BAB II LANDASAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB ll KAJIAN TEORI. bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata,

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

PEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penerus bangsapun dibutuhkan sebagai sumber daya dalam pembangunan. Peran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

STUDI TENTANG PERILAKU AGRESIF SISWA DI SEKOLAH

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB II. Landasan Teori. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah agresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghindari perlakuan itu (Krahe, 2005, pp ).

BAB III METODE PENELITIAN. tidak adanya hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan teknik korelasional

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pada masa awal periode akhir masa remaja (Hurlock, 1999). Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA. Ainun Nafiah Arri Handayani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dikarenakan berpengaruh langsung pada lingkungan. Kenyataan yang ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisa, maka dapat disimpulkan bahwa:

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

JURNAL STUDI KASUS PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII DI MTS NEGERI NGRONGGOT, KABUPATEN NGANJUK TAHUN 2016/2017

BAB III METODE PENELITIAN. metode pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2002) bahwa penelitian

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Agresivitas. menginginkan adanya perilaku tersebut. Buss dan Perry (dalam Bryant & Smith 2001)

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi Verbal. mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MODELING UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 WERU TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif pada Siswa 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Siswa Sobur (2009) Agresif adalah mengekspresikan pikiran, perasaa dan keyakinan kita dengan cara yang kurang pantas dan menggangu hak hak orang lain. Pendapat diatas dipertegas oleh ( Baron dan Byrne 1997 ) Mengungkapkan bahwa agresif adalah tingkah laku individu yang ditunjukkan untuk melukai atau melecehkan individu lain yang tidak menginginkan datangya tingkah laku tersebut. Definisi tersebut mencangkup empat faktor yaitu, tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, serta ketidakinginan korban menerima tingkah laku pelaku. Alexander dan Schneiders (Kisworowati, 1992) Mendefinisikan agresi sebagai suatu bentuk respon yang mencari pengurangan ketegangan dan frustasi melalui perilaku yang banyak menuntut, memaksa dan menguasai orang lain. Salim dan Salim (Winkel 2004) Siswa adalah seseorang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Usia siswa seperti ditegaskan oleh Winkel, pada umumnya berkisar antara 18 25 tahun (Kartono, 1985). Siswa adalah pelajar di perguruan tinggi yang harus memiliki tiga komponen yaitu tahu, berbuat dan menghargai. Berdasarkan definisi di atas, maka perilaku agresif siswa dapat diartikan sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain ataupun terhadap objek-objek yang dilakukan oleh siswa. 2.1.2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif Byrne (dalam Kisworowati, 1992) Membedakan agresi menjadi dua yaitu agresi fisik yang dilakukan dengan cara melukai atau menyakiti badan dan agresi verbal yaitu agresi yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata kotor atau kasar.

Pendapat lain kemukakan oleh Buss (dalam Ekapeni, 2001) menurut Buss ada delapan perilaku agresif yaitu : a. Agresi fisik aktif yang dilakukan secara langsung misalnya menusuk, memukul, mencubit. b. Agresi fisik pasif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya menjebak untuk mencelakakan orang lain. c. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara langsung misalnya menolak melakukan sesuatu. d. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara langsung misalny mencaci maki orang lain. e. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya menyebarkan gosip tidak baik tentang orang lain. f. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara langsung misalnya tidak mau bicara dengan orang lain. g. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya diam saja meskipun tidak setuju. Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilakau agresif verbal atau fisik terhadap objek yang dilakukan langsung atau tidak langsung dengan intensitas secara pasif atau aktif. 2.1.3. Aspek-aspek Perilaku Agresif Buss & Perry (1992) perilaku agresif dipelajari seperti perilaku intrumental lainnya melalui reward dan punishment. Perilaku agresif akan terbentuk dan diulang oleh individu karena dengan melakukan perilaku agresif individu memperoleh efek yang menyenangkan, dan sebaliknya individu tidak akan mengulang perilaku agresif apabila perilaku tersebut menimbulkan efek yang tidak menyenangkan bagi dirinya (Koeswara, 1992). Buss & Perry (1992) menyebut empat aspek perilaku agresif, yaitu: a. Aspek pertama yakni agresi fisik yang merupakan tindakan agresi yang menyakiti individu lain secara fisik, seperti memukul, menendang dan lain-lain.

