BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat sensitif bagi perkembangan financial perusahaan. Dalam akuntansi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kegiatan bisnis untuk dijual tanpa perubahan bentuk atau untuk diproses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar

Biaya persediaan = Rp ,-

BAB II LANDASAN TEORI Definisi atau Pengertian Persediaan. persediaan dapat diartikan sebagai berikut :

Materi: 06 INVENTORIES (PERSEDIAAN) (Sistem Pencatatan & Metode Persediaan)

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak Persediaan. Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASANTEORI

Oleh :Rr Indah Mustikawati PSAK 14 PERSEDIAAN IAS 2 - INVENTORIES

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. Istilah akuntansi untuk persediaan yang digunakan untuk menunjukkan

Manajemen Persediaan. Penilaian & Pengendalian Persediaan. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Sistem Akuntansi Persediaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Sistem Persediaan dalam Akuntansi Mina Sari dan Muhammad Dahria

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Pengertian Akuntansi Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2001 : 1198 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 Persediaan (inventory)

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERSEDIAAN (Penilaian Berdasar Harga Pokok)

BAB II LANDASAN TEORITIS. diinvestasikan dalam bentuk barang-barang yang dibeli atau diproduksi. Biaya

BAB 4 PENILAIAN PERSEDIAAN DAN PERHITUNGAN HARGA POKOK PENJUALAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dagang merupakan perusahaan yang kegiatan. usahanya melakukan transaksi pembelian barang dagang kemudian untuk

Akuntansi Persediaan (INVENTORY)

Tujuan & Metode Penilaian Persediaan

BAB PERSEDIAAN. Mohammad Aryo Arifin, SE., M.Si., Ak Page 1

Materi: 7 INVENTORIES (PERSEDIAAN) (PENILAIAN, ESTIMASI & PERPUTARAN PERSEDIAAN)

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai definisi akuntansi terlebih dahulu. Penjelasan mengenai definisi

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB VXII AKUNTANSI PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. This page was created using BCL ALLPDF demo software. To purchase, go to

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Persediaan dan Jenis Persediaan. lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi.

BAB 7 PENILAIAN PERSEDIAAN

PERSEDIAAN (Penilaian Berdasar Harga Pokok)

BAB II LANDASAN TEORI. oleh beberapa ilmuan dalam ruang lingkup yang berbeda, antara lain :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan perusahaan dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah

BAB II LANDASAN TEORI

Persediaan (Inventory)

EVALUASI ATAS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN (PSAK NO. 14) PADA PT. APIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SISTEM PENCATATAN DAN METODE PENILAIAN PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA PT. NUSANTARA SURYA SAKTI CABANG SEKAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persediaan merupakan elemen yang penting bagi keseluruhan aktiva lancar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Zimmerman (1960) yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Persediaan Pengertian Persediaan Syakur (2009;125)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tetapi laba yang besar belum merupakan ukuran perusahaan itu telah bekerja secara

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Klasifikasi Persediaan

BAB II BAHAN RUJUKAN. Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur,

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.2 Jenis-jenis Persediaan Menurut Carter (2006:40) Jenis-jenis persediaan pada perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk tujuan itu (Fess et al, 2006:452). Menurut PSAK No. 14, persediaan

PENERAPAN METODE PENCATATAN DAN PENILAIAN PERSEDIAAN MENURUT PSAK NO.14 PADA PT NIPPON INDOSARI CORPINDO, Tbk.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PERSEDIAAN BARANG JADI SESUAI DENGAN PSAK NO.14 PADA PT.FORTUNA INTI ALAM

ANALISIS PERHITUNGAN PERSEDIAAN MENURUT PSAK DAN PERPAJAKAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP LAPORAN RUGI LABA PADA PT. MENARA TIGA (M3) KOTA GORONTALO

PENILAIAN PERSEDIAAN: PENDEKATAN DASAR BIAYA

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PT Industri Telekomunikasi

Bab 9 Persediaan. Pengantar Akuntansi, Edisi ke-21 Warren Reeve Fess

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Tinjauan Umum Atas Sistem Informasi Akuntansi. Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang berhubungan erat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan yang timbul dari penjualan barang dan jasa. Pendapatan dapat

