Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Artikel Komunikasi Efektif SBAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan rumah sakit menyebabkan masyarakat

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),


Gambaran Penerapan Handover Antar Shift Oleh Perawat dengan Menggunakan Metoda SBAR di Gedung Kemuning RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan mutu pelaksanaan layanan kesehatan. Di banyak penelitian diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, penelitian, pendidikan dan sebagiannya; mencakupi skala profit

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada pasien (Komisi disiplin ilmu kesehatan, 2002). kebutuhan pasien, tenaga pemberi layanan dan institusi.

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan adanya status terakreditasi karena standard- standard

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

BAB 1 PENDAHULUAN. standar professional dan hukum (College of registered nurses of British. pasien, keluarga serta masyarakat (Aditama, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

Farida Marjani 1) Happy Indri Hapsari 2), Anissa Cindy Nurul Afni, 2) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya kekhawatiran mengenai keselamatan pasien, telah meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PELAYANAN KESEHATAN HIPPII MPUSAT DISAMPAIKAN PADA PELATIHAN IPCN

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

KESELAMATAN PASIEN. Winarni, S. Kep., Ns., M. KM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipisah-pisahkan. Keselamatan pasien adalah bagian dari mutu. Diantara enam sasaran mutu,

BAB I PENDAHULUAN. care and acritical component of quality management.. Keselamatan pasien

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pelatihan Komunikasi S-BAR, Mutu Operan Jaga

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

RUS DIANA NOVIANTI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, maka syarat mutu makin bertambah penting. Hal tersebut mudah saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian yang tidak diinginkan (KTD) sentinel terjadi pada April 2016 lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini telah menunjukkan

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

Transkripsi:

Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram Agus Supinganto 1), Misroh Mulianingsih 2), Suharmanto 3) 1,2,3) STIKES Yarsi Mataram agusping@gmail.com 1), suhar_manto46@yahoo.com 2) ABSTRAK Tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang dilakukan di rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diduga (KTD) sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan di rumah sakit yang ada di New York ditemukan 3,7% kejadian KTD dan 13,6% diantaranya meninggal. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika Serikat yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 sampai 98.000 dilaporkan meninggal setiap tahunnya dan kesalahan medis menempati urutan kedelapan penyebab kematian di Amerika Serikat. Berdasarkan presurvei di RSUD Kota Mataram didapatkan bahwa komunikasi efektif SBAR belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komunikasi efektif SBAR (Situation, Background, Assesment dan Recommendation) di Rumah Sakit Kota Mataram tahun 2015. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di RSUD Kota Mataram. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah semua perawat di RSU Kota Mataram, dengan jumlah sampel sebanyak 50 perawat. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yang digunakan adalah menghitung proporsi dari komunikasi SBAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komponen komunikasi situation (S) sebagian besar dalam kategori efektif, pada komponen komunikasi background (B), assesment (A) dan recommendation (R) sebagian besar dalam kategori tidak efektif. Secara umum, sebagian besar komunikasi perawat dalam kategori efektif, sehingga diharapkan bagi pihak rumah sakit dapat meningkatkan komunikasi efektif sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, mengadakan pelatihan komunikasi serta pemberian modul komunikasi efektif sehingga pasien dapat merasakan kepuasan dalam pelayanan di rumah sakit. Kata Kunci: Komunikasi Efektif, SBAR 1. PENDAHULUAN Keselamatan pasien telah menjadi isu dunia yang perlu mendapat perhatian bagi sistem pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan prinsip dasar dari pelayanan kesehatan yang memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam menerima pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO) Collaborating Center for Patient Safety Solutions bekerjasama dengan Joint Commision International (JCI) pada tahun 2005 telah memasukan masalah keselamatan pasien dengan menerbitkan enam program kegiatan keselamatan pasien dan sembilan panduan/solusi keselamatan pasien di rumah sakit pada tahun 2007 (WHO, 2007). Tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang dilakukan di rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diduga (KTD) sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan di

