BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

INVENTORY. (Manajemen Persediaan)

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) PADA WAROENG JEANS CABANG P. ANTASARI SAMARINDA

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

BAB II BAHAN RUJUKAN. dagang maupun manufaktur. Bagi perusahaan manufaktur, persediaan menjadi. berpengaruh pada kegiatan produksi dan penjualan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Persediaan

Manajemen Persediaan INVENTORY

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN YULIATI,SE,MM

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ristono (2009) persediaan adalah barang-barang yang disimpan

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

Manajemen Persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persediaan (inventory) merupakan barang yang disimpan untuk digunakan atau

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Persediaan. by R.A.H

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan

Bab 8 Manajemen Persediaan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL

OLEH : YUSNA QURROTA A YUNI NPM :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

MENGENAL MODEL PERSEDIAAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

Asmaul Khusna*), Kukuh Sulastyoko **) Kata Kunci :Pengendalian Kualitas, Pengendalian Mutu, Persediaan Pengaman, Peramalan, Forcasting, EOQ.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal

kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

Akuntansi Biaya. Bahan Baku: Pengendalian, Perhitungan Biaya, dan Perencanaan. Yulis Diana Alfia, SE., MSA., Ak., CPAI. Modul ke:

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN PENOLONG DENGAN METODE ECONOMICAL ORDER QUANTITY (EOQ) PADA PT. SUKOREJO INDAH TEXTILE BATANG

BAB II KERANGKA TEORI. perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan. Dengan

III KERANGKA PEMIKIRAN

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA

Persediaan. Ruang Lingkup. Definisi. Menetapkan Persediaan. Keuntungan & Kerugian Persediaan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Definisi sistem menurut Connoly dan Begg (2005) adalah mendeskripsikan ruang lingkup dan batasan dari aplikasi sistem basis data dan sudut pandang user yang dominan. Susut pandnag user (user view) adalah mendefinisikan kebutuhan apa saja dari aplikasi basis data dari perspektif tokoh yang spesifik, contohnya Manager / Supervisor atau area aplikasi perusahaan (seperti marketing, personalia, atau pengadaan). Menurut McLeod (2001), sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan. Suatu sistem memiliki karakteristik tertentu, yaitu : 1) Komponen-komponen (component) 2) Batas sistem (boundary) 3) Lingkungan luar sistem (environment) 4) Penghubung (interface) 5) Masukan (input) 6) Keluaran (output) 7) Pengolah (process) 8) Sasaran (objectives) 9) Tujuan (goal) 2.2 Konsep Persediaan (Inventori) Persediaan adalah sejumlah materialyang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan (Eko dan Djokoprannato, 2003). Kusuma (2004) mendefinisikan persediaan sebagai barang yang disimpan atau digunakan atau dijual pada periode mendatang, dapat berupa bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada produk manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Persediaan merupakan II-1

II-2 material yang ditempatkan di sepanjang jaringan proses produksi dan jalur distribusi (Render dan Heizer, 2006). Rangkuti (2004) mendefinisikan bahwa persediaan memiliki tiga fungsi, yaitu : 1. Fungsi Decoupling Fungsi decoupling adalah fungsi persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaanpelanggan tanpa tergantung kepada pemasok. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaandalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Fungsi Economic Lot Sizing adalah fungsi persediaan yang perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. 3. Fungsi Antisipasi Fungsi antisipasi adalah fungsi persediaan dalam menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini, perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman.. Selain itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu. Dalam hal ini, perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman atau safety stock. Berdasarkan jenisnya, barang persediaan dapat dibedakan atas beberapa jenis atau klasifikasi (Eko dan Djokopranoto, 2003), yaitu: 1. Bahan baku (raw material), yaitu bahan mentah yang belum diolah dan akan diolah menjadi barang jadi. 2. Barang setengah jadi (semi finished products), yaitu hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang dijual kepada perusahaan lain.

II-3 3. Barang jadi (finished products), yaitu barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, dan siap untuk dijual. 4. Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts), yaitu segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Sering kali barang ini disebut sebagai barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi pada pabrik/perusahaan. 5. Barang proyek (work in progress), yaitu barang-barang yang ditumpu untuk menunggu pemasangan suatu proyek baru. 6. Barang dagangan (commodities), yaitu barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu. Menurut Yamit (2003), terdapat empat faktor yang mempengaruhi persediaan, diantaranya : 1. Faktor waktu Faktor yang menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat jadwal produksi, memotong bahan baku, pengiriman bahan baku, pengawasan bahan baku, produksi dan pengiriman barang jadi ke pedagang besar atau konsumen. 2. Faktor ketidakpastian waktu datang dari pemasok Faktor ini menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. 3. Faktor ketidakpastian penggunaandari dalam perusahaan Faktor ini disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat dan berbagai kondisi lainnya. 4. Faktor ekonomis Adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Pembelian dalam jumlah besar memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan harga yang dapat menurunkan biaya.

