BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

LAMPIRAN A. Alat Ukur

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN. Semua manusia pasti berharap dapat terlahir dengan selamat dan memiliki

BAB II LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

Bab 2. Landasan Teori

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku

BAB 3 METODE PENELITIAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu, akan

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB 3. Metodologi Penelitian

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support)

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Definisi Psychological Well Being

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 87% memeluk agama

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti memodifikasi lingkungannya agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan hidup, serta terus mengembangkan pribadinya (Ryff, 1989). Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan sepanjang hidup. Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan suatu kondisi tertinggi yangdapat dicapai oleh individu yang mencakup evaluasi dan penerimaan diri pada berbagai aspek kehidupan tidak hanya berupa aspek positif namun juga aspek negatif yang terbagi dalam enam dimensi, yaitu: dimensi penerimaan diri, dimensi hubungan positif dengan orang lain, dimensi otonomi, dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan dimensi pengembangan pribadi (Lakoy, 2009). Psychological well-being dapat diartikan sebagai kepuasan hidup. Keadaan sehat secara mental, kebahagiaan, dan kepuasan hidup ini sangat penting agar para lansia dapat menjalani masa lansia dengan baik. Beberapa 9

faktor yang mempengaruhi Psychological well-being antara lain adalah demografi, kepribadian, dukungan sosial, dan evaluasi terhadap pengalaman hidup. Salah satu dari unsur kepribadian yang dianggap mempengaruhi Psychological well-being adalah masalah emosi (De Lazzari, 2000). Individu dengan Psychological well-being yang baik akan memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian di luar dirinya. Selain itu individu juga dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri sendiri sebagaimana adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya sendiri (Liwarti, 2013). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat dicapai oleh individu yang mencakup evaluasi dan penerimaan diri pada berbagai aspek kehidupan serta merasa puas dalam kehidupan. 2. Aspek Psychological Well-Being Menurut Ryff (dalam Pappalia, 2009) aspek aspek yang menyusun psychological well being antara lain: a. Penerimaan diri (Self acceptance) yaitu skor lebih tinggi :memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima dan banyak aspek diri, termasuk kualitas baik dan buruk, merasa positif mengenai kehidupan masa lalu. Sedangkan skor lebih rendah : merasa tidak puas dengan diri, kecewa dengan apa yang sudah terjadi dalam kehidupan masa lalu, 10

bermasalah dengan kualitas pribadi tertentu, berhadap ingin berbeda (dari) diri yang sekarang. b. Hubungan positif dengan orang lain (Positive relations with others) yaitu Skor lebih tinggi : hangat, puas, hubungan yang saling percaya dengan orang lain, peduli dengan kesejahteraan orang lain, mampu menampilkan empati, afeksi dan keintiman yang kuat; memahami hubungan manusia yang memberi dan menerima. Skor lebih rendah :memiliki sedikit hubungan dekat dan saling percaya dengan orang lain, terasing dan frustasi dalam hubungan antar pribadi, tidak bersedia membuat kompromi untuk memelihara ikatan yang penting dengan orang lain. c. Kemandirian (Autonomy) yaitu skor lebih tinggi : memiliki kebulatan tekad dan mandiri, mampu menolak tekanan social untuk berpikir dan bertindak dengan cara-cara tertentu, mengatur perilakunya dari dalam, mengevaluasi diri dengan standar pribadi. Sedangkan Skor lebih rendah : khawatir mengenai pengharapan dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, melakukan penyesuaian dengan tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak dengan cara-cara tertentu. d. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery) yaitu skor lebih tinggi: memiliki perasaan penguasaan dan mampu mengelola lingkungan, mengendalikan jajaran kegiatan eksternal yang rumit; menggunakan kesempatan di lingkungan sekitar dengan efektif, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi. 11