b. Aspek kedua adalah agresi verbal, yaitu respon vokal yang menyampaikan stimulus yang menyakiti mental dalam bentuk penolakan dan ancaman. Seperti mengumpat, menyebarkan cerita yang tidak menyenangkan tentang seseorang kepada orang lain, memaki, mengejek, membentak, dan berdebat. c. Aspek ketiga adalah kemarahan, yakni emosi negatif yang disebabkan oleh harapan yang tidak terpenuhi dan bentuk ekspresinya dapat menyakiti orang lain serta dirinya sendiri. Reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk ancaman agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan, kekecewaan atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi kuat pada syaraf otonomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatik dan secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersifat somatik atau jasmani maupun verbal atau lisan. Aspek yang terakhir adalah hostility atau permusuhan, yakni tindakan yang mengekspresikan kebencian, permusuhan, antagonisme ataupun kemarahan yang sangat kepada pihak lain. Dari uraian di atas penulis menekankankan bahwa aspek perilaku agresi meliputi prasangka, otoriter, survival, perlawanan disiplin, superroritas, egosentrisme dan keinginan untuk menyerang. Dan aspek yang mengikuti yaitu pertahanan diri, tingkah laku naluriah, aspek terkendali secara sadar (pasif) dan aspek ekpresif (aktif). 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif Buss & Perry (dalam Anderson & Bushman, 2002) menyatakan bahwa secara umum perilaku agresif dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi karakter bawaan individu yang menentukan reaksi individu tersebut ketika menghadapi situasi tertentu. Sementara itu, faktor situasional mencakup fitur-fitur atau hal-hal yang terjadi di lingkungan yang juga mempengaruhi reaksi individu terhadap suatu peristiwa. Dengan kata lain, faktor personal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor situasional adalah faktor yang berasal dari luar individu. Kedua faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Faktor Personal a. Sifat

Sifat-sifat tertentu dapat menyebabkan seseorang lebih agresif dari orang lain. Misalnya, individu yang memiliki sifat pencemburu akan lebih agresif. b. Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan perilaku agresif yang berbeda. Laki-laki terbukti lebih banyak terlibat tindakan agresif dibanding perempuan, dan pilihan agresi antara laki-laki dan perempuan terbukti berbeda. Perempuan lebih memilih agresi tidak langsung, sementara laki-laki lebih banyak terlibat pada tindak agresi langsung. c. Keyakinan Individu yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan tindakan agresif lebih mungkin memilih melakukan tindakan agresif ketimbang individu yang tidak yakin bahwa dirinya dapat melakukan tindakan agresif. d. Sikap Sikap adalah evaluasi umum seseorang terhadap diri mereka sendiri, orang lain, objek-objek ataupun isu-isu tertentu. Sikap positif terhadap perilaku agresif terbukti mempersiapkan individu untuk melakukan tindakan agresif. Sebaliknya, sikap negatif terhadap perilaku agresif terbukti mencegah seseorang untuk melakukan tindakan agresif. e. Nilai Nilai adalah keyakinan mengenai apa yang harus dan sebaiknya dilakukan. Nilai yang dianut seseorang mempengaruhi keputusannya untuk melakukan perilaku agresif. Contohnya, orang yang menganut nilai bahwa kekerasan diperbolehkan untuk mengatasi konflik interpersonal lebih berperilaku agresif untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya. f. Tujuan Jangka Panjang Tujuan hidup jangka panjang juga mempengaruhi kesiapan individu untuk terlibat dalam perilaku agresif. Misalnya, tujuan beberapa anggota geng adalah untuk dihormati dan dihargai. Tujuan ini mewarnai persepsi,

