Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari.



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG


ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

E U C A L Y P T U S A.

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

POLA PERTUMBUHAN PULAI DARAT

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

MODUL 1 SISTEM DAN TEKNIK SILVIKULTUR PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA PADA DIKLAT WAS-GANIS PEMANENAN HUTAN PRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

Baharinawati W.Hastanti 2

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

II. METODOLOGI. A. Metode survei

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

II. TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

Transkripsi:

Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. Oleh I R W A N T O Yogyakarta, 2006

I. DASAR www.irwantoshut.com A. PHYSIOGNOMI Shorea smithiana Symington (Meranti Merah) dengan nama daerah compaga, lempong merembung, lempong tembaga, mahambung (Kalimantan) Perawakan pohon sangat besar, mencapai 160 cm atau lebih, batang tinggi, lurus, berbentuk silinder atau agak meruncing; banir setara, tinggi dan bentangan sampai 2 m, tebal l0 cm, bulat tetapi sempit, lurus menonjol. Tajuk rapat, berbentuk kubah rata, kurang lebih simetris, besar dengan beberapa cabang besar, menanjak dan terpilin, kelihatan hijau kecoklatan gelap dari bawah. Takikan batang pepagan luar tebal (sampai 1 cm), coklat tua pudar, keras, dengan periderma jauh, tipis, hitam; pepagan dalam sampai 2 cm, merah pudar sampai coklat merah jambu sampai coklat kekuningan, kambium krem; kayu gubal kuning pucat; kayu teras coklat merah jambu cerah; damar jernih dan kuning keluar perlahan pada permukaan yang luka. Bunga daun mahkota merah jambu; benang sari 22-26. Kelopak buah dengan tiga sayap panjang dan dua sayap pendek, sayap panjang 10,5-20 x 1,7-2,8 cm, sayap pendek 6--13 x 0,5-0,9 cm; buah geluk 18-27 x 16-18 mm. Gambar 1. Daun dan Buah Shorea smithiana Semainya gemuk dan sangat kokoh; penumpu bundar telur, 1,5-0,6 cm, bertulang 8, pada pertulangan berbulu kasar bentuk bintang; tangkai daun ±. 2,5 cm, berbulu kasar berbentuk bintang terutama pada ujung dan pangkalnya; daun bundar telur sampai bundar telur sempit. Belta Berbulu kasar yang membentuk jumbai-jumbai pada semua bagiannya; penumpu 2,5 x 1 cm; tangkai daun sampai 10 cm, melekat kokoh; daun Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 1

sampai 43 x 18 cm; ujung luncip panjang, sampai 2,5 cm; tulang tengah tenggelam ke bawah; bulu jarang pada permukaan daun dan pertulangan yang meluas sampai ke tepi (kebanyakan bulu-bulu sederhana di bagian atas di bagian bawah berbentuk bintang); pertulangan tepi dalam lemah. B. SILVIKA Shorea smithiana tersebar di pulau Kalimantan bagian timur (Sarawak timur laut, Sabah, P. Kalimantan tenggara sampai Sampit). Banyak pada lahan bergelombang dan sampai ketinggian 600 m. Salah satu jenis meranti merah besar dari pantai timur Kalimantan, sering berupa pohon-pohon yang setengah tua, mungkin menggantikan Shorea leprosula. di sini dan berkembang biak secara bebas, bahkan pada lahan yang keras, padat, dengan tajuk terbuka. Tumbuh sangat baik pada pembukaan rumpang dengan intensitas cahaya 50 70 % (Noor dan Leppe, 1995). C. RIAP Percobaan penanaman Shorea smithiana pada Hutan Wanariset dengan jarak tanam 5 x 5 meter dan 5 x 10 meter dalam jalur di bawah bekas kebakaran berat, sedang dan ringan seluas luas 2 (dua) hektar, menunjukkan riap pertumbuhan diameter umur 18 bulan sebesar 0.77 cm dan tinggi sebesar 92,30 cm (Leppe dan Piasukmana 1987). Leppe dan Piasukmana 1987, mengemukakan Shorea smithiana umur 4 (empat) tahun di areal HPH PT Kiani Lestari Batu Ampar, dengan naungan Sengon mempunyai riap diameter rata-rata tahunan (Mean Annual Increment) sebesar 0.80 cm. Di Wanariset I Samboja, hutan bekas terbakar penanaman Shorea smithiana jarak 5x10 m setelah 4 tahun riap diameternya sebesar 0.77 cm per tahun dan tinggi 93,6 cm per tahun (Leppe dan Piasukmana 1987). Menurut Noor dan Leppe (1995), hasil studi pembukaan rumpang pada penanaman Shorea smithiana setelah 9 tahun menunjukkan rata-rata diameter 7.80 cm (riap 0,87 cm/tahun) dan tinggi 7.96 m (riap 0,88 m/tahun). Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 2

