Aplikasi Principle Component Analysis (PCA) Untuk Mempercepat Proses Pendeteksian Obyek Pada Sebuah Image

dokumen-dokumen yang mirip
PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE

UJI KINERJA FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN EIGENFACES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Hasil Ekstraksi Algoritma Principal Component Analysis (PCA) untuk Pengenalan Wajah dengan Bahasa Pemograman Java Eclipse IDE

PENGENALAN WAJAH MANUSIA DENGAN METODE PRINCIPLE COMPONENT ANALYSIS (PCA)

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Implementasi Pengenalan Citra Wajah dengan Algoritma Eigenface pada Metode Principal Component Analysis (PCA)

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Pengenalan wajah dengan algorithma Eigen Face Oleh: Hanif Al Fatta

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB II LANDASAN TEORI

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISA PENGUKURAN SIMILARITAS BERDASARKAN JARAK MINIMUM PADA PENGENALAN WAJAH 2D MENGGUNAKAN DIAGONAL PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Pengenalan Wajah Berbasis Algoritma Nearest Feature Midpoint

IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS DETEKSI TEPI PADA ARM 11 OK6410B

Pengenalan Wajah dengan Metode Subspace LDA (Linear Discriminant Analysis)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Citra, Pengolahan Citra, dan Pengenalan Pola

BAB 3. ANALISIS dan RANCANGAN. eigenfaces dan deteksi muka dengan color thresholding akan mempunyai proses

ESTIMASI FUNGSI SPASIAL PADA IDENTIFIKASI FITUR WAJAH

PROTOTYPE PENGENALAN WAJAH MELALUI WEBCAM DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA PRICIPAL COMPONENT ALAYSIS (PCA) DAN LINIER DISCRIMINANT ANALYSIS (LDA)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN KARYAWAN MELALUI PENGENALAN CITRA WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE

Menurut Ming-Hsuan, Kriegman dan Ahuja (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah sistem pengenalan wajah dapat digolongkan sebagai berikut:

Pengembangan Program Simulator Frame Kacamata Secara Real-Time 3D Face Tracking dengan Menggunakan Augmented Reality

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

Principal Component Analysis

FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN METODE TWO- DIMENSIONAL PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (2DPCA) ABSTRAK

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE LINEAR DISCRIMINANT ANALYSIS DAN K NEAREST NEIGHBOR

PEMANFAATAN GUI DALAM PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PENGENALAN CITRA WAJAH MANUSIA MENGGUNAKAN METODE EIGENFACES

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA) DENGAN ALGORITMA FUZZY C-MEANS (FCM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini mengacu pada tahapan proses yang ada pada sistem

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE DIAGONAL PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

EKSTRAKSI CIRI GEOMETRIS UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI WAJAH. Oleh: Kholistianingsih

SISTEM PINTU OTOMATIS BERDASARKAN PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE NEAREST FEATURE LINE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Korelasi Jarak Wajah Terhadap Nilai Akurasi Pada Sistem Pengenalan Wajah Menggunakan Stereo Vision Camera

Penerapan Metode Phase Congruency Image (PCI) dalam Pengenalan Citra Wajah secara Otomatis

SISTEM KONTROL AKSES BERBASIS REAL TIME FACE RECOGNITION DAN GENDER INFORMATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penglihatan manusia memiliki akurasi yang besar dalam mengenali

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

ANALISIS PENGARUH EXPOSURE TERHADAP PERFORMA ALGORITMA SIFT UNTUK IMAGE MATCHING PADA UNDERWATER IMAGE

PENGENALAN CITRA WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT DAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACK-PROPAGATION

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI

DETEKSI MARKA JALAN DAN ESTIMASI POSISI MENGGUNAKAN MULTIRESOLUTION HOUGH TRANSFORM

BAB I PENDAHULUAN. dengan memanfaatkan ciri wajah yang telah tersimpan pada database atau wajah

Pengembangan Perangkat Lunak untuk Pengenalan Wajah dengan Filter Gabor Menggunakan Algoritma Linear Discriminant Analysis (LDA)

