Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.49/Menhut-II/2011 TENTANG RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL (RKTN) TAHUN

RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL (RKTN)

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

REVITALISASI KEHUTANAN

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN. Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1995 TENTANG PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KALIMATAN TENGAH

Ass. Ws. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian!

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lahan Gambut Indonesia

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Pembangunan Kehutanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

LUAS KAWASAN (ha)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI MALUKU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PROGRAM : PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN USAHA KEHUTANAN (Renstra Ditjen PHPL )

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN OLEH: ZULKIFLI HASAN MENTERI KEHUTANAN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RESTORASI EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

Transkripsi:

Resensi Buku Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.33-38 Judul Buku: : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 Penyunting Akhir : Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc., Ir. Kustanta Budi Prihatno, M.Eng., Ir. Hasnawati Hamzah, M.Si., Ristianto Pribadi, S.Hut., M.Tourism., Ade Wahyu, S.Hut., M.Sc Penerbit : Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Tahun Terbit : Juni 2011 Cetakan : Pertama Jumlah Halaman : 45 ISBN : 978-602-99982-0-7 Peresensi : Ade Wahyu (Kasie Informasi Sumberdaya Hutan BPKH Wilayah XIII; wahyforester@yahoo.com) Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini dan kedepan kita akan terus menghadapi masalah lingkungan (banjir, kekeringan, pemanasan global, dan lain sebagainya), serta masalah ketahanan pangan dan energi. Bagi bangsa Indonesia, ketiga masalah/isu tersebut seharusnya tidak perlu terjadi mengingat kondisi dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki. Keberadaan hutan yang luas, tanah yang subur serta deposit mineral dan batubara serta cadangan minyak dan gas yang melimpah seharusnya membawa negara kita jauh dari masalah-masalah tersebut. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa hampir 70% dari wilayah Indonesia merupakan kawasan hutan yang pengurusan dan pengelolaannya di serahkan kepada sektor kehutanan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa dengan proporsi luasan tersebut, tantangan, peran dan pengaruh sektor kehutanan cukup besar khususnya dalam menghadapi isu-isu lingkungan serta ketahanan pangan dan energi. Untuk menjawab tantangan tersebut, sektor kehutanan melalui Kementerian Kehutanan telah menyusun sebuah rencana jangka panjang kehutanan yang merupakan arahan indikatif makro pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan sampai tahun 2030. Rencana jangka panjang tersebut diterbitkan dalam sebuah buku Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.49/Menhut-II/2011 tanggal 28 Juli 2011. RKTN tersebut memberikan arah pengurusan hutan ke depan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara adil dan berkelanjutan, potensi multi fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat serta untuk mencapai posisi penting kehutanan Indonesia di tingkat nasional, regional dan global di tahun 2030. 33

Dengan RKTN sebagai lokomotif pembangunan kehutanan, hutan Indonesia diharapkan kembali menjadi penggerak ekonomi dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan nasional di masa datang. Selain kontribusi dari hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, hutan Indonesia dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam bentuk jasa-jasa lingkungan dan wisata alam diantaranya melalui penyediaan oksigen dan keindahan bentang alamnya. Hutan Indonesia juga diharapkan menjadi solusi terhadap kemungkinan terjadinya krisis pangan dan energi di masa depan dengan kemampuannya dalam mengatur siklus air dan potensinya sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan (bioenergy, panas, dan air). Selain itu, kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon menjadikan hutan Indonesia dapat berperan sebagai penyeimbang iklim global. Untuk mewujudkan hal itu, pemanfaatan ruang kawasan hutan Indonesia yang luasnya mencapai 130,68 juta ha (data April 2011) diarahkan menjadi 6 (enam) arahan makro yaitu: Gambar 1. Peta Arahan Indikatif RKTN 2011-2030 1. Kawasan Untuk Konservasi Luas arahan kawasan konservasi adalah sekitar 26,8 juta ha (61%-nya adalah kawasan taman nasional. Secara umum orientasi pengelolaan kawasan konservasi ditujukan untuk pemanfaatan secara lestari seluruh potensi kawasan, perlindungan penyangga kehidupan dan pengawetan plasma nutfah. Produk hasil hutan bukan kayu serta jasa lingkungan hutan merupakan komoditas yang harus dikembangkan dan menjadi unggulan sektor kehutanan di masa depan. Jasa-jasa lingkungan berbasis hutan akan semakin diperdagangkan dan diinternalisasikan dalam mekanisme pasar baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun global seiring dengan kemajuan pendekatan pengukurannya. Oleh karenanya, ke depan nilai jasa lingkungan hutan harus diperhitungkan sebagai sumber pertumbuhan baru sektor kehutanan yang cukup signifikan melalui kegiatan pemanfaatan berbasis perlindungan dan pengawetan di kawasan konservasi. Dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, pemanfaatan dan pengembangan produk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan seperti karbon, air dan energi panas bumi di kawasan konservasi khususnya di taman nasional harus menjadi prioritas dan perlu didukung oleh regulasi yang tepat dan efektif. 34

