LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL PEKAN ILMIAH DAN KREATIVITAS (PIKIR IV) 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil.

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. cara-cara agar dapat bersaing dengan perusahaan lain, dikarenakan tahun ini

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA?

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA. Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil. pembangunan yang telah dicapai. Di sektor-sektor penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Unit Usaha di Kota Bandung Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat

BAB I PENDAHULUAN , , ,35 Menengah B. Usaha Besar

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional.

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Contents

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TRIPLE HELIX SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF. Dewi Eka Murniati Jurusan PTBB FT UNY ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penenlitian

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

Survey Bisnis Keluarga 2014 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Nilai PDRB (dalam Triliun) Sumber :Data nilai PDRB Pusdalisbang (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

PENGEMBANGAN UMKM UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

E-UMKM: APLIKASI PEMASARAN PRODUK UMKM BERBASIS ANDROID SEBAGAI STRATEGI MENINGKATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap. 1. Peran UMKM terhadap Perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

Peluang Bisnis Batik

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah yang beraneka ragam. Yogyakarta sebagai salah satu sentra budaya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

IPTEKS BAGI MASYARAKAT ( IbM ) HOME INDUSTRI NATA DE COCO ( SARI KELAPA) Setia Iriyanto. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

Transkripsi:

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL PEKAN ILMIAH DAN KREATIVITAS (PIKIR IV) 2014 JUDUL KARYA TULIS ILMIAH STANDARISASI PRODUK PANGAN UMKM TOFU MEATBALL GO INTERNASIONAL (Studi Kasus Tahu Bakso Tembalang Semarang) SUB TEMA: Kebijakan Pengembangan UMKM dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Diusulkan oleh: Faiz Balya Marwan (NIM 14010412130105/ Angkatan 2012) Mega Ariyanti (NIM 13010112130052/ Angkatan 2012) Muhammad Subhan (NIM 14010412130109/ Angkatan 2012) UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014

ii

iii

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah menuntun manusia dengan Al Qur an dan Sunnah. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional Tingkat Mahasiswa PIKIR IV 2014 yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Kreativitas Ilmiah Mahasiswa Penelitian dan Penalaran (LKIM-PENA) Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul Standarisasi Produk Pangan UMKM Tofu Meatball Go Internasional (Studi Kasus Tahu Bakso Tembalang Semarang). PIKIR merupakan agenda rutinitas dari salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa yaitu Lembaga Kreativitas Ilmiah Mahasiswa Penelitian dan Penalaran atau disingkat LKIM-PENA Universitas Muhammadiyah Makassar, kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa keingin tahuan para generasi bangsa dalam memecahkan problematika yang terjadi baik di lingkungan sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara, harapan kami semoga dengan adanya kegiatan ini kami mampu menghimpun para generasi muda yang senang akan perkembangan ilmu pengetahuan dan bakal calon peneliti muda masa depan. Ucapan terima kasih penyusun kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa saran dan kritik maupun doa. Penyusun menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharap kritik dan saran dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat bagi pembaca semua. Semarang, 14 Agustus 2014 Penyusun iv

DAFTAR ISI Halaman Sampul... i Lembar Pengesahan... ii Lembar Pernyataan Orisinalitas Karya... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... v Daftar Gambar... vii Daftar Tabel... viii Daftar Lampiran... ix Ringkasan... x BAB I: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan... 2 1.4 Manfaat... 3 BAB II: Tinjauan Pustaka 2.1 UMKM Sektor Pangan dan Potensi Ekonomi... 4 2.2 ASEAN Economic Community 2015... 5 2.3 Standar Produk Pangan Skala ASEAN... 7 2.4 Solusi Terdahulu... 8 2.5 Gambaran Umum Solusi yang Ditawarkan... 10 BAB III: Metode Penulisan 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian... 12 3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data... 12 3.3 Metode Analisis Data... 14 BAB IV: Hasil dan Pembahasan 4.1 UMKM Sebagai Penopang Perekonomian... 16 4.2 Permasalahan Ekspor Produk UMKM Sektor Pangan dan Kaitannya dengan Produk UMKM Tahu Bakso (Tofu Meatball)... 17 4.3 Standarisasi Produk Pangan UMKM Tofu Meatball Go Internasional... 20 4.4 Sinergitas Peran Pengusaha, Pemerintah, dan Peneliti... 23 v

BAB V: Penutup 5.1 Simpulan... 28 5.2 Saran... 29 Daftar Pustaka... 30 Daftar Riwayat Hidup Peserta... 32 Lampiran... 38 vi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model Hubungan Sinergisitas Triple Helix Concept... 23 Gambar 2. Implementasi Konsep Triple Helix dalam Pengembangan UMKM Tofu Meatball... 25 vii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah... 4 Tabel 2. Komposisi PDB Menurut Skala Usaha pada Tahun 1977 dan 2003... 5 viii

DAFTAR LAMPIRAN Scan Bukti Pembayaran... 39 Scan KTM... 39 Dokumentasi... 40 ix

RINGKASAN Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah penopang perekonomian hampir di seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia (57,94% pembentukan nilai PDB tahun 2011). UMKM perlu mendapat dukungan dari pemerintah agar tidak kalah dalam arus liberalisasi perdagangan, salah satunya dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015. Ketika AEC 2015 diberlakukan, perekonomian negara-negara anggota ASEAN akan semakin terintegrasi melalui lalu lintas perdagangan yang semakin padat. UMKM tumbuh pesat tiap tahun dan menyerap lebih dari 90% dari total tenaga kerja Indonesia, didominasi anak muda dan wanita (indagkop.kaltimprov.go.id). Namun, UMKM di Indonesia memiliki beberapa kendala terutama tentang ekspansi pasar ke luar negeri (ekspor). UMKM hanya mampu menyumbang sebesar 16,44% dari total nilai ekspor non-migas. Jumlah tersebut masih di bawah negara-negara Asia lainnya. Salah satu UMKM yang potensial dan terkenal di kota Semarang yang bergerak di bidang makanan, yaitu tahu bakso (tofu meatball). Banyak industri skala rumah tangga yang bergerak di bidang tersebut, namun selama ini pemasaran tahu bakso hanya di Kota Semarang dan sekitarnya, sulit menembus pasar yang lebih luas. Salah satu penyebabnya karena olahan tahu bakso tidak dapat bertahan lama, sekitar 2-3 hari saja. Oleh karena itu, penulis melakukan studi kasus UMKM tahu bakso sebagai lahan potensial pemasaran produk UMKM Indonesia hingga pasar ASEAN. Konsep ini memadukan kinerja antara pengusaha, pemerintah, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). LIPI diharapkan mampu menemukan solusi agar produk makanan basah ini dapat tahan lama sehingga dapat menembus pasar internasional. Pemerintah diharapkan dapat membuat standar baku (sesuai standar pangan internasional) produk-produk UMKM agar diterima di pasar internasional. Kata kunci : ASEAN, liberalisasi perdagangan, standar pangan internasional, tahu bakso, UMKM. x