TEKNIK PENGENALAN WAJAH DENGAN ALGORITMA PCA BERBASIS SELEKSI EIGENVECTOR

APLIKASI PENGENALAN WAJAH UNTUK VALIDASI PESERTA UJIAN ONLINE MENGGUNAKAN METODE HAAR CASCADE DAN EIGEN FACE VECTOR

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor

Kombinasi KPCA dan Euclidean Distance untuk Pengenalan Citra Wajah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

PERBAIKAN CITRA UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA CITRA WAJAH DENGAN PENCAHAYAAN TIDAK MERATA

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

ANALISIS CITRA WAJAH DENGAN HIMPUNAN FUZZY EIGEN TERBESAR

PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS

BAB V KESIMPULAN. Wajah pada Subruang Orthogonal dengan Menggunakan Laplacianfaces

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

ANALISIS KOMPONEN UTAMA MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE TERHADAP PENGENALAN CITRA WAJAH

UNJUK KERJA METODE KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) DENGAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) PADA APLIKASI PENGENALAN WAJAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Empat Metode Pembobotan Sistem Persamaan Linier Pada Variabel atau Komponen Wajah Pada Sistem Pengenalan Wajah

Pengenalan Wajah Dengan Algoritma Canonical Correlation Analysis (CCA)

Bab 2 LANDASAN TEORI

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

Oleh : Umar Maksum Dosen Pembimbing : Ahmad Zaini, ST, M.T. Dr. I Ketut Eddy Purnama.ST.,MT

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KEAMANAN PINTU BERBASIS PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE EIGENFACE

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

IMPLEMENTASI ALGORITMA FRACTAL NEIGHBOUR DISTANCE UNTUK FACE RECOGNITION

SEGMENTASI CITRA CT SCAN TUMOR OTAK MENGGUNAKAN MATEMATIKA MORFOLOGI (WATERSHED) DENGAN FLOOD MINIMUM OPTIMAL

PENCARIAN ISI CITRA MENGGUNAKAN METODE MINKOWSKI DISTANCE

FACE TRACKING DAN DISTANCE ESTIMATION PADA REALTIME VIDEO MENGGUNAKAN 3D STEREO VISION CAMERA

BAB 2 Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah penggunaan smartphone. Weiser (1999) mengatakan bahwa semakin

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

Transkripsi:

Aplikasi Principle Component Analysis (PCA) Untuk Mempercepat Proses Pendeteksian Obyek Pada Sebuah Image Liliana Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra, Surabaya Abstrak Mendeteksi sebuah obyek pada sebuah image merupakan aplikasi umum dalam komputer vision. Alat-alat bantu keamanan sangat membutuhkan aplikasi komputer vision, terutama untuk diaplikasikan secara real time. Kendala utama yang sering digunakan adalah metode yang menghasilkan perhitungan yang akurat membutuhkan waktu proses yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan sebuah metode pencocokan image yang cepat. Pencocokan image tanpa metode tertentu akan membutuhkan waktu semakin besar seiring dengan besarnya ukuran image yang dibandingkan. Hal ini disebabkan oleh cara perbandingannya, yaitu setiap pixel dibandingkan satu per satu. PCA adalah salah satu metode yang digunakan untuk memperkecil dimensi dari sekumpulan data. Dengan diaplikasikannya PCA pada proses pencocokan image, maka ukuran image yang besar bukan lagi menjadi faktor pembanding. PCA akan menghasilkan komponen-komponen pembanding baru, yang signifikan sebagai pembanding dan dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Dari hasil uji coba, dapat disimpulkan bahwa dengan data yang homogen, maka pencocokan dengan menggunakan PCA akan lebih akurat dibandingkan jika menggunakan data yang lebih bervariasi. Waktu pencocokan hanya terpaut sedikit karena ukuran image yang tidak terlalu besar. Jika ukuran image input semakin besar, maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pencocokan juga akan semakin meningkat. Kata kunci: PCA, deteksi obyek, komputer vision. Latar Belakang Dengan perkembangan teknologi kamera dan juga perkembangan aplikasi komputer vision, maka metode pendeteksian sebuah obyek dalam suatu gambar juga semakin berkembang [1]- [11]. Pendeteksian obyek ini kemudian akan dimanfaatkan untuk pengenalan obyek yang dideteksi tersebut atau memantau adanya gerakan dari obyek tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, pengenalan obyek digunakan untuk mendeteksi keberadaan dari sebuah obyek yang di jadikan target pencarian, atau mengenali jenis dari obyek yang ada pada sebuah image. Sedangkan pemantauan adanya gerakan dari obyek yang dijadikan target diaplikasikan pada perangkat perangkat lunak untuk bagian keamanan; pengontrolan terhadap mesin mesin produksi barang, terutama jika terjadi gerakan di luar jalur yang seharusnya atau adanya pemindahan posisi barang yang tidak dikehendaki. Perangkat perangkat lunak yang membutuhkan pendeteksian adanya gerakan seringkali diaplikasikan secara