Tabel 1. Kriteria umum dan tujuan pemanfaatan arahan indikatif RKTN 2011-2030 Arahan Kriteria Umum Kawasan Pemanfaatan Konservasi Perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut Rehabilitasi Seluruh kawasan konservasi dan usulan kawasan konservasi Hutan Lindung (HL) dengan Penutupan Hutan Primer, Hutan Sekunder dan Hutan Mangrove Hutan Lindung dan Produksi yang merupakan area gambut dengan kedalaman 2 meter atau lebih, yang tidak dibebani izin pemanfaatan kawasan hutan. Kawasan hutan dalam wilayah DAS kritis dan areal pertambangan Kawasan ini tujuan utamanya diarahkan untuk konservasi sumber daya hutan. Dalam pengelolaannya tetap mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dan mempertimbangkan aspek pemanfaatan, perlindungan dan pengawetan Kawasan ini tujuan utamanya diarahkan untuk melindungi ekosistem hutan alam dan gambut serta penyerapan/penyediaan karbon. Pemanfaatan kedepan dapat dilakukan dengan tanpa meninggalkan tujuan utamanya. Skema-skema perdagangan karbon dapat diarahkan melalui pemanfatan kawasan ini. Kawasan hutan ini penekanannya diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena kondisinya berada dalam wilayah DAS kritis dan areal bekas pertambangan. Apabila proses rehabilitasinya telah selesai dapat dilakukan pemanfaatan sesuai fungsi dan arahan pemanfaatannya. Pengusahaan Hutan Skala Besar Pengusahaan Hutan Skala Kecil Kawasan untuk Non Kehutanan Keterangan: IUPHHK-HA IUPHHK-HT IUPHHK-RE HTR HKm HD Kawasan Hutan yang dibebani izin pemanfaatan serta Hutan Produksi dengan penutupan Hutan Primer, Hutan Sekunder Hutan Tanaman, Semak belukar dan Lahan Garapan yang tidak berizin dengan luas lebih dari 7500 ha. Kawasan Hutan yang dibebani izin pemanfaatan berbasis masyarakat serta Hutan Produksi atau Hutan Lindung dengan penutupan Hutan Sekunder, Hutan Tanaman, Semak belukar dan Lahan Garapan yang tidak berizin, dengan luas kurang dari 7500 ha dan berada sekitar 0-10 km dari area pemukiman Hutan Produksi yang dapat Dikonversi dengan penutupan hutan selain Hutan Primer dan Sekunder, tidak bergambut lebih dari 2 meter, serta tidak dibebani izin pemanfaatan hutan. Kawasan hutan ini tujuan utamanya diarahkan untuk pengusahaan hutan skala besar (korporasi) dengan berbagai skema, antara lain IUPHHK-HA/HT/RE. Kawasan Hutan ini tujuan utamnya diarahkan untuk pengusahaan hutan skala kecil (masyarakat) dengan berbagai skema (HTR, HKm, HD). Pada kawasan ini diharapkan peran serta dan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan menjadi terbuka. Kawasan ini merupakan kawasan yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan sektor non kehutanan. : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (dulu dikenal dengan istilah HPH) : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (dulu dikenal dengan istilah HTI) : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem : Hutan Tanaman Rakyat : Hutan Kemasyarakatan : Hutan Desa 35