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah penopang perekonomian hampir di seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia (57,94% pembentukan nilai PDB tahun 2011). UMKM perlu mendapat dukungan dari pemerintah agar tidak kalah dalam arus liberalisasi perdagangan, salah satunya dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015. Ketika AEC 2015 diberlakukan, perekonomian negara-negara anggota Association of South East Asia Nations (ASEAN) akan semakin terintegrasi melalui lalu lintas perdagangan yang semakin padat. UMKM tumbuh pesat tiap tahun dan menyerap lebih dari 90% dari total tenaga kerja Indonesia, didominasi anak muda dan wanita (indagkop.kaltimprov.go.id). Namun, UMKM di Indonesia memiliki beberapa kendala terutama tentang ekspansi pasar ke luar negeri (ekspor). UMKM hanya mampu menyumbang sebesar 16,44% dari total nilai ekspor non-migas. Jumlah tersebut masih di bawah negara-negara Asia lainnya. Pada tahun 2010 tercatat jumlah UMKM 25.496 unit dan sebanyak 5.973 menjadi binaan Dinas Koperasi dan UMKM Semarang. Angka itu meningkat dibandingkan tahun 2009 yang tercatat sebanyak 21.675 unit dan 4.640 unit merupakan binaan Dinas Koperasi (Diskop) UMKM. Jenis produk yang diusahakan UMKM itu hingga April 2011 tercatat sebanyak 28, salah satunya tahu bakso dengan pusat produksi di Ungaran Timur, Semarang. (www.semarangkab.go.id). UMKM tahu bakso merupakan salah satu produk pangan yang mempunyai pangsa pasar yang potensial di Indonesia hingga pasar ASEAN. Dengan mengemas produk sesuai dengan standar produk yang telah diuji kelayakan, produk tahu bakso dapat terjamin kualitasnya. Dengan demikian, tahu bakso ini bisa dipasarkan lebih luas lagi. Menurut Adhi S. Lukman Mutual recognition agreement (MRA) sektor makanan dan minuman antara negara-negara ASEAN terus dilakukan menjelang pemberlakuan AEC 2015. Hal tersebut untuk mempermudah dan mempercepat

2 proses perizinan serta menghemat biaya produksi, khususnya untuk bagian kemasan. (22/12/2013, m.koran-sindo.com). Konsep standarisasi yang diterapkan ini memadukan kinerja antara pengusaha, pemerintah, dan Peneliti seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui konsep Triple-Helix untuk mewujudkan produk UMKM sektor pangan yang dapat diterima oleh masyarakat ASEAN. Produk pangan yang kami jadikan pilot project adalah produk Tofu Meatball yang menjadi oleh-oleh khas Semarang sehingga karya ilmiah ini berjudul Standarisasi Produk Pangan UMKM Tofu Meatball Go Internasional (Studi Kasus Tahu Bakso Tembalang Semarang). 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari karya tulis ini adalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana UMKM sebagai penopang utama perekonomian di Indonesia? 1.2.2 Apa saja permasalahan pada ekspor produk UMKM sektor pangan di Indonesia? 1.2.3 Bagaimana standarisasi produk sebagai solusi alternatif dalam menangani permasalahan pada ekspor produk UMKM sektor pangan di Indonesia? 1.2.4 Bagaimana menyinergikan antara peran pengusaha, pemerintah, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggunakan konsep Triple-Helix dalam mewujudkan produk UMKM sektor pangan Tofu Meatball yang dapat diterima oleh masyarakat ASEAN? 1.3 Tujuan Tujuan penyusunan karya ilmiah ini adalah: 1.3.1 Menjelaskan UMKM sebagai penopang utama perekonomian di Indonesia. 1.3.2 Mengetahui peramasalahan pada ekspor produk UMKM sektor pangan di Indonesia. 1.3.3 Menjelaskan standarisasi produk sebagai solusi alternatif dalam menangani permasalahan pada ekspor produk UMKM sektor pangan di Indonesia.

3 1.3.4 Menjelaskan sinergisitas antara peran pengusaha, pemerintah, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggunakan konsep Triple-Helix dalam mewujudkan produk UMKM sektor pangan Tofu Meatball yang dapat diterima oleh masyarakat ASEAN. 1.4 Manfaat Manfaat penyusunan karya ilmiah ini adalah: 1.4.1 Menambah wawasan bagi pembaca sekaligus penulis mengenai perkembangan UMKM di Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015. 1.4.2 Menambah wawasan bagi pembaca sekaligus penulis mengenai potensi UMKM sektor pangan di Indonesia yang belum dimaksimalkan dan menjadikan sebagai peluang dalam memenangkan AEC 2015. 1.4.3 Memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi baik bagi masyarakat akademis maupun nonakademis. 1.4.4 Memberikan sumbangsih terhadap kebijakan standarisasi produk pangan sebagai komoditi ekspor Indonesia tingkat ASEAN.

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMKM Sektor Pangan dan Potensi Ekonomi UMKM terdiri dari usaha mikro, kecil, dan menengah. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berikut kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah berdasarkan UU N0. 20 tahun 2008: Tabel 1. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Ukuran Usaha Kriteria Asset per tahun Omset per tahun Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta Usaha Kecil > 50 juta 500 juta Maksimal 300 juta Usaha Menengah > 500 juta 10 milyar > 2,5 50 milyar Sumber : UU No. 20 tahun 2008 UMKM merupakan salah satu pilar perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah per Juni 2013, jumlah UMKM sebanyak 55,2 juta UMKM atau 99,98 persen dari jumlah unit usaha yang ada di Indonesia. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa UMKM menyumbang 56,72 % produk domestik bruto (PDB) Indonesia lebih banyak dibanding usaha besar yang menyumbang 43,28%. Nilai investasi UMKM mencapai Rp. 640,4 triliun atau 52,9 persen dari total investasi. Menghasilkan devisa sebesar Rp. 183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia. Selain itu, UMKM juga dapat menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3 % dari total tenaga kerja Indonesia.