real time [10], [11]. Oleh karena itu, aplikasi-aplikasi demikian memerlukan sebuah metode yang proses pengerjaannya tidak membutuhkan waktu yang lama dan hasilnya akurat. Sedangkan aplikasi-aplikasi yang bertujuan untuk mengenali obyek yang terdapat dalam sebuah image membutuhkan banyak image lain sebagai referensi [1] [10]. Image-image referensi tersebut sudah disimpan terlebih dahulu ke dalam database. Setelah itu, dilakukan proses pencocokan untuk mencari kesesuaian image input (target image) dengan image-image referensi. Lama proses pencarian tersebut dipengaruhi oleh banyaknya data, kompleksitas data dan ukuran dari data image itu sendiri. Kondisi yang paling ideal adalah dengan menggunakan data image sebagai referensi dalam jumlah minimal dan ukuran yang sekecil mungkin, dan sesedikit mungkin noise (adanya obyek lain selain obyek yang ingin dideteksi), dapat menghasilkan output yang akurat. Sementara, kesulitan yang dihadapi untuk mencapai kondisi ideal tersebut adalah, keakuratan hasil yang sulit didapat jika image referensi terlalu sedikit, kurang jelasnya bentuk obyek yang ingin dideteksi jika resolusi gambar/image rendah dan metode tersendiri untuk menghilangkan noise. Faktor yang paling mempengaruhi lama proses pencocokan image adalah jumlah image referensi. Jumlah image yang banyak bukan berarti peningkatan akurasi karena yang seringkali terjadi adalah adanya redudansi image atau image yang berbeda namun memberikan informasi yang sama. Image-image semacam ini hanya perlu disimpan salah satunya saja, untuk digunakan sebagai referensi. Untuk memfilter image-image yang mempunyai redudansi yang tinggi, salah satu metode yang dapat dipakai adalah Principle Component analysis (PCA). PCA merupakan sebuah metode dalam aljabar linear yang bertujuan untuk mengubah basis dari sekumpulan data sedemikian rupa sehingga basis yang baru akan menampakkan signifikansi dari data-data yang ada. PCA dapat digunakan untuk mempercepat proses pencarian karena PCA mampu mengubah data-data awal yang berdimensi banyak menjadi datadata baru yang berdimensi lebih kecil. PCA Metode PCA memperlakukan data sebagai vektor dari ruang n-dimensi [1], [2]. Dengan sekumpulan data berupa vektor sebagai input, maka masingmasing data direpresentasikan dalam n variable berupa nilai skalar sebagai hasil proyeksi data tersebut ke setiap basis dari n-dimensi. Tujuan dari PCA adalah mencari basis yang baru untuk merepresentasikan ulang data tersebut ke dalam m variable hasil proyeksi data ke m-dimensi. Dimana m lebih kecil dari n. Dengan berkurangnya jumlah dimensi dari data input, maka proses pencocokan data akan berkurang dari n kali setiap pencocokan menjadi m kali. Banyaknya dimensi data ditentukan oleh besarnya resolusi image. Hal ini menyebabkan dimensi data menjadi sangat besar. Semakin besarnya dimensi data menyebabkan waktu pencocokan per data semakin besar juga. Langkah pertama untuk mengurangi redundansi data adalah mengindikasi data-data yang mempunyai korelasi tinggi [2]. Untuk mengetahui korelasi data, dapat digunakan operasi dot product. Dari operasi dot product, dapat diketahui besarnya sudut antara dua buah vektor. Dan jika sudut yang

