BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

3 Metodologi Penelitian

BAB XIII. SEKUENSING DNA

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

REPLIKASI DNA. Febriana Dwi Wahyuni, M.Si.

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

HASIL DAN PEMBAHASAN

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi.

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde...

PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH. Oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat yang berhubungan dengan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

Organisasi DNA dan kode genetik

TEKNIK REKAYASA GENETIKA

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

menggunakan program MEGA versi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Bioteknologi Tanaman KULIAH V. PCR, Sekuensing. Dr. Jamsari, Prog. Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan BDP-FPUA

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

M A T E R I G E N E T I K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II Tinjauan Pustaka

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna ( Thunnus sp)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

19/10/2016. The Central Dogma

Fakultas Biologi Unsoed

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III Metode Penelitian

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

bagian yang disebut suppressor yang menekan intensitas, dan ada yang disebut enhancer yang memperkuatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

BIO306. Prinsip Bioteknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian DNA, Prinsip Umum

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Paralactobacillus, Streptococcus,

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul DNA merupakan rantai polinukleotida berbentuk heliks ganda yang mempunyai beberapa jenis basa purin dan pirimidin (Poedjiadi dan Supriyanti., 2007). DNA terdapat di dalam inti sel dan mitokondria. DNA mitokondria (mtdna) manusia terletak di dalam matriks mitokondria. mtdna manusia berupa untai ganda berbentuk sirkuler yang memiliki urutan lengkap nukleotida sepanjang 16.569 pasang basa (pb). Molekul mtdna terdiri dari untai heavy (H) dan untai light (L) (Anderson, et al., 1981). Pada untai H terdapat lebih banyak basa purin daripada basa pirimidin, sehingga lebih berat dibandingkan untai L. mtdna manusia ditemukan telah diwariskan secara maternal dari ibu (Denaro, et al., 1981). mtdna memiliki laju mutasi yang sangat tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menentukan keragaman genetik antar individu dalam suatu populasi, hubungan evolusi diantara populasi dan rekonstruksi migrasi suatu populasi. Pewarisan sifat DNA mitokondria dilakukan secara maternal dan tidak ada rekombinasi. Ngili (2005) menyatakan dalam artikelnya bahwa hanya sel telur yang membawa mitokondria ketika melebur dengan sperma pada proses pembuahan. Sel telur memiliki 100.000 mitokondria, sedangkan sperma hanya 50-

7 100 di ekor sperma. Ekor sperma merupakan alat gerak yang membutuhkan energi tinggi dari mitokondria. Pada proses masuknya sel sperma ke dalam sel telur, ekor sperma akan terlepas sehingga mitokondria tidak ikut masuk. Beberapa mitokondria dari sel sperma yang mungkin masuk dalam sel telur akan mengalami pengenceran selama proses mitosis sehingga jumlahnya menjadi tidak berarti atau dianggap sebagai benda asing sehingga dihancurkan oleh sistem sel. DNA mitokondria berbeda dengan DNA inti walaupun keduanya berada dalam satu sel. mtdna memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi yang ditandai dengan laju mutasi yang tinggi, yaitu sekitar 10-17 kali DNA inti. Hal ini disebabkan mtdna tidak memiliki mekanisme reparasi yang efisien, tidak memiliki protein histon, dan terletak berdekatan dengan membran dalam mitokondria yang merupakan tempat berlangsungnya reaksi fosforilasi oksidatif menghasilkan radikal oksigen sebagai produk sampingnya. Selain itu, enzim DNA polimerase yang dimiliki oleh mitokondria adalah DNA polimerase yang tidak mempunyai aktivitas proofreading yaitu perbaikan dan pengakuratan dalam replikasi mtdna. Tidak adanya aktivitas ini menyebabkan mtdna tidak memiliki sistem perbaikan yang dapat menghilangkan kesalahan replikasi, sehingga menyebabkan mutasi. Genom mitokondria dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu daerah pengkode, yang memproduksi berbagai molekul biologis yang terlibat dalam proses produksi energi dalam sel, dan daerah bukan pengkode atau daerah kontrol. Genom mitokondria mengandung 37 gen yang terdiri atas gen-gen penyandi rrna yaitu 12S dan 16S, 22 gen penyandi trna, dan 13 protein sub unit