nilai-nilai, dan keyakinan anggota geng mengenai pantas tidaknya melakukan suatu tindakan tertentu, dan akhirnya mempengaruhi keputusan anggota geng untuk terlibat dalam perilaku agresif. 2. Faktor Situasional a. Petunjuk untuk Melakukan Tindakan Agresif (Aggressive Cues) Aggressive Cues adalah objek yang menimbulkan konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi dalam memori. Contohnya, ketika seseorang dihadapkan pada sebuah senjata api, maka akan lebih agresif dibandingkan ketika dihadapkan dengan sebuah raket. Selain senjata api, objek lain yang termasuk dalam kategori ini adalah eksposur pada tayangan bermuatan kekerasan di televisi, film, dan video games. b. Provokasi Faktor situasional lain yang sangat penting pengaruhnya terhadap perilaku agresif adalah provokasi. Provokasi mencakup hinaan, ejekan, sindiran kasar serta bentuk agresi verbal lainnya, agresi fisik, gangguangangguan yang menghambat pancapaian suatu tujuan dan sejenisnya. Karyawan yang mendapatkan provokasi untuk mempersiapkan bahwa ia dapat perlakuan yang tidak adil terbukti lebih agresif di tempat kerjanya. c. Frustasi Frustasi terjadi ketika individu menemui hambatan untuk mencapai tujuan. Seseorang yang mengalami frustasi terbukti lebih agresif terhadap agen yang menyebabkan terhalangnya pencapaian tujuan, ataupun pada pihak-pihak yang sebenarnya tidak bertanggungjawab atas gagalnya pencapaian tujuan. Selain itu, individu yang mengalami frustasi juga terbukti melampiaskan rasa frustasinya dengan menyerang benda-benda yang ada di sekitarnya. d. Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan Kondisi-kondisi fisik lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan dapat meningkatkan perilaku agresif. Lingkungan yang

bising, terlalu panas, ataupun berbau tidak sedap terbukti meningkatkan perilaku agresif. e. Obat-obatan Penggunaan obat-obatan atau zat-zat tertentu seperti kafein ataupun alkohol dapat meningkatkan perilaku agresif secara tidak langsung. Individu yang berada di bawah pengaruh zat-zat seperti alkohol ataupun zat psikotropika lainnya, lebih mudah terprovokasi, merasa frustasi, ataupun menangkap petunjuk untuk melakukan kekerasan dibanding individu yang tidak menggunakan zat-zat tersebut. f. Intensif Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk selalu menginginkan lebih banyak hal. Maka dari itu, ada banyak objek yang dapat digunakan sebagai intensif yang diberikan pada seseorang untuk melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif dapat dimediasi dengan memberikan imbalan berupa hal yang dianggap berharga oleh pelaku. Misal, penggunaan uang dapat memancing individu untuk melakukan tindakan kekerasan. 2.2. Minum-minuman Keras 2.2.1. Pengertian Minuman Keras Minuman keras atau minuman beralkohol yaitu minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari hasil bahan perhanian yang mengandung karbohidrat dengan cara frementasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain dan tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara mengenal minuman yang mengadung ethanol (Rauf, 1997). Minuman keras atau yang biasa disebut alkohol merupakan senyawa alfatis etil alkohol dan tegolong dalam kelompok alkohol, sehingga akhirnya dikenal dengan alkohol saja. Minuman keras yang berkadar rendah (tidak lebih dari 14%) diperoleh dari fermentasi buah, biji dan umbi