5 Tabel 2. Komposisi PDB Menurut Skala Usaha pada Tahun 1997 dan 2003 (Milyar Rupiah) No Skala Usaha 1997 2003 Pertumbuhan 1 Usaha Mikro dan 171.048 183.125 +7,06% Kecil (40,45) (41,11) 2 Usaha Menengah 78.524 (17,41) 75.975 (15,61) -3,25% 3 Usaha Besar 183.673 (42,17) 185.352 (43,28) +0,91% Jumlah PDB 433.245 (100) 444.453 (100) +2,59% Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (beberapa tahun) Berdasarkan data statistik, UMKM sektor pangan dan pertanian sebesar 53%. Artinya, UMKM dibidang pangan dan pertanian perlu perhatian. Jika UMKM ini dibenahi, maka pertumbuhan ekonomi kita akan berkualitas. 2.2 ASEAN Economic Community 2015 ASEAN adalah asosiasi negara-negara Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara ASEAN yang didirikan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. 10 negara tersebut antara lain, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Vietnam, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam. Tujuan dibentuknya

6 ASEAN sendiri ada tiga, yaitu mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan budaya Asia Tenggara. Untuk mencapai tujuan ASEAN, maka pada tahun 1997 negara-negara ASEAN mencanangkan ASEAN Vision 2020. Visi ASEAN 2020 adalah menciptakan keamanan, stabilitas dan kemakmuran di kawasan ASEAN. Pada tahun 2003, tercapai kesepakatan untuk mempercepat ASEAN Vision dari 2020 menjadi 2015 atau ASEAN Community 2015. Ada tiga pilar ASEAN Community 2015, yaitu ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Political-Security Community, dan ASEAN Sosio-Cultural Community. Salah satu pilar penting yang akan dihadapi Indonesia adalah AEC. Tujuan AEC ada lima, yaitu menciptakan kawasan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, menciptakan kawasan ekonomi yang kompetitif, menciptakan kawasan ASEAN sebagai wilayah pembangunan ekonomi yang merata, dan kawasan yang terintegrasi dengan ekonomi global. Tujuan tersebut direalisasikan dengan menciptakan integrasi ekonomi kawasan, dalam bentuk arus bebas keluar masuk barang, arus jasa, arus investasi, modal, dan tenaga kerja terampil antar negara-negara ASEAN. Setelah AEC pada 2015 nanti resmi diberlakukan, maka akan ada serbuan barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja yang akan bebas masuk ke Indonesia. Penduduk dari negara-negara ASEAN lainnya akan bersaing dengan penduduk Indonesia. Demikian halnya dengan Indonesia. Penduduk Indonesia juga akan bersaing di negara-negara ASEAN lainnya. AEC bisa menjadi sebuah peluang dan bisa menjadi ancaman bagi Indonesia. AEC bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasar produksi dalam negeri Indonesia ke negara-negara ASEAN, baik barang maupun jasa. Namun, AEC bisa menjadi ancaman serius bagi Indonesia, jika Indonesia tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada. Hal itu bisa terjadi apabila sektor produksi Indonesia lemah dan tenaga terampil Indonesia sedikit. Indonesia akan kebanjiran produk dari negara asing, tanpa bisa membanjiri negara asing dengan produk dalam negeri Indonesia. Indonesia hanya akan menjadi penonton tanpa bisa berperan maksimal dalam AEC tersebut.

7 Dampak dari ketidakmampuan Indonesia berperan dalam AEC sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Sektor produksi Indonesia akan memunculkan banyak pengangguran penduduknya sendiri. Hal itu bisa terjadi apabila industri Indonesia kalah bersaing dengan industri negara lain. Sektor produksi Indonesia harus mampu bertahan dan bahkan bisa memperluas pemasarannya hingga ke negara lain di kawasan ASEAN. 2.3 Standar Produk Pangan Skala ASEAN Seiring semakin terbukanya aliran produk dalam pasar bebas AEC, perlu adanya proteksi agar Indonesia tidak kebanjiran produk dari luar negeri. Salah satu instrument yang dapat dilakukan adalah dengan membuat suatu standar produk. Standar produk adalah ukuran tertentu yang dapat dipakai sebagai patokan dalam pembuatan suatu produk. Standarisasi adalah penyesuaian bentuk, ukuran, maupun kualitas dengan berpedoman pada standar yang telah ditetapkan atau dibakukan. Di mana standarisasi produk ini akan membuat produk dalam negeri mempunyai kualitas yang dapat bersaing dengan produk dari luar negeri. Sedangkan, menurut UU No. 18 Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman. Jadi standar produk pangan adalah suatu ukuran tertentu yang bisa dijadikan patokan atau pedoman dalam pembuatan maupun pengolahan produk yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman. Standar berskala nasional yang berlaku di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN. BSN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Tujuan standardisasi adalah menjadi salah satu instrumen dalam rangka untuk meningkatkan daya saing dalam pasar bebas melalui: 1. Perlindungan kepentingan publik dan lingkungan. 2. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional di pasar domestik. 3. Fasilitasi akses produk nasional ke pasar global.

8 4. Dukungan bagi platform sistem inovasi nasional. 5. Dukungan terhadap keunggulan kompetitif bagi produk. Setiap Negara mempunyai standar produk yang berbeda. Di tingkat ASEAN Indonesia masih kalah dibandingkan Singapura dan Malaysia dalam bidang penerapan standar pangan. Negara anggota ASEAN yang tertinggi levelnya adalah Malaysia dan Singapura. Sedangkan Indonesia, Thailand, Filipina, Brunei satu level bawahnya. Kemudian Laos, Myanmar, dan Kamboja. Menurut Prof Muhammad Firdaus, Guru Besar Argribisnis IPB, kesiapan Indonesia menghadapi berlakunya AEC atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 masih rendah. Indonesia masih masuk katergori rendah atau di bawah 80 %. Jika dibandingkan Thailand dan Malaysia, yang sudah di skala 80-90 %. Tantangan dunia pertanian terutama dalam bidang pangan ke depan sangat komplek yang membutuhkan kajian serius, sedangkan kesiapan kita masih rendah. 2.4 Solusi Terdahulu UMKM adalah tulang punggung perekonomian negara berkembang. Demikian halnya dengan UMKM bagi Indonesia. UMKM menyumbang 57,94% bagi PDB indonesia dan menyerap 90% dari total tenaga kerja Indonesia. Oleh sebab itu, sektor yang harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia dalam menghadapi AEC ini adalah sektor UMKM. Namun, banyak kendala yang selama ini ditemui pada sektor UMKM di Indonesia. Salah satunya adalah pemasaran. UMKM di Indonesia banyak bergerak di bidang produksi makanan tradisional atau khas tiap daerah di Indonesia. Laporan Suara Pembaruan (2008) yang menunjukkan bahwa UMKM pangan memiliki kontribusi 39,72 % atau Rp 439,86 triliun dari total produksi UMKM di Indonesia yang mencapai Rp1.107,54 triliun. Di Magelang ada industri rumahan pembuatan getuk, dan di Jogjakarta ada Industri bakpia, dan masih banyak makanan tradisional tiap-tiap daerah di Indonesia yang dijadikan industri rumahan. Kesamaan dari industri-industri tersebut adalah sama-sama bergerak di bidang makanan tradional, tetapi selain itu juga mempunyai permasalahan yang sama. Banyak makanan tradisional yang kebanyakan diproduksi, tidak bisa bertahan lama. Jangankan bisa diekspor hingga ke mancanegara, pemasaran

