PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BIO306. Prinsip Bioteknologi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

Aplikasi Biomolekuler di Dunia Perunggasan Khususnya Itik. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

The Origin of Madura Cattle

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

Gambar 1. Itik Alabio

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil DNA 10 aksesi tanaman obat sambiloto dari Pulau Kalimantan

BAB I PENDAHULUAN. (plasma nutfah) tumbuhan yang sangat besar. Kekayaan tersebut menempatkan

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

Transkripsi:

PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan salah satu pusatnya. Jenis itik tersebut banyak dimanfaatkan secara luas baik sebagai penghasil daging maupun telur (Wu et al., 2011). Di Indonesia produksi telur itik sebesar 20% dari produk dalam negeri dan merupakan produksi terbesar setelah ayam ras petelur (65%) (Yudohusodo, 2003). Itik di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai galur murni dan masih mempunyai keragaman genetik yang tinggi, disebabkan antara lain sistem pemeliharaan yang berpindah-pindah atau disebut sistem gembala, sehingga memungkinkan terjadinya perkawinan silang yang terjadi secara acak dan dikhawatirkan mempengaruhi susunan genetik pada jenis itik tersebut. Kondisi ini tercermin antara lain baik secara morfologi tubuh maupun tingkat produktivitasnya sangat bervariasi (Purwantini et al., 2005). Jenis itik lokal di Indonesia diberi nama sesuai dengan lokasinya dan mempunyai ciri-ciri morfologi yang khas, di Pulau Jawa dikenal dengan nama itik Tegal dan itik Magelang yang berada di Provinsi Jawa Tengah, itik Mojosari di Provinsi Jawa Timur, itik Cihateup di Provinsi Jawa Barat dan itik Turi di Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan di Pulau Sumatera tepatnya di Provinsi Sumatera Barat itik yang berkembang sebagai sumber daya genetik adalah itik Pitalah, itik Kamang, dan itik Bayang (Purwanto, 2012). Di Pulau Bali Itik diberi nama itik Bali 1

dan di Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi Kalimantan Selatan adalah itik Alabio. Itik ini merupakan keturunan dari persilangan beberapa itik lokal dengan itik impor sehingga diperoleh beraneka ragam nama itik (Hetzel, 1985 dan Wilson et al., 1997). Itik yang berada di ujung timur Pulau Jawa, Bali dan Lombok merupakan keturunan dari persilangan itik Indian runner dari Hindia Timur dengan itik domestik dan liar yang diduga telah berevolusi dalam periode waktu yang lama (Rudolph, 2002). Itik Magelang merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur, daging dan bulu, telah lama dipelihara dan berkembang di Kabupaten Magelang dan sekitarnya. Lokasi asal itik ini adalah di daerah Sempu, Ngadirejo, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Penyebarannya meliputi daerah Magelang, Muntilan, Ambarawa, dan Temanggung (Haqiqi, 2008). Ciri morfologi yang dimiliki itik Magelang bersifat spesifik dan unggul yaitu mempunyai ukuran badan yang relatif besar, produksi telur yang relatif tinggi dan mempunyai warna bulu yang bervariasi dibandingkan itik lokal lainnya. Ismoyowati dan Purwantini (2009) melaporkan bahwa secara kuantitatif itik Magelang memiliki bobot badan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan itik Tegal dan itik Mojosari yaitu 1.754 ± 136 g dibanding 1.482 ± 124 g dan 1.476 ± 120 g. Purwantini et al. (2002) melaporkan, itik Magelang memiliki produksi telur yang relatif lebih tinggi ditinjau dari Hen Day Production (HDP) yaitu sebesar 75,63 20,68% dibanding itik Tegal dan itik Mojosari masingmasing 42,42 17,72 dan 69,25 22,16%. Sifat kualitatif yaitu warna bulu pada itik Magelang lebih bervariasi dibandingkan itik lokal lainnya. Ismoyowati dan Purwantini 2

