Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PUSAT KOTA PONOROGO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

ANALISIS DAN SINTESIS

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

Bab 4 ANALISA & PEMBAHASAN

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BAB IV ANALISA TAPAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

6.1 Peruntukkan Kawasan

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

Batu menuju KOTA IDEAL

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK 1. PENDAHULUAN

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

Transkripsi:

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro. Berkurangnya Polusi & Debu : 44% responden merasa bahwa keberadaan RTH belum dapat menyerap dan & meminimalisasi polusi dan debu dikarenakan kurangnya jenis vegetasi yang mampu menahan angin dan memfilterisasi polusi dan debu. Keragaman Jenis Vegetasi : 63% responden berpendapat bahwa keragaman jenis vegetasi khususnya vegetasi berjenis pohon, perdu dan penutup tanah masih belum bervariasi. Hasil Analisa Terkait dengan Fungsi Ekologis RTH kawasan Pusat Kota Ponorogo Kurangnya jumlah ruang terbuka hijau dan belum maksimalnya penggunaan vegetasi pada masing-masing ruang terbuka hijau eksisting yang mampu menyerap debu dan polusi Belum maksimalnya penggunaan vegetasi dengan variasi jenis yang sesuai sebagai penunjang kualitas ekologis Diperlukan adanya area teduh sebesar 60% dari keseluruhan luas area ruang terbuka hijau untuk memaksimalkan fungsi ekologis ruang terbuka hijau Dibutuhkan adanya penambahan jumlah dan luasan ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo Penambahan ruang terbuka hijau pada kawasan komersial dimungkinan apabila 10-20% dari luas keseluruhan luas lahan difungsikan sebagai ruang terbuka hijau Diperlukannya variasi dan keragaman jenis vegetasi yang dapat menyerap polusi, debu dan merupakan vegetasi lokal 16

Fungsi Estetika Pada area alun-alun kota masih terlihat kurangnya variasi jenis warna yang mampu menjadi penarik pandangan dan menciptakan nilai estetika pada area tersebut. Pada taman kota di depan kantor kabupaten sudah terlihat adanya variasi jenis warna dan tekstur dari vegetasi yang mampu menarik pandangan dan menciptakan kesan estetis Pada jalur hijau terutama pada kawasan pusat kota belum terlihat adanya variasi penggunaan vegetasi berwarna sehingga terkesan monoton, akan tetapi pada area tersebut di sebagian ruas jalan sudah terlihat adanya perbedaan tekstur yang juga dapat menciptakan nilai estetis dari area tersebut. Hasil Analisa Fungsi Estetika Ruang Terbuka Hijau 97% responden sepakat bahwa ruang terbuka hijau eksisting masih kurang tertata dan minim variasi vegetasi dengan tekstur dan warna yang mampu menarik pandangan sehingga dapat menciptakan kesan estetis dari ruang terbuka hijau kota. 17

Fungsi Sosial Budaya Ekonomi Sebesar 87% responden memilih untuk melakukan aktivitas di luar ruang pada waktu akhir pekan khususnya di area alun-alun kota, taman kota dan lapangan olahraga yang ada pada kawasan pusat kota. Kedua taman ini kurang aksesibel bagi penggunanya sehingga keberadaannya kurang diperhatikan masyarakat. 43% responden berpendapat bahwa suatu ruang terbuka hijau sebaiknya dilengkapi bangunan beratap, permainan yang aman untuk anak-anak, area teduh yang aksesibel, fasilitas penerangan, tempat duduk dan kebersihan yang memadai, adanya kios yang dapat menampung pedagang kaki lima sehingga kondisi yang kurang teratur dapat dihindari serta pagar pembatas yang mampu menciptakan batas antara jalanan dengan area ruang terbuka hijau Hasil Analisa Terkait dengan Sosial Budaya dan Ekonomi RTH kawasan Pusat Kota Ponorogo Dibutuhkan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat beraktivitas masyarakat terkait dengan fungsi sosial, ekonomi dan budaya kota. Ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai landmark kota yang mampu meningkatkan citra pariwisata kota Ponorogo. Kurang aksesibelnya taman kota untuk dijangkau oleh masyarakat. Dibutuhkan adanya penambahan jumlah dan luasan ruang terbuka hijau untuk mendukung fungsi ekologis dan mendukung aktivitas ruang luar masyarakat. 18

Kawasan yang Dapat Difungsikan Sebagai Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo 19

