BAB I PENDAHULUAN. terjadi 5,6 juta kasus HIV baru dan 2,6 juta kematian karena AIDS serta

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandemi HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. UNAIDS dalam Kevin (2002), menyatakan bahwa secara global tahun 1999 terjadi 5,6 juta kasus HIV baru dan 2,6 juta kematian karena AIDS serta hampir 34 juta orang dewasa dan anak-anak di seluruh dunia hidup dengan HIV atau AIDS. Oleh karena itu, Indonesia dan beberapa negara anggota PBB melakukan kesepakatan deklarasi millenium untuk mewujudkan tujuan pembangunan millenium. Tujuan tersebut dicapai dengan melaksanakan 8 target tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals), yang salah satu tujuannya adalah memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya (Bappenas, 2004). Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Tahun 2005 ditemukan kasus HIV sebanyak 859 kasus dan kasus AIDS sebanyak kasus, namun pada tahun 2011 angka kejadian HIV ditemukan sebanyak kasus dan AIDS sebanyak kasus serta dari januari 2012 sampai dengan maret 2012 sudah ditemukan kasus HIV dan 551 kasus AIDS. Menurut jenis pekerjaannya, kasus HIV/AIDS banyak terjadi pada ibu rumah tangga, karyawan, wiraswasta, penjaja seks dan buruh kasar. Tahun 1987 sampai dengan Maret 2012 commit penjaja to seks user menempati urutan nomor tujuh

2 terbanyak dan pada Januari sampai dengan Maret 2012 meningkat menjadi urutan nomor empat (Depkes RI, 2012). Angka kejadian HIV di Jawa Tengah pada tahun 2005 ditemukan sebanyak 47 kasus, tahun 2011 ditemukan sebanyak kasus dan dari januari 2012 sampai dengan maret 2012 ditemukan 311 kasus. Jawa Tengah menempati posisi penderita HIV terbanyak nomor 7 di Indonesia pada tahun 2011 dan terbanyak nomor 6 pada tahun Sedangkan kasus AIDS, pada tahun 2011 ditemukan sebanyak 412 kasus dan dari januari 2012 sampai dengan Juni 2012 ditemukan 28 kasus. Kasus AIDS di Jawa Tengah pada tahun 2011 menempati posisi nomor 4 di Indonesia dan pada tahun 2012 tetap pada posisi nomor 4 terbanyak di Indonesia. Surakarta dari bulan Januari 2012 sampai dengan Maret 2012 ditemukan sebanyak 55 kasus HIV dan 56 kasus AIDS serta menduduki urutan ke 2 terbanyak di Jawa Tengah (Depkes RI, 2012). Berbagai strategi telah dilakukan pemerintah dalam mengurangi angka penderita HIV/AIDS. Salah satu strategi tersebut adalah melalui deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melaui konseling dan tes HIV/AIDS secara sukarela, bukan diwajibkan atau dipaksakan (Depkes RI, 2008). Menurut WHO (2007), tes HIV tersebut antara lain adalah dengan voluntary counseling and testing (VCT) yang telah disempurnakan dengan program Provider Initiated Testing and counseling (PITC), namun fasilitas PITC masih sangat terbatas.