(2010) melaporkan bahwa secara kualitatif itik Magelang memiliki sembilan macam warna bulu yaitu jarakan kalung (berbulu coklat, pada leher terdapat kalung putih), coklat, gambiran (coklat campur putih), wiroko (hitam campur putih), kapasan (putih mendominasi coklat), putih jambul, bambangan (seperti itik Tegal tetapi posturnya besar), putih polos dan hitam polos (cemani). Itik lokal lainnya yaitu itik Tegal, Magelang, Mojosari, Bali dan Alabio, mempunyai warna bulu yang relatif seragam. Kemurnian dan keunikan dari masing-masing jenis itik lokal khususnya itik Magelang yang dapat dijadikan sebagai plasma nutfah, strategi konservasinya sulit untuk ditentukan karena pada umumnya itik yang dipelihara selama ini berasal dari bibit yang belum diketahui asal-usul genetiknya dan tidak mempunyai catatan silsilah serta asal-usul yang jelas. Pendekatan melalui kajian atau analisis genetik secara molekuler dapat dijadikan sebagai data dasar untuk identifikasi kesamaan dan keragaman serta sifat spesifik yang dimiliki individu dalam populasi itik Magelang. Sifat genetik ini dapat digunakan untuk menelusuri asal-usul itik dan menunjukkan adanya hubungan kekerabatan antara itik Magelang dengan itik-itik lokal lainnya. Identifikasi secara molekuler dapat digunakan sebagai penanda genetik yang dapat mengungkap adanya perbedaan intraspesies, filogeografi dan mengetahui hubungan kekerabatan antar rumpun sehingga dapat digunakan untuk studi keragaman genetik. Analisis DNA dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan relatif mudah karena DNA sebagai unit keturunan terkecil mempunyai sekuens yang sangat spesifik untuk setiap spesies pada satu atau beberapa lokasi dalam kromosom. Sekuens DNA yang spesifik dari setiap spesies dapat diidentifikasi, 3

diisolasi dan dianalisis secara komprehensif (Sulandari et al., 2007). Pendekatan biomolekuler melalui deteksi berdasarkan polimorfisme DNA memungkinkan untuk memilih itik dengan genetik unggul, karena setiap individu memiliki susunan genetik yang berbeda-beda. Sekuens DNA mitokondria (mtdna) dipilih sebagai penanda atau marker genetik karena berukuran relatif kecil (sekitar 16,5 kb) sehingga mudah untuk diamplifikasi, jumlahnya banyak sehingga mudah didapat dari sel, diturunkan dari induk betina (maternal inheritance) serta beberapa gen dalam mitokondria mutasinya lebih cepat dari pada gen inti (Sudoyo, 2004). Penelitian keanekaragaman genetik secara molekuler menggunakan mtdna telah banyak dilakukan pada manusia yaitu untuk penentuan hubungan kekerabatan, studi evolusi dan migrasi global manusia modern, bidang forensik, populasi dan identifikasi penyakit genetik maupun genetika medis (Wallace, 1995 dan Yang et al., 2013). Salah satu pendekatan untuk identifikasi hubungan genetik antar burung adalah dengan membandingkan mtdna (Hebert et al., 2004). Identifikasi genetik menggunakan mtdna pada kelompok unggas telah dilakukan pada ayam komersial dan non-komersial meskipun relatif masih terbatas yaitu sebagai wawasan tentang asal-usul induk ayam (Liu et al., 2006; Akishinonomiya et al., 1994; Niu et al., 2002), sedangkan pada itik lokal juga telah dilakukan walaupun masih jarang. Tingkat polimorfisme yang lebih tinggi dimiliki oleh mtdna dibandingkan DNA inti, terutama pada bagian D-loop memiliki polimorfisme tertinggi dalam genom mitokondria. Daerah D-loop mtdna bertanggung jawab pada pengaturan molekul mtdna (Anderson et al.,1981), berperan sebagai permulaan replikasi dan transkripsi 4