terbentuk di antara dua buah vektor mendekati nol, maka kedua vektor tersebut mendekati paralel, yang berarti adanya korelasi tinggi di antara kedua buah vektor tersebut. Karena operasi dilakukan pada vektor, maka data berupa image ( I ) harus diubah terlebih dahulu ke bentuk vektor kolom (X) [1], [2]. Jika data berupa image dengan ukuran m x n, dimana m dan n adalah ukuran tinggi (arah vertikal) dan lebar (arah horisontal) dari image tersebut, maka untuk menjadikannya vektor dapat digunakan persamaan 1. x i I i / n, i% n (1) / adalah operasi pembagian bulat, sedangkan % adalah sisa bagi dari pembagian bulat. i menunjukkan komponen ke i dari vektor X, yang bernilai [0, (mn -1)]. Setelah semua data image sebanyak k diubah menjadi vektor kolom, kemudian digabungkan menjadi sebuah matriks (X) dengan masing-masing vektor sebagai kolom dalam matriks X tersebut. Sehingga matriks X akan berukuran mn x k. Jika terdapat sebuah matrix Y, dimana setiap baris dari matriks Y merepresentasikan sebuah data, maka covariant matrix (C) dari matriks Y didapat dengan menggunakan persamaan 2 [2]. 1 T C y YY (2) n 1 Jika masing-masing data tidak berkorelasi satu sama lain, maka matriks C hanya akan mempunyai nilai yang besar pada diagonalnya saja, sedangkan elemen yang lain akan bernilai kecil, mendekati nol. Dan ketidakkorelasian yang sempurna akan membuat matriks C menjadi matriks diagonal. Dengan asumsi awal bahwa sekumpulan data yang dimiliki adalah data-data dengan korelasi tinggi, maka diperlukan sebuah basis baru yang ortogonal (P) yang dapat mengubah X sedemikian rupa sehingga menjadi matriks Y, dimana covariance matriks dari matriks Y adalah matrix diagonal. Hubungan antara matriks X, Y dan basis yang baru adalah sebagai berikut: Y = P X (3) Dimana Y merupakan koordinat baru dari X terhadap basis yang baru, P. Dengan demikian, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mendapatkan basis yang benar, yang membuat data dalam matriks Y tidak berkorelasi satu sama yang lain. Karena matriks Y tidak diketahui pada awalnya, maka dilakukan subsitusi persamaan 3 ke persamaan 1, seperti yang dijelaskan dalam penjabaran di bawah ini [2]. (4) Dengan memperhatikan A sebagai XX T, maka A merupakan sebuah matriks simetris. Sebuah matriks simetri akan didiagonalisasi oleh sebuah matriks ortogonal yang terbentuk dari eigeneigen vektornya, dengan menggunakan persamaan 4 di bawah ini. 1 A EDE (5) Dimana E adalah eigen vektor dari A dan D adalah matriks diagonal yang berisi nilai eigen dari A yang berkoresponden dengan eigenvektor tersebut. Karena invers matriks dari eigenvektor sebuah matriks yang simetri adalah transpose dari eigenvektor itu, maka persamaan 5 dapat diubah menjadi persamaan 6.