Sedangkan skor lebih rendah : kesulitan mengelola urusan sehari-hari, merasa tidak mampu mengubah atau memperbaiki konteks dilingkungan sekitarnya, tidak sadar akan peluang dilingkungan sekitarnya, kurangnya kesadaran akan kendali akan dunia eksternal. e. Tujuan hidup (Purpose in life) yaitu skor lebih tinggi : memiliki tujuan hidup dan kesadaran akan keberarahan (directedness) merasa ada makna dalam kehidupan sekarang dan di masa lalu, memegang keyakinan yang memberikan tujuan hidup, memiliki tujuan dan sasaran untuk hidup. Skor lebih rendah: kurangnya perasaan kebermaknaan dalam hidup, memiliki sedikit tujuan atau sasaran, kurangnya kesadaran akan arah, tidak melihat tujuan dalam kehidupan masa lalu, tidak memiliki sikap atau keyakinan yang memberikan makna hidup. f. Pengembangan pribadi (Personal growth) yaitu skor lebih tinggi: memiliki perasaan perkembangan yang berkesinambungan, meilihat diri sebagai diri yang berkembang dan meluas, terbuka akan pengalaman baru, menyadari potensi sendiri; melihat perbaikan didalam diri dan perilaku sepanjang waktu, berubah untuk mencerminkan lebih banyak pengetahuan diri dan keefektifan. Skor lebih rendah: memiliki perasaan kemandekan pribadi, kurang kesadaran akan perbaikan atau perluasan sepanjang waktu, merasa bosan (dengan) dan tidak tertarik (dalam) hidup, merasa tidak mampu mengembangkan berbagai sikap atau perilaku yang baru. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada 6 (enam) aspek-aspek yang dapat menyusun psychological well-being yaitu: 12

penerimaan diri (self aceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with other), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan, tujuan hidup (purpose in life) dan pengembangan pribadi (personal growth). 3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Well-Being Ada beberapa faktor faktor yang mempengaruhi psichological wellbeing antara lain (Ryff dalam Liwarti, 2013): a. Usia Usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi psychological wellbeing pada aspek penerimaan diri, otonomi, penguasaan lingkungan dan hubungan baik dengan orang lain. Terdapat peningkatan psychological well-being pada usia yang semakin dewasa. Sedangkan pada tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi menunjukkan penurunan pada setiap periode kehidupan usia dewasa. Perbedaan usia ini terbagi menjadi tiga fase kehidupan dewasa yakni, dewasa muda, dewasa tengah dan dewasa akhir, dimana dewasa tengah memiliki tingkat psychological well-being lebih tinggi dibanding dengan dewasa awal dan dewasa akhir (Pappalia at al., 2009). b. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan, salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well-being. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik, pengenalan lingkungan lebih baik dan psychological well-being 13

juga lebih baik.tingkat pendidikan meletakkan individu pada posisi tertentu di sebuah struktur sosial. c. Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin memberikan pengaruh pada psychological well being seseorang dimana wanita cenderung memiliki psychologicall well-being lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan aktifitas sosial yang dilakukan. Wanita cenderung lebih memiliki hubungan interpersonal yang lebih baik dari pada laki-laki. d. Status Sosial Ekonomi Faktor status sosial ekonomi menjadi sangat penting dalam peningkatan psychological well being, bahwa tingkat keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, menunjukkan tingkat psychological well-being juga lebih baik. Status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. e. Dukungan Sosial Lingkungan individu terutama keluarga sangat berpengaruh pada psychological well-being seseorang. Dukungan sosial dari keluarga terdekat atau dari lingkungannya, menjadikan seseorang lebih bisa menerima, hubungan baik lebih terjaga dan hal ini dapat berpengaruh pada peningkatan psychological well-being seseorang. Bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity) memiliki peran yang penting pada 14

psychological well-being. Dimana individu yang pada masa kecilnya memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari orang tua memiliki psychological wellbeing yang baik pada masa dewasa. Wanita yang mendapat dukungan sosial yang baik dari keluarganya melaporkan memiliki kepuasan hidup dan psychological well-being yang lebih tinggi dari pada laki-laki. f. Kepribadian Kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesejahteraan menemukan keterbukaan merupakan salah satu faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan terutama dimensi demografis. Sifat low neuroticism, ekstrovert dan conscientiousness, berpengaruh pada psychological well-being khususnya pada penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup. Meskipun demikian aspekaspek psychological well-being yang lain juga berkorelasi dengan kepribaian yang lainya. Sifat keterbukaan terhadap pengalaman baru dan ekstovert pertumbuhan diri, sedangkan agreeableness berpengaruh pada hubungan positif dengan orang lain dan dimensi otonomi berkorelasi dengan beberapa kepribadian namun yang paling menonjol adalah neurotik. g. Spiritualitas Spiritualitas berkaitan dengan psychological well-being terutama pada aspek pertumbuhan pribadi dan hubungan positif dengan orang lain. 15

