Bab 2 Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2 Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pernikahan dan Keluarga Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pernikahan merupakan suatu tindakan untuk membentuk sebuah ikatan sebagai suami istri yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Menurut Undang undang Republik Indonesia no 1 tahun 1974, bab 1 pasal 1 (Undang Undang Perkawinan, 2004) pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan adalah hubungan intim yang diterima secara sosial dan berkaitan dengan beberapa aspek yaitu emosi, upacara pernikahan, hukum, kesetiaan dan peran sebagai orang tua (Williams, Sawyer dan Wahlstrom, 2006). Sedangkan menurut Strong, DeVault, dan Cohen (2011) pernikahan merupakan hubungan yang kemungkinan besar permanen antara dua orang, laki laki dan perempuan, diakui secara hukum dimana mereka menjadi satu secara seksual, ekonomi serta melahirkan atau mengadopsi dan membesarkan anak. Berdasarkan definisi yang telah ada sebelumnya, dapat disimpulkan pernikahan adalah suatu hubungan intim yang diterima secara sosial serta diakui secara hukum, mengikat dua orang sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga dan mencakup aspek emosi, kesetiaan dan peran sebagai orang tua. Keluarga adalah dua atau lebih orang yang menjadi sebuah kesatuan yang terikat karena hubungan darah, pernikahan atau diadopsi dan tinggal secara bersamasama (Williams, Sawyer dan Wahlstrom, 2006). Sedangkan menurut Lestari (2012) keluarga adalah anggota dalam suatu rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau memiliki fungsi fungsi instrumental mendasar dan fungsi fungsi ekspresif bagi anggota tersebut. Dalam Corbett (2004) keluarga adalah suatu unit orang yang terikat secara genetika, pada dasarnya terdiri dari ayah, ibu dan anak anaknya, atau secara moral dan hukum telah mereplikasi kaitan genetika yang ada, misalnya adopsi. Dapat dikatakan, keluarga adalah sekelompok orang yang terikat secara ataupun pernikahan serta memiliki fungsi instrumental mendasar serta fungsi ekspresif terhadap mereka. 7

2 8 Keluarga diibaratkan dengan lingkaran kehidupan, lingkaran kehidupan menurut Carter dan McGoldrick dalam Santrock (2008), yaitu: tahap pertama, menjadi orang dewasa yang hidup sendiri dengan meninggalkan rumah. Pada tahap ini seseorang keluar dari rumah keluarganya sendiri namun ikatan kekeluargaan dan hubungan emosional dengan keluarganya tetap terjadi. Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi seseorang untuk membentuk identitas, memikirkan tujuan hidupnya dan menjadi lebih mandiri sebelum membangun keluarga. Tahap kedua dalam lingkaran kehidupan ini yaitu bergabung menjadi keluarga melalui pernikahan. Di tahap ini, sebuah keluarga baru terbentuk melalui penyatuan dua individu dari keluarga yang berbeda. Penyatuan tersebut berupa peran gender, budaya yang berbeda, serta jarak tempat tinggal dengan anggota keluarga.tahap ini juga meliputi penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman-teman. Berikutnya, tahap ketiga, menjadi orang tua dan keluarga dengan kehadiran anak. Tahap ini, orang dewasa akan menjadi pengasuh dan memberi kasih sayang bagi anak anak mereka dan sangat dibutuhkan komitmen sebagai orang tua, memahami peran sebagai orang tua, dan dibutuhkan juga penyesuaian diri dengan perubahan perkembangan anak. Tahap keempat adalah keluarga dengan anak remaja. Pada tahap ini berlangsung sekitar tahun. Remaja merupakan masa perkembangan individu yang mengembangkan identitas diri dan menginginkan kebebasan. Kemudian tahap kelima, keluarga pada kehidupan usia tengah baya. Ini merupakan tahap yang tepat untuk melepas anak, berperan penting dalam hubungan antargenerasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan hidup pada usia tengah baya. Tahap keenam yaitu keluarga pada kehidupan usia lanjut. Pada tahapan ini diperlukan penyesuaian diri karena pada usia ini orang tua kemungkinan telah melakukan pensiun dan gaya hidup mereka juga telah berubah. Berdasarkan tinjauan yang ada, dapat dijelaskan bahwa penelitian kepuasan pernikahan pada dewasa madya berfokus pada pasangan yang telah berkeluarga dengan kehidupan setengah baya dimana anak anak telah mandiri dan dibutuhkannya penyesuaian hidup kembali.