gen dengan keragaman sekuens atau urutan nukleotida yang sangat spesifik, sehingga banyak digunakan untuk identifikasi genetik antar spesies dan sub spesies itik yang hubungan genetiknya sangat dekat. Jika individu dalam populasi itik Magelang, Tegal, Mojosari, Bali dan Alabio diturunkan dari satu rumpun, galur atau bangsa tetua betina, maka antar sampel dari kelima galur itik lokal memiliki sekuens D-loop mtdna seragam, tetapi jika diturunkan lebih dari satu rumpun, galur atau bangsa tetua betina maka antar sampel memiliki sekuens D-loop mtdna yang beragam. Urutan bagian dari daerah D-loop mtdna juga telah berhasil digunakan sebagai penanda genetik yang paling populer untuk mendukung konservasi spesies yang terkait erat dengan itik liar (Mallard) serta itik (Muscovy) dan untuk memahami asal-usul, proses domestikasi, keragaman genetik serta diferensiasi itik domestik (Wu et al., 2011). Daerah D-loop mtdna berhasil digunakan untuk penelusuran filogenetik itik lokal di Thailand, diperoleh petunjuk bahwa terdapat kesamaan nenek moyang antara dua itik asli Thailand yaitu Nakorn-Pathom (NP) dan Park-Nam (PN) dengan itik Mallard (Anas platyrhynchos ), yang berasal dari kelompok itik Mallard yang haplotype (Leekaew et al., 2008). Filogenetik itik Magelang dan hubungannya dengan itik lokal lainnya di Indonesia dapat ditelusur menggunakan analisis D-loop mtdna, sehingga dapat dilacak asal-usul betina yang menurunkan itik Magelang dan menetapkan hubungan kekerabatannya dengan itik lokal lainnya. Keunikan dan kemurnian itik Magelang dapat ditetapkan dan diharapkan mempunyai kemampuan produksi dan reproduksi tinggi atau unggul dibandingkan itik lokal lainnya. 5

Penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui variasi karakteristik morfologi berbagai itik lokal di Indonesia sampai saat ini hanya berdasarkan pada pengaruh jenis itik, sedangkan penelitian tentang pengaruh perbedaan warna bulu terhadap karakteristik morfologi pada itik Magelang belum pernah dilakukan. Penelitian polimorfisme pada ternak unggas menggunakan DNA inti banyak dilakukan dengan teknik mikrosatelit. Penelitian polimorfisme menggunakan daerah D-loop mtdna banyak dilakukan untuk melihat keragaman genetik pada manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme serta berbagai jenis atau bangsa ternak. Informasi tentang identifikasi dan keragaman genetik secara molekuler menggunakan analisis Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Lenght Polymorphism (PCR-RFLP) dan Single Nucleotide Polymorphysm (SNP) daerah D- loop mtdna untuk menetapkan hubungan kekerabatan dan mengungkap asal-usul atau filogenetik itik Magelang dan itik lokal di berbagai wilayah Indonesia belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah perbedaan warna bulu berpengaruh terhadap keragaman morfologi dan genetik pada populasi itik Magelang, (2) apakah terdapat polimorfisme atau keragaman genetik pada populasi itik Magelang dengan itik lokal lainnya yang ditentukan berdasarkan ukuran dan jumlah restriction fragment dan banyaknya keragaman pada sekuens nukleotida daerah D-loop mtdna yang dapat teridentifikasi, (3) seberapa besar keeratan hubungan kekerabatan antara itik Magelang dengan itik lokal lainnya, yang ditentukan berdasarkan jarak genetik di antara populasi tersebut (4) apakah berdasarkan filogenetiknya itik Magelang dan 6

itik lokal lainnya mempunyai hubungan kekerabatan dengan itik Anas di dunia yang dapat diketahui dengan membandingkan sekuens yang diakses melalui GenBank dan ditelusur dengan phylogenetic tree. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka keaslian dan kedalaman penelitian ini meliputi: 1) Upaya untuk mengetahui pengaruh perbedaan warna bulu terhadap keragaman morfologi dan genetik pada itik Magelang, 2) upaya mendapatkan penanda genetik berdasarkan daerah D-loop mtdna yang dapat digunakan untuk membedakan dan mengetahui hubungan genetik antara itik Magelang dengan itik-itik lokal lainnya, 3) upaya untuk mengetahui asal-usul atau filogenetik itik Magelang dan itik-itik lokal lainnya di Indonesia. Keaslian atau originalitas penelitian dapat dicapai melalui analisis variansi dengan perbedaan warna bulu pada itik Magelang sebagai perlakuan dan dilakukan analisis D-loop mtdna secara mendalam dengan tahapan: 1) Isolasi DNA genom pada sampel darah itik lokal, 2) amplifikasi daerah D-loop mtdna dengan teknik PCR, dilanjutkan dengan elektroforesis fragmen D-loop mtdna hasil PCR, 3) identifikasi daerah D-loop mtdna menggunakan analisis PCR-RFLP dilanjutkan dengan elektroforesis fragmen restriksi, 4) sekuensing dan analisis urutan nukleotida hasil sekuensing daerah D-loop mtdna, 5) analisis jarak genetik dan 6) penelusuran filogenetik antar populasi itik Magelang dengan warna bulu berbeda dan itik lokal lainnya berdasarkan phylogenetic tree pada daerah D-loop mtdna. 7