Triangulasi Data Kriteria Ruang Terbuka Hijau Kriteria Proporsi dan Ruang Terbuka Hijau untuk memaksimalkan fungsi ekologis kawasan : Luasan ruang terbuka hijau minimal sebesar 30% (20% RTH Publik dan 10% RTH pekarangan) Untuk memenuhi proporsi drth perlu ada penambahan proporsi luasan rth, yaitu pada : a. Taman kota b. Jalur hijau dan pulau jalan c. Taman lingkungan di area pemukiman d. Di sepanjang daerah sempadan sungai e. Penyebaran RTH kota tersebar di seluruh kawasan dengan merata dan saling terhubung. Proporsi dan Distribusi RTH No Fakta Empiris (Hasil Analisa) 1. Proporsi luasan ruang terbuka hijau hanya terdiri dari ±0,8 % (4,25 Ha) dari keseluruhan luas wilayah kawasan pusat kota. Distribusi ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo masih terkonsentrasi pada area yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kota. Referensi ( Teori dan Regulasi ) UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (pasal 29 ayat 2) KTT BUMI (Earth Summit) tahun 2007 yang dilaksanakan di Rio de janeiro Pendapat Pakar Purnomohadi dan Joga ( 2007 ) Haryadi ( 2005 ) 20

No Fakta Empiris (Hasil Analisa) 2. Meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kepadatan penduduk memicu bertambahnya luasan lahan pemukiman sehingga mengurangi luasan RTH Adanya Perubahan Fungsi lahan pada kawasan pusat kota yang mengarah pada area jasa komersial dan perkantoran Faktor Penyebab Kurangnya RTH Referensi ( Teori dan Regulasi ) Pedoman pelaksanaan pembentukan kawasan perumahan kota (Kemen PU, 1987) The parks dan waterbodies plan (Singapore s Urban Redevelopment authority) Pendapat Pakar Subroto dan T. Yoyok Wahyu Sihombing (2010) Kriteria Ruang Terbuka Hijau Kriteria ruang terbuka hijau pada kawasan pemukiman padat : Memaksimalkan fungsi area hijau pekarangan dengan menghijaukan area pekarangan minimal sebesar 20% dari luas keseluruhan lahan. Memaksimalkan penggunaan lahan-lahan kosong sebagai ruang terbuka hijau publik (taman lingkungan). Menggunakan ruang-ruang yang terbentuk antar bangunan sebagai area hijau untuk meningkatkan kualitas kondisi fisik kawasan dan kualitas ekologis kawasan. Kriteria Ruang Terbuka Hijau pada area jasa Komersial dan Perkantoran: Ruang terbuka hijau juga dapat dimaksimalkan pada area jasa komersial dan jasa perkantoran yang juga berfungi sebagai ruang terbuka hijau yang disesuaikan dengan proporsi ideal antara KDB dan KDH yaitu 40% : 60% dari keseluruhan luas lahan. 21

No Fakta Empiris (Hasil Analisa) 3. Fungsi Ekologis : Dibutuhkan adanya ruang - ruang terbuka hijau yang mampu menyerap polusi dan debu serta menciptakan iklim mikro dan berfungsi sebagai ruang publik Kurangnya penggunaan vegetasi yang mampu menciptakan keteduhan dan mampu menyerap polusi dan debu Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau Referensi ( Teori dan Regulasi ) Suharto (1998) De Chiara (1982) Purnomohadi (2006) Dahlan (1994) Ramelan (1994) Pendapat Pakar Joga ( 2010 ) Setyowati (2008) Haryadi (2008) Attayaya (2009) Fungsi Estetika : Kurang estetisnya penataan lansekap pada kawasan ruang terbuka hijau di kawasan pusat kota Ponorogo Diperlukan penggunaan vegetasi dalam berbagai bentuk dan warna untuk memaksimalkan fungsi estetika dari ruang terbuka hijau kota Fungsi Sosial Budaya Ekonomi: Perlu adanya ruang terbuka hijau bagi publik yang mampu berfungsi sebagai wadah aktivitas masyarakat dan juga memiliki daya tarik wisata untuk menjamin keberlangsungan kota Ponorogo Zahnd (1999) Dicki ( 2009 ) 22

Kriteria Ruang Terbuka Hijau Pemenuhan proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau dalam berbagai bentuk dan fungsi untuk memaksimalkan fungsi ekologis dari ruang terbuka hijau Taman kota yang berfungsi sebagai wadah bagi aktivitas masyarakat Adanya taman-taman lingkungan dalam lingkungan perumahan yang mampu melayani masyarakat pada kawasan tersebut Memaksimalkan penghijauan pada daerah sempadan sungai untuk meningkatkan nilai ekologis dan nilai estetika kawasan. Memaksimalkan fungsi ruang terbuka hijau pada jalur hijau dan pulau jalan melalui pentaan lansekap area sehingga mampu berfungsi secara ekologis dan meningkatkan citra kota melalui nilai estetika area tersebut Komponen utama dalam penataan Ruang Terbuka Hijau Kota yang harus dipenuhi : Pepohonan dengan kriteria bentuk tajuk (kanopi), keseimbangan antara besaran batang dan tajuk. Hamparan rerumputan Perdu berbunga, yaitu pepohonan yang pendek dengan keanekaragaman warna bunga. Penggunaan jenis vegetasi dengan kriteria : Vegetasi berjenis pohon peneduh dengan kepekaan tinggi dan mampu menyerap timbal. Vegetasi yang memiliki aroma dan bau untuk meredam polusi udara Penggunaan vegetasi dengan perakaran yang tidak merusak pondasi dan perkerasan Penggunaan jenis vegetasi yang aman dan tidak berbahaya Penggunaan vegetasi dengan tipe tahunan (evergreen) untuk memaksimalkan penyerapan polusi dan memperkuat kesan estetis Penggunaan perpaduan tanaman lokal untuk menciptakan kesan estetis dan menciptakan identitas kawasan Penggunaan vegetasi berwarna, berdaun dan berbunga indah untuk lebih menampilkan kesan estetis ruang terbuka hijau. Adanya sarana dan prasarana pendukung ruang terbuka hijau yang memadai sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan mewadahi aktivitas masyarakat 23