seperti anggur, apel, beras atupun singkong. Minuman keras memiliki kemampuan untuk menekan aktivitas saraf pusat hingga mengurangi rasa malu atau cemas. Jika minuman keras diminum secara berlebihan, maka peminumnya akan keracunan ethnol. Pada organ tubuh, alkohol yang berlebihan akan merusak jaringan otak secara permanen sehingga mengganggu daya ingat, kemampuan belajar dan daya penalrana. Minuman keras yang berkadar tinggi dapat pula merusah fungsi organ tubuh, alkohol yang belebihan akan merusak jaringan otak secara permanen sehingga minuman keras yang berkadar tinggi dapat pula merusak fugsi organ tubuh seperti ginjal dan hati (Longer dikutip Hardani, 1999). Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol yang dihasilkan dengan cara penyampuran, peragian sehingga menghasilkan kadar alkohol yang berbeda beda dan bila menggunakan dosis tinggi akan membuat mabuk. Minuman keras / alkohol yang berlebihan akan merusak jaringan otak secara permanen sehingga mengganggu daya ingat, kemampuan belajar dan daya penalaran. 2.2.2. Pengertian Minum-Minuman Keras Dalam kamus psikologi Chaplin (1995) disebutkan bahwa perilaku mempunyai beberapa arti yaitu (a) beberapa yang dilakukan organisem, (b) sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh pola respon dan (c) suatu kegiatan atau aktivitas. Hubley dan Meror (dikutip Hardani, 1999) menggolongkan minuman keras menajadi tiga jenis yaitu : (a) bir dengan kadar alkohol satu sampai lima persen, (b) anggur dengan kadar alkohol lima sampai dengan dua puluh persen dan (c) liquat dengan kadar alkohol dua puluh persen sampai dengan lima puluh persen. Makin tinggi kandungan kadar alkoholnya makin besar pengaruhnya bagi si peminum. Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa minumminuman keras adalah kebiasaan minum-minuman keras dengan jumlh dan kadar alkohol yang diminum dari yang terendah sampai yang tinggi. 2.2.3. Aspek-aspek dalam Minum-minuman Keras Aspek minum-minuman keras (Hardani, 1999)

a. Frekuensi minum, yang ditunjukkan intensitas subjek dalam meminum-minuman keras. b. Kadar minuman keras yang diminum. c. Jumlah minuman keras yang diminum. d. Cara meminum-minuman keras yang ditunjukkan bag aimana subjek meminumminuman keras. 2.3. Pengaruh Minum-minumankeras terhadap Perilaku Agresif pada Siswa. Atkinson, (1993) menyatakan perilaku agresi bisa diartikan sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain baik secara fisik maupun verbal atau merusak harta benda. Perilaku agresif juga melibatkan setiap bentuk penyiksaan psikologis atau emosional seperti mempermalukan, menakut nakuti atau mengancam (Breakwell dalam Ariati, 1998). Minum-minuman keras menimbulkan beberapa sensasi menyenangkan bagi penggunanya, misalkan menjadi rileks, tenang, dan puas. Jika upaya para pecandu alkohol untuk mendapatkan kepuasan dan ketenangan tersebut terhambat, maka akan muncul perilaku agresif, hal ini merujuk pada hipotesis frustasi-agresi dinyatakan oleh Dollard, (Atkinson, 1993). Pada organ tubuh, alkohol yang berlebihan akan merusak jarngan otak secara permanen sehingga mengganggu daya ingat, kemampuan belajar dan daya penalaran. Minuman keras yang berkadar tinggi dapat pula merusak fungsi organ tubuh seperti ginjal dan hati ( Longer dikutip Hardani, 1999) Minuman keras atau minuman beralkohol yaitu minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari hasil bahan pertanian yang mengandung kabohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan perlakukan terlebih dahulu atau mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenran minuman yang mengandung ethanol (Rauf, 1997). Tersedianya minuman keras atau beralkohol merupakan salah satu alasan siswa untuk mencobanya dan untuk memecahkan persoalan-persoalan psikologis dalam dirinya. Berdasarkan keterangan yang dihimpun dapat disimpulkan bahwa keinginan siswa untuk menyerang benda maupun orang lain karena kecanduannya terhadap minum-minuman keras

yang berlebihan dan juga untuk memecahkan persoalan-persoalan spikologis dalam dirinya. semakin tingggi perilakui minum-minuman keras maka semakin tinggi pula perilaku agresifnya. 2.4. Hipotesis Terdapat Pengaruh yang Signifikan Minum-minuman keras terhadap Perilaku Agresif Siswa SMK Saraswati Salatiga Tahun Ajaran 2012/2013..