BAB II LANDASAN TEORI

Pengaruh Metode Penilaian Persediaan Bahan Baku Terhadap Besarnya Laba kotor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dagangan yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis. mempengaruhi baik neraca maupun laporan laba rugi.

itu harus dicatat, dikelompokan dan diikhtisarkan selama periode

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konsep Dasar Sistem Inventory (Persediaan) Konsep dasar dari Sistem Inventori terbagi atas dua pengertian.

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERHITUNGAN PERSEDIAAN MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DAN MENURUT PERPAJAKAN PADA CV ALAM ABADI MULIA PALEMBANG

TINJAUAN ATAS METODE PENCATATAN, PENILAIAN, DAN PELAPORAN PERSEDIAAN PADA PT. TRISULA TEXTILE INDUSTRIES BERDASARKAN PSAK NO. 14

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH I

METODE AKUNTANSI PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG TERGABUNG DALAM KELOMPOK LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA: SUATU KAJIAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan 1. Pengertian Persediaan Persediaan merupakan asset perusahaan yang mempunyai pengaruh yang sangat sensitif bagi perkembangan financial perusahaan. Dalam akuntansi, persedian adalah harta lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang digunakan untuk kegiatan bisnis untuk dijual tanpa perubahan bentuk atau untuk diproses lebih lanjut dalam perusahaan manufaktur sehingga mempunyai nilai dan bentuk baru kemudian dipasarkan. Perusahaan dagang yang aktifitasnya adalah membeli dan menjualnya kembali, maka persediannya terdiri dari barang-barang dagangan yang mau dijual. Tapi bagi perusahaan industri manufaktur persediannya meliputi persedian bahan mentah langsung (direct material), persedian barang dalam proses (working in process), dan persediaan barang jadi (finished goods). Informasi persediaan yang disajikan suatu badan usaha dalam laporan keuangan merupakan hasil akhir yang diperoleh melalui tahapan-tahapan sejak transaksi terjadi sampai dengan penyusunan laporan keuangan. Agar pelaksanaan akuntansi benar-benar dapat dicapai tujuannya diperlukan suatu ketetapan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Di Indonesia pedoman tersebut adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Persedian pada perusahaan manufaktur melalui beberapa fase proses produksi secara terus-menerus melalui beberapa departemen sampai produk

tersebut berada pada kondisi barang jadi yang siap dipasarkan (goods in present location and condition). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.1) menjelaskan bahwa pengertian persedian yaitu : a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; b. Dalam proses produksi dan atau dalam pengadaan; atau c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalamproses produksi atau pemberian jasa. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.2) lebih ditegaskan lagi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai persedian yaitu : Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persedian juga mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Definisi di atas menjelaskan bahwa persediaan merupakan suatu aktiva milik perusahaan yang tujuannya untuk dijual tanpa mengadakan perubahan yang mendasar terhadap barang tersebut, baik berupa bentuk maupun manfaat dari barang tersebut. Definisi tersebut juga menyatakan bahwa persediaan diperoleh melalui proses produksi sampai menjadi barang yang siap untuk dijual ke pasar dengan kata lain barang yang dibeli diubah bentuknya terlebih dahulu. Skousen, Albrecht, Stice (2004 : 653) mendefinisikan persediaan yaitu: Persediaan ditunjukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur,maka kata ini

ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi. Kieso, Weygandt, Warfield (2002 : 443) menyatakan bahwa : Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan/komsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual. 2. Jenis-Jenis Persediaan Persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan perusahaan lain tergantung pada bidang kegiatan bisnisnya. Menurut Dykman (1999:377) Persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Persediaan barang dagangan (merchandise inventory) Barang yang ada digudang (goods on hand) dibeli oleh pengecer atau perusahaan perdagangan seperti importir atau eksportir untuk dijual kembali. Biasanya barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik tidak diubah oleh perusahaan pembeli, barang-barang tersebut tetap dalam bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam beberapa hal dapat terjadi beberapa komponen dibeli untuk kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang dirakit dari kerangka, roda, gir, dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah satu contoh. b. Persediaan manufaktur (manufacturing inventory) Persediaan gabungan dari entitas manufaktur, yang terdiri dari :