8 kompleks enzim rantai respirasi, juga memilki urutan nukleotida non penyandi yang disebut dengan daerah D-Loop (Anderson, et al., 1981). Analisis mtdna telah diaplikasikan secara luas dalam bidang kedokteran forensik. Selama dekade terakhir banyak penelitian telah menggunakan penanda garis keturunan seperti mtdna untuk menggambarkan variabilitas genetik dan proses evolusi dari populasi yang berbeda (Carvalho, et al., 2008). Polimorfisme yang terjadi pada mtdna juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara populasi manusia dengan keadaan geografinya. Dengan demikian, studi genetika manusia secara langsung mendorong pengembangan penelitian baru dalam bidang paleontologi, arkeologi, linguistik, dan sejarah (Achilli, et al., 2005). Dalam penyelidikan forensik, selain menggunakan DNA inti juga dapat menggunakan DNA mitokondria. Hal ini disebabkan keterbatasan sampel DNA inti yang ditemukan di tempat kejadian perkara, sehingga jumlah DNA inti yang terdapat dalam sampel terkadang sangat sedikit bahkan rusak (Parson, et al., 2007). Selain itu, bahan-bahan yang merupakan sumber mtdna seperti sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis lainnya sering ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) sehingga dapat dijadikan sampel. Untuk penelitian mtdna, dapat menggunakan sampel sel epitel akar rambut sebagai sumber mtdna karena bagian akar rambut memiliki aktifitas metabolik yang sangat tinggi, sehingga pada bagian tersebut diduga terdapat sejumlah besar mitokondria. Hal ini dapat diamati pada pertumbuhan rambut yang cenderung lebih cepat daripada jaringan lain pada tubuh.

9 Sel pada akar rambut sudah mewakili keseluruhan sel di dalam tubuh. Hal ini disebabkan sel-sel tersebut bersumber dari satu sel telur yang memiliki satu jenis mtdna yang kemudian terdiferensiasi seiring dengan perkembangan embrio. Pada fase perkembangan selanjutnya, diferensisasi ini tidak menyebabkan adanya perubahan pada urutan nukleotida mtdna baik pada sel darah, epitel, maupun rambut dalam satu individu (Raifuddin, 2007). Epitel akar rambut lebih disukai juga karena proses pengambilan akar rambut lebih mudah daripada jaringan lainnya seperti darah, sperma, plasenta, dan lain-lain karena hanya dilakukan melalui pencabutan hingga akar. Cara penyimpanannya yang mudah dan kondisi fisiknya yang cenderung stabil membuat sampel akar rambut lebih disukai sebagai sampel mtdna 2.2 Polimorfisme Daerah Hipervariabel I mtdna Daerah ini bersifat sangat variabel dan mempunyai laju evolusi lima kali lebih cepat dibandingkan daerah lain dalam genom mitokondria. Keunikan daerah D-Loop adalah memiliki tingkat polimorfisme yang tertinggi dalam mtdna. Polimorfisme daerah Hipervariabel (HV) mtdna penduduk Indonesia dapat diketahui dari penelitian di daerah D-Loop dimana terdapat tiga jenis mutasi dari tiga famili yang berasal dari tiga daerah yang berbeda (Noer dkk, 1994 dalam Ratnayani dkk, 2007). Penelitian lainnya oleh Gaffar (1998) menemukan 24 varian normal mtdna daerah D-Loop dari 10 individu Indonesia, sedangkan Handoko et al. (2001) dalam laporan penelitiannya mendapatkan hubungan kekerabatan kelompok suku di Indonesia (Ratnayani dkk., 2007). Daerah ini