3 Kepuasan Pernikahan Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan menurut Funk dan Rogge (2007) adalah suatu proses yang terjadi terus menerus antar pasangan, dilihat dari hubungan dan pernikahan yang sedang dijalankan berdasarkan hasil kualitas hubungan yang dirasakan masingmasing pasangan. Sedangkan menurut Spanier (1976) kepuasan pernikahan adalah proses yang terus berubah dari hasil penyesuaian diri yang telah dilakukan dan dievaluasi pada waktu tertentu. Baumeister dan Vohs (2007) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu kondisi yang menggambarkan persepsi yang seseorang rasakan mengenai sesuatu yang diberikan dan diterima dalam menjalankan kehidupan pernikahan. Selain itu, Karney dan Bradbury menyatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah evaluasi dari waktu ke waktu terhadap kualitas dan kestabilan pernikahan yang dapat dilihat melalui proses adaptasi atau adaptive process dengan pasangan dan keadaan sekitar (Parker, 2002). Dari definisi tersebut, disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu proses yang terjadi terus menerus dan berubah, dilihat dari persepsi seseorang mengenai sesuatu yang telah diberi dan diterima selama pernikahan dan dievaluasi pada waktu tertentu Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan Menurut Olson, Larson & Olson (2009) aspek-aspek yang terkait dengan kepuasan pernikahan yaitu komunikasi. Komunikasi adalah kepercayaan, perasaan dan sikap saat berkomunikasi dengan pasangan dalam hubungan yang dijalankan. Komunikasi ini berfokus pada perasaan nyaman satu dengan yang lain untuk dapat berbagi mengenai informasi dan pendapat antar pasangan, serta persepsi mengenai kemampuan mendengarkan dan berbicara dan persepsi mengenai kemampuan diri sendiri dalam berkomunikasi dengan pasangan. Komunikasi yang dilakukan dari waktu ke waktu akan menjadikan pasangan lebih terbuka dan ekspresif sehingga dapat mendorong kepuasan pernikahan seseorang (Mackey dan O Brein dalam Parker, 2002). Selain komunikasi, penyelesaian konflik juga merupakan aspek terkait dengan kepuasan pernikahan. Penyelesaian konflik adalah evaluasi sikap individu, perasaan dan keyakinan mengenai keadaan dan penyelesaian konflik dalam hubungan dengan melihat keterbukaan pasangan dalam menyelesaikan masalah,