rumah sakit yang ada di New York ditemukan 3,7% kejadian KTD dan 13,6% diantaranya meninggal. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika Serikat yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 sampai 98.000 dilaporkan meninggal setiap tahunnya dan kesalahan medis menempati urutan kedelapan penyebab kematian di Amerika Serikat. Publikasi oleh WHO pada tahun 2004, juga menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6% pada rumah sakit diberbagai negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia (Depkes RI, 2006). Kesalahan dalam komunikasi adalah penyebab utama peristiwa yang dilaporkan ke Komisi Bersama Amerika Serikat antara 1995 dan 2006 yaitu dari 25000-30000 kejadian buruk yang dapat dicegah menyebabkan cacat permanen 11% kejadian buruk ini adalah karena masalah komunikasi yang berbeda 6% dan juga karena tidak memadai tingkat keterampilannya (WHO, 2007). Di Indonesia data tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) apalagi kejadian nyaris cedera (KNC) masih langka, namun di lain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal praktek, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan, maka rumah sakit perlu melaksanakan sasaran keselamatan pasien (SKP). Sasaran keselamatan pasien tersebut meliputi ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh. Dari enam sasaran keselamatan pasien, unsur yang utama dari layanan asuhan ke pasien adalah komunikasi efektif. Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan pasien (Riesenberg, 2010). Alvarado, et al (2006), mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yangserius di rumah sakit disebabkan karena buruknya komunikasi. Pernyataan peneliti di atas sejalan dengan pernyataan Angood (2007) yang mengungkapkan bahwa berdasarkanhasil kajian data terhadap adanya adverse event, near miss dan sentinel event di rumahsakit, masalah yang menjadi penyebab utama adalah komunikasi. Komunikasi efektif adalah unsur utama dari sasaran keselamatan pasien

karena komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien (patient safety). Komunikasi yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Maka dalam komunikasi efektif harus dibangun aspek kejelasan, ketepatan, sesuai dengan konteks baik bahasa dan informasi, alur yang sistematis, dan budaya. Komunikasi yang tidak efektif akan menimbulkan risiko kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Sebagai contoh kesalahan dalam pemberian obat ke pasien, kesalahan melakukan prosedur tindakan perawatan. Mencegah terjadinya risiko kesalahan pemberian asuhan keperawatan maka perawat harus melaksanakan sasaran keselamatan pasien : komunikasi efektif di Instalasi Rawat Inap. Komunikasi efektif dapat dilakukan antar teman sejawat (dokter dengan dokter/ perawat dengan perawat) dan antar profesi (perawat dengan dokter). Kualitas suatu rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Tjiptono, 2001). Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan empati. Hal ini mencakup mengetahui kapan harus berbicara, apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya serta memiliki kepercayaan diri dan kemampuan untuk memeriksa bahwa pesan telah diterima dengan benar. Meskipun digunakan setiap hari dalam situasi klinis, keterampilan komunikasi perlu dipelajari, dipraktekkan dan disempurnakan oleh semua perawat sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan jelas, singkat dan tepat dalam lingkungan yang serba cepat dan menegangkan. Untuk itu diperlukan pendekatan sistematik untuk memperbaiki komunikasi tersebut salah satunya dengan cara komunikasi teknik SBAR (Rina, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Kota Mataram, didapatkan hasil bahwa komunikasi SBAR belum sepenuhnya efektif, yaitu pada komponen situation (S), sebagian besar dalam kategori cukup baik sebanyak 40,0%, komponen background (B) sebagian besar dalam kategori cukup baik sebanyak 50,0%, komponen Assesment (A) sebagian besar dalam kategori kurang baik sebanyak 60,0%, komponen recommendation (R) sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 50,0%. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komunikasi efektif SBAR yang meliputi komponen Situation, Background, Assesment dan Recommendation di Rumah Sakit Kota Mataram tahun 2015.

2. METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah semua perawat di RSU Kota Mataram tahun 2015, dengan jumlah sampel sebanyak 50 perawat. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yang digunakan adalah menghitung proporsi dari komunikasi SBAR. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Januari 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram terhadap 50 perawat adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 Distribusi Hasil Observasi Komunikasi Efektif SBAR di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram Tahun 2015 No Komponen Observasi Ya % Tidak % A Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien) 1 Perawat menyebutkan nama dan umur pasien 50 100,0 0 0,0 2 Perawat menyebutkan tanggal pasien masuk ruangan dan hari 50 100,0 0 0,0 perawatannya 3 Perawat menyebutkan nama dokter yang menangani pasien 50 100,0 0 0,0 4 Perawat menyebutkan diagnose medis pasien/masalah 35 70,0 15 30,0 kesehatan yang dialami pasien (penyakit). 5 Perawat menyebutkan masalah keperawatan pasien yang sudah dan belum teratasi 12 24,0 38 76,0 B Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini) 6 Perawat menjelaskan intervensi/tindakan dari setiap masalah 14 28,0 36 72,0 keperawatan pasien 7 Perawat menyebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan 3 6,0 47 94,0 8 Perawat menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, dan alat 47 94,0 3 6,0 bantu lain seperti kateter dll), serta pemberian obat dan cairan infuse. 9 Perawat menjelaskan dan mengidentifikasi pengetahuan pasien 20 40,0 30 60,0 terhadap diagnose medis/penyakit yang dialami pasien C Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien terkini) 10 Perawat menjelaskan hasil pengkajian pasien terkini 20 40,0 30 60,0 11 Perawat menjelaskan kondisi klinik lain yang mendukung 42 84,0 8 16,0 seperti hasil Lab, Rontgen dll D Recommendation/Rekomendasi 12 Perawat menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah teratasi dan belum teratasi serta tindakan yang harus dihentikan, dilanjutkan atau dimodifikasi. 18 36,0 32 64,0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada komponen S situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien), perawat menyebutkan nama dan umur pasien, perawat menyebutkan tanggal pasien masuk ruangan dan hari perawatannya, perawat menyebutkan nama dokter yang menangani pasien sebanyak 100,0%. Sedangkan perawat menyebutkan diagnose medis pasien/masalah kesehatan yang dialami pasien (penyakit) sebanyak 70,0%. Perawat menyebutkan masalah keperawatan pasien yang sudah dan belum teratasi sebanyak 24,0%. Pada komponen B Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini), perawat menjelaskan intervensi/tindakan dari setiap masalah keperawatan pasien sebanyak 28,0%, perawat menyebutkan riwayat alergi dan riwayat pembedahan sebanyak 6,0%, perawat menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, dan alat bantu lain seperti kateter dll), serta pemberian obat dan cairan infuse sebanyak 94,0%, perawat menjelaskan dan mengidentifikasi pengetahuan pasien terhadap diagnose medis/penyakit yang dialami pasien sebanyak 40,0%. Pada komponen A assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien terkini), perawat menjelaskan hasil pengkajian pasien terkini sebanyak 40,0%, perawat menjelaskan kondisi klinik lain yang mendukung seperti hasil lab, rontgen sebanyak 84,0%. Pada komponen R recommendation/rekomendasi, perawat menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah teratasi dan belum teratasi serta tindakan yang harus dihentikan, dilanjutkan atau dimodifikasi sebanyak 36%. Berdasarkan komponen observasi SBAR, didapatkan hasil penelitian sebagai berikut: Tabel 5.2 Distribusi Komunikasi Efektif SBAR di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram Tahun 2015 No Komponen Observasi Efektif % Tidak % Efektif 1 Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien) 41 82,0 9 18,0 2 Background (info penting yang berhubungan dengan 11 22,0 39 78,0 kondisi pasien terkini) 3 Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien terkini) 18 36,0 32 64,0 4 Recommendation (rekomendasi) 18 36,0 32 64,0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada komponen komunikasi situation (S) sebagian besar dalam kategori efektif sebanyak 82,0%, pada komponen komunikasi background (B) sebagian besar dalam kategori tidak efektif sebanyak 78,0%, pada komponen komunikasi assesment (A) sebagian besar dalam kategori tidak efektif sebanyak 64,0% dan pada komponen komunikasi recommendation (R) sebagian besar dalam kategori tidak efektif sebanyak 64,0%. Secara umum, komunikasi SBAR yang dilakukan di RSUD Kota Mataram sebagai berikut: Tabel 5.3 Distribusi Komunikasi Efektif SBAR Secara Umum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram Tahun 2015 No Komunikasi SBAR Jumlah % 1 Efektif 26 52,0 2 Tidak efektif 24 48,0 Jumlah 50 100,0 Berdasarkan table diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar komunikasi perawat dalam kategori efektif sebanyak 52,0%, sedangkan komunikasi yang tidak efektif sebanyak 48,0%. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komponen komunikasi situation (S) sebagian besar dalam kategori efektif sebanyak 82,0%, pada komponen komunikasi background (B) sebagian besar dalam kategori tidak efektif sebanyak 78,0%, pada komponen komunikasi assesment (A) sebagian besar dalam kategori tidak efektif sebanyak 64,0% dan pada komponen komunikasi recommendation (R) sebagian besar dalam kategori tidak efektif sebanyak 64,0%. Analisis lanjut menunjukkan bahwa sebagian besar komunikasi perawat dalam kategori efektif sebanyak 52,0%, sedangkan komunikasi yang tidak efektif sebanyak 48,0%. Berdasarkan kebijakan Pemerintah yaitu Permenkes RI No 1691 Tahun 2010 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 1691 setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepatlokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh. Enam unsur sasaran keselamatan pasien yang utama dari layanan asuhan ke pasien adalah komunikasi efektif. Menghindari risiko kesalahan dalam