II-4 Rangkuti (2004) menentukan besarnya biaya persediaan dengan mempertimbangan variabel-variabel berikut: 1. Biaya penyimpanan (holding costs) Biaya penyimpanan merupakan biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk biaya penyimpanan yaitu: biaya fasilitas penyimpanan, biaya modal (alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan), biaya keusangan, biaya perhitungan fisik, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, biaya pencurian, biaya penanganan, dan sebagainya. 2. Biaya pemesanan (ordering costs) Biaya-biaya pemesanan terdiri dari: biaya pemrosesan pesanan, ekspedisi, upah, biaya telepon, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan, biaya pengiriman ke gudang, biaya utang lancar, dan sebagainya. 3. Biaya penyiapan (set up costs) Biaya penyiapan terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi komponen tertentu. 4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) Biaya ini timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan, yaitu: biaya kehilangan penjualan, kehilanganpelanggan, pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga, terganggunya operasi, tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya. Dalam praktiknya biaya ini sering disebut sebagai opportunity cost. 2.3 Konsep Dasar Spare Part (Suku Cadang) Pengertian dari Spare Part (Suku Cadang) adalah suatu barang yang terdiri dari beberapa komponen yang membentuk satu kesatuan dan mempunyai fungsi tertentu. Setiap alat berat terdiri dari banyak komponen, namun yang akan dibahas

II-5 komponen yang sering mengalami kerusakan dan penggantian. Ada beberapa komponen yang juga terdapat didalamnya beberapa komponen kecil, misalkan engine yang mempunyai komponen didalamnya yaitu fuel injection pump, water pump, starting motor, alternator, oil pump, compressor, power steering pump, turbocharger, dan lain-lain. Setiap spare part mempunyai fungsi tersendiri dan dapat terkait atau terpisah dengan spare part lainnya. Misalnya starting motor akan terpisah fungsi kerjanya dengan alternator, walaupun secara tidak langsung juga ada hubungannya. Dimana alternator berfungsi untuk menghasilkan listrik untuk mengisi aki (accumulator), sedangkan starting motor berfungsi untuk menghidupkan engine dengan menggunakan listrik dari aki. Secara umum spare part dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Spare Part baru yaitu komponen yang masih dalam kondisi baru dan belum pernah dipakai sama sekali kecuali sewaktu dilakukan pengetesan. 2. Spare Part bekas atau copotan yaitu komponen yang pernah dipakai untuk periode tertentu dengan kondisi : a. Masih layak pakai yaitu secara teknis komponen tersebut masih dapat dipergunakan atau mempunyai umur pakai. b. Tidak layak pakai yaitu secara teknis komponen tersebut sudah tidak dapat lagi dipakai walaupun dilakukan perbaikan atau rekondisi. Pada kenyataan dilapangan, umumnya banyak pemakai yang lebih menyukai spare part yang masih apa adanya (unrecondition). Mengingat komponen tersebut masih apa adanya setelah dilepas/dicopot dari alat berat atau truk, jadi masih dapat diindentifikasi kondisi sebenarnya. Jika diperlukan perbaikan atau rekondisi maka pemakai lebih yakin atas jenis suku cadang akan dilakukan penggantian. Sebenarnya penggunaan komponen bekas/copotan sudah lama dilakukan oleh pemakai alat berat dinegara maju. Namun umumnya di negara maju, komponen yang dijual sudah dilakukan rekondisi dan siap pakai, serta distributor/supplier juga berani memberikan jaminan atas komponen tersebut. Sedangkan di Indonesia baru beberapa tahun belakangan ini saja, banyak pemakai alat berat yang mencari komponen bekas/copotan. Mengingat harganya lebih