4 10 strategi dan proses yang digunakan untuk mengakhiri perdebatan, dan tingkat kepuasan terhadap cara menyelesaikan masalah. Dalam Mackey dan O Brien dalam Parker (2002) konflik dalam pernikahan semakin meningkat pada proses membesarkan anak. Pengelolaan konflik secara terbuka dan langsung dapat meningkatkan kepuasan pernikahan. Berikutnya, gaya dan kebiasaan pasangan sebagai aspek yang terkait kepuasan pernikahan. Gaya dan kebiasaan pasangan adalah persepsi dan kepuasan mengenai kebiasaan pribadi dan perilaku pasangan. Umumnya, fokusnya pada isu seperti kesabaran, suasana hati dan sikap keras kepala serta melihat ketergantungan dan kecenderungan pasangan untuk mengatur Aspek berikutnya yaitu keluarga dan teman. Keluarga dan teman adalah perasaan dan kepentingan terhadap saudara, mertua dan teman. Fokusnya pada sikap keluarga dan teman terhadap pernikahan, harapan mengenai waktu yang dapat dihabiskan bersama keluarga atau teman, perasaan nyaman dengan keluarga dan teman pasangan, serta persepsi terhadap situasi mengenai konflik atau kepuasan. Aspek selanjutnya yaitu pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan adalah sikap dan kepentingan mengenai cara mengelola ekonomi bersama pasangan, dilihat kecenderungan individu untuk menyimpan atau menghabiskan uang, kesadaran dan kepentingan mengenai masalah kredit dan hutang, kepedulian dalam pengambilan keputusan mengenai pembelian yang akan dilakukan secara finansial, kesepakatan dalam hal finansial, pengelolaan keuangan dan kepuasan dengan status ekonomi. Waktu luang sebagai aspek terkait kepuasan pernikahan adalah kehadiran pasangan untuk menghabiskan waktu kosong bersama yang dilihat dari aktivitas sosial dibandingkan aktivitas pribadi, kepentingan aktif dibandingkan kepentingan pasif, memilih untuk berbagi atau tidak, dan harapan untuk menghabiskan waktu luang secara bersama-sama atau waktu luang digunakan secara seimbang antara aktivitas sendiri dan bersama pasangan. Kemudian, aspek harapan berhubungan seksual. Aspek harapan berhubungan seksual adalah perasaan individu mengenai kasih sayang dan hubungan seksual dengan pasangannya yang dinilai dari ekspresi rasa kasih sayang, kenyamanan dalam mendiskusikan hal-hal seksual, sikap terhadap perilaku seksual, keputusan keluarga berencana dan kesetiaan dalam berhubungan seksual. Kepercayaan spiritual juga termasuk kedalam aspek yang terkait dengan kepuasan pernikahan. Kepercayaan spiritual adalah sikap, perasaan dan perhatian

5 11 terhadap makna dari kepercayaan dan praktek keagamaan dalam hubungan dengan pasangan dilihat dari makna dan pentingnya suatu agama yang melibatkan kegiatan di tempat ibadah dan harapan mengenai peran agama dalam kehidupan pernikahan. Aspek berikutnya adalah harapan dalam pernikahan. Harapan dalam pernikahan adalah harapan individu mengenai cinta, komitmen dan konflik dalam hubungan dengan melihat seberapa besar harapan terhadap pernikahan dan hubungan yang realistis didasarkan pada hal hal yang objektif. Kemudian, aspek peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab adalah kepercayaan, sikap dan perasaan individu mengenai peran dan tanggung jawab di dalam pernikahan dan keluarga dengan melihat kepuasan melalui pembagian pekerjaan rumah dan pengambilan keputusan. Cara pengambilan keputusan dalam pernikahan selalu mengalami peningkatan (Mackey dan O Brein dalam Parker, 2002). Pada tahap awal pernikahan umumnya pria lebih memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan namun seiring dengan berjalannya waktu pengambilan keputusan semakin lebih baik saat anak-anak menjadi lebih dewasa dan meninggalkan rumah dan pengambilan keputusan semakin sering dilakukan bersama (Mackey dan O Brein dalam Parker, 2002). Mackey dan O Brein dalam Parker (2002) juga membahas bahwa kepuasan pernikahan akan meningkat jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama. Aspek selanjutnya yaitu memaafkan. Memaafkan adalah persepsi mengenai kemapuan untuk memaafkan setelah terjadinya konflik, penghianatan atau perasaan terluka diketahui melalui bagaimana pasangan memaafkan dan dimaafkan di dalam hubungan. Selain itu, bertanggung jawab, meminta maaf, mengembalikan kepercayaan serta melangkah maju merupakan hal penting yang diperhatikan dalam memaafkan. Selain aspek-aspek tersebut terdapat dua apek lainnya menurut Mackey dan O Brein dalam Parker (2002) terkait dengan kepuasan pernikahan yaitu nilai rasional mengenai perasaan saling percaya, menghormati, memahami dan adil. Pada awal pernikahan, saling percaya, menghormati dan memahami merupakan hal penting untuk mendapatkan kepuasan pernikahan. Dan selama pernikahan hubungan timbal balik seperti itu yang akan mempengaruhi kepuasan pernikahan. Dalam beberapa kegitan terkesan salah satu pasangan bertindak lebih banyak seperti wanita lebih banyak mengasuh anak daripada pria namun jika pasangan dapat merasakan keadialan maka kepuasan pernikahan dapat terbentuk.

