BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN. Variabel merupakan karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Prosiding SNaPP2010 Edisi Sosial ISSN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

PENGEMBANGAN ALAT UKUR KEPUASAN PERNIKAHAN PASANGAN URBAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis korelasi Product

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pernikahan Pada Suami Istri. 1. Pengertian kepuasan pernikahan pada Suami Istri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ABSTRACT Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan interpersonal. Kompetensi interpersonal ditinjau dari 5 dimensi, yaitu: kemampuan memulai suatu hubungan (initiation), kemampuan menegaskan ketidaksenangan kepada orang lain (negative assertion), kemampuan mengungkapkan informasi pribadi (self disclosure), kemampuan memberikan dukungan kepada orang lain (emotional support), dan kemampuan mengelola konflik (conflict management). 2.1.3 Dimensi Kompetensi Interpersonal Burhmester, dkk (1988) menyatakan kompetensi interpersonal meliputi dimensi sebagai berikut : 1. Kemampuan untuk memulai sebuah hubungan, menurut Buhrmester (1988) inisiasi adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Initiation merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui 1

agar dapat lebih memahaminya. Contohnya: memperkenalkan diri dengan bahasa yang mudah dimengerti dan sopan, memperlihatkan kesan baik untuk pertama kali didepan orang lain. 2. Kemampuan menegaskan ketidaksenangan dengan orang lain (negative assertion), asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Dalam konteks komunikasi interpersonal seringkali seseorang harus mampu mengungkapkan ketidaksetujuannya atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. Menurut Lange dan Jakubowski (1978) definisi dari sikap asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diingikan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam berperilaku asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan, atau merugikan pihak lain. Contohnya: memberitahukan kepada lawan bicara bahwa perilaku tersebut tidak menyenangkan, menolak tawaran yang tidak masuk akal dari lawan bicara. 3. Kemampuan untuk mengungkapkan informasi pribadi (Self Disclosure), yaitu Kemampuan membuka diri merupakan menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain. Self disclosure merupakan karakteristik dalam intimasi. Dua orang tidak akan dikatakan 2

intim satu sama lain jika mereka tidak berbagi sesuatu yang sifatnya personal. Self disclosure diantara dua pasangan adalah faktor yang sangat penting dalam kualitas komunikasi kedua pasangan. Menurut Sadarjoen (2005) mengatakan bahwa luasnya keterbukaan dan ketulusan dalam relasi yang intim ternyata memberikan efek yang signifikan pada tingkat kepuasan kedua pasangan dalam relasi mereka. Makin intim suatu hubungan, makin besar terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi. Contoh: mengungkapkan sesuatu hal yang intim dari diri kita, memberitahukan lawan bicara siapa diri kita sebenarnya. 4. Kemampuan untuk memberi dukungan kepada orang lain (Emotional Support), yaitu dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. Contoh: membantu lawan bicara memberi masukan ketika sedang mengalami kesulitan, menjadi pendengar yang baik. 5. Kemampuan untuk mengelola konflik (conflict management), yaitu meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Contoh: mampu menempatkan diri bila lawan bicara sedang marah atau 3

kesal, menahan diri untuk tidak melakukan hal yang dapat memicu kembali timbulnya konflik. 2.2 Penyesuaian Pernikahan 2.2.1 Definisi Penyesuaian Pernikahan Atwater & Duffy (1999) mendefiniskan penyesuaian pernikahan berarti penyesuaian satu sama lain diantara dua individu terhadap keinginan-keinginan, harapan-harapan, serta kebutuhan-kebutuhan. Dengan kata lain, setiap pasangan harus fleksibel dan memiliki keinginan untuk berubah. Penyesuaian pernikahan mencakup berbagai tanggung jawab, komunikasi dan konflik, kehidupan seksual pasangan, serta perubahan hubungan yang terjadi sepanjang waktu. Penyesuaian pernikahan merupakan proses yang berubah-ubah. Penyesuaian pernikahan dimulai ketika awal keluarga, ketika sudah mempunyai anak, keluarga dengan anak usia sekolah hingga pasangan berusia lanjut (Hurlock, 1993). Spanier (1976) menyatakan bahwa penyesuaian dalam pernikahan mencakup kebahagiaan dan kepuasan dalam pernikahan. Penyesuaian pernikahan ini ditentukan oleh seberapa besar perbedaan-perbedaan dalam pernikahan yang menimbulkan masalah (troublesome dyadic different), ketegangan-ketegangan interpersonal dan kecemasan pribadi (interpersonal tension and personal anxiety), kepuasan dalam hubungan pernikahan (dyadic satisfaction), kedekatan hubungan (dyadic cohesion), serta kesepakatan pada hal-hal penting bagi kelangsungan/fungsi pernikahan (consensus on matters of importance to dyadic functioning). 4