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian 1. Mengetahui pengaruh perbedaan warna bulu terhadap keragaman morfologi itik Magelang. 2. Mengetahui polimorfisme berdasarkan analisis PCR-RFLP daerah D-loop mtdna pada populasi itik Magelang dan itik lokal lainnya. 3. Mengetahui polimorfisme berdasarkan analisis SNP daerah D-loop mtdna pada populasi itik Magelang dengan warna bulu berbeda dan itik lokal lainnya. 4. Mengetahui hubungan genetik antar itik Magelang dengan itik lokal lainnya berdasarkan jarak genetiknya. 5. Mengetahui asal-usul atau filogenetik populasi itik Magelang dengan warna bulu berbeda dan itik lokal lainnya yang ditelusur menggunakan phylogenetic tree pada daerah D-loop mtdna. Manfaat penelitian 1. Diperoleh informasi mengenai keragaman morfologi pada populasi itik Magelang berdasarkan perbedaan warna bulunya. Informasi yang diperoleh berguna sebagai alat bantu dalam seleksi dalam peningkatan mutu genetik ternak unggul yang membedakan itik Magelang dengan itik lokal lainnya. 2. Diperoleh informasi mengenai polimorfisme berdasarkan PCR-RFLP dan SNP pada daerah D-loop mtdna pada populasi itik Magelang dan itik lokal lainnya. 3. Diperoleh informasi mengenai hubungan kekerabatan antara itik Magelang dengan itik lokal lainnya dan cara penelusuran asal-usul atau filogenetiknya. 8

4. Informasi yang diperoleh bermanfaat sebagai dasar untuk penelusuran filogenetik itik Magelang dan hubungan kekerabatannya dengan itik lokal lainnya di Indonesia. Berguna dalam strategi konservasi dan pemurnian serta pengembangan perbaikan mutu genetik untuk lebih memanfaatkan sumber daya plasma nutfah itik lokal di Indonesia. Selanjutnya akan memberikan peluang yang besar dalam seleksi dan peningkatan mutu genetik unggul yang akhirnya akan meningkatkan nilai ekonomi dari itik tersebut. Keutamaan penelitian Pendekatan genetik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam penelusuran asal-usul bibit ternak karena pewarisan faktor genetik cenderung menunjukkan pola yang lebih akurat dan permanen. Penggunaan mtdna memungkinkan untuk mengetahui asal-usul ternak dan hubungannya dengan individu lainnya, karena setiap organisme memiliki susunan genetik yang beragam dan atau seragam yang diwariskan dari tetua betina (maternal inheritance) kepada keturunannya. Kesamaan dan keragaman karakteristik genetik antar individu dalam populasi itik lokal dapat diidentifikasi melalui analisis polimorfisme restriction fragment dan sekuens daerah D-loop mtdna. Amplifikasi daerah D-loop mtdna dengan primer spesifik dapat dihasilkan fragmen DNA pendek yang dapat langsung disekuensing kemudian dilanjutkan identifikasi dan analisis kesamaan dan perbedaan sekuen nukleotida antar sampel itik Magelang dan itik lokal lainnya. Metode yang sudah lazim digunakan untuk menganalisis polimorfisme restriction 9

fragment dan sekuens D-loop mtdna adalah menggunakan analisis PCR-RFLP dan SNP. Teknik PCR-RFLP dan SNP dapat dikembangkan menjadi metode alternatif untuk menganalisis karakteristik genetik, analisis kesamaan dan perbedaan genetik individu dalam populasi itik lokal, menduga jarak genetik dan membentuk karakteristik filogenetik antara individu dalam populasi itik Magelang, Tegal, Mojosari, Bali dan Alabio. Keterkaitan lainnya adalah untuk menetapkan silsilah rumpun, galur, bangsa (breed) atau varietas tetua betina (nenek moyang) yang menurunkan individu dalam populasi itik lokal di Indonesia, serta mengungkap hubungan filogenetik itik lokal di Indonesia dengan anggota itik Mallards (Anas platyrhynchos ) dan itik Anas lainnya yang ada di dunia. 10