6 12 Aspek lainnnya yaitu keintiman seksual dan psikologis. Keintiman merupakan penggabungan antara saling memahami, percaya, menghormati dan menerima pasangan dengan sikap terbuka dan jujur mengenai perasaan dan refleksi diri baik secara fisik maupun psikologi. Kepuasan pernikahan digambarkan melalui keintiman psikologis. Keintiman psikologis ini telah dirasakan selama bertahuntahun melalui orang tua, setelah keintiman psikologis terpenuhi dilanjutkan dengan keintiman fisik. Berdasarkan teori kepuasan pernikahan ini, maka hal yang akan difokuskan adalah komunikasi, penyelesaian konflik, gaya dan kebiasaan pasangan yang dapat berkaitan dengan kepuasan pernikahan Vulnerability Stress Adaptation Model of Marriage Karney dan Bradbury dalam Karney (2010) mengidentifikasi sebuah gambaran mengenai kepuasan pernikahan yang berubah dari waktu ke waktu yang dikenal dengan Vulnerability stres adaptation model of marriage. Enduring Vulnerabilities Initial Satisfaction Adaptive Process Change in Marital Satisfaction Marital Dissolution Stresful Life Event Gambar 2. 1 Vulnerability-Stress-Adaptation Model Of Marriage (sumber: Karney, 2010) Terdapat 3 elemen terkait perubahan kepuasan pernikahan (Karney dan Bradbury dalam Parker 2002) yaitu; (1) enduring vulnerabilities merupakan kekuatan dan kelemahan masing-masing pasangan dibawa ke dalam hubungan mereka. Karakteristik tersebut mencakup kepribadian pasangan, keyakinan dan sikap mengenai pernikahan, keluarga pasangan dan latar belakang sosial; (2) stresful life

7 13 event merupakan peristiwa, transisi, atau keadaan yang dihadapi oleh pasangan yang dapat mempengaruhi hubungan mereka dan menciptakan ketegangan atau stres; dan (3) adaptive processes merupakan cara pasangan mengatasi konflik, bagaimana cara pasangan berkomunikasi, saling mendukung dan pemikiran pasangan mengenai pernikahan, pasangan mereka serta sikap pasangan mereka. Vulnerability stres adaptation model of marriage ini menjelaskan bahwa adaptive processes mempengaruhi secara langsung perubahan kepuasan pernikahan dari waktu ke waktu (Karney dan Bradbury dalam Karney, 2010). Adaptive processes ini dipengaruhi oleh enduring vulnerabilities dan stresful life event (Karney dan Bradbury dalam Karney, 2010). Selain itu, Vulnerability stres adaptation model of marriage juga menjelaskan beberapa faktor yang berkaitan dengan perubahan kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan (Karney dan Bradbury dalam Karney, 2010) yaitu: (1) pada dasarnya terdapat pasangan yang lebih baik daripada pasangan lainnya, misalnya terdapat pasangan yang ketika menghadapi konflik hanya melihat dari perspektifnya sendiri dan pasangan lain melihat dari prespektif lain serta melakukan kompromi; (2) dibutuhkan usaha untuk mempertahankan hubungan, namun hal tersebut tidak selamanya berjalan dengan baik, misalnya dalam keadaan stres tinggi, pasangan yang biasanya efektif untuk mempertahankan hubungan juga akan mengalami kesulitan dalam melakukannya dan pasangan dalam keadaan stres yang rendah umumnya pasangan mampu menjelaskan dengan baik mengenai perilaku negatif yang mereka lakukan. Sehingga, dapat dikatakan kemampuan saja tidak cukup jika pasangan tidak memiliki kapasitas untuk melakukan kemampuan tersebut. Selain kedua hal ini, kesehatan mental, penyalahgunaan obat terlarang, masalah keuangan juga dapat menjadi kendala dalam adaptive processes untuk mempertahankan kepuasan pernikahan (Karney dan Bradbury dalam Karney, 2010) Berdasarkan teori kepuasan pernikahan ini, hal-hal yang akan diperhatikan berupa adaptive process yang digunakan pasangan untuk mengatasi konflik, cara pasangan berkomunikasi, saling mendukung dan pemikiran pasangan mengenai pernikahan, pasangan mereka serta sikap pasangan mereka Negative Assertion Menurut Smith (2011) negative assertion merupakan bagian dari sikap asertif. Bersikap asertif adalah tindakan yang menunjukan rasa hormat terhadap diri