pemberian asuhan keperawatan pasien dan meningkatkan kesinambungan perawat dan pengobatan maka diharuskan menerapkan komunikasi efektif. Standar akreditasi RS 2012 SKP.2 / JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami penerima. Hal itu untuk mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien. Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien (patient safety). Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Komunikasi yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komunikasi perawat dalam kategori efektif. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang dapat mendukung komunikasi efektif, yaitu: dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan, komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang ada dan kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan klien. Kemungkinan komunikasi efektif perawat di RSUD Kota Mataram dikarenakan aspek yang dibangun dalam komunikasi efektif, seperti kejelasan dimana dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah diterima dan dipahami oleh komunikan. Selain itu juga factor ketepatan, dimana menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan kebenaran informasi yang disampaikan, atau karena konteks yang jelas yang maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Factor alur juga merupakan factor yang mendasari komunikasi efektif dimana bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap. Aspek budaya juga merupakan aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan tata krama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi. Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation), metode komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan handover ke pasien. Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik

komunikasi yang disediakan untuk petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien. Komunikasi SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi SBAR juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pada komponen komunikasi situation (S) sebagian besar dalam kategori efektif, pada komponen komunikasi background (B), assesment (A) dan recommendation (R) sebagian besar dalam kategori tidak efektif. Secara umum, sebagian besar komunikasi perawat dalam kategori efektif. Hasil penelitian secara umum, sebagian besar komunikasi perawat dalam kategori efektif, sehingga diharapkan bagi pihak rumah sakit dapat meningkatkan komunikasi efektif sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, mengadakan pelatihan komunikasi serta pemberian modul komunikasi efektif sehingga pasien dapat merasakan kepuasan dalam pelayanan di rumah sakit. 5. REFERENSI Casey A, Wallis A (2011) Effective communication: Principle of Nursing Practice E. Nursing Standard. 25, 32, 35-37. Date of acceptance: February 8 2011. Dewi Mursidah (2010). Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap Penerapan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Erwin (2014). Komunikasi Efektif Di Situasi Emergensi Struktur Komunikasi Di Emergensi Untuk Keselamatan Pasien, Seminar Internasional Emergency Cardiac Nursing Inisial Nursing Assessment: From pre hospital to Hospital; Nursing Persfekif.

Fitria, Nur Cemy (2013). Efektifitas Pelatihan Komunikasi SBAR dalam Meningkatkan Motivasi dan Psikomotor Perawat di Ruang Medikal Bedah RS PKU Muhammadiyah Surakarta, Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013. Modul Policy & Procedure SBARC Communicatiotno of Interprofessional Communication SBAR Module Adapted partially from Arizona Hospital and Healthcare Assoc Safe and Sound patient safety initiative http://www.azhha.org/patient_safety/documents/sbarto olkit_000.pdf Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Sharp Health Care (2007). Communication Using the SBAR Model December, 2007