9 hingga antar kota atau pulau yang memakan waktu berhari-hari, akan menyebabkan produksi makanan tersebut menjadi basi. Perlu bantuan dari pemerintah secara langsung untuk membantu pelaku industri makanan tradisional agar bisa mengembangkan bisnis mereka hingga ke wilayah yang lebih luas bahkan ke mancanegara. Salah satu contoh atau upaya yang pernah ditawarkan pemerintah, melalui LIPI adalah meningkatkan standar olahan makanan tradisional. Dari segi kualitas bahan baku, hingga meningkatkan kualitas produksi sehingga tercipta produk yang berstandar. Dengan telah tercapainya standar, maka upaya untuk memperluas pasar dapat tercapai. Sebagai contoh adalah gudeg kaleng dari Jogjakarta. Gudeg kaleng Bu Tjitro adalah salah satu gudeg kaleng yang saat ini sudah begitu banyak di Jogjakarta. UPT BPPTK LIPI Gunung Kidul menemukan cara mengawetkan makanan tradisional. Konsep mengawetkan gudeg pertama kali muncul, ketika pada 2009 pengusaha gudeg asal jogjakarta, Dtaju Dwi Kumalasari yang merupakan pengelola gudeg Bu Tjitro Jogjakarta. Djatu menggandeng UPT BPPTK LIPI Gunung Kidul untuk menemukan cara bagaimana mengalengkan gudeg. Maklum saja, olahan gudeg biasa hanya bertahan 48 jam, hal itulah yang menjadi alasan Djatu mencoba menemukan solusi bagaimana olahan gudeg bisa bertahan lama. BPPTK juga sebenarnya sejak 2006 telah mengembangkan proses pengalengan gudeg. Pada tahun 2011, setelah melalui proses penelitian yang cukup panjang, akhirnya gudeg kaleng mulai dipasarkan. Dalam sebulan, Djatu bisa menjual gudeg kaleng Bu Tjitro hingga 500 kaleng dengan harga 20 ribu hingga 27 ribu per kaleng. Kesuksesan Djatu dengan gudeg Bu Tjitronya disusul oleh gudeg kaleng lainnya yang sekarang banyak bermunculan. Selain gudeg, sebenarnya sejak 2002 LIPI Gunung Kidul juga telah melakukan penelitian pengalengan makanan tradisoanal seperti mangut lele, sayur lombok ijo, sari tempe kental manis, tempe steak, jagung manis, kari tempe, dan tempe bacem. Dalam hal inilah peran pemerintah melalui lembaga penelitiannya, membantu industri rumahan yang masih bergerak di dalam produksi makanan

10 olahan berskala kecil untuk menemukan solusi bagaimana menambah nilai produksi menjadi lebih bernilai tinggi. 2.5 Gambaran Umum Solusi yang Ditawarkan Triple-Helix adalah konsep sinergi antara aktor-aktor yang mempengaruhi keberhasilan inovasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berupa bangun geometri yang terdiri dari tiga buah jalinan menyerupai susunan rantai DNA (Harjanto Sri, 2004). Aktor-aktor tersebut adalah kalangan Academicians (akademisi/lembaga penelitian), Business (bisnis/pengusaha), dan Governments (pemerintah) (ABG). Diharapkan ketiga aktor tersebut dapat bersinergi untuk menghasilkan produk yang mempunyai inovasi. Secara garis besar, komitmen Triple-Helix ABG meliputi lima hal, antara lain (Dipta Wayan I, 2008) : 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM). 2. Menumbuhan iklim usaha yang kondusif untuk memulai dan menjalankan usaha, diantaranya sistem administrasi negara, kebijakan dan peraturan, serta infrastruktur yang memadai bagi perkembangan usaha. 3. Apresiasi terhadap SDM kreatif dan karya kreatif yang dihasilkan, terutama yang berperan menumbuhkan stimulus (rangsangan) untuk berkarya lebih kreatif lagi. Stimulus ini berbentuk dukungan finansial maupun nonfinansial. 4. Mendorong percepatan pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi yang erat kaitannya dengan akses masyarakat untuk mendapat informasi, bertukar pengetahuan dan pengalaman, sekaligus akses pasar. 5. Pengembangan lembaga pembiayaan yang mendukung usaha, mengingat lemahnya dukungan lembaga pembiayaan konvensional seperti bank dan masih sulitnya akses pengusaha untuk mendapatkan sumber dana alternatif, seperti modal ventura atau dana corporate social responsibility (CSR). Dari sudut pandang ekonomi kreatif, sistem Triple-Helix menjadi payung yang menghubungkan antara akademisi maupun peneliti (Intellectuals), Bisnis (Business), dan Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya

11 kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif di Indonesia. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ketiga aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan.

12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian dalam penyusunan karya ilmiah ini dilakukan dengan kegiatan studi literatur yang mendalam dan observasi ke lapangan. Studi literatur, yakni dengan menggunakan penulisan deskriptif dan data yang digunakan merupakan data pendekatan kualitatif. Observasi, yakni melakukan pengamatan langsung terhadap UMKM tahu bakso di wilayah Tembalang Semarang. Pendekatan kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data-data deskriptif, yang meliputi kata-kata tertulis atas objek penulisan yang sedang dilakukan yang didukung oleh studi literatur berdasaran pengalaman kajian pustaka, baik berupa data penulisan maupun angka yang dapat dipahami dengan baik. Di samping itu, pendekatan kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama serta pola-pola nilai yang dihadapi di lapangan. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penulisan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Data adalah segala informasi mengenai semua hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012:225). Sumber primer ini berupa catatan hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan. Selain itu, penulis juga melakukan observasi lapangan dan mengumpulkan data dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian di perpustakaan.

