BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 di dunia didapatkan. samasehingga dapat menekan peningkatan HIV/AIDS.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. terjadi 5,6 juta kasus HIV baru dan 2,6 juta kematian karena AIDS serta

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Silalahi, Lampus, dan Akili, 2013). Seseorang yang terinfeksi HIV dapat

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Acquired Imuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan syndrome atau

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, salah satunya HIV/AIDS. Laporan kementerian kesehatan, sejak

Strengthening Knowledge as Control Strategy on Sexual Behaviour of Employees

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Bantul dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

Silabus Mata Kuliah Kesehatan Seksual dan HIV/AIDS Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana

Pendampingan Pembiayaan Program HIV- AIDS (Akses Layanan) dari APBD II di Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kaltim. Tri Astuti Sugiyatmi Khairul Arbiati

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN HIV DAN

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV-AIDS DAN IMS. Subdit AIDS dan PMS DITJEN PP & PL, KEMENKES KUPANG, 4 September 2013

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI KONSELOR TERHADAP ODHA DI KLINIK VCT RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

HIV/AIDS dan PMTCT, 4 orang mengatakan kadang-kadang memberikan. informasi HIV/AIDS dan PMTCT, dan 1 orang mengatakan tidak pernah

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI KONSELOR TERHADAP ODHA DI KLINIK VCT RSUD KABUPATEN KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagai persyaratan

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

HIV AIDS. 1. Singkatan dan Arti Kata WINDOW PERIOD DISKRIMINASI. 2. Mulai Ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Hamil Melakukan Tes HIV pada Layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trend kejadian HIV/AIDS didunia cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 di dunia didapatkan 36.900.000 orang terinfeksi HIV/AIDS. Di Indonesia menurut Dirjen PP dan PL Kemenkes RI (2014),ada sekitar 150.285orang terinfeksi HIV/AIDS.Bila dilihat keseluruhan provinsi di Indonesia, DKI Jakarta menempati urutan pertama HIV/AIDS sebanyak 32.782 orang dan provinsi Jambi menempati urutan ke23 sebanyak 751 orang dan 15,4% berasal dari kota Jambi (Dinkes Kota Jambi, 2014). Jadi di Indonesia dan dunia memerlukan penangganan HIV/AIDS yang samasehingga dapat menekan peningkatan HIV/AIDS. Pemerintah Indonesia telah mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS dengan berbagai macam cara. Menurut Permenkes RI (2013), penanggulangan HIV/AIDS dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan yaitu; 1) promosi kesehatan; 2) pencegahan penularan HIV/AIDS; 3) pemeriksaan diagnosis HIV/AIDS; 4) pengobatan, perawatan dan dukungan; serta 5) rehabilitasi. Menurut Kemenkes RI (2014), layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS diwujudkan melalui voluntary counseling and testing (VCT).Hal ini menunjukkan bahwa VCT sebagai upaya untuk penanggulanggan HIV/AIDS. VCT berperan dalam pencegahan dan pengobatan pada klien HIV/AIDS. VCT termasuk layanan yang diterapkan secara global. Menurut WHO (2012), layanan VCT mengacu kepada lima prinsip dasar penangganan HIV secara global 1

2 yaitu; 1)informed consent; 2) confidentiality; 3) counseling; 4) correct test result; dan 5) connections to care, treatment and prevention service.prinsip tersebut telah menjadi acuan Indonesia untuk dikembangkan secara nasional. Tenaga kesehatan bertanggungjawab memberikan layanan VCT kepada klien. Menurut Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia/PKVHI(2014), tenaga kesehatan yang memberikan layanan VCT disebut konselor. Konselor adalah orang yang memberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling HIV- AIDS dan dinyatakan mampu.konselor VCT memiliki kompetensi yang diantaranya berupa; tulus, empati, aktif mendengarkan, care, percaya, peka akan budaya, sabar, jujur, mempunyai alternatif, menyadari keterbatasan diri, mendukung ekspresi perasaan/pikiran, tidak menghakimi dan berpengetahuan (Kemenkes RI, 2012).Berdasarkan kompetensi tersebut konselor dapat memberikan layanan VCT dengan baik. Pelaksanaan VCT tidak selalu berjalan dengan baik.menurut Commonwealth Regional Health Community Secretariat (2002), ada 3 (tiga) masalah serius dalam pelaksanaan VCT yaitu 1) menciptakan kesadaran masyarakat;2) kekuatan dan infrastruktur konselor VCT; dan 3) mempertahankan kualitas layanan VCT. Sedangkan menurut Layer, et al.(2014), ada 3 (tiga) hambatan dalam pelaksanaan VCT meliputi;1) individu; 2) fasilitas; dan 3) masyarakat dan struktural.adapun Menurut Dayaningsih (2009), ada 5 (lima) faktor hambatanpelaksanaaan VCT, yaitu;1) faktor konselor;2) faktor klien; 3) faktor keluarga;4) faktor masyarakat; dan 5) faktor fasilitas pelayanan VCT. Jadidapat disimpulkan bahwa faktor yang sering menjadi hambatan pelaksanaan VCT adalah faktor konselor, klien, keluarga,masyarakat dan fasilitas pelayanan.