8 14 sendiri dan orang lain dengan mengungkapkan apa yang dirasakan jika dibutuhkan (Pipas dan Jaradat, 2010). Ungkapan tersebut dilakukan dengan mengekspresikan perasaan senang maupun yang tidak disenangi serta hak yang dimiliki, selain itu, individu juga harus menghargai perasaan dan hak yang dimiliki oleh orang lain (Pipas dan Jaradat, 2010). Buhrmester (1988) menggambarkan negative assertion dengan; (1) menyampaikan pada orang terdekat mengenai perilaku yang diterima. (2) mengatakan tidak pada sesuatu yang tidak diinginkan. (3) menolak permintaan yang tidak logis. (4) menuntut hak yang dimiliki. (5) memberitahu orang terdekat bahwa ia telah membuat kita malu, menyakiti perasaan atau membuat kita marah.sehigga disimpulkan negative assertion adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan hal-hal tidak disenangi yang dirasakan dan mempertahankan hak yang dimiliki secara tegas dan jelas namun tetap menghargai perasaan dan hak orang lain Self Disclousure Bersikap terbuka secara mendalam mengenai diri sendiri ini menunjukkan bagaimana seseorang mengungkapkan dirinya sendiri karena individu tidak mampu untuk mencari tahu sendiri (Wood, 2010). Keterbukaan dalam diri seseorang ini tampak melalui ungkapan berupa harapan, ketakukan, kedekatan perasaan, pengalaman, persepsi dan tujuan dengan orang lain (Wood, 2010). Dalam Buhrmester (1988) ditampilkan beberapa contoh perilaku yang menggambarkan sikap terbuka secara mendalam mengenai diri sendiri yaitu: (1) mengemukakan hal yang pribadi saat berbincang-bincang dengan pasangan. (2) mengatakan hal yang membuat diri malu pada pasangan. (3) mempercayai pasangan dan membiarkan mereka mengetahui mengenai diri sendiri. (4) melepas pertahanan diri karena mempercayai seseorang. (5) secara terbuka menampilkan pada orang terdekat bahwa kita menghargai dan menyayangi mereka. Jadi bersikap terbuka adalah kemampuan untuk terbuka kepada seseorang, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan memberi perhatian sebagi bentuk penghargaan kepada seseorang Emotional Support Menurut Rees et al dalam Charless dan Douglas (2010), dukungan emosional adalah tindakan yang dilakukan agar seseorang merasa nyaman dan aman dalam kondisi stres, serta meyakinkan seseorang bahwa dirinya diakui oleh orang lain. Seseorang yang kurang mendapatkan dukungan emosional akan merasa terisolasi,