13 2. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung kepada pengumpul data. Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain (Sugiyono, 2012:225). Data ini digunakan untuk mendukung infomasi dari data primer yang diperoleh baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan. Penulis juga menggunakan data sekunder hasil dari studi pustaka. Dalam studi pustaka, penulis membaca literatur-literatur yang dapat menunjang penelitian, yaitu literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini (Sugiyono, 2012:137). Data Sekunder ialah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh di luar diri peneliti sendiri, meskipun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli. (Winarno, 1985). Data sekunder merupakan data yang dilakukan dengan cara membaca literatur kepustakaan, internet, media cetak yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data ini digunakan oleh peneliti sebagai data pelengkap dari data primer. (dalam Laili dkk, 2014:10). Metode pengumpulan data yang digunakan didalam penulisan ini adalah dengan metode: Kepustakaan/ Studi Literatur Studi kepustakaan adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. (Nazir, 1998:111). Observasi Menurut Patton (1990: 201 dalam Poerwandari, 1998: 63), observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, terutama penelitian dengan pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.

14 Wawancara Menurut Kartono (1980: 171) interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang datanya diperoleh dari buku, internet, atau dokumen lain yang menunjang penelitian yang dilakukan. Dokumen merupakan catatan mengenai peristiwa yang sudah berlalu. Peneliti mengumpulkan dokumen yang dapat berupa tulisan, gambar, atau karyakarya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2012:240). 3.3 Metode Analisis Data Setelah melakukan pengumpulan data, seluruh data yang terkumpul kemudian diolah oleh peneliti. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan secara menyeluruh data yang didapat selama proses penelitian. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012:246) mengungkapkan bahwa dalam mengolah data kualitatif dilakukan melalui tahap reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. 1. Reduksi Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal pokok dan penting kemudian dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2012:247). Pada tahap ini peneliti memilah informasi mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan penelitian. Setelah direduksi data akan mengerucut, semakin sedikit dan mengarah ke inti permasalahan sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai objek penelitian. 2. Penyajian Data Setelah dilakukan direduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Data disajikan dalam bentuk tabel dan uraian penjelasan yang bersifat deskriptif.

15 3. Penarikan Kesimpulan Tahap akhir pengolahan data adalah penarikan kesimpulan. Setelah semua data tersaji permasalahan yang menjadi objek penelitian dapat dipahami dan kemudian ditarik kesimpulan yang merupaan hasil dari penelitian ini Selain itu, proses analisis data juga dilakukan dengan mengutip data langsung, yaitu data angka sebagai data kuantitatif, berdasarkan pengkajian data perekonomian di Indonesia yang diperoleh dari berbagai sumber.

16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 UMKM Sebagai Penopang Perekonomian UMKM atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah tulang punggung perekonomian negara-negara berkembang. Di Indonesia UMKM diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Menurut UU tersebut bahwa sebuah perusahaan digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu Dengan rincian sebagai berikut: Usaha Mikro adalah usaha produktif yang kekayaannya sampai 50 juta rupiah dengan pendapatan sampai 300 juta rupiah per tahun. Usaha Kecil adalah saha produktif yang nilai kekayaan usahanya antara 50 juta hingga 500 juta rupiah dengan total penghasilan sekitar 300 juta hingga 2,5 milyar rupiah per tahun, dan Usaha Menengah adalah usaha produktif yang memiliki kekayaan 500 juta hingga 10 milyar rupiah dengan jumlah pendapatan pertahun berkisar 2,5 50 milyar rupiah. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah per Juni 2013, jumlah UMKM sebanyak 55,2 juta UMKM atau 99,98 persen dari jumlah unit usaha yang ada di Indonesia. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa UMKM menyumbang 56,72 % produk domestik bruto (PDB) Indonesia lebih banyak dibanding usaha besar yang menyumbang 43,28%. Nilai investasi UMKM mencapai Rp. 640,4 triliun atau 52,9 persen dari total investasi. Menghasilkan devisa sebesar Rp. 183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia. Selain itu, UMKM juga dapat menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3 % dari total tenaga kerja Indonesia. Dari data-data yang didapatkan di atas, terbukti bahwa UMKM merupakan penopang perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2015, ASEAN akan memulai ASEAN Economic Community (AEC), yaitu integrasi perekonomian negaranegara Asia Tenggara. Arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil dari negara-negara anggota ASEAN akan bebas masuk bersaing ke setiap

17 negara anggota ASEAN tersebut. Sehingga, Indonesia sebagai negara anggota ASEAN juga ikut andil di dalamnya. Dengan melihat potensi UMKM di Indonesia seharusnya mampu memenangkan Indonesia dalam persaingan AEC 2015. Indonesia yang perekonomiannya ditopang oleh UMKM, harus mempersiapkan strategi agar perekonomiannya tetap bisa bertahan dan bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. UMKM di Indonesia yang banyak bergerak di bidang kerajinan, pertanian, dan makanan sejauh ini hanya bergerak di pasar domestik. Sementara dengan akan dimulainya AEC 2015, UMKM Indonesia harus bisa menembus pasar mancanegara, terutama ASEAN. Sejauh ini UMKM hanya mampu menyumbang sebesar 16,44% dari total nilai ekspor nonmigas. Jumlah tersebut masih di bawah negara-negara Asia lainnya. Ekspor itupun hanya didominasi produk kerajinan tangan seperti anyaman dan ukiran yang mampu menembus pasar mancanegara. 4.2 Permasalahan Ekspor Produk UMKM Sektor Pangan dan Kaitannya dengan Produk UMKM Tahu Bakso (Tofu Meatball) Menurut data dari Kementerian Negera Koperasi dan UKM (2007) bahwa 57.6% (tahun 2004) dan 53,6% (tahun 2006) total jumlah unit usaha nasional bergerak di sektor berbasis agribisnis; termasuk pangan. Demikian halnya dengan laporan Suara Pembaruan (2008) yang menunjukkan bahwa UMKM pangan memiliki kontribusi 39,72 % atau Rp 439,86 triliun dari total produksi UMKM di Indonesia yang mencapai Rp1.107,54 triliun. Kedua data tersebut menunjukkan bahwa UMKM pangan mempunyai peran yang sangat besar bagi kelangsungan perekonomian Indonesia yang ditopang oleh UMKM. Oleh karena pada 2015 nanti Indonesia sudah akan menghadapi AEC, maka UMKM sektor pangan perlu mendapatkan pembinaan, perhatian, dan pengembangan lebih lanjut agar selain tetap mampu menyediakan bahan pangan bagi domestik, juga mampu mengangkat perekonomian Indonesia dalam AEC tersebut. Di berbagai daerah di Indonesia, banyak industri rumah tangga yang mengembangkan usaha makanan tradisional atau khas daerah. Di Jogjakarta, banyak industri rumah tangga yang memproduksi bakpia, kemudian di Solo ada produksi makanan serabi, di Magelang ada industri getuk, dan masih banyak lagi