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau kawasan pusat kota Ponorogo Pemenuhan proporsi ruang terbuka dapat dimaksimalkan dengan penambahan ruang terbuka hijau pada area pemukiman, area sempadan sungai dan memaksimalkan penghiijauan pada jalur hijau. 24

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau kawasan pusat kota Ponorogo 1. Konsep RTH Alun-alun kota AREA BERJUALAN Penggunaan vegetasi lokal yang mampu meredam polusi 2. Konsep RTH Taman Kota Beringin, Mahoni dan Pohon Asem Area Olahraga sebagai fasilitas kesehatan bagi masyarakat kawasan pusat kota Ponorogo Area seni berupa panggung pertunjukkan sendra tari dan Reog Penggunaan ornament seni Reog yang berfungsi meningkatkan nilai estetis dan pencipta identitas kawasan Perpaduan warna dan tekstur vegetasi mampu meningkatkan nilai estetika kawasan Penggunaan vegetasi lokal yang mampu menyerap polusi, debu dan menciptakan keteduhan 25

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau kawasan pusat kota Ponorogo 3. Konsep RTH Taman Lingkungan 4. Konsep RTH Jalur hijau dan pulau jalan Memaksimalkan Lahan Kosong Sebagai RTH Penggunaan vegetasi lokal yang mampu menyerap polusi dan berrfungsi sebagai peneduh Jalur pedestrian selebar ± 2 m untuk memudahkan aksesibilitas Penggunaan vegetasi lokal yang mampu menyerap polusi dan berrfungsi sebagai peneduh Jalur hijau sebagai pembatas jalan dua arah menggunakan vegetasi yang mampu menyerap polusi dengan perpaduan warna dan tekstur daun untuk menciptakan kesan estetis 26

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau kawasan pusat kota Ponorogo 5. Konsep RTH Taman Makam Pahlawan - Untuk memaksimalkan fungsi ekologis area ini didominasi oleh area hijau sebesar 80 % dan area terbangunnya adalah sebesar 20 % - Penggunaan vegetasi lokal dengan kerapatan sedang yang mampu menyerap polusi dan debu (Beringin, Mahoni dan pohon Tanjung) - Mempertahankan bentuk eksisting dari TMP 6. Konsep RTH Daerah Sempadan Sungai Area hijau dengan jarak minimal 5-10 m untuk mencegah erosi dan memaksimalkan fungsi ekologis - Lahan sepanjang daerah aliran sungai peruntukannya dikembalikan sebagai area ruang terbuka hijau dengan luas minimal 5 meter yang ditambah jalan inspeksi untuk perawatan dan penghijauan agar tetap berfungsi secara optimal - Penggunaan vegetasi peneduh dengan perakaran kuat yang dapat menyerap polusi dan debu 27

Kesimpulan Mempertahankan bentuk RTH publik yang telah ada Pemenuhan proporsi RTH dengan menambahkan luasan RTH terutama pada kaw. Pemukiman dan daerah sempadan sungai Penyebaran RTH yang Merata diseluruh kaw. Pusat kota Memaksimalkan penggunaan lahan kosong dan ruang-ruang yang terbentuk antar bangunan pada area pemukiman sebagai RTH Pengembangan perpaduan fungsi lahan antara RTH dan area perkantoran serta komersial Memenuhi Kebutuhan Masyarakat kaw. Pusat kota Ponorogo akan RTH dengan Konsep Penataan RTH: a. Alun-alun Kota b. Taman Kota c. Jalur hijau dan Pulau Jalan d. Taman Makam Pahlawan e. Daerah Sempadan Sungai Saran Pemerintah : Menyusun pedoman & rencana pengelolaan RTH Melakukan kampanye dan sosialisasi Mengembangkan insentif dan disinsentif bagi masyarakat Masyarakat : Mendukung upaya penyelenggaraan dan pengelolaan RTH melalui partisipasi aktif masyarakat Menjaga dan memelihara kondisi dan keberadaan Ruang Terbuka Hijau Akademisi dan Praktisi Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang fungsi ekologis RTH Perlu dilakukan penelitian tentang aspek pemeliharaan RTH Perlu dilakukan penelitian tentang RTH sebagai identitas kota 28

Terima Kasih 29