10 sangat beragam antar individu tetapi sama untuk kerabat yang satu garis keturunan ibu. Hasil studi menunjukkan bahwa data genom mtdna manusia dapat digunakan untuk mengidentifikasikan sifat-sifat fenotip penting dari individu yang menyebabkan punahnya peradaban pada zaman dahulu. Perunutan hubungan keluarga dengan mtdna didasarkan pada pola pewarisan maternal yang haploid dan hipervariabilitas pada daerah D-Loop. Daerah ini bersifat sangat polimorfik dan memiliki tiga daerah hipervariabel yaitu Hipervariabel I (HVI), Hipervariabel II (HVII), dan Hipervariabel III (HVIII) yang memiliki urutan sangat bervariasi antar individu. Daerah HVI terletak pada urutan nukleotida 16024-16383, sedangkan HVII terletak pada nukleotida 57-372, dan HVIII terletak pada nukleotida 438-594. Tiga daerah ini memiliki laju mutasi yang lebih tinggi dari daerah pengkode. Laju mutasi sejauh ini diketahui 1:33 generasi, artinya perubahan urutan nukleotida hanya akan terjadi setiap 33 generasi. Individu yang terkait hubungan maternal akan memiliki urutan sekuen yang sama dan yang tidak terkait hubungan maternal ini akan berbeda. Daerah HVI, HVII, dan HVIII terletak di daerah kontrol, yang juga bertanggung jawab terhadap replikasi dan transkripsi mtdna. Daerah kontrol terletak antara gen trna yang masing-masing mengkode asam amino prolin dan fenilalanin (Hoong, et al., 2005). Mutasi-mutasi yang terjadi dan diwariskan menghasilkan generasi manusia masa kini dengan polimorfisme tinggi terutama daerah D-Loop.

11 Oleh karena itu, daerah ini sering dianalisis dan sangat penting untuk digunakan dalam proses identifikasi individu. Daerah D-Loop pada mtdna dapat diamati pada Gambar 2.1. HVI 16024-16383 HVIII 438-594 HVII 57-372 mtdna Gambar 2.1 Posisi D-Loop dalam mtdna. Daerah hipervariabel I, II, dan III terdapat di daerah D-Loop (V-mitoSNP, 2009). 2.3 Polymerase Chain Reaction Templat mtdna Manusia Reaksi polimerase berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro menggunakan enzim Taq Polimerase. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, yaitu sekitar 10 6-10 7 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2 n kali banyaknya DNA target (Fatchiyah, 2006).

12 Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seiring dengan perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, profil genetik untuk forensik, keragaman hayati dan aplikasinya, evolusi biologi, mutagenesis, perhitungan mtdna di sel ataupun jaringan (Fatchiyah, 2006). Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan polimerisasi oleh enzim DNA polimerase. Siklus PCR diawali oleh denaturasi pada suhu 94 C yang berfungsi untuk mengubah DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Selanjutnya adalah tahap annealing (penempelan) yaitu pengikatan primer pada DNA untai tunggal yang dilakukan pada suhu 50 C. Akhir dari proses amplifikasi ini adalah polimerisasi (pemanjangan rantai) pada suhu 72 C. Pada tahap polimerisasi diperlukan primer, buffer, enzim DNA polimerase, dan dntps untuk pemanjangan rantai (Gumilar, dkk., 2008). Siklus dalam PCR dapat diamati pada Gambar 2.2. Siklus ke-2 (2 3 ) Siklus ke-3 (2 4 ) Siklus ke-4 (2 5 ) Templat DNA Siklus ke-1 (2 2 ) n siklus Gambar 2.2 Siklus Amplifikasi dalam PCR. Siklus amplifikasi mengikuti pola 2 n. Setiap siklus memiliki tahap denaturasi, annealing, dan polimerisasi.