1) Persediaan bahan baku. Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya, dengan menambang) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. Bagian atau suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan kadangkadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang. 2) Persediaan barang dalam proses. Barang-barang yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. Barang dalam proses, juga disebut persediaan barang dalam proses, meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang terjadi sampai tanggal tersebut. 3) Biaya persediaan barang jadi meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang berkaitan dengan manfaktur. 4) Persediaan perlengkapan manufaktur. Barang-barang seperti minyak pelumas untuk mesin-mesin, bahan pembersih, dan barang lainnya yang merupakan bagian yang kurang penting dari produk jadi. c. Persediaan rupa-rupa. Barang-barang seperti perlengkapan kantor, kebersihan, dan pengiriman. Persediaan jenis ini biasanya digunakan segera dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan umum (selling or general expenses) ketika dibeli. B. Biaya-Biaya Persediaan Masalah persediaan mempunyai pengaruh besar pada penentuan jumlah aktiva lancar dan total aktiva, harga pokok produksi dan harga pokok penjualan,

laba kotor atau laba bersih, taksiran pajak. Eksistensi persediaan menjadi suatu perkiraan yang membutuhkan penilaian yang cermat dan sewajarnya. Penilaian persediaan harus memperhitungkan biaya-biaya dimana harus dibedakan biayabiaya yang mana saja yang harus dimasukkan sebagai harga pokok dan mana saja yang harus dibebankan untuk tahun berjalan. Menurut Dykman, Dukes, dan Davis (1999:380) mengatakan biaya persediaan diukur dengan total ekuivalen kas yang digunakan untuk mendapatkan barang dan mempersiapkannya untuk dijual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.2) menyatakan bahwa biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain dan tempat yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi yang siap untuk dijual atau dipakai. Biaya persediaan sering dikaitkan atau diartikan sebagai harga pokok persediaan yaitu : 1. Biaya Pembelian Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, penanganan, dan biaya lainnyayang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. 2. Biaya Konversi Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang di produksi dan biaya overhead produksi tetap dan

variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi barang jadi. 3. Biaya lain-lain Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. C. Metode Penilaian Persediaan Metode penilaian persedian diperlukan untuk menghitung persediaan akhir yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan yang akan dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dalam konsep akuntansi, penilaian persediaan dibahas dalam pengakuan dan pengukuran (recognition and measurement). Beberapa metode penilaian persediaan yang ada dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Metode penilaian persediaan berdasarkan harga perolehan (cost valuation) : a. Metode LIFO ( Last In First Out) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.4) merumuskan metode LIFO sebagai berikut : Formula MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terdahulu.

Bila melihat pernyataan di atas berarti harus membuat suatu arus persediaan yang cenderung mendorong persediaan yang pertama dibeli atau diproduksi oleh perusahaan akan dijual atau dipergunakan paling akhir, dan persediaan yang dibeli atau diproduksi atau dipergunakan oleh perusahaan terlebih dahulu sehingga metode LIFO ini pada awalnya hanya dianggap sesuai diterapkan pada perusahaan yang mempunyai persediaan yang tidak mudah rusak, tahan lama, serta dapat disimpan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibedakan antara persediaan yang pertama dibeli atau diproduksi dengan persediaan yang dibeli atau diproduksi terakhir kali. Metode LIFO atau MTKP terdiri dari dua macam, yaitu : 1) Sistem fisik Metode LIFO sistem fisik adalah penilaian persediaan yang ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok per unit barang yang masuk pada awal periode. Bila saldo fisik teryata lebih besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan dari harga pokok per unit yang masuk berikutnya. Contoh: 1 Januari 2010 persediaan awal 50 unit @ Rp. 100 = Rp. 5.000,- 10 Januari 2010 pembelian 100 unit @ Rp. 110 = Rp. 11.000,- 15 Januari 2010 pembelian 200 unit @ Rp. 115 = Rp. 23.000,- 20 Januari 2010 pembelian 100 unit @ Rp. 115 = Rp. 11.500,- Jumlah 450 unit Rp. 50.500,-