T A (6) EDE Dari penjabaran persamaan 4, maka A dapat dituliskan seperti persamaan 7. T n 1 A P CyP (7) 1 Persamaan 6 dan 7 mempunyai persamaan bentuk. Dengan asumsi bahwa P T =E and (n-1)/1 C y = D. untuk membuktikan bahwa asumsi tersebut benar, maka dapat dilihat penjabaran dibawah ini. Pada penjabaran rumus di bawah ini, A akan disubsitusi dengan P T DP [2]. (8) Dengan demikian, terbukti bahwa D = (n-1)/1 Cy. Dengan pembuktian tersebut, maka basis baru yang ortogonal bisa didapatkan dari eigenvektor dari matriks A, dimana A adalah perkalian dari matri data awal, X dengan transpose matriksnya sendiri. Dari eigenvector yang dihasilkan, hanya perlu diambil yang mempunyai nilai eigen yang signifikan saja. Dengan demikian, maka koordinat yang baru adalah hasil proyeksi data terhadap eigenvector yang signifikan tersebut saja. Hal ini juga berarti jumlah komponen koordinat yang baru akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan data asalnya. Algoritma Keseluruhan proses untuk mendeteksi sebuah obyek yang terdapat dalam suatu image dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama mencari basis baru sesuai dengan image-image yang dijadikan referensi. Proses yang kedua adalah mencari posisi obyek target di dalam image yang dijadikan inputan. Kedua proses tersebut dapat dituliskan urutan kerjanya sebagai berikut. Proses mencari basis yang baru: Mengubah semua image referensi menjadi vektor kolom Menggabungkan semua vektor kolom tersebut menjadi sebuah matrix data (X). Mengalikan matriks X dengan transposenya, sehingga dihaslkan matriks simetri (A). Mencari eigenvector dari matriks A dan menggunakannya sebagai basis yang baru. Normalkan eigenvektor tersebut. Menghitung koordinat yang baru dari setiap image referensi. Proses mencari lokasi dari obyek yang ditargetkan dari sebuah image inputan: Mengubah image input menjadi vektor kolom Mengubah vektor kolom tersebut menjadi koordinat yang baru (vektor kolom yang baru) dengan menggunakan eigenvector yang dihasilkan pada proses sebelumnya. Melakukan proses pencocokan dengan image-image referensi yang sudah di jadikan koordinat baru pada proses sebelumnya. Jika besarnya perbedaan antara koordinat baru dari image input dengan image referensi lebih kecil dari threshold yang sudah ditentukan sebelumnya maka image input tersebut mempunyai klasifikasi yang sama dengan image referensi. Jika image input mempunyai ukuran yang lebih besar dari image referensi, maka proses pencocokan dilakukan

pada setiap sub image input, sesuai dengan ukuran image referensi. Uji Coba Untuk melakukan pengujian terhadap perangkat lunak yang diimplementasikan, disiapkan sembilan image yang berbeda berupa foto wajah, seperti tampak pada gambar 1. Masingmasing foto berukuran 92 x 112. Obyek yang ditargetkan adalah mulut. Sebagai image referensi, bagian mulut dari semua foto tersebut diambil secara manual. Keseluruhan foto bagian mulut saja, dapat dilihat pada gambar 2. Bagian mulut berukuran 36 x 20. Untuk proses pertama, maka menggunakan hanya image bagian mulut saja. Sedangkan untuk proses yang kedua, digunakan foto wajah keseluruhannya. Dari eigen vector yang dihasilkan oleh proses pertama, didapatkan 9 nilai eigen yang signifikan (tidak bernilai nol). Hal ini berarti koordinat yang baru terletak pada ruang 9 dimensi. Selain pengujian dengan menggunakan PCA, sebagai pembanding untuk menguji kinerja dari PCA itu, digunakan pencarian lokasi mulut pada image input dengan cara membandingkan setiap pixel satu persatu. Proses pencocokan dilakukan dengan mengambil sebagian dari image input, dilanjutkan dengan proses dua. Setelah mendapatkan koordinat yang baru dari sebagian image input tersebut, maka koordinat tersebut di cocokkan dengan koordinat-koordinat baru dari image referensi, jika perbedaan antara kedua koordinat itu lebih kecil dari threshold, maka bagian yang sedang dicek tersebut adalah mulut. Untuk menandai area mulut yang dideteksi, maka digunakan kotak putih. Setelah melakukan pengujian terhadap kesembilan foto wajah tersebut, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 1. gambar 1. Foto wajah yang digunakan sebagai input saat proses pencocokan. Gambar 2. Gambar foto bagian mulut yang digunakan sebagai referensi. Table 1. hasil uji coba dengan menggunakan 9 foto sebagai input. Perbandingan pixel per pixel Perbandingan dengan menggunakan PCA

