à ( w wt ) dari matriks A [] yaitu matriks yang mempunyai rank satu dengan matriks A cukup dekat Sehingga kita dapat menggunakan matriks

54 Ã ( w wt ) untuk menentukan vektor prioritas dari matriks A Dengan demikian untuk menentukan vektor bobot dari suatu matriks perbandingan berpasangan, dengan menggunakan metode dekomposisi nilai singular dapat dihitung dengan menggunakan vektor singular kiri dan kanan yang berkorespondensi dengan nilai singular terbesar diperoleh dengan rumus sebagai berikut w i u i + v i n j (u j + v j ), (36) dengan u (u, u 2,, u n ) dan v (v, v 2,, v n ) adalah vektor singular kiri dan kanan yang berasosiasi dengan nilai singular terbesar pada matriks perbandingan berpasangan A III4 Contoh Perhitungan Menentukan Prioritas Untuk lebih jelasnya berikut akan disajikan contoh perhitungan menentukan prioritas dalam matriks perbandingan berpasangan A menggunakan dekomposisi nilai singular Misalkan A 05 25 2 25 08 04 2 08, diperoleh AT 05 04 25 25 564 282 705 dan A T A 282 4 3525 705 3525 8825

55 Langkah selanjutnya dicari nilai eigen dari matriks A T A didapat λ 5863 dan λ 2 0 dan λ 3 0 Vektor eigen yang bersesuaian dengan λ 5863 adalah v (0596 0298 0745), vektor eigen yang bersesuaian dengan λ 2 0 adalah v 2 (0 0928 037) dan vektor eigen yang bersesuaian dengan λ 3 0 adalah v 3 (0803 0222 0554) Vektor-vektor v i yang saling ortonormal adalah V 0596 0667 0447 0298 0333 0894 0745 0667 0 Selanjutnya akan ditentukan vektor u, u 2 dan u 3 u σ Av 5863 05 25 2 25 08 04 059628 02984 074536 042 0842 0337 serta vektor u 2 dan vektor u 3 diperoleh u 2 05 030 0942 u 3 0894 0447 0

56 Sehingga didapat dekomposisi nilai singular dari matriks A sebagai berikut: A U V T 042 05 0894 0842 030 0447 0337 0942 0 05 25 2 25 08 04 398 0 0 0 0 0 0 0 0 0596 0298 0745 0667 0333 0667 0447 0894 0 Kemudian akan ditentukan prioritas dari masing-masing alternatif Untuk baris ke-, diperoleh u + v w n j u j + v j 042 + 0596 042 + + 05 + + 0894 + 0596 0298 0745 2099 7842 0, 264

57 Untuk baris ke-2, diperoleh w 2 u 2 + v 2 n j u j + v j 0842 + 0298 042 + 0596 + 05 + 0298 + 0894 + 0745 4, 7 7842 0, 525 Untuk baris ke-3,diperoleh u 3 + v w 3 3 n j u j + v j 0337 + 0745 042 + + 05 + + 0894 + 0596 0298 0745 655 7842 0, 2 Jadi urutan prioritas sebagai dasar pengambilan keputusan adalah : w 2 0525, w 0264 kemudian w 3 02