Data Penjualan adalah sebagai berikut : 12 Januari 2010 penjualan 100 unit 18 Januari 2010 penjualan 200 unit 25 Januari 2010 penjualan 100 unit 400 unit Saldo fisik per 31 Januari 2010 adalah 50 unit Nilai persediaan akhir per 31 Januari 2006 : 50 x Rp. 100 = Rp. 5.000,- Harga Pokok barang yang dijual : Rp. 50.500 - Rp. 5.000 = Rp. 45.500,- 2) Sistem perpetual Metode LIFO- Perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaanya dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran), langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir. Dalam periode deflasi, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya. Metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang tertinggi. Alasan utama bagi mereka yang membela metode ini adalah adanya kecendrungan untuk mengurangi pengaruh perkembangan harga pada laba bersih. Kritik terhadap penggunaan metode ini adalah nilai persediaan barang dagang yang ditetapkan di

neraca dapat jauh berbeda dengan nilai gantinya. Tetapi hal ini dapat diungkapkan dalam catatan yang menyertai laporan keuangan. Kartu persediaan akan tampak sebagai berikut :

b. Metode FIFO (First In First Out) Pernyataan Standar Akuntansi Keungan (2007 : 14.4) merumuskan metode FIFO sebagai berikut : Formula MPKP/FIFO mengamsumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Berdasarkan rumusan di atas, metode FIFO ini adalah suatu metode penentuan persediaan yang didasarkan pada anggapan bahwa barang yang paling dahulu dibeli atau diproduksi adalah barang-barang yang terlebih dahulu dipakai atau dijual. Dengan demikian barang barang yang ada dalam persediaan akhir, dianggap berasal dari pembelian-pembelian terakhir karena barang yang berasal dari pembelian sebelumnya dianggap telah dipakai atau dijual. Metode ini dapat dipergunakan dalam sistem periodikal maupun sistem perpetual. Metode FIFO/MPKP dibagi atas dua bagian yakni : 1) Sistem fisik Menurut sistem FIFO yang didasarkan atas metode fisik, nilai persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan dengan harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya dipergunakan harga pokok per unit yang masuk sebelumnya. Persediaan akhir periode 31 Januari 2010 masih ada 50 unit. Harga pokok persediaan akhir per 31 Januari 2006 :

50 x Rp. 115 = Rp. 5.750,- Harga pokok barang yang dijual : Rp. 50.500 Rp. 5.750 = Rp. 44.750,- 2) Sistem perpetual Metode FIFO Perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediannya dilakukan terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran) barang, langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir. Kartu persediaan akan tampak sebagai berikut :

c. Metode rata-rata (Average) Metode harga pokok rata-rata adalah suatu metode penilaian persediaan yang didasarkan atas harga rata-rata dalam periode yang bersangkutan. Besar kecilnya nilai persediaan yang masih ada dan harga pokok barang yang dijual dipengaruhi oleh metode yang dipakai dalam metode rata-rata. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.4) merumuskan metode rata-rata sebagai berikut : Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode, dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan perusahaan. Berdasarkan rumusan diatas maka penetapan biaya persediaan dengan menggunakan cara ini adalah bahwa persediaan yang ada di gudang dihitung harga rata-ratanya dengan cara membagi total harga perolehan dengan jumlah satuannya. Jadi apabila setiap kali terjadi pembelian, dengan harga pokok per unitnya yang berbeda dari harga rata-rata persediaan yang ada di gudang, maka harus dilakukan perhitungan harga pokok per unit yang baru. 1) Metode rata-rata bergerak (moving average) Metode rata-rata sederhana suatu metode penilaian persediaan yang ditentukan oleh harga rata-rata per unit setiap kali membeli barang. Metode ini digunakan dengan menggunakan sistem pencatatan perpetual. Harga rata-rata per unit ini dihitung tanpa memperhatikan jumlah unit (kuantitas) setiap kali melakukan pembelian. Harga pokok per unit barang yang dijual dan harga per unit persediaan akhir, dihitung dengan menjumlahkan harga rata-rata setiap kali membeli (termasuk persediaan awal) dibagi jumlah frekwensi pembelian (termasuk persediaan awal).