(84, 51) (85, 48) (86, 51) (86, 52) (88, 46) (88, 46) (88, 48) (88, 48) (85, 50) (84, 51) (85, 48) (85, 48) (87, 49) (87, 49) (88, 44) (87, 48) (83, 50) (84, 49) Angka yang tertulis pada tabel 1 adalah titik pusat dari kotak berwarna putih. Dari tabel satu, dapat diketahui bahwa pendeteksian obyek mulut dikenali pada posisi yang hampir sama dengan yang dikenali dari pencarian dengan membandingkan pixel satu demi satu. Sedangkan untuk waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pencarian adalah 7 detik jika menggunakan perbandingan pixel demi pixel. Sedangkan waktu yang dibutuhkan jika menggunakan PCA adalah 5 detik. Kesimpulan Metode PCA dapat diaplikasikan untuk mendeteksi sebuah obyek pada image input. Mengenai percepatan proses pencocokan, belum terlihat jelas pada pengujian sistem yang telah dilakukan saat ini. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, maka kedepan perlu diadakan uji coba sistem untuk image input yang lebih banyak dan lebih besar ukurannya. Untuk kinerja PCA, juga belum terkihat maksimal. Beberapa kemungkinan yang terjadi adalah ketidakhomogenan dalam image

referensi. Karena pada dasarnya PCA adalah sebuah metode yang membedakan obyek berdasarkan intensitas, bukan berdasarkan bentuk morfologinya, maka untuk pengujian perlu diuji juga untuk image yang lebih homogen. Daftar Pustaka [1] M. Turk, A. Pentland, Eigenfaces for Recognition, Journal of Cognitive Neuroscience, vol. 3, no. 1, pp. 71-86, 1991. [2] J. Shlens, A Tutorial on Principal Component Analysis, 2005. [3] X. Li, Y. He, A Novel Approach to Pattern Recognition Based on PCA- ANN in Spectroscopy, ADMA 2006, LNAI 4093, pp. 525-532, 2006. [4] L. Malagon-Borja, O. Fuentes, Object detection using image reconstruction with PCA, Image Vis. Comput, 2007, doi:10.1016/j.imavis.2007.03.004 [5] R.P.W. Duin, M. Loog, R. Haeb- Umbach, Multi-class Linear Feature Extraction by Nonlinear PCA, icpr, vol. 2, pp. 2398, 15th International Conference on Pattern Recognition (ICPR'00), 2000. [6] A.F. Abate, M. Nappi, D. Riccio, G. Sabatino, 2D and 3D face recognition: A survey, Pattern Recognition Letters, vol. 28, pp. 1885-1906, January 2007. [7] Neerja, E. Walia, Face Recognition Using Improved Fast PCA Algorithm, Congress on Image and Signal Processing proceedings, pp. 554-558, 2008. [8] J. Krueger, D. Kochelek, M. Robinson, M. Escarra, Face Detection Using Eigenfaces, The Connexions Project and licensed under the Creative Commons Attribution License, December 2004. [9] W.S. Yambor, B.A. Draper, J.R. Beveridge, Analyzing PCA-based Face Recognition Algorithm: Eigenvector Selection and Distance Measures, World Scientific Press, Singapore, 2001. [10] H. Bae, S-S. Kim, Real-time face detection and recognition using hybrid-information extracted from face space and facial features, Image and Vision Computing, vol. 23, pp. 1181-1191, 2005. [11] E. Truco, A. Verri, Introductory Techniques for 3-D Computer Vision, Prentice Hall, New Jersey, 1998.