Potensi kawasan ini sangat tinggi khususnya dalam hal penyerapan dan penyimpanan karbon serta energi (panas bumi dan air) selain potensi wisata. Gambar 2. Beberapa Potensi Taman Nasional 2. Kawasan Untuk Perlindungan Hutan Alam/Lahan Gambut Luas total arahan kawasan hutan alam dan lahan gambut mencapai 28,4 juta ha. Tujuan utama dari kawasan ini adalah diarahkan untuk stok potensi karbon. Dari luasan tersebut seluas 1,83 juta ha merupakan areal gambut dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Dengan asumsi bahwa 1 ha hutan alam berpotensi menyimpan 254 ton karbon dan 1 ha lahan gambut dapat menyimpan 3.500 ton karbon, maka potensi penyimpanan karbon secara keseluruhan mencapai 13,15 milyar ton karbon. Selain secara ekologis berperan dalam pengendalian pemanasan global, potensi penyimpanan karbon di hutan alam dan lahan gambut dapat pula dimanfaatkan secara ekonomi dalam skema perdagangan karbon. 3. Kawasan Untuk (Di) Rehabilitasi Kawasan ini merupakan lahan kritis yang perlu dilakukan percepatan rehabilitasi. Luas total arahan kawasan yang perlu direhabilitasi sampai dengan tahun 2030 adalah seluas 11,55 juta ha sehingga setiap tahun minimal 580.000 ha areal harus dapat terehabilitasi. Dengan asumsi dalam satu ha terdapat 1.650 batang pohon, maka jumlah total pohon yang akan ditanam sampai dengan tahun 2030 mencapai 19,04 Milyar batang pohon. Lebih lanjut, dengan asumsi 1 ha kawasan hasil rehabilitasi dapat menyerap 140 ton karbon, maka pada tahun 2030 jumlah total karbon yang dapat terserap sebanyak 1,62 milyar ton karbon. Gambar 3. Target rehabilitasi kawasan hutan sampai 2030. Hasil rehabilitasi dapat dilakukan pengelolaan sesuai dengan fungsi dan arahan pemanfaatannya, baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. 36