Spiritualitas merupakan sumberdaya dalam mempertahankan psychological well-being terutama ketika kondisi kesehatan memburuk. Spiritualitas sebagai faktor yang efektif untuk meningkatkan psychological well-being, dimana individu yang merasa mendapatkan dukungan spiritual cenderung mempunyai psychological well-being yang tinggi dan dapat mengurangi angka mempercepat kematian. Dari beberapa penjelasan diatas disimpulkan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi psichological well-being yaitu : a. Faktor usia dimana terdapat peningkatan psychological well-being pada usia yang semakin dewasa. Usia anak SMK sudah masuk usia dewasa sehingga diharapkan memiliki psychological well-being yang baik. b. Tingkat pendidikan dimana individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik, pengenalan lingkungan lebih baik dan psychological well-being juga lebih baik. Peserta didik SMK memiliki tinggkat pendidikan menengah, sehingga diharapkan memiliki psychological well-being yang cukup. c. Jenis kelamin dimana wanita cenderung lebih memiliki hubungan interpersonal yang lebih baik dari pada laki-laki. Peserta didik SMK N 1 Purwokerto lebih banyak wanitanya sehingga diharapkan memiliki psychological well-being lebih baik. 16

d. Faktor sosial ekonomi dimana status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. Tingkat sosial peserta didik SMK cukup baik, karena mampu bersekolah sampai SMK. e. Dukungan sosial dimana bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity) memiliki peran yang penting pada psychological wellbeing. Peserta didik SMK memiliki dukungan sosial yang baik, baik dari orang tua maupun dari guru. f. Kepribadian dimana kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesejahteraan menemukan keterbukaan merupakan salah satu faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan terutama dimensi demografis. Kepribadian peserta didik SMK terbentuk oleh keluarga dan guru yang memberikan pelajaran sehingga peserta didik cenderung memiliki kepribadian yang baik. g. Spiritualitas dimana spiritualitas merupakan sumberdaya dalam mempertahankan psychological well-being terutama ketika kondisi kesehatan memburuk. Peserta didik SMK mendapatkan pelajaran agama, sehingga memiliki spiritualitas yang baik. 17

B. Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Masa remaja adalah waktu dimana berbagai kesempatan sekaligus resiko datang. Remaja berada dalam ambang cinta, pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan keikutsertaan dalam lingkungan orang dewasa. Akan tetapi masa remaja juga masa dimana beberapa remaja terlibat dalam perilaku yang menutup berbagai pilihan dan membatasi peluang mereka (Pappalia, 2009). Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkat yang sama, sekurangkurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini (Hurlock, 1980). Kualitas sekolah sangat mempengaruhi prestasi sekolah siswa. Sekolah menengah atas yang bagus memiliki atmosfir yang teratur dan tidak oppressive; kepala sekolah yang energik dan aktif; dan guru yang berpartisipasi dalam 18

pengambilan keputusan. Kepala sekolah dan guru memiliki harapan yang tinggi kepada siswa, lebih menekankan kegiatan akademis daripada aktivitas ekstrakulikuler dan memonitor seksama performa siswa (Pappalia, 2008). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja berarti tumbuh menjadi dewasa dan masa remaja adalah merupakan waktu datangnya berbagai kesempatan sekaligus resiko. Baik dalam ambang cinta dan pekerjaan untuk menghidupi dirinya. Akan tetapi masa remaja juga menjadi masa dimana remaja terlibat dalam perilaku yang menutup berbagai pilihan dan membatasi peluang mereka. Kualitas sekolah juga sangat berpengaruh pada peserta didik, baik itu peran kepala sekolah yang aktif dan guru yang berpartisipasi dalam mengambil keputusan, memiliki harapan tinggi pada peserta didiknya dengan menekankan kegiatan akademis dari pada aktivitas ekstrakulikuler dan memonitor seksama performa peserta didik. C. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Argumentasi esensial dari perbedaan gender adalah perbedaan fundamental laki-laki dan perempuan adalah kekal. Dimana kekekalan dirunut dalam tiga faktor yaitu 1) biologi; 2) kebutuhan institusional sosial laki-laki dan perempuan untuk mengisi peran yang berbeda-beda, khususnya tetapi tidak semata-mata dalam keluarga; 3) kebutuhan eksistensial atau fenomenologis dari manusia untuk menghasilkan other sebagian dari tindakan definisi diri (Kumurur, 2010). 19