3 Konselor merupakan faktor pertama yang dikaitkan berperan penting dalam layanan VCT. Menurut Senyonyi (2012) di Uganda, konseling menjadi dasar dalam menekan epidemi HIV/AIDS dan pengembangan konselor dilakukan dengan menetapkan kewenangan hukum untuk mengatur pelatihan konselor, pengawasan dan praktek. MenurutSetyoadi dan Triyanto (2012), konselor mempertahankan layanan VCT bertujuan agar klien HIV/AIDS menerima kondisinya, meningkatkan kualitas hidup dan terus mendapatkan konseling dalam mengatasi stress dan depresi klien HIV/AIDS, membangun kembali perasaan, sikap dan perilaku baru. Faktor kedua yang menjadi penghambat pelaksanaan VCT yaitu klien. Klien HIV/AIDS harus menentukan sikap untuk mendapatkan layanan VCT. Menurut Wei Ma (2010), tingginya angka kemiskinan dan ketidakmauan terhadap VCT menjadi penyebab kurangnya pemanfaatan layanan VCT oleh klien. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2012) menyatakan bahwa adanya hambatan dari klien dalam mengakses layanan karena rasa malu atau takut.menurut hasil penelitian Bhoobun, Shaline (2013) didapatkan lebih dari 90% peserta menyatakan keinginan privasi agar fasilitas layananvct jauh dari rumah dan tidak ada satu akan mengenalnya mereka. Keluarga dan masyarakat termasuk faktor ketiga dan keempat penghambat pelaksanaan VCT yang memberikan pengaruh bagi klien HIV/AIDS. Menurut UNAIDS (2000), stigmasisasi, penolakan sosial dan diskriminasi terhadap klien HIV/AIDS terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat. Menurut NAM-aidsmap (2012), stigma mengakibatkan klien HIV/AIDS dihina, ditolak, dipergunjingkan dan dikucilkan dari kegiatan sosial. Sehingga klien HIV/AIDS ketakutan, mengisolasi diri dan tidak mendapat bantuan. Adapun menurut Departement For

4 International Development (2007), individu yang hidup dalam masyarakat yang ketakutan dan menolak HIV cenderung tidak mau melakukan tes HIV/AIDS, mengungkapkan status kepada orang lain, akses perawatan dan pengobatan. Faktor kelima yang menghambat pelaksanaan VCT yaitu fasilitas pelayanan VCT. Menurut Kemenkes RI dan Dirjen PP dan PL (2011), fasilitas layanan mencakup sistem layanan yang berbelit, sistem pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik berperan terhadap kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan klien tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Fasilitas layanan juga termasuk ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan membantu klien. Jadi hambatan dari faktor fasilitas pelayanan dapat menyebabkan klien HIV/AIDS tidak mendapatkan kemudahan mengakses layanan VCT. Pemanfaatan fasilitas layanan VCT kurang optimal berpengaruh terhadap kepatuhan klien HIV/AIDS dalam kegiatan konseling. Kepatuhan klien HIV/AIDS menjalani konseling teridentifikasi dari kunjungan konseling pra dan pasca tes.hasil penelitian Ladner, et al. (1996) di Kigali (Rwanda) didapatkan bahwa hasil tes HIV/AIDS positif menjadi penyebab klien tidak melakukan konseling pasca tes.menurut hasil laporan perkembangan HIV-AIDS di Indonesia bulan Oktober Desember 2015 menunjukkan bahwa jumlah total kunjungan klien di layanan VCT 1.275.636 dengan estimasi kunjungan konseling pra tessebanyak 99,3% dan kunjungan konseling pasca tes sebanyak 98,5%. Sedangkan di provinsi Jambi diperoleh 0,51% kunjungan konseling pra tes dan 0,48% kunjungan konseling pasca tes. Bila dilihat di Kota Jambi kunjungan konseling pra test sekitar 0,46% dan konseling pasca tes sekitar 0,45% (Kemenkes