Keterangan : 10 Januari 2010 : Pembelian 100 unit @ Rp. 110 = Rp. 11.000,- Harga rata-rata = Rp. 5.000 + Rp. 11.000 50 + 100 = Rp. 106,67,- 12 Januari 2010 : Penjualan 100 unit didasarkan atas harga rata-rata terbaru Harga pokok barang yang dijual = 100 x Rp. 106.67 = Rp. 10.667,- 15 Januari 2010 : Harga rata-rata = Rp. 23.000 + Rp 5.333 200 + 50 = Rp. 113,33,- 20 Januari 2010 : Harga rata-rata = Rp 11.500 + Rp. 5.667 100 + 50 = Rp 114,44,- Saldo fisik persediaan per 31 Januari 2010 adalah 50 unit Nilai persediaan akhir = 50 unit x Rp. 114.44 = Rp. 5.722,- Harga pokok penjualan : Rp. 50.500 Rp. 5.722 = Rp. 44.778,- 2) Metode rata-rata tertimbang (weighted average)

Metode rata-rata tertimbang adalah suatu metode penilaian yang ditentukan oleh besarnya seluruh harga pokok perolehan dalam periode yang bersangkutan dan jumlah (kuantitas) unit dalam periode yang bersangkutan. Metode rata-rata tertimbang merupakan pendekatan antara metode LIFO dan metode FIFO, perkembangan harga. Misalnya apabila urutan serta harga pokok per unit barang yang tersedia untuk dijual adalah kebalikan dari urutan, maka hal ini tidak Pengaruh perkembangan harga berjalan secara rata-rata dalam hal dalam penetapan laba bersih maupun dalam penetapan harga pokok persediaan. Untuk suatu seri pembelian tertentu harga pokok rata-ratanya akan sama, tanpa memperhatikan arah dari akan mempunyai pengaruh apa-apa terhadap laba bersih maupun harga pokok persediaan. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data dalam metode rata-rata tertimbang biasanya akan lebih banyak dibandingkan dengan metode-metode lain. Biaya tambahan yang harus dikeluarkan mungkin akan besar apabila pembelian dilakukan berkali-kali dan jenis barangnya banyak. Bila diketahui persediaan akhir = 50 unit Maka harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir : Jumlah harga rata-rata : Rp. 50.500 = = Rp.112.22, 450 unit Nilai persediaan akhir = 50 unit x Rp. 112.22 = Rp. 5.611,-

Harga pokok barang yang dijual periode Januari 2010 : = ( 450 50 ) x Rp.112.22 = Rp. 44.888,- d. Metode Identifikasi khusus Metode harga pokok yang didasarkan atas metode identifikasi khusus adalah suatu metode penilaian harga yang didasarkan atas nilai perolehan atau harga beli yang sesungguhnya. Metode ini biasanya dipakai untuk barang yang jumlah unitnya tidak banyak dan harganya cukup mahal. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.4) Yang dimaksud dengan indentifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya ke barang tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan. Cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun demikian identifikasi khusus biaya tidak tepat bagi sejumlah besar barang homogen yang dapat menggantikan satu sama lain (ordinarilly interchangeable). Dalam keadaaan demikian, metode pemilihan barang yang masih berada dalam persediaan dapat digunakan untuk menentukan dimuka dampaknya terhadap laba rugi periode berjalan. 2. Metode penilaian persediaan bukan berdasarkan harga perolehan (non cost valuation) a. Metode Harga Terendah Diantara Harga Pokok dan Harga Pasar (Lower of Cost or Market Metode/LCM) Kemampuan barang untuk menghasilkan pendapatan akan berkurang apabila harga jual barang menurun. Dalam situasi demikian, perusahaan dapat menggunakan metode harga terendah diantara harga perolehan atau harga pasar (lower of cost or market/lcm).. LCM adalah contoh dari prinsip konservatisme,