Pendefinisan laki-laki yang dilakukan oleh masyarakat patriarkhi, sesunguhnya tidak bisa dilepaskan dari tiga konsep metafisika, yakni: identitas, dikhotomi dan kodrat. Identitas merupakan konsep pemikiran klasik yang selalu mencari kesejatian pada yang identik. Segala sesuatu harus memiliki identitas, memiliki kategorisasi dan terumuskan secara jelas. Aristoteles yang dikatakan sebagai bapak identitas, menyatakan bahwa sesuatu tanpa identitas adalah mustahil (Purnomo, 2003). Menurut teori nature perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah (Kumurur, 2010). D. Perbedaan Psychological Well-Being antara Laki-laki dan Perempuan Psychological well-being penting ketika individu memasuki masa usia muda, maka hal tersebut juga akan berkaitan pada masa usia remaja. Secara umum remaja adalah mereka yang berusia 13-21 tahun.remaja merupakan masa transisi (peralihan) untuk menuju masa dewasa. Pada saat anak memasuki masa remaja mereka tidak mau dikekang atau dibatasi secara kaku oleh aturan keluarga. Mereka ingin memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri guna mewujudkan jati diri (self identity). Hanya saja cara berpikir mereka cenderung egosentris dan sulit untuk memahami pola pikir orang lain. 20

Menurut Ryff (1989) dalam penelitiannya perbedaan jenis kelamin mempengaruhi aspek - aspek kesejahteraan psikologis. Ditemukan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam membina hubungan yang positif dengan orang lain serta memiliki pertumbuhan pribadi yang lebih baik daripada pria. Namun dalam penelitian lain Ryff et all (dalam Pappalia, 2009) menyatakan perempuan kulit hitam dan hispanik memiliki memiliki skor kesejahteraan psikologi lebih rendah dari pada laki-laki kulit hitam dan hispanik dalam beberapa bidang. Sedangkan hasil penelitian Misero dan Haryadi (2012) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara adjustment problems dengan psychological well-being pada siswa akseleran. Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara adjustment problems dimensi tugas sekolah yang tidak menantang dan sikap perfeksionis dengan psychological well-being pada siswa akseleran. Tidak ada hubungan yang signifikan antara adjustment problems dimensi lainnya dengan psychological well-being pada siswa akseleran. Secara umum tidak terdapat perbedaan antara siswa laki-laki dan perempuan dalam hal adjustment problems dan psychological well-being. Program studi di SMK Negeri 1 Purwokerto terdiri dari Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Farmasi, Pemasaran, Perbankan Syariah dan Tehnik Informatika. Program-program tersebut lebih banyak diikuti oleh peserta didik perempuan karena peserta didik perempuan yang secara psikologis lebih feminim dari pada peserta didik laki-laki yang lebih banyak mengambil jurusan-jurusan yang ada disekolah kejuruan seperti permesinan, otomotif dan lain-lain. 21

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan psychological well-being antara laki-laki dan perempuan sehingga peneliti ingin melakukan penelitian secara lebih lanjut tentang perbedaan Psychological Well- Being antara peserta didik laki-laki dengan peserta didik perempuan kelas X SMK Negeri 1 Purwokerto tahun ajaran 2015/2016. E. Kerangka Pemikiran Siswa SMK dipersiapkan untuk siap bekerja setelah lulus juga diharapkan memiliki psychological well-being yang baik tidak kalah dengan anak SMA yang akan melanjutkan keperguruan tinggi. Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu. Individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan pada dirinya, mandiri, mampu membina hubungan positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti menjadikan lingkungannya agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan sepanjang hidup (Liwarti, 2013). Anak yang tinggal dengan orang tua tunggal cenderung memiliki permasalahan di sekolahnya, seperti hubungan dengan guru, pekerjaan rumah, dan perhatiannya di sekolah. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa remaja yang tinggal dengan orang tua tunggal cenderung menunjukkan adanya depresi. Pengalaman hidup seseorang dapat mempengaruhi psychological well-being 22

(Werdyaningrum, 2013). Pappalia (2009) menyatakan perempuan kulit hitam dan hispanik memiliki memiliki skor kesejahteraan psikologi lebih rendah dari pada laki-laki kulit hitam dan hispanik dalam beberapa bidang. Berdasarkan uraian tersebut dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut: Peserta didik laki-laki psychological well-being : a. Penerimaan diri b. Hubungan positif dengan orang lain c. Kemandirian d. Penguasaan lingkungan e. Tujuan hidup f. Pengembangan pribadi Gambar. 1 Kerangka Berfikir Peserta didik perempuan F. Hipotesis Dari uraian di atas, penulis mengajukan hipotesis: terdapat perbedaan Psychological Well-Being antara peserta didik laki-laki dengan peserta didik perempuan kelas X SMK Negeri 1 Purwokerto tahun ajaran 2015/2016. 23