5 RI, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kunjungan konseling pasca tes mengalami penurunan dari kunjungan konseling pra tes baik di dunia maupun Indonesia. Konseling pra dan pasca tes memberikan manfaat bagi kondisi kesehatan klien HIV/AIDS. Menurut Family Health International (2004), pra test konseling bermanfaat memberikan dukungan bagi klien melakukan test laboratorium. Sedangkan post test konseling memberikankeuntungan klien dalamsuatu pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan setelah mengetahui HIV/AIDS statusnya. Hasil penelitian Unnikrishnan, et al (2016) di India menunjukkan bahwa 57,4% konseling pra-tes dapat mengatasi semua masalah dan 79% konseling pacsa tes bermasalah karena pemberian informasi kurang baik selama konseling dan konseling pasca tes tidak diberikan pada klien dengan hasil tes negatif. Konseling pra tes bermanfaat dalam mengatasi masalah klien HIV/AIDS. Namun konseling pasca tes menjadi masalah bagi klien bila informasi yang diterima kurang jelas dan keadaan ini juga dapat terjadi di Indonesia khususnya kota Jambi. Data Dinas Kesehatan Kota Jambi menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 87 orang terinfeksi HIV. Kunjungan klien pra test ke layanan VCT di 3 (tiga) rumah sakit di kota Jambi yaitu RSUD H. Abdul Manap, RSU Raden Mattaher Jambi dan RS Tk IV Dr. Bratanata Unang pada tahun 2015 sebanyak 1198 orang, sedangkan kunjungan klien pasca test sebanyak 1179 orang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 19 orang yang belum patuh dalam menjalani konseling HIV/AIDS. Studi pendahuluan yang dilakukan di rumah sakit di Kota Jambi dengan melakukan wawancara terhadap 10 orang klien yang berkunjung ke layanan VCT

6 diperoleh hasil bahwa 3 orang mengatakan sebelum datang ke VCT mereka tidak tahu tentang HIV/AIDS dan cara penularannya, 2 orang mengatakan bahwa keluarga menganggap HIV/AIDS adalah penyakit yang tidak mungkin terjadi pada keluarganya sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan, 3 orang mengatakan tidak akan datang lagi ke layanan VCT karena takut jika hasil pemeriksaannya positif, sedangkan 2 orang mengatakan selalu mendapatkan saran dari keluarga dan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan di layanan VCT. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis hubungan faktor-faktor hambatan pelaksanaan voluntary counseling and testing dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS di Rumah Sakit Kota Jambi? B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana analisis hubungan faktor-faktor hambatan pelaksanaan voluntary counseling and testing dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS di Rumah Sakit Kota Jambi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis hubungan faktor-faktor hambatan pelaksanaan voluntary counseling and testing dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS di Rumah Sakit Kota Jambi.

7 2. Tujuan Khusus a. Teridentifikasinya distribusi frekuensi kepatuhan klien menjalani konseling di Rumah Sakit Kota Jambi. b. Teridentifikasinya distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan voluntary counseling and testing meliputi faktor konselor, klien, keluarga, masyarakat dan fasilitas layanan VCT di Rumah Sakit Kota Jambi. c. Diketahuinya hubungan faktor konselor dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS Rumah Sakit Kota Jambi. d. Diketahuinya hubungan faktor klien dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS Rumah Sakit Kota Jambi. e. Diketahuinya hubungan faktor keluarga dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS Rumah Sakit Kota Jambi. f. Diketahuinya hubungan faktor masyarakat dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS Rumah Sakit Kota Jambi. g. Diketahuinya hubungan faktor fasilitas layanan VCT dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS Rumah Sakit Kota Jambi. h. Teridentifikasinya faktor hambatan pelaksanaan VCT yang paling dominan berhubugan dengan kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS Rumah Sakit Kota Jambi D. Manfaat Penelitian 1. Program Pasca Sarjana Keperawatan Unand Hasil penelitian ini dapat menjadi evidence based untuk mengembangkan teori hambatan dalam pelaksanaan VCT

8 2. Rumah Sakit dan Puskesmas di Wilayah Kota Jambi Menambah wawasan dan pengetahuan konselor VCT Rumah Sakit Wilayah Kota Jambi terkait analisis prevalensi kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS dan mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan VCT. 3. Peneliti Lain Memberikan pengalaman dan pemahaman konsep manajemen serta masukan kepada peneliti lainnya yang ingin melanjutkan penelitian khususnya terkait analisis prevalensi kepatuhan klien menjalani konseling HIV/AIDS dan mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan VCT. 4. Ilmu Pengetahuan Sebagai pedoman dan tambahan dalam meningkatkan IPTEK yang berkaitan dengan konseling HIV/AIDS sehingga dapat meningkatkan kepatuhan klien yang berkunjung di klinik layanan VCT.