13 DNA yang diamplifikasi akan terus mengalami peningkatan jumlah molekul seiring dengan siklus yang ditentukan. Untuk 30 siklus akan memperoleh molekul DNA sebanyak 1.073.741.824 molekul. Jumlah molekul DNA hasil amplifikasi untuk beberapa siklus dapat diamati pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Jumlah Relatif Molekul DNA yang Diamplifikasi Pada Siklus Tertentu (Fatchiyah, 2006). Siklus Jumlah Relatif Molekul PCR 1 2 2 4 3 8 4 16 5 32 6 64 10 1.024 20 1. 048.576 30 1.073.741.824 n 2 n Komponen-komponen yang dibutuhkan dalam PCR antara lain templat DNA, primer, buffer, MgCl 2, Taq polymerase, ddntps, ddh 2 O. Templat DNA merupakan supernatan hasil lisis sel yang berisi DNA yang ingin diamplifikasi. Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32 bp dan mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Standar sepasang primer untuk amplifikasi mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada tiap primernya. Kandungan basa guanin dan sitosin berada diantara 45-60% (Fatchiyah, 2006).

14 Penggunaan dntp sebagai building blocks berfungsi untuk menyediakan sumber basa nukleotida yang akan digunakan pada polimerisasi. Ada 4 macam dntp dimana sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu datp, dctp, dgtp dan dttp. Buffer PCR terdiri atas Tris-HCl, KCl dan Triton X-100 berfungsi untuk mengkondisikan reaksi PCR agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polimerase. Ion logam yang digunakan berfungsi sebagai kofaktor enzim polimerase sehingga dapat bekerja optimal. 2.4 Sekuensing DNA dengan Direct Sequencing Sekuensing DNA merupakan pengurutan DNA untuk menentukan nukleotida yang tepat pada suatu molekul DNA. Sekuensing DNA merupakan tahapan akhir penentukan urutan nukleotida fragmen hasil amplifikasi. Direct sequencing merupakan tahapan untuk menentukan urutan nukleotida dari fragmen hasil amplifikasi dengan PCR tanpa melalui proses kloning. Pada dasarnya direct sekuensing sama seperti proses sekuensing biasa. Namun ada beberapa perbedaan dalam tahapan-tahapan reaksinya, yaitu pada penyiapan DNA templat dan proses amplifikasi dengan PCR. Terdapat dua metode yang dikembangkan untuk mengurutkan DNA yaitu metode pengakhiran rantai (chain termination) dan degradasi kimia. Sekuensing dapat dilakukan dengan metode Dideoksi Sanger menggunakan Automatic DNA Sequencer yang berdasarkan pada metode Dye Terminator Labeling. Kedua teknik ini dikembangkan pada akhir tahun 1970, yang mampu mengurutkan DNA dengan cepat dan efisien (Gumilar dkk., 2008).

15 Metode degradasi kimia ditemukan oleh A. Maxam dan W. Gilbert. Metode Maxam-Gilbert didasarkan pada pembelahan nukleotida oleh bahan kimia yang spesifik. Metode ini memerlukan DNA untai ganda sehingga tidak memerlukan primer untuk mensintesis untai baru kembali. Pemotongan DNA terjadi secara kimia sehingga reagen kimia tertentu harus ditambahkan ke dalam sistem reaksi. Reagen ini bersifat sangat toksik karena selain memotong DNA dalam tabung juga dapat memotong DNA dalam tubuh kita. Sekuensing dilakukan melalui pelabelan DNA templat dengan gugus fosfat pada ujung 5. Selanjutnya ditambahkan DMSO dan dipanaskan pada suhu 90 C. Langkah selanjutnya adalah pemisahan untai berat dan ringan, dan pemotongan untai serta autoradiografi untuk membaca urutan DNA hasil sekuens (Gumilar dkk., 2008). Metode pengakhiran dikemukakan oleh F. Sanger dan A. R. Coulson sehingga disebut juga sebagai dideoksi Sanger-Coulson atau dideoksi Sanger. Metode Sanger lebih sering digunakan daripada metode Maxam-Gilbert. Hal ini disebabkan metode Sanger telah terbukti secara teknis lebih mudah untuk diterapkan dan dapat digunakan untuk DNA untai panjang. Selain itu, metode Sanger tidak menggunakan reagen toksik sehingga lebih aman. Prinsip dasar dari metode dideoksi Sanger adalah terjadinya terminasi rantai nukleotida sebagai akibat adanya nukleotida dideoksi (ddntp) (Gumilar, dkk; 2007). Metode ini memerlukan DNA untai tunggal. Reaksi sekuensing dengan metode Sanger memerlukan primer, dntp, ddntp, enzim polimerase. Pada reaksi Sanger digunakan primer yang dikatalisis oleh fragmen Klenow DNA polimerase 1. Sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi atau terminasi