18 di daerah lain yang mengembangkan usaha makanan tradisional. Sayangnya, dari berbagai jenis usaha makanan tradisional, keseemuanya hampir memimilik masalah yang sama, yaitu daya tahan. Makanan tradisional di Indonesia cenderung berbahan dasar alami dengan berbagai macam resep atau bumbu khas. Di satu sisi, makanan tradisional di Indonesia memiliki varian rasa yang yang khas dan enak. Tapi di sisi lain, makanan tradisional dengan berbagai varian rasa khas tersebut memiliki daya tahan yang tidak begitu lama. Makanan seperti bakpia, getuk, dan serabi tidak bisa bertahan lama, hanya berkisar antara 3-7 hari. Kondisi tersebut juga banyak ditemui pada berbagai makanan tradisional lainnya di berbagai daerah. Daya tahan makanan di Indonesia yang tidak begitu lama tentu saja tidak menguntungkan bagi sebagian besar pengusaha. Pemasaran hasil produk makanan tidak bisa keluar dari daerah penghasil makanan tersebut. Hanya berpusat di daerah penghasil dan sebagian wilayah sekitar. Dalam menghadapi AEC 2015, kondisi tersebut sangat mengancam kelangsungan usaha makanan tradisional di Indonesia. Sebab, sebagian besar perekonomian Indonesia berada pada sektor UMKM. Tidak hanya itu, UMKM di Indonesia mayoritas bergerak pada usaha pertanian dan makanan tradisional. Dengan dibukanya AEC 2015, maka Indonesia akan kebanjiran berbagai produk dari berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk produk makanan. Produk makanan Indonesia, sebagian besar produk makanan Indonesia tidak bisa bertahan lama. Maka jangkauan produk UMKM di Indonesia akan semakin sempit. Seharusnya dengan dibukanya AEC pada 2015 nanti, menjadi momen untuk memperluas pasar hasil produk Indonesia ke mancanegara, termasuk UMKM makanan tradisional. Usaha strategis yang mampu mengembangkan UMKM makanan tradisional Indonesia adalah dengan meningkatkan nilai tambah atau kualitas produk. Konkretnya adalah dengan membuat makanan tradisional Indonesia mampu bertahan lama dan berstandar, sehingga produk Indonesia bisa menjangkau pasar mancanegara, khususnya kawasan ASEAN. Contoh inovasi terhadap makanan tradisional di Indonesia adalah gudeg kaleng di Jogjakarta. Konsep mengawetkan gudeg pertama kali muncul, ketika pada 2009 pengusaha gudeg asal jogjakarta, Dtaju Dwi Kumalasari, pengelola

19 gudeg Bu Tjitro Jogjakarta menggandeng UPT BPPTK LIPI Gunung Kidul untuk menemukan cara bagaimana mengalengkan gudeg. Kini, dalam sebulan, gudeg kaleng Bu Tjitro terjual hingga 500 kaleng dengan harga 20 ribu hingga 27 ribu. Kesuksesan Djatu dengan gudeg Bu Tjitro nya disusul oleh gudeg kaleng lainnya yang sekarang banyak bermunculan. Tidak hanya itu, gudeg kaleng Bu Tjitro juga sudah merambah pasar mancanegara, yaitu Belanda dan Timur Tengah. Pengalengan gudeg di atas adalah sebuah inovasi yang penting bagi kelangsungan makanan tradisional nusantara. Inovasi tersebut mampu menambah nilai ekonomi dan citra makanan tradisional menjadi lebih tinggi. Contoh di ataslah yang mendasari penulis untuk mengangkat salah satu makanan tradisional di Semarang, Jawa Tengah, yang saat ini banyak diangkat oleh UMKM yang ada di Semarang untuk dijadikan usaha tahu bakso. Tahu bakso adalah makanan khas yang berasal dari daerah Semarang, tepatnya di kecamatan Ungaran. Jika biasanya tahu dan bakso adalah dua jenis makanan yang berbeda, tidak halnya dengan tahu bakso. Inovasi dari masyarakat Ungaran dengan menjadikan tahu dikombinasikan dengan tahu menjadi satu jenis makanan. Tahu pilihan yang telah digoreng dengan diberi lubang di tengahnya, kemudian bagian yang telah dilubangi tersebut dimasukkan adonan bakso yang telah diberi bumbu tertentu. Proses selanjutnya direbus pada suhu tertentu. Tahu bakso bisa langsung dikonsumsi dan bisa digoreng. Namun sayangnya, seperti kebanyakan makanan tradisional dari daerah lainnya, tahu bakso tidak memiliki daya tahan lama. Tahu bakso hanya bertahan 1x24 jam, dan bisa tahan hingga seminggu jika dimasukkan dalam freezer. Tentu saja kondisi tersebut berpengaruh terhadap pemasaran tahu bakso. Salah satu pengusaha UMKM pangan tahu bakso di daerah Semarang, Ibu Laras, juga mengalami kendala yang sama yang juga dialami oleh para pelaku usaha kecil. Pemasaran yang terbatas akibat daya tahan tahu bakso yang hanya bertahan 1x24 jam. Selain itu, pelaku UMKM seperti Ibu Laras juga belum mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal pemerintah dan lembaga penelitian seperti LIPI sudah melakukan berbagai penelitian pengembangan makanan tradisional agar dapat meningkatkan nilai ekonomi tahu usahanya tersebut. Tetapi belum menyentuh penerapannya kepada para pengusaha kecil seperti Ibu Laras.