II-6 murah sekali dibandingkan membeli komponen baru. Serta kebutuhan akan komponen bekas atau copotan semakin besar setiap tahunnya, tetapi kebutuhan tersebut akan semakin tidak seimbang dengan komponen bekas/copotan yang tersedia. Kecenderungan pemilik alat berat dan truk berusaha untuk memperpanjang umur pakai unit tersebut, jauh melebihi umur pakai di negara maju. Khusus pemakai yang belum berpengalaman dalam memakai komponen bekas/copotan, perlu lebih hati-hati sewaktu memeriksa komponen tersebut, khususnya komponen yang sulit untuk melihat bagian dalam secara keseluruhan. Hindari kesalahan pengamatan karena pada beberapa kejadian pihak penjual tidak mau komponen tersebut dikembalikan kalau sudah dibeli. Walaupun demikian bukan berarti bertransaksi atas komponen bekas/copotan sangat beresiko, hanya dibutuhkan ketelitian dalam pengamatan sebelum memutuskan untuk membeli. 2.4 Metode Economic Order Quantity (EOQ) Menurut Nasution (2008), Economic Order Quantity (EOQ) merupakan sistem pengendalian persediaan yang menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif. Metode ini bertujuan untuk menentukan mengoptimalkan ukuran pemesanan ekonomis (EOQ), titik pemesanan kembali (ROP) dan jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan. EOQ menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Jumlah pembelian yang paling adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian menimbulkan biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan. Pada pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (setup cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan turun tetapi biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya pemesanan akan naik tetapi biaya penyimpanan turun. Model EOQ menyarankan

II-7 untuk memelihara lot pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Model ini mudah digunakan namun harus dapat memenuhi beberapa asumsi seperti (Heizer dan Render, 2006) : 1. Pemintaan diketahui, tetap dan bebas. 2. Waktu tunggu yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan diketahui dan konstan. 3. Penerimaan persediaan bersifat instandan selesai seluruhnya. Dalam kata lain, persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu waktu. 4. Tidak tersedia diskon kuantitas. 5. Biaya variabel hanya biaya untuk menyiapkan atau melakukan pemesanan (biaya penyetelan) dan biaya menyimpanpersediaan dalam waktu tertentu (biaya penyimpanan atau membawa). 6. Kehabisan persediaan (kekurangan persediaan) dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat. Dengan asumsi-asumsi diatas, grafik penggunaan sepanjang waktu dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.1 Penggunaan Persediaan Sepanjang Waktu Untuk Model EOQ

II-8 Gambar di atas menunjukan Q* yang merupakan kuantitas produk yang dipesan. Secara umum tingkat persediaan meningkat dari 0 ke Q* pada saat pesanan tiba. Karena tingkat permintaan konstan sepanjang waktu, persediaan menurun dengan tingkat yang sama sepanjang waktu. Ketika tingkat persediaan mencapai 0, pesanan baru dibuat dan diterima, dan tingkat persediaan meningkat lagi ke Q* unit. Proses ini terjadi sepanjang waktu. Kuantitas optimal pemesanan dihitung dengan menganalisis total biaya. Total biaya (TC) pada suatu periode merupakan jumlah dari biaya pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu. Q H = Biaya penyimpanan per tahun 2 D S = Biaya pemesanan per tahun Q Dengan demikian total biaya per tahun (TC): TC = Q D H + 2 Q S Sehingga biaya tersebut merupakan fungsi dari kuantitas pemesanan. Total biaya minumum terjadi apabila dua komponen biaya pemesanan dan biaya penyimpanan berpotongan yang terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan perhitungan diatas, selanjutnya dapat kita ketahui bahwa kuantitas pemesanan optimal Q* adalah sebagai berikut: Q D H = 2 Q S Dengan demikian, rumus EOQ yang biasa digunakan adalah: Q = 2DS H Dimana : D = permintaan yang diperkirakan per periode S = biaya pemesanan per pesanan

II-9 H = biaya penyimpanan per unit per tahun Q* = kuantitas pemesanan optimal D/Q = jumlah pemesanan selama setahun Q*/2 = rata-rata persediaan Gambar 2.2 Grafik Biaya Persediaan Biaya pemesanan per tahun akan semakin menurun apabila kuantitas pesanan semakin meningkat, namun biaya penyimpanan akan semakin meningkat apabila kuantitas pesanan semakin meningkat karena jumlah persediaan rata-rata yang harus disimpan lebih banyak. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 yang menyatakan hubungan antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. 2.5 Waktu Tunggu (Lead Time) Waktu tunggu atau lead time menurut Assauri (2004) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan. Waktu tunggu diartikan sebagai selisih waktu antara penempatan pesanan dan penerimaannya. Waktu tunggu dapat terjadi hanya beberapa jam atau dapat juga dapat mencapai beberapa bulan(heizer dan Render, 2006). 2.6 Reorder Point (ROP) dan Safety Stock Reorder point atau titik pemesanan kembali menjawab pertanyaan kapan perusahaan harus melakukan pesanan. ROP yaitu tingkat persediaan di mana ketika persediaan telah mencapai tingkat tertentu, pemesanan harus dilakukan. ROP biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang, misalnya