16 rantai dilakukan pada empat reaksi terpisah. Keempat reaksi tersebut berisi dntp dan ddntp dengan perbandingan yang sama sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung dan berhenti pada tempat-tempat yang sesuai. Di setiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3 nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat memulai sintesis DNA pada suatu molekul yang seluruhnya untai tunggal sehingga diperlukan untai ganda pendek untuk memberikan ujung 3 dimana enzim dapat menambahkan nukleotida yang baru. Primer juga memiliki peranan penting untuk menentukan daerah spesifik pada molekul templat yang akan disekuens. 2.5 Polimorfisme Daerah HVI mtdna Suku Penelitian tentang polimorfisme daerah HVI mtdna manusia sudah pernah dilakukan para peneliti luar. Hoong (2005) telah meneliti polimorfisme daerah HVI, HVII dan HVIII pada suku-suku di Malaysia. Hoong menemukan bahwa daerah bukan pengkode atau daerah kontrol bersifat sangat polimorfik dalam sampel Malaysia. Demikian pula dengan hasil analisis sekuensing pada daerah HVI dari populasi Finlandia utara yang menunjukkan polimorfisme melalui 82 mutasi, antara lain 77 mutasi transisi, 8 mutasi transversi dan 2 delesi (Achilli, et al., 2005). Penelitian lainnya adalah oleh Lim et al. (2010) yang menemukan pewarisan maternal pada daerah HVI terhadap suku asli di Malaysia yaitu adanya delesi 9 pb. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor geografi (Lim, et al., 2010).

17 Polimorfisme pada daerah kontrol ini menunjukkan tingkat keragaman yang signifikan pada manusia ( Hoong, et al., 2005). Penelitian polimorfisme daerah HVI pada suku-suku di Indonesia pernah dilakukan oleh Ratnayani dkk. (2007) terhadap suku Bali yang menemukan 6 mutasi yang berbeda dengan urutan Cambridge. Polimorfisme daerah HVI suku Bali yang dilaporkan berupa mutasi yang terjadi pada posisi yang berbeda yaitu mutasi transisi sitosin menjadi timin pada posisi nukleotida 16223, 16259, dan 16278. Selain itu juga ditemukan mutasi transisi timin menjadi sitosin pada posisi nukleotida 16249, dan timin menjadi adenine pada posisi nukleotida 16375. Selain itu juga ditemukan delesi nukleotida T pada posisi 16362. Penelitian tentang suku lainnya dilakukan oleh Gaffar pada tahun 1998 dan Rahmayanti pada tahun 2000 seperti yang dilaporkan dalam Ratnayani dkk. (2007). Dalam publikasinya, Ratnayani dkk. (2007) membandingkan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian Gaffar dan Rahmayanti dimana terdapat mutasi transisi sitosin menjadi timin pada posisi nukleotida 16223 yang ditemukan pada individu suku Sunda, Kalimantan selatan (Banjarmasin), Sulawesi Utara (Gorontalo) dan Maluku (Ternate). Selain itu juga terdapat mutasi transisi sitosin menjadi timin pada pada posisi nukleotida 16278 yang ditemukan pada suku Sunda oleh Rachmayanti pada tahun 2000 (Ratnayani dkk., 2007).