9 15 putus asa dan depresi (McWilliam, 2010). Dalam Buhrmester (1988) dukungan emosional tergambarkan melalui: (1) bantuan yang diberikan kepada pasangan mengenai pilihan hidup. (2) mendengarkan masalah pasangan. (3) membantu masalah pasangan. (4) mengatakan dan melakukan hal yang mendukung saat pasangan tidak bersemangat. (5) menunjukan empati tulus. (6) memberikan saran yang dapat diterima. Jadi dukungan emosional adalah kemampuan seseorang menunjukan empati, menenagkan pasangan serta memberi rasa nyaman dan aman dalam kondisi tertentu Conflict Management Pengelolaan konflik merupakan bagaimana seseorang menyelesaikan masalah yang ada tidak hanya mengurangi, mengabaikan atau membatasi masalah tersebut (Spaho, 2013). Menurut Fincham (2004) konflik yang dapat dikelolah akan mendorong pada kesuksesan hubungan dan perasaan tersakiti antar pasangan dapat terhapuskan. Dalam Buhrmester (1988) perilaku yang menunjukan pengelolaan konflik yaitu: (1) mengakui kesalahan saat permasalahan menjadi lebih serius. (2) mengesampingkan perasaan iri dan kesal. (3) mendengarkan keluhan yang dirasakan pasangan. (4) melihat dari perspektif lain. (5) menahan diri untuk mengatakan hal yang menyebakan munculnya masalah. (6) menyelesaikan masalah tanpa menuding. (7) mampu menerima sudut pandang yang benar. Disimpulkan bahwa pengelolaan konflik adalah yang kemampuan dilakukan seseorang untuk menyelesaikan masalah yang ada agar tidak menjadi besar Dewasa Madya Masa perkembangan dewasa madya menurut Papalia, Olds & Feldman (2010) terjadi pada usia 40 hingga 65 tahun, namun rentan usia tersebut dapat berubah-ubah. Hal ini terjadi karena tidak adanya ketetapan kapan dewasa madya diawali dan diakhiri, seperti informasi dari National Council dalam Papalia, Olds & Feldman (2010) yang menyatakan bahwa di Amerika sekitar tahun 70-an, usia dinyatakan sebagai dewasa madya. Menurut Santrock (2010) terdapat tiga perkembangan pokok yang terjadi pada tahap dewasa madya, yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan sosioemosional.

10 16 Perkembangan Fisik pada dewasa madya terjadi secara bertahap. Perubahan fisik yang tampak jelas pada dewasa madya ini berupa keriputnya kulit, munculnya bintik bintik hitam, rambut menipis dan beruban. Selain itu, juga terjadinya kenaikan berat badan dan tinggi badan perlahan menurun. Pada usia ini, perubahan yang cukup mengganggu terjadi pada perubahan sistem pendengaran dan penglihatan yang semakin menurun. Papalia, Olds & Feldman (2010) menyatakan bahwa terdapat lima area yang terkait gangguan penglihatan yaitu penglihatan jarak dekat, penglihatan dinamis seperti membaca tulisan yang bergerak, sensitif terhadap cahaya, sulit untuk mencari seperti mencari sebuah tanda, dan kecepatan dalam memproses informasi visual. Tidak hanya hal tersebut, dewasa madya juga mengalami penurunan pada ketajaman penglihatan (Papalia, Olds & Feldman, 2010). Pendengaran pada dewasa madya akan menurun pada usia 40 tahun yang dimulai dari menurunnya sensitivitas pada nada tinggi. Secara seksual, dewasa madya juga mengalami perubahan. Pada wanita akan terjadi menopause. Menopause merupakan penghentian menstruasi dan kemampuan untuk melahirkan seorang anak (Papalia, Olds & Feldman, 2010). Tidak hanya wanita, pria juga mengalami perubahan hormon seksual yang terjadi secara perlahan dimana hormon testosterone pada pria akan menurun 1 persen. Dalam Papalia, Olds & Feldman (2010) penurunan hormon testosterone ini akan berdampak pada penurunan kepadatan tulang dan massa otot, dorongan untuk berhubungan seksual, kenaikan berat badan, mudah marah. Selain itu, juga terjadi erectile dysfunction dimana pria tidakmampu untuk mempertahakan ereksi penis dalam performa seksual (Papalia, Olds & Feldman, 2010) Selain perkembangan fisik juga terdapat perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif pada dewasa madya mengalami kemunduran dalam beberapa hal yaitu penurunan daya ingat terutama ingatan jangka panjang akibat kapasitas working memory pada dewasa madya terbatas karena penuaan dan dewasa madya cenderung lebih lambat dalam hal memproses informasi. Namun, perkembangan scara kognitif ini tidak mengalamin penurunan saja. Papalia, Olds & Feldman (2010) menjelaskan bahwa kemampuan verbal dan crystallized intelligence pada dewasa madya mengalami peningkatan. Berikutnya adalah perkembangan Sosioemosional. Menurut Erikson dalam Papalia, Olds & Feldman (2010) perkembangan dewasa madya berada pada tahap Generativity vs Stagnation. Generativity berfokus pada pengembangan dan