yakni ketika memilih antara berbagai alternatif, maka pilihan terbaik adalah metode mana yang paling menekan harta dan laba bersih. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan elektronika menjual pesawat televisi yang harga perolehannya Rp. 1.000.000,- dengan harga Rp. 1.500.000,-. Pada tanggal neraca, harga pengganti pesawat televisi tersebut turun drastis 20 % sehingga menjadi Rp. 800.000,-. Dalam metode harga terendah diantara harga perolehan dan harga pasar, perusahaan harus mengakui kerugian akibat penurunan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 200.000,- untuk setiap pesawat televisi untuk tahun ini. Seandainya perusahaan tersebut pada akhir tahun memiliki 10 buah pesawat televisi dalam persediaannya maka jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut : 31 Des Kerugian penurunan nilai persediaan Rp. 2.000.000,- Persediaan Rp. 2.000.000,- Sebagai akibat penerapan metode harga terendah diantara harga perolehan dan harga pasar, penurunan dari harga perolehan menjadi harga pasar harus dibebankan pada periode ini. Penurunan harga (kerugian) dilaporkan dalam laporan laba rugi pada bagian biaya lain-lain. Apabila harga perolehan persediaan telah diturunkan menjadi sebesar harga pasarnya, maka harga yang baru ini akan menjadi dasar harga perolehan untuk periode berikutnya. Bila terjadi kenaikan dalam harga pasar, maka kenaikan tersebut tidak diakui. Itulah sebabnya banyak orang berpendapat bahwa metode ini tidak konsisten, sebab persediaan bisa diturunkan harganya, tetapi tidak bisa dinaikkan.

b. Penilaian persedian berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasi Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan atau menjadi ketinggalan jaman diukur dengan selisih antara harga perolehan dengan taksiran nilai bersih yang bisa direalisasi. Nilai bersih yang bisa direalisasi adalah taksiran harga jual dikurangi dengan taksiran biaya yang diperlukan untuk menjual barang tersebut. Menurut Warren, Reeve, Fess (2005 : 469) mengatakan bahwa: Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung seperti komisi penjualan. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2004 : 14.2) menjelaskan bahwa Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value). Sebagai contoh, misalkan sebuah toko barang-barang elektronik mempunyai 4 (empat) buah pesawat televisi yang rusak bagian luarnya karena tergores ketika masih berada di gudang. Harga perolehan barang tersebut adalah Rp. 1.000.000,- dan biasanya dijual dengan harga eceran Rp. 1.500.000,-. Pada tanggal neraca barang tersebut akan laku dijual dengan harga Rp. 700.000,- dan diperlukan biaya perbaikan Rp. 200.000,- ditambah komisi untuk pegawai bagian penjualan sebesar 10 %. Maka nilai bersih yang dapat direalisasi untuk setiap pesawat televisi adalah Taksiran harga jual... Rp. 700.000,- Kurangi : Biaya penjualan : - Reperasi... Rp. 200.000,- - Komisi 10 %... Rp. 70.000,-