20 Ketidaktahuan para pelaku usaha kecil terhadap inovasi yang terus berkembang terhadap produk makanan tradisional, membuat mereka skeptis dan tidak tahu bagaimana meningkatkan usaha mereka. Sehingga sulit untuk berkembang. 4.3 Standarisasi Produk Pangan UMKM Tofu Meatball Go Internasional Tahu bakso atau Tofu Meatball merupakan produk UMKM khas Semarang akan melakukan terobosan terbaru sebagai lahan potensial pemasaran produk UMKM Indonesia hingga pasar ASEAN. Standarisasi produk pangan UMKM Tofu Meatball, masyarakat Semarang biasa menyebut dengan nama tahu bakso, sangat dibutuhkan guna menjaga kualitas yang terjamin hingga sampai kepada konsumen. Namun, selama ini produk tersebut hanya mampu dipasarkan pada lingkup Semarang dan sekitarnya karena sifat produk yang mudah basi. Ketika basah/ rebusan (setengah jadi) tahan 1x24 jam, sedangkan ketika sudah matang (digoreng) tahan 2-3 hari (suhu kamar). Mutual recognition agreement (MRA) sektor makanan dan minuman dilakukan menjelang pemberlakuan AEC 2015 untuk mempermudah dan mempercepat proses perizinan serta menghemat biaya produksi, khususnya untuk bagian kemasan. Dalam melakukan pengemasan makanan yang terjamin kualitasnya dan dapat makanan dapat bertahan lama maka harus dilakukan sebuah penelitian yang mendalam. Setelah dilakukan penelitian tersebut dan telah diuji coba, dibuatlah hasil penelitian tersebut sebagai standar pengemasan makanan untuk diekspor. Sebanyak 7 (tujuh) MRA yang sudah disepakati / ditandatangani pada waktu yang berbeda-beda, dan satu-satunya MRA yang sudah diimplementasikan antara lain: 1 1. ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala Lumpur. 2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina. 3. ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura. 4. ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying

21 Qualifications, tanggal 19 November 2007 di Singapura, ASEAN MRA on Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. 5. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. 6. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. 7. ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand. Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman (2013), sektor UMKM memiliki jumlah mencapai 99% dari seluruh perusahaan makanan dan minuman serta menyumbang 15% dari pendapatan sektor ini. Ia menuturkan, selama ini sektor UMKM terkendala masalah food safety yang belum sesuai standar di ASEAN dan pemetaan besaran perusahaan dari skala kecil hingga besar. Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto (2013) mengatakan, dalam mendukung AEC, pemerintah telah mengambil langkah terkait standart and conformance melalui pembentukan Jejaring Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI). Selain itu, pemerintah juga membentuk Jejaring Keamanan Pangan Nasional serta peningkatan kemampuan UMKM terkait pemahaman good manufacturing product (GMP) dan keamanan pangan. Tercatat, industri makanan dan minuman menyumbang 36% kontribusi PDB sektor nonmigas. Mengatasi masalah produk makanan basah seperti tahu bakso yang tidak dapat tahan lama, LIPI memiliki solusi tentang pengawetan makanan basah tanpa bahan pengawet. Menurut peneliti LIPI, Mukhamad Angwar, sejauh ini ada beberapa teknik mengawetkan produk pangan secara alami atau tanpa menggunakan bahan pengawet yang dapat merugikan kesehatan. Beberapa teknik pengawetan itu seperti penggaraman, pendinginan, pengeringan, iradiasi, dan pengalengan. LIPI melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan aneka makanan kaleng sejak 1980. Sejauh ini, LIPI fokus mengalengkan makanan makanan

22 tradisional khas suatu daerah, seperti gudeg, lombok hijau, mangut lele kaleng, rendang, tempe kari, dan lain-lain. Produk pangan dalam kaleng bisa awet karena adanya proses pengeluaran udara, steriliasi pada suhu 12 derajat Celsius dengan tekanan 2 atmosfir. Kaleng yang rapat dapat melindungi produk dari kontaminasi selama penyimpanan. Dengan proses pengawetan makanan kaleng yang sempurna bisa memperpanjang umur masakan hingga 4 tahun. (bpptk.lipi.go.id). Produk tahu bakso kaleng dengan standar yang telah diberikan oleh LIPI memungkinkan produk UMKM tahu bakso untuk dipasarkan secara luas skala internasional, namun diutamakan dalam lingkup ASEAN karena untuk cita rasa masakan negara-negara anggota ASEAN tidak jauh berbeda. Hal tersebut menjadi peluang yang bagus bagi pengusaha tahu bakso di Semarang untuk mengenalkan kuliner khas Semarang di kancah internasional. Namun, pentingnya standar tersebut dilakukan sesuai prosedur untuk menjaga kualitas suatu produk hingga sampai kepada konsumen dan makanan dapat bertahan lama. Misalnya saja pada produk makanan basah gudeg Jogja, LIPI menggunakan langkah-langkah sesuai prinsip fisika dalam proses pengalengan ini. Proses ini dimulai dengan menimbang dan memasukkan gudeg yang sudah masak kedalam kaleng kosong yang terlebih dulu disterilkan. Selanjutnya, dilakukan penghampaan udara di permukaan gudeg menggunakan uap panas pada suhu 90 C - 95 C. Gudeg itu kemudian ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng dan dilanjutkan dengan sterilisasi. Gudeg yang sudah dikemas dalam kaleng tertutup itu kemudian dimasukkan kedalam alat sterilisasi dengan suhu 121 C selama 15 menit. Setelah itu, kaleng-kaleng berisi gudeg dimasukkan kedalam air dingin yang sudah steril. Tujuannya supaya mikroba jenis spora yang tahan panas pecah, sehingga semua mikroba dalam gudeg itu mati. Setelah selesai, kaleng dikeringkan dan dikarantina 15 hari untuk memastikan apakah masih ada mikroba yang tersisa. Sebab, bila masih ada mikroba, gudeg akan mengalami proses fermentasi dan kaleng akan mengembung. Bila hal itu terjadi, artinya pengalengan gudeg gagal. Namun, bila selama 15 hari kaleng tetap normal, gudeg itu layak dikonsumsi setiap hari. (www.pusatgudegkaleng.info).