11 17 pengarahkan serta mempengaruhi generasi penerus agar mengikuti diri dewasa madya tersebut. Sebaliknya, stagnation akan berkembang jika dewasa madya tidak mampu untuk mengembangkan, mengarahkan dan mempengaruhi generasi penerusnya. Virtue pada tahap perkembangan ini adalah care. Care merupakan komitmen untuk merawat orang lain dan orang yang membutuhkan perhatian. Dalam pernikahan, masa dewasa madya ini merupakan masa transisi kehidupan dimana anak meninggalkan rumah, pensiun dalam pekerjaan serta merawat orang tua dan pasangan mereka. Kehidupan pada masa ini akan berdampak terhadap pernikahan yang dijalani oleh dewasa madya (Blieszner dan Bedford, 2012). Dalam masa transisi dewasa madya ini mengalami masa krisis seperti merasa terjebak untuk peluang masa depan, kehidupan yang tidak terbuka lagi, dan kehilangan tujuan atau ambisi muda dalam diri (Nevid, 2007). Selain itu, krisis yang sering terjadi pada dewasa madya ini adalah empty nest syndrome (Nevid, 2007). Empty nest syndrome adalah emosi negatif disertai dengan perasaan kehilangan arah dan tujuan yang dapat terjadi ketika anak telah tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah (Nevid, 2007). Meskipun terdapat banyak keyakinan bahwa empty nest dapat berdampak negatif pada pernikahan, penelitian saat ini menunjukkan bahwa empty nest ini meningkatkan kepuasan pernikahan pasangan dimana seseorang dapat menikmati waktunya dengan pasangan mereka (Blieszner dan Bedford, 2012). Penelitian Mackey dan O Brien dalam Blieszner dan Bedford (2012) menemukan bahwa konflik pasangan pada masa empty nest semakin berkurang dan lebih mendiskusikan konflik yang ada secara langsung namun kualitas dalam berhubungan seksual dengan pasangan semakin menurun. Selain itu, penelitian Mackey dan O Brien dalam Blieszner dan Bedford (2012) juga menemukan bahwa kepuasan pernikahan dan keintiman psikologis pasangan dalam penelitian ini cukup tinggi pada masa empty nest. Kepuasan pernikahan dan keintiman psikologis pasangan akan rendah ketika pada masa empty nest, anak mereka kembali pulang ke rumah (boomerang kids) dimana pasangan dewasa madya lebih memperhatikan anaknya kembali dan kehilangan kebebasan untuk melakukan hal yang menarik bagi mereka saat anak mereka telah meninggalkan rumah (Blieszner dan Bedford, 2012). Selain empty nest, pensiun pada dewasa madya juga berpengaruh pada kepuasan pernikahan (Blieszner dan Bedford, 2012). Pasangan dewasa madya yang pensiun akan memiliki kualitas dan kepuasan pernikahan lebih tinggi namun jika

12 18 pasangan pria pensiun dan wanita masih bekerja maka kepuasan pernikahan serta kualitas pernikahan akan menjadi rendah (Blieszner dan Bedford, 2012). Blieszner dan Bedford (2012) juga menyatakan pada masa dewasa madya ini, pasangan dewasa madya akan memiliki peran untuk merawat atau memperhatikan orang tua mereka dan pasangan mereka. Terdapat perbedaan antara merawat orang tua dan pasang mereka dimana jika dewasa madya merawat pasangan mereka maka kepuasan pernikahan akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan merawat orang tua (Blieszner dan Bedford, 2012) Kerangka Berpikir Isu perceraian yang sering terdengar belakangan ini adalah isu perceraian yang dialami oleh dewasa madya. Salah satu prediktor perceraian pada dewasa madya ini disebabkan karena faktor kepuasan pernikahan (Borman dalam Fine dan Harvey, 2006). Karney dan Bradbury dalam Miller, Perlman dan Brehm, 2007) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan memiliki faktor yang sangat besar terhadap kestabilan pernikahan dibandingkan dengan faktor lainnya. Menurut Karney dan Bradbury dalam Parker (2002) kepuasan pernikahan adalah evaluasi mengenai kualitas dan kestabilan pernikahan dari waktu ke waktu yang dapat dilihat melalui proses adaptasi atau adaptive processes terhadap pasangan dan kondisi dalam pernikahan. Pada dasarnya, kepuasan pernikahan ini cenderung berubah-ubah, tergantung bagaimana pasangan melakukan adaptive processes. Karney dan Bradbury dalam Parker (2000) menyatakan bahwa kepuasan dan kestabilan pernikahan relatif tinggi jika pasangan memiliki adaptive processes yang baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepuasan pernikahan relatif rendah jika pasangan memiliki adaptive processes yang kurang baik. Agar dapat memiliki adaptive processes yang baik sehingga kepuasan pernikahan meningkat dibutuhkan sebuah kapasitas atau kemampuan (Karney, 2010). Kapasitas atau kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan mengungkapkan ketidaksenangan (negative assertion), kemampuan untuk terbuka secara mendalam mengenai diri sendiri (self disclosure), kemampuan untuk memberi dukungan emosional (emotional support) dan kemampuan mengelola konflik (conflict management). Keempat kemampuan ini digunakan karena keempat kemampuan ini dapat digunakan apabila seseorang telah memiliki hubungan personal