II-10 suatu tambahan/ekstra stok. ROP terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. ROP menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan (Rangkuti, 2004). Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang. ROP dapat ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stock selama masa tenggang. Persediaan pengaman atau safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (Rangkuti, 2004). Kekurangan bahan dapat disebabkan oleh karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Persediaan pengaman dapat mengurangi kerugian akibat kekurangan bahan, tetapi dapat menambah biaya penyimpanan bahan (Assauri, 2004). Dengan adanya persediaan pengaman maka tingkat titik pemesanan kembali sebagai berikut: ROP = (dxl) + SS Dimana: ROP = Reorder point (unit) d = Pemakaian bahan baku per hari (unit/hari), pemakaian bahan baku tahunan: jumlah hari kerja tahun L = Lead time untuk pemesanan baru (hari) SS = Safety stock atau persediaan pengaman (unit) Penetapan safety stock dapat dilakukan perusahaan berdasarkan jumlah permintaan yang mungkin terjadi selama waktu keterlambatan yang dapat ditoleransi perusahaan. 2.7 Jarak Antar Waktu Jarak antar waktu pesan adalah selisih waktu saat pemesanan yang satu dilakukan dengan pemesanan berikutnya(baroto, 2002). Jarak waktu antar pesanan dapat dihitung dengan rumus: T = WQ N

II-11 Dimana: T = Jarak Waktu Antar Pesanan W = Jumlah Hari Kerja dalam Setahun Q* = Jumlah Pesanan Ekonomis N = Jumlah Permintaan dalam Setahun 2.8 Penelitian Terdahulu yang Relevan Resisca (2009) mempelajari sistem pengendalian persediaan bahan baku mie instan di PT Jakarana Tama. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sistem pengendalian persediaan untuk bahan baku mie instan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis terhadap model pengendalian persediaan yang lebih efektifmerupakan fokus utama penelitian ini. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa metode EOQ merupakan alternatif metode yang tepat untuk diterapkan perusahaan. Hal ini dikarenakan total biaya persediaan yang muncul dengan perhitungan EOQ lebih rendah dari total biaya persediaan dengan metode perusahaan. Penghematan yang dapat dilakukan dengan menerapkan metode EOQ adalah Rp. 11.282.508. Akhdemila (2009) melakukan analisis pengendalian persediaan darah pada Palang Merah Indonesia (PMI) unit tranfusi darah cabang kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistempengendalian persediaan pada unit ersebut, selanjutnya diidentifikasi karakteristik penerimaan dan pemakaian darah. Penelitian ini menjadikan penetapan tingkat persediaan optimal sebagai fokus utama penelitian. Penelitian ini memperlihatkan bahwa sistem pengendalian persediaan PMI UTDC masih sangat sederhana. Penelitian ini memberikan hasil bahwa pada tahun 2008 penerimaan golongan darah O rata-ratanya adalah 38 kantong per minggu, golongan darah B penerimaan rata-ratanya adalah 33 kantong per minggu, golongan darah A rata-rata penerimaannya 22 kantong, dan golongan darah AB rata-rata penerimaan sebanyak 5 kantong per minggu. Sedangkan pemakaian rata-rata untuk masing-masing darah, yaitu golongan darah O 28 kantong per minggu, golongan darah B 28 kantong per minggu, golongan darah A 20 kantong per minggu, dan golongan darah AB 4 kantong per minggu. Penelitian ini juga didapatkan lead time selama 6 hari. Untuk safety stock

II-12 golongan darah O sebesar 37 kantong, golongan darah B sebanyak 46 kantong darah, golongan darah A sebanyak 35 kantong, dan golongan darah AB sebanyak 16 kantong. Yusi (2010) melakukan analisis perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku pada UKM Waroeng Cokelat Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempaelajari sistem pengadaan dan sistem pengendalian bahan baku di Waroeng Cokelat, meramalkan tingkat permintaan produk Waroeng Cokelat, dan menghitung tingkat persediaan yang optimal bagi perusahaan serta mengevaluasi tingkat biaya persediaan bahan baku yang optimal bagi Waroeng Cokelat. Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis ABC pada bahan baku yang terdiri dari 15 jenis bahan. Bahan baku yang termasuk klasifikasi A diramalkan dan selanjutnya dilakukan analisis manajemen persediaan dengan metode EOQ. Perbandingan dilakukan antara metode perusahaan dengan metode EOQ. hasil analisis perbandingan menghasilkan penghematan sebesar Rp 65.891 jika perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian persediaanya dengan metode EOQ.