3 Konseling dan tes sukarela atau voluntary counseling and testing (VCT) merupakan pintu masuk untuk membantu setiap orang mendapatkan akses kesemua pelayanan yang berupa informasi, edukasi, terapi atau dukungan psikososial. Kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan akurat dapat dicapai dan proses berpikir, perasaan serta perilaku dapat diarahkan kepada perubahan perilaku yang lebih sehat (Depkes RI, 2006). Target cakupan VCT di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 65 % dan pada tahun 2012 sebanyak 70%. Di Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak pekerja seks komersial yang memanfaatkan fasilitas VCT dan pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli ditemukan sebanyak pekerja seks komersial yang memanfaatkan fasilitas VCT. Sedangkan, di Surakarta pada tahun 2011 terdapat 98 pekerja seks komersial yang memanfaatkan VCT dan pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai dengan bulan Oktober ditemukan sebanyak 64 pekerja seks komersial yang memanfaatkan VCT. Pekerja seks komersial merupakan kelompok risiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS, namun masih sedikit yang memanfaatkan fasilitas VCT. Pekerja seks komersial di Surakarta beroperasi di daerah Gilingan, Silir, Kestalan dan Laweyan dengan jumlah PSK aktif sekitar 700 orang. Sedangkan fasilitas pelayanan VCT di Surakarta terdapat di tiga tempat, yaitu di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RS Dr.Oen Surakarta dan PKM Manahan (KPA, 2012). Pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Alan dalam Khairurrahman (2009), dipengaruhi oleh faktor sosiokultural, organisasi, faktor yang berhubungan dengan produsen dan faktor yang berhubungan

4 dengan konsumen. Faktor-faktor tersebut antara lain terdiri dari pengetahuan, sikap dan stigma sosial. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut penelitian Ying et al (2010), pengetahuan dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk memanfaatkan fasilitas VCT, namun hasil penelitian dari Kalichman et al (2003), menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara orang yang berpengetahuan tinggi ataupun yang berpengetahuan rendah dalam memanfaatkan fasilitas VCT. Sikap terhadap pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Namun menurut Obijulu (2007), walaupun sikap merupakan salah satu penentu niat seseorang untuk melakukan tindakan, tetapi seseorang dengan sikap positif belum tentu melaksanakan tindakan tersebut. Stigma juga mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Orang yang berisiko terkena HIV/AIDS tidak bersedia melakukan tes karena apabila hasilnya positif, mereka takut akan mendapatkan perlakuan diskriminasi dan perlakuan buruk lainnya dari masyarakat. Stigma merupakan alasan utama mengapa epidemi AIDS dapat terus menghancurkan masyarakat karena orang akan takut pergi ke dokter untuk mengetahui apakah mereka mempunyai penyakit ataupun mencari pengobatan. Mereka takut masyarakat akan membicarakan aib mereka (Avert, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian untuk mengetahui hambatan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di

5 Surakarta. Dalam hal ini peneliti ingin membuktikan adanya asosiasi antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dan VCT, sikap serta stigma dan pemanfaatan VCT di Surakarta. B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada asosiasi antara pengetahuan HIV/AIDS serta VCT dan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta? 2. Apakah ada asosiasi antara sikap tentang HIV/AIDS serta VCT dan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta? 3. Apakah ada asosiasi antara stigma dan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta? 4. Apakah ada interaksi antara pengetahuan HIV/AIDS serta VCT, sikap, stigma dalam asosiasi dengan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis asosiasi antara pengetahuan HIV/AIDS serta VCT, sikap, stigma dengan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menganalisis asosiasi antara pengetahuan HIV/AIDS serta VCT dan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta. b. Untuk menganalisis asosiasi antara sikap tentang HIV/AIDS serta VCT dan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta.

6 c. Untuk menganalisis asosiasi antara stigma dan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta. d. Untuk menganalisis interaksi antara pengetahuan HIV/AIDS serta VCT, sikap, stigma dalam asosiasi dengan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberi wacana baru bagi pengetahuan untuk asosiasi antara pengetahuan HIV/AIDS serta VCT, sikap, stigma dengan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di surakarta 2. Manfaat Praktis a. Bagi layanan kesehatan VCT Dapat sebagai bahan masukan pada layanan kesehatan VCT di Surakarta untuk dapat memperbaiki dan memperbaharui programprogram pelayanan VCT untuk penanganan HIV/AIDS pada pekerja seks komersial. b. Bagi lembaga sosial masyarakat Dapat sebagai masukan untuk bahan pemikiran dalam penanganan HIV/AIDS pada pekerja seks komersial. c. Bagi peneliti Memberikan gambaran nyata tentang hambatan pemanfaatan VCT pada pekerja seks komersial di Surakarta.