4. Kawasan Untuk Pengusahaan Hutan Skala Besar dan Skala Kecil Dari hasil analisis spasial dan skenario rasionalisasi kawasan hutan, sampai dengan tahun 2030 terdapat lebih kurang 43,6 juta ha dialokasikan untuk pengusahaan hutan skala besar (IUPHHK-HA/HT/RE) dan 5,6 juta ha untuk pengusahaan skala kecil (HTR, HKm dan HD). Dari luasan tersebut, sampai dengan awal tahun 2011, kawasan hutan yang telah diberikan izin pemanfaatan untuk pengusahaan skala besar yaitu seluas 34,47 juta ha dan pengusahaan skala kecil seluas 0,67 juta ha, sehingga masih terdapat 9,1 juta ha kawasan yang dapat dialokasikan untuk pengusahaan skala besar (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)-Hutan Alam/Hutan Tanaman/Restorasi Eksosistem) dan 4,9 juta ha untuk pengusahaan skala kecil (Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan atau Hutan Desa). Ke depan, pemanfaatan kawasan hutan khususnya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu akan lebih difokuskan pada pembangunan hutan tanaman baik hutan tanaman industri maupun hutan tanaman rakyat serta dengan mengoptimalkan pengelolaan hutan alam yang telah memiliki izin pemanfaatan seluas 24,8 juta ha. Sampai dengan tahun 2030 ditargetkan pembangunan hutan tanaman industri (IUPHHK-HT) mencapai 10 juta ha dan hutan tanaman rakyat (HTR) seluas 1,7 juta ha. Dengan asumsi Nett Plantable Area (NPA) adalah 65% maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk pembangunan hutan tersebut adalah seluas 15,4 juta ha untuk IUPHHK-Hutan Tanaman dan 2,6 juta ha untuk Hutan Tanaman Rakyat. Dengan luas target pembangunan hutan tanaman tersebut dan optimalisasi pengelolaan hutan alam, serta pengembangan hutan rakyat diharapkan akan meningkatkan produksi kayu dan mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri berbasis kayu. Pada tahun 2030, IUPHHK-Hutan Tanaman, hutan tanaman rakyat dengan luas total mencapai 14,5 juta ha diprediksi akan mampu memproduksi kayu sebesar 362,5 juta m3/tahun dengan syarat riap pertumbuhan atau Mean Annual Increament (MAI) sebesar 25 m3/ha/tahun. Sedangkan untuk hutan alam, dengan luas 24,8 juta ha, diprediksi akan mampu memproduksi kayu sebesar 14 juta m3 dengan syarat MAI sebesar 0,57 m3/ha/tahun. Dengan jumlah produksi kayu tersebut, pada tahun 2030 diharapkan industri plywood dapat meningkatkan produksinya menjadi 37,2 juta m3, kayu gergajian sebesar 41,25 juta m3, woodworking dan furniture ditargetkan mampu memproduksi masingmasing sebesar 21,8 juta m3 dan 3,4 juta m3. Ke depan industri kehutanan juga diharapkan mampu berkontribusi terhadap pemenuhan energi baru terbarukan (bio energy) melalui produksi 5 juta ton methanol pada tahun 2030. Lebih lanjut, pada tahun 2030, industri pulp dan kertas Indonesia ditargetkan mampu memproduksi pulp sebesar 45-63 juta ton dan produksi kertas sebesar 40,5-56,7 juta ton 5. Kawasan Untuk Non Kehutanan Sebagai bagian dari pembangunan nasional, sektor kehutanan telah berperan dalam mendukung pembangunan sektor non kehutanan. Sampai dengan bulan Januari tahun 2011, total seluas 0,6 juta ha kawasan telah dipinjampakaikan untuk kepentingan berbagai sektor seperti pertambangan, energi, pertanian, transportasi dan lain sebagainya. Selain itu total seluas 5,9 juta ha kawasan hutan telah dilepaskan untuk mendukung usaha perkebunan dan pengembangan wilayah transmigrasi. Berdasarkan hasil analisis spasial dan rasionalisasi kawasan hutan, sampai dengan tahun 2030 total seluas 18 juta ha kawasan hutan dapat dialokasikan untuk kepentingan pembangunan sektor non kehutanan. Alokasi kawasan hutan tersebut ditujukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta kebutuhan masyarakat dengan 37

tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi dan manfaat kawasan hutan serta dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Salah satu rencana penggunaan/pemanfaatan dari kawasan ini dalam bidang ketahanan pangan adalah pengembangan/pembangunan tanaman pangan seluas 278.000 ha di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Dari luasan tersebut, berdasarkan analisis kesesuaian lahan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian, seluas 214.000 ha berpotensi untuk dijadikan areal tanaman pangan terutama untuk pencetakan sawah baru. Dengan mengimplementasikan RKTN 2011-2030, diharapkan sektor kehutanan dapat menyerap tenaga kerja baru setidaknya sebanyak 15 juta orang melalui pengembangan hutan tanaman industri terutama pulp dan kertas, serta melalui pengembangan wisata alam. Selain arahan pemanfaatan ruang kawasan hutan dan target pembangunan kehutanan, RKTN juga memberikan 15 kebijakan umum dan strategi pencapaian arahan dan target pembangunan kehutanan yang dapat dijadikan sebagai indikator evaluasi keberhasilan pembangunan kehutanan. Secara singkat, RKTN 2011-2030 berorientasi pada pembangunan kehutanan berkelanjutan (sustainable forest development) yang dikonstruksikan pada sinergitas basis ekologi, basis ekonomi, dan basis sosial pembangunan kehutanan. Basis ekologi pembangunan kehutanan berkelanjutan dalam RKTN 2011-2030 adalah meningkatkan produktifitas kawasan dan biodiversity kawasan dan fungsi hutan yang tetap dapat menjamin keseimbangan lingkungan. Basis ekonomi pembangunan kehutanan berkelanjutan dalam RKTN 2011-2030 adalah menciptakan pertumbuhan dan pemerataan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan termasuk menunjang ketahanan pangan dan energi. Sedangkan basis sosial pembangunan kehutanan berkelanjutan dalam RKTN 2011-2030 adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dan menciptakan kelembagaan berkelanjutan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan.*** 38