Rp. 270.000,- Nilai bersih yang bisa direalisasi... Rp. 430.000,- Dengan demikian perusahaan akan menderita kerugian Rp. 570.000,- untuk tiap buah televisi, atau kerugian seluruhnya menjadi Rp. 2.280.000,-. Kerugian tersebut harus diakui pada periode ini. Perlakuan demikian bisa diterima, karena kerugian (penurunan dalam nilai) diderita pada periode ini, yaitu ketika barang masih berada dalam persediaan. Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat kerugian ini adalah sebagai berikut : Kerugian penurunan nilai persediaan Rp. 2.280.000,- Persediaan Rp. 2.280.000,- Kerugian di atas dilaporkan dalam laporan laba rugi bagian biaya lainlain. Pada periode berikutnya seandainya televisi tersebut bisa dijual sebesar nilai bersih diatas, perusahaan tidak perlu mengakui kerugian lagi. c. Metode Taksiran Metode taksiran dipergunakan apabila : 1) Persediaan di gudang banyak jumlahnya dan jenis barangnya, sehingga bila dilakukan penghitungan fisik akan memakan banyak waktu, tenaga dan biaya. 2) Dalam keadaan luar biasa misalnya gudang terbakar atau bencana lainnya, sehingga penghitungan fisik tidak mungkin dilakukan. Penentuan nilai persediaan menggunakan metode taksiran yang sering dipakai adalah: a) Metode laba kotor

Soemarso (2002 : 393) menyatakan bahwa : Metode laba bruto pada dasarnya menggunakan konsep yang sama dengan metode eceran, yaitu konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual. Dalam keadaan mendesak perusahaan selalu menyusun laporan keuangan dengan segera. Karena keadaan tidak memungkinkan mengadakan inventarisasi misalnya karena kebakaran gudang atau karena bencana lainnya maka dapat dipergunakan metode taksiran laba kotor. Metode laba kotor dapat dipergunakan bila persentase laba kotor tetap. Bila persentase laba kotor telah diketahui, maka nilai penjualan dalam suatu periode tertentu dapat dihitung terdiri dari dua unsur yaitu laba kotor dan harga pokok barang yang dijual. Contoh : Menurut catatan diketahui penjualan Rp. 1.200.000,- Persediaan awal Rp. 100.000,- Pembelian Rp. 950.000,- Persentase laba 25 % dari penjualan Dari data tersebut dapat dihitung : Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual : Rp. 100.000 + Rp. 950.000 = Rp. 1.050.000,- Laba kotor : 25 % x Rp. 1.200.000 = Rp. 300.000,- Harga pokok barang yang dijual : Rp. 1.200.000 Rp. 300.000 = Rp. 900.000,- Persediaan akhir :

Rp. 1.050.000 Rp. 900.000,- = Rp. 150.000,- b) Metode harga eceran Penilaian persediaan dengan metode taksiran harga jual secara eceran pada umumnya dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang menjual barang secara eceran. Alasan menggunakan metode ini adalah karena barang yang dijual banyak macamnya dan frekwensinya cukup tinggi sehingga sulit dilakukan penghitungan fisik untuk menentukan persediaan. Demikian juga penyelenggaraan kartu persediaan mengalami kesulitan mengingat frekwensi transaksi cukup tinggi. Menurut Warren, Reeve, Fess (2005 : 471) menyatakan bahwa : Metode persediaan eceran (Retail Inventory Method) mengestimasikan biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagangan yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Contoh : Sebuah perusahaan mempunyai persediaan awal menurut harga pokok Rp. 80.000 dan menurut harga jual Rp. 100.000, pembelian selama periode tersebut Rp. 520.000 dan harga jual dari pembelian tersebut Rp. 650.000. Dari data tersebut diatas dapat dihitung nilai persediaan akhir sebagai berikut : Berdasarkan Harga Pokok Berdasarkan Harga Jual Persediaan awal Rp. 80.000,- Rp. 100.000,- Pembelian Rp. 520.000,- Rp. 650.000,- Barang yang tersedia dijual Rp. 600.000,- Rp. 750.000,- Penjualan Rp. 625.000,-