Selanjutnya, kelima hal diatas dijabarkan Spanier (1976) dalam sejumlah pernyataan yang membentuk skala yaitu dyadic adjustment scale (DAS). DAS digunakan untuk mengukur penyesuaian pernikahan dan juga hubungan lain yang melibatkan dua orang, yang mempunyai sifat seperti hubungan pernikahan. 2.2.2 Dimensi Penyesuaian Pernikahan Melalui hasil pengujian oleh Spanier (1976), dibentuk komponen-komponen yang tercantum dalam DAS, yaitu dyadic cohesion, dyadic consensus, affectional expression, dyadic satisafaction yang akan dijelaskan sebagai berikut : a. Dyadic Consensus adalah penyesuian antar pasangan mengenai hal-hal seperti persetujuan mengenai keuangan keluarga, hal-hal yang berkaitan dengan masalah rekreasi dan agama, tugas-tugas rumah tangga. b. Dyadic cohesion. Penyesuaian pada pasangan suami istri yang ditunjukkan lewat aktifitas yang dilakukan secara bersama-sama seperti bertukar pikiran, bekerjasama dalam suatu kegiatan dan berbagai minat seperti olahraga atau berkebun. c. Affectional expressions. Penyesuaian yang dilakukan pasangan suami istri dalam menyampaikan rasa kasih sayang atau yang berkaitan dengan aktivitas seksual. d. Dyadic satisfaction adalah penyesuaian pada pasangan dalam suatu hubungan dilihat dari nyaman atau tidaknya suatu hubungan yang dirasakan oleh pasangan. 5

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Menurut Hurlock (2000) mengatakan bahwa ada faktor-faktor penyesuaian dalam pernikahan yang paling umum dan paling penting dalam menciptakan kebahagiaan pernikahan. Faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan ini dapat digunakan untuk mengungkapkan gambaran penyesuaian pernikahan pada periode 5 tahun pertama usia pernikahan, yaitu: 1. Penyesuaian dengan pasangan Penyesuaian yang paling penting dan pertama kali harus dihadapi saat seseorang masuk dunia pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan (suami maupun istrinya). Semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara suami dan istri yang diperoleh, makin besar pengertian dan wawasan sosial mereka sehingga memudahkan dalam penyesuaian dengan pasangan. a. Pemenuhan kebutuhan Apabila penyesuaian baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal dan pasangan harus membantu pasangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. DeGenova (2008) menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan didalam pernikahan meliputi kebutuhan psikologis (cinta, perasaan, penerimaan dan pemenuhan diri), kebutuhan sosial (persahabatan dan pengalaman yang baru bersama pasangan), dan kebutuhan seksual (secara fisik dan psikologis). 6

b. Minat dan kepentingan bersama Kepentingan yang sama mengenai suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik daripada kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama. c. Konsep peran Setiap lawan pasangan memiliki konsep yang pasti mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap individu mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika harapan terhadap peran tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk. d. Perubahan dalam pola hidup Penyesuaian terhadap pasangan berarti mengorganisasikan pola kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi seorang istri. Penyesuaian-penyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik emosional. 2. Dalam melakukan penyesuaian peran, seharusnya masing-masing pasangan (baik istri ataupun suami) mampu memahami pembagian peran masing-masing dengan baik. Hal yang menjadi masalah dalam penyesuaian peran ini antara lain jika suami merasa pasangannya tidak berperan dengan baik maka dia akan merasa pasangan menjadi kurang memuaskan baginya. Dengan kata lain, suami ingin istri berperan sesuai konsep pribadi si suami. 3. Pernikahan dini, biasanya yang menjadi masalah adalah kurangnya kemampuan suami untuk mencari nafkah sesuai dengan keinginan istri. 7

Jadi meskipun tidak semua akibat dari pernikahan dini adalah perpisahan atau perceraian, namun masalah ekonomi seringkali menjadi penyebab konflik pada pernikahan dini. Hubungan sebelum menikah (pacaran) merupakan masa penjajakan yang terlalu cepat sehingga kurang saling mengenal satu sama lain. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur hubungan antara berapa lama pasangan saling mengenal satu sama lain sebelum mereka menikah dengan kebahagiaan pernikahan. Seberapa banyak waktu yang mereka habiskan dengan pasangan dan seberapa banyak waktu yang mereka habiskan bersama untuk melakukan hal akan menambah kualitas pemahaman terhadap diri masing-masing pasangan (Landis & Landis, 1970). 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian ini mengembangkan sebuah kerangka berpikir yang dimulai dari latarbelakang, subjek penelitian, dan rumusan masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dimensi kompetensi interpersonal dan penyesuaian pernikahan pada pasangan 5 tahun pertama pernikahan di wilayah Jabodetabek. Berikut adalah kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini: 8

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Latar Belakang Cenderung ada peningkatan kasus perceraian pada pasangan usia pernikahan 5 tahun pertama Subjek Penelitian Pasangan suami istri yang telah menjalani pernikahan antara 1-5 tahun Variabel 1 Dimensi Kompetensi Variabel 2 Penyesuaian Pernikahan Interpersonal Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara dimensi kompetensi interpersonal dan penyesuaian pernikahan pada pasangan 5 tahun pertama pernikahan di wilayah Jabodetabek 9