BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pada buang air besar perharinya. Berat daily stool dapat melebihi berat normal ratarata

BAB II LANDASAN TEORI

Christopher A.P, S. Ked

BAB I KONSEP DASAR. Gastroenteritis adalah peradangan dari lambung dan usus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke saku yang berisi informasi suatu tema tertentu (Taufik, 2010). Buku

Pola buang air besar pada anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. bakteri, virus dan pathogen parasit (Wong, 2004)

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bayi. Setiap bayi harus diberi ASI paling tidak selama 4-6 bulan pertama

MAKALAH DIARE DAN KONSTIPASI

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

BAB II TINJAUAN TEORI. diare yang diakibatkan oleh infeksi,alergi,tidak toleran terhadap makanan tertentu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT DIARE (GASTROENTRITIS) DENGAN MENGGUNAKAN FORWARD CHAINING

Dehidrasi. Gejala Dehidrasi: Penyebab Dehidrasi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Telaah Pustaka Definisi Diare Diare adalah peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi lebih lunak atau

Ema Qurnianingsih, dr., M.Si

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT

BAB II TINJAUAN TEORI. karena frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali, dengan bentuk tinja cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Diare. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

bubur Setengah bubur Setengah padat padat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam faeces (Ngastiah, 1999). Menurut Suriadi (2001) yang encer atau cair. Sedangkan menurut Arief Mansjoer (2008) diare

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bezenking Snelheid), BSR ( Blood Sedimentation Rate), ESR ( Erytrocyte

JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki

BAB I KONSEP DASAR. bayi dan lebih dari 3 kali pada anak-anak, konsistensi tinja sncer dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak (Hidayat, 2011). Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali dalam

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir darah/lendir saja. a. Klasifikasi diare menurut terjadinya, yaitu :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

& ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diarrhea berasal dari bahasa Greek, yaitu Dia berarti melalui dan rhien

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

Perubahan komposisi dan volume cairan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diare. 1. Definisi diare. Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk

RESUME KEPERAWATAN PADA KLIEN BY.G DENGAN GEA (GASTROENTERITIS AKUT) DIPOLIK KLINIK ANAK RSUD ABEPURA

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di

BAB I KONSEP DASAR A.

RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI)

EVALUASI PENGOBATAN PASIEN DIARE PEDIATRI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE DI RUANG 2 IBU DAN ANAK RS REKSODIWIRYO PADANG KARYA TULIS ILMIAH

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam waktu yang singkat atau kurang dari dua minggu (Spruill and Wade,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 200 g atau 200 ml/24 jam. Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3 kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap respon motorik secara sadar. 1 Menurut Bompa, waktu reaksi. motorik seseorang terhadap suatu stimulus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN DIARE. B. Tujuan Mencegah dan mengobati dehidrasi, memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat

PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.A DENGAN DIARE AKUT DI BANGSAL MELATI RSUD KARANGANYAR

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Menurut Latief, dkk. (2005), diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak, dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali. 2.1.2. Mikroorganisme Penyebab Diare Menurut Latief, dkk. (2005) mikroorganisme penyebab diare adalah: 1. Mikroorganisme dari saluran pencernaan itu sendiri. Infeksi saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Mikroorganisme enteral ini meliputi : a. bakteri : Vibrio cholera, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. b. virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. c. parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongiloides), Protozoa (Entamoba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). 2. Mikroorganisme dari bagian tubuh lain di luar saluran pencernaan, seperti pada telinga terjadi Otitis Media Akut (OMA), pada saluran pernafasan terjadi tonsilofaringitis, bronkopneumoni, pada sistem saraf pusat seperti enchepalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2.1.3. Patofisiologi Diare Menurut Nursalam, dkk. (2005) patofisiologi diare terdiri dari diare osmotik, sekretorik, dan gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi akibat adanya makanan yang tidak dapat diserap. Makanan yang tidak diserap ini akan menyebabkan tekanan osmotik di rongga usus meningkat yang akan menarik air dan elektrolit ke dalam lumen usus, sehingga air dan elektrolit terbuang bersama feses dan timbul diare. Diare sekretorik terjadi akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang akan merangsang peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, sekresi air dan elektrolit ini menyebabkan air dan elektrolit terbuang bersama feses dan timbul diare. Pada gangguan motilitas usus dapat terjadi hipermotilitas maupun hipomotilitas. Pada hipermotilitas makanan tidak dapat diserap dengan sempurna, dimana penyerapan terhadap air dan elektrolit juga terganggu. Makanan yang tidak diserap dengan sempurna ini juga dapat menyebabkan tekanan osmotik di rongga usus meningkat. Peningkatan tekanan osmotik di rongga usus menyebabkan penarikan cairan dan elektrolit ke dalam rongga usus tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya diare (Silbernagl, 2006). Terbuangnya air dan elektrolit bersama feses akan menyebabkan tubuh kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi. 2.1.4. Gejala Klinis Diare Menurut Latief, dkk. (2005) bayi dan anak yang mengalami diare mulamula menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama menjadi asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). 2.2. Dehidrasi 2.2.1. Definisi Dehidrasi Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Huang et al, 2009). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input) (Suraatmaja, 2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief, dkk., 2005). Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk., 2005). 2.2.2. Klasifikasi Dehidrasi 1. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik Gejala/tanda ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau lebih) Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar Pengisian kembali 2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik kapiler Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat Laju pernapasan Normal Meningkat Meningat dan hiperapnea Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/ samar atau tidak teraba Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera kembali Fontanella Normal Agak cekung Cekung Mata Normal Cekung Sangat cekung Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria (Dikutip dari Huang et al, 2005)

2. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi : a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 130 meq/l. Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari 120 meq/l, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna, dkk., 2000). Kehilangan natrium dapat dihitung dengan rumus : Defisit natrium (meq) = (135 - S Na) air tubuh total (dalam L) (0,6 x berat badan dalam kg) S Na bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal rendah natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif hipotonik terhadap cairan intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam bentuk dehidrasi ini akan makin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil akhirnya adalah penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi (Behrman et al, 2000). Dehidrasi hiponatremik dapat disebabkan oleh penggantian kehilangan cairan dengan cairan rendah solut (Graber, 2003). b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya dalam kompartemen cairan ekstravaskular maupun intravaskular. Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 meq/l (Huang et al, 2009). Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief, dkk., 2005).

c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150 meq/l. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume intravaskular (Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak daripada air (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia (Segeren, dkk., 2005). Terapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap. Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan kembalinya natrium serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi, kandungan natrium selsel otak meningkat, osmol idiogenik intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat osmolalitas cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan kadang-kadang disertai penurunan konsentrasi subtansi lainnya yang serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi perpindahan berlebihan air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan udem serebri. Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat tejadi selama koreksi hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan larutan hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan untuk mengembalikan kadar natrium serum ke nilai normal tetapi tidak lebih cepat dari 10 meq/l/24 jam (Behrman et al, 2000).