23 4.4 Sinergisitas Peran Pengusaha, Pemerintah, dan Peneliti Tahun 2015, ASEAN memasuki babak baru yakni diberlakukannya AEC yang akan membuat pasar semakin bebas. Sebagai pemain yang cerdas dalam permainan ekonomi setelah terbentuknya AEC 2015, Indonesia memiliki peluang yang sama besar dengan negara-negara lain di ASEAN. Potensi Indonesia yang telah dijelaskan di bagian atas sebelumnya adalah kelebihan khusus yang dimiliki oleh Indonesia dalam bidang UMKM produk pangan. Namun, apabila Indonesia tidak bertindak secara bijak maka potensi tersebut tidak akan berkembang secara optimal bahkan dapat dikuasai oleh negara-negara lain. Dalam pengembangan potensi Indonesia, perlu adanya standarisasi yang bagus, sehingga pada akhirnya produk pangan Indonesia tidak kalah bersaing dalam percaturan pasar ASEAN dan diharapkan dapat mendominasi pasar ASEAN. Pada karya tulis ilmiah ini dijelaskan konsep Triple-helix dengan menggunakan studi kasus UMKM produk pangan yang memproduksi Tahu Bakso Tembalang di Semarang. Gambar 1. Model Hubungan Sinergisitas Triple-Helix Concept Triple-Helix adalah konsep sinergi antara aktor-aktor yang mempengaruhi keberhasilan inovasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berupa bangun geometri yang terdiri dari tiga buah jalinan menyerupai susunan rantai DNA (Harjanto Sri, 2004). Aktor-aktor tersebut adalah kalangan Academicians (akademisi/lembaga penelitian), Business (bisnis/pengusaha), dan Governments

24 (pemerintah) (ABG). Diharapkan ketiga aktor tersebut dapat bersinergi untuk menghasilkan produk yang mempunyai inovasi. Berikut gambaran sinergisitas model Triple-Helix ABG, Dari sudut pandang ekonomi kreatif, sistem Triple-Helix menjadi payung yang menghubungkan antara Peneliti-LIPI (Academicans), pengusaha UMKM (Business), dan pemerintah (Government). Di mana ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif di Indonesia. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ketiga aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan. Penerapan konsep Triple-Helix dalam pengembangan UMKM Tofu Meatball di Semarang sangat diperlukan. Dalam konsep Triple-helix ini, peneliti, pengusaha, dan pemerintah mempunyai peran yang berbeda-beda sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Ketika peran ketiga aktor tersebut sinergis, maka upaya untuk mengelola potensi yang ada di Indonesia akan lebih menguntungkan bersama. Permasalahan pada pengembangan UMKM produk pangan adalah sempitnya mangsa pasar dan daya saing yang lemah, terutama jika dihadapkan pada produk pangan dari luar negeri. Bagi pengusaha UMKM, kendala tersebut diakibatkan minimnya pengetahuan dan teknologi pangan. Sehingga hasil olahan produk pangan mereka terkadang tidak memenuhi standar Negara asing dan dianggap kurang berkualitas. Oleh karena itu, perlu adanya peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan peneliti baik dari akademisi maupun lembaga profesional guna menemukan standar dan teknologi yang tepat. Pemerintah berperan sebagai regulator untuk mendukung terciptanya standar baku berskala internasional, lebih dari itu pemerintah dapat ikut serta dengan berinvestasi melalui proyek riset yang dilakukan pengusaha UMKM dan peneliti tersebut. Intervensi pemerintah tidaklah banyak seperti apa yang dikatakan oleh Schumpeter, hanya sebatas menjalankan regulasi-regulasi yang tercantum dalam cetak biru AEC 2015.

25 Pemerintah: Political Will TRIPLE HELIX CONCEPT Pengusaha UMM: Produk Pangan Peneliti: Riset Standarisasi Produk Pangan Mutu Teknologi Strategi pemasaran Tofu Meatball Daya Saing, Kepercayaan Konsumen Mengentaskan Kemiskinan EKSPANSI PASAR ASEAN Menciptakan Lapangan Pekerjaan Pendapatan Ekspor Membendung Impor Bersaing dalam Asean Economic Community 2015 Gambar 2. Implementasi Konsep Triple-Helix dalam Pengembangan UMKM Tofu Meatball

26 Peneliti maupun lembaga penelitian seperti LIPI mempunyai peran membantu pengusaha UMKM dalam menemukan formula baru dalam produk pangan yang mempunyai kualitas lebih baik, baik gizi maupun keamanan pangan. Produk pangan harus mempunyai kualifikasi yang memungkinkan untuk menembus pasar ASEAN seperti dapat bertahan lama, sehingga tidak basi saat sebelum produk diterima konsumen luar negeri. Selain itu, kerjasama antara penguasaha UMKM dan peneliti harus menjamin bahwa cita rasa produk pangan tersebut tidak berubah walaupun dapat bertahan lama. Dalam studi kasus Tofu Meatball, pengusaha mempunyai kendala dalam menemukan produk yang dapat bertahan lama tanpa bahan pengawet. Selama ini, mereka memproduksi tahu bakso dengan daya tahan maksimal 1x24 jam tanpa pengawet. Tahu bakso dapat bertahan lebih lama jika dimasukkan dalam freezer (almari pendingin), bertahan hampir 7 hari. Produk sulit untuk dibawa ke luar kota yang jarak tempuhnya memakan waktu melebihi 1x24 jam, apalagi dibawa ke luar negeri. Kendala inilah yang menyebabkan sulit ekspansi pasar ke luar negeri. Kendala daya tahan yang terbatas perlu dicarikan solusi, perlu adanya peran LIPI dan pemerintah. LIPI bersama pengusaha tahu bakso melakukan eksperimen dalam rangka mencari formula yang menghasilkan tahu bakso daya tahan lama. Alternatif kedua adalah mencari kemasan yang memungkinkan tahu bakso dapat bertahan lama, misal melalui pengalengan. Dengan menggunakan kaleng steril, tahu bakso dapat dikirim dan dinikmati konsumen luar negeri tanpa takut basi. Namun, lembaga penelitian perlu bantuan pemerintah dalam bentuk suntikan dana mendukung riset dalam pengembangan tahu bakso ini. Manfaat yang dapat didapat dari sinergisitas ini dapat dinikmati oleh ketiga aktor. Pengusaha tahu bakso akan mendapatkan produk yang dapat bertahan lama dan dapat menembus pasar luar negeri. Ini memungkinkan naiknya permintaan pasar dan akhirnya berujung pada naiknya pendapatan. Peneliti dapat menerapkan hasil penelitiannya bagi kemajuan negara, ini sesuai dengan tujuan lembaga penelitian. Selain itu, peneliti juga akan mendapatkan dana tambahan dari pemerintah melalui suntikan dana guna pengembangan penelitian yang mereka lakukan. Sedangkan pemerintah akan mendapatkan manfaat dari

27 berkembangnya UMKM ini. Berkembangnya jumlah produk UMKM yang dapat menembus pasar luar negeri (ASEAN) secara otomatis akan meningkatkan pendapatan yang berasal dari pajak ekspor (devisa) sekaligus membendung banyaknya produk impor dari luar negeri. Selain itu, UMKM akan menciptakan lebih besar lapangan pekerjaan sehingga membantu mengentaskan kemiskinan.