Persediaan akhir menurut harga jual Rp. 125.000,- Berdasarkan barang yang tersedia untuk dijual menurut harga pokok dan menurut Rp. 600.000 H arg a jual = 100 % = 80% Rp. 750.000 Nilai persediaan menurut harga pokok :s 80 % x Rp. 125.000 = Rp. 100.000,- D. Sistem Pencatatan Persediaan Sistem pencatatan persediaan merupakan pengelolaan persediaan melalui proses pencatatan sehingga data tentang persediaan dapat tersedia dengan benar. Adapun sistem pencatatan persediaan dapat digolongkan dengan dua cara, yaitu : 1. Sistem periodik Sistem periodik adalah suatu sistem akuntansi untuk persediaan yang harga pokok penjualannya ditentukan pada akhir periode akuntansi dengan melakukan koreksi atas catatan persediaan akhir, setelah dilakukan penghitungan fisik persediaan akhir. Mengenai sistem periodik ini Weygandt, Kieso, Kimmel (2007 :262) mengemukakan sebagai berikut : Dalam sistem persediaan periodik (Periodic Inventory System), rincian catatan persediaan barang yang dimiliki tidak sesuai secara terus-menerus dalam satu periode. 2. Sistem Perpetual Sistem perpetual adalah suatu sistem akuntansi untuk persediaan yang mencatat seluruh perubahan persediaan, baik penambahan maupun pengurangan

persediaan dan biaya dari setiap transaksi pembelian dan penjualan pada saat terjadinya transaksi. Bila dihubungkan dengan pengawasan persediaan maka sistem pencatatan perpetual ini akan lebih baik dari sistem periodikal, karena dengan sistem ini setiap transaksi persediaan akan langsung berpengaruh pada perkiraan persediaan, sehingga jumlah persediaan dapat diketahui setiap saat baik jumlah kuantitas unit maupun total nilai dari setiap jenis persediaan ataupun setiap tingkat harga perolehan yang berbeda. Menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fess (2005 : 459) Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan barang dagangan yang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebet persediaan barang dagang dan mengkredit kas atau hutang usaha. Pada tanggal penjualan harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang dagangan. E. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Pada Laporan Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 14.6) mengatakan bahwa : Laporan keuangan harus mengungkapkan salah satu informasi berikut ini : 1. Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode tertentu. 2. Biaya operasi, yang dapat diterapkan pada pendapatan, diakui sebagai beban selama periode laporan keuangan, diklasifikasikan sesuai dengan hakikatnya. Penilaian persediaan yang diterapkan harus diungkapkan dalam suatu penjelasan laporan keuangan yang menguraikan secara garis besar semua

kebijakan akuntansi yang diikuti basis penilaian seperti harga pokok atau yang terendah antara harga pokok/harga pasar, berikut dengan metode harga pokok (LIFO, FIFO, Average, atau metode lainnya) harus dijelaskan : 1. Neraca Neraca adalah laporan keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan saat ini dan untuk memperkirakan hasil operasi serta arus kas di masa depan. Jika terjadi penurunan harga persedian yang mencolok antara tanggal neraca dan tanggal disusunnya laporan, penurunan tersebut harus diungkapkan dengan suatu catatan dalam kurung atau penjelasan. Apabila terdapat pesanan-pesanan barang dagangan yang relatife besar yang dilakukan oleh perusahaan yang dilaporkan dalam suatu periode dimana terjadi fluktuasi harga yang tajam, tetapi hak atas barang tersebut belum berpindah, maka komitmenkomitmen tersebut harus dijelaskan dalam suatu penjelasan khusus. 2. Laporan Laba Rugi Laporan Laba Rugi adalah melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan atau pengaitan (matching concept). Metode penilaian persedian berpengaruh pada penentuan nilai persediaan awal, persediaan akhir, harga pokok penjualan dan penentuan laba kotor/gross profit.

Pengaruh pada laporan laba rugi kadang-kadang sulit dievaluasi karena adanya perbedaan/selisih yang dapat dipengaruhi oleh suatu kesalahan. Suatu penetapan persediaan awal yang terlalu tinggi akan menyebabkan overstatement barang yang tersedia untuk dijual dan harga pokok penjualan. Selanjutnya penetapan harga pokok penjualan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan suatu laba kotor yang terlalu rendah (understatement) yang akhirnya mengakibatkan laba bersih yang terlalu rendah.