13 19 yang dekat dengan orang lain (Guerrero, Andersen dan Afifi, 2011) dan penelitian ini ingin melihat cara pasangan dewasa madya menjalani hubungan pernikahan dimana hubungan pernikahan adalah hubungan personal yang dekat dan mendalam antara suami dan istri (Strong, DeVault, dan Cohen, 2011). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, adaptive processes membutuhkan kemampuan atau kapasitas untuk meningkatkan kepuasan penikahan (Karney, 2010). Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan mengungkapkan ketidaksenangan (negative assertion), kemampuan untuk terbuka secara mendalam mengenai diri sendiri (self disclosure), kemampuan untuk memberi dukungan emosional (emotional support) dan kemampuan mengelola konflik (conflict management). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila dewasa madya mampu untuk mengungkapkan ketidaksenangan pada pasangan, terbuka secara mendalam kepada pasangan, mampu memberi dukungan emosional kepada pasangan dan mampu mengelola konflik bersama pasangan maka kepuasan pernikahannya akan meningkat. Kepuasan pernikahan yang meningkat ini, nantinya akan mendorong pasangan dewasa madya untuk semakin meningkatkan kemampuan mereka dalam mengungkapkan ketidaksenangan, terbuka secara mendalam mengenai informasi diri, dan memberi dukungan kepada pasangan serta kemampuan mengelola konflik bersama pasangan. Negative Assertion Self Disclosure Kepuasan Pernikahan Emotional Support Conflict Management Gambar 2. 2 Kerangka Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menikah merupakan peristiwa yang membahagiakan bagi sebagian orang. Hal senada diungkapkan oleh pasangan artis TS dan MA (Kapanlagi.com,2010), yang mengatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab sebelumnya. Teori yang digunakan antara lain, definisi pernikahan, penyesuaian pernikahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

MASA DEWASA Dewasa Awal ( tahun ) Dewasa Madya ( tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun )

MASA DEWASA Dewasa Awal ( tahun ) Dewasa Madya ( tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun ) MASA DEWASA Dewasa Awal ( 18-40 tahun ) Dewasa Madya ( 41-60 tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun ) BATASAN MEMASUKI MASA DEWASA SEGI HUKUM : orang dewasa itu telah dapat dituntut tanggung jawabnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

MASA DEWASA AWAL DAN MADYA

MASA DEWASA AWAL DAN MADYA BAB IX MASA DEWASA AWAL DAN MADYA Oleh: Prof.Dr. Siti Partini Suardiman Drs. Hiryanto, M.Si Yulia Ayriza, M.Si, Ph.D Dra. Purwandari, M.Si Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Rosita Endang Kusmaryani, M.Si yulia_ayriza@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan adalah komitmen yang bersifat

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, menikah dan meninggal dunia. Pada umumnya wanita menikah di usia yang lebih muda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Neonatus (lahir 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan. 2. Bayi (1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu

Lebih terperinci