Percobaan penanaman di kelompok hutan PT. Kiani Lestari dilakukan pada tahun 1976, setelah berumur sebelas tahun rataan riap diameter 0,89 cm/tahun dan rataan riap tinggi 0,73 m/tahun. (Alrasyid, dkk 1991) Tabel. 1. Riap Pertumbuhan Diameter Shorea smithiana di berbagai tempat. No Umur Riap Diameter/ Tahun 1 12 Bulan 0,74 cm 2 18 Bulan 0,77 cm 3 4 Tahun 0,77 cm 4 4 Tahun 0,80 cm 5 9 Tahun 0,87 cm 6 11 Tahun 0,89 cm Lokasi Lahan Bekas Kebakaran Wanariset I, Samboja, Kalimantan. Lahan Bekas Kebakaran Wanariset I, Samboja, Kalimantan. Lahan Bekas Kebakaran Berat Wanariset I Samboja. Kalimantan. Dibawah naungan Sengon pada Areal PT. Kiani Lestari, Batu Ampar. Pembukaan Rumpang pada lahan Bekas Kebakaran Hutan, Wanariset. Dibawah naungan Sengon pada Areal PT. Kiani Lestari. Keterangan Leppe dan Piasukmana 1987 Leppe dan Piasukmana 1987 Leppe dan Piasukmana 1987 Leppe dan Piasukmana 1987 Noor dan Leppe 1995 Al Rasyid et al. 1991 II. TUJUAN PRODUK YANG DIHASILKAN Shorea smithiana Sym. yang termasuk dalam golongan meranti merah kayunya mudah dikerjakan, mudah digergaji, dibor dan dibubut serta dapat diamplas dengan baik. Kayunya dapat diplitur dengan baik namun perlu didempul terlebih dahulu. Jenis kayu ini pada umumnya dapat dipaku dan sekrup dengan baik, tetapi cenderung pecah apabila digunakan paku yang berukuran besar. Kayu meranti merah terutama dipakai untuk venir dan kayu lapis (plywood), disamping itu dapat juga dipakai untuk bangunan perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu dan jendela, dinding, lantai dan sebaginya. Selain daripada itu dapat juga dipakai sebagai kayu perkapalan (perahu, kapal kecil dan bagian-bagian kapal), peti pengepak, meubel murah, peti dan alat musik (pipa tangan). Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 3

III. R E G I M SILVIKULTUR INTENSIF Silvikultur intensif adalah Regim Silvikultur yang memadukan ketiga pilar : Pemuliaan pohon Manipulasi lingkungan Pengendalian hama terpadu Tujuan dari Regim Silvikultur Intensif : Menghasilkan produk hasil hutan Melindungi lahan Landscape Makanan ternak Menahan angin Memperkaya ekosistem Manfaat pelaksanaan Regim Silvikultur Intensif : Hutan produktif, efisien, kompetitif dan lestari: o Ketrampilan berkembang o Penyerapan tenaga kerja o Memajukan infrastruktur o Model Pembangunan Tercipta o Jangka panjang supply produk o Hutan alam tidak terganggu o Kualitas lingkungan meningkat Pelaksanaan Regim Silvikutur intensif berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Tanggal 20 Juli 2004 Nomor : SK.194/VI-BPHA/2004, tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Sebagai Model Pembangunan Sistem Silvikultur Intensif, dan Pembentukan Tim Pelaksananya. Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 4

PELAKSANAAN REGIM SILVIKULTUR INTENSIF : A. PENATAAN AREAL KERJA DAN RISALAH HUTAN Unit areal kelola hutan tanaman meranti prospektif (UK-HTMP) meliputi: Anak Petak, Petak, Blok tanaman, Resort Hutan, Bagian Daerah Hutan dan Kesatuan Pemangkuan Hutan :. Anak Petak merupakan bagian dari petak yang dicirikan oleh kekhasan sifat silvika dari jenis yang ditanam. Petak merupakan unit pengelolaan areal terkecil seluas kurang-lebih 100 ha. Blok tanaman adalah arenl penanaman dalam satu tahun pada setiap unit pengelolaan (kawasan). Blok tanaman terdiri dari 4 pelak alau seluas kurang lebih 500 ha. Resort Hutan (Kemantren) merupakan unit pengelolaan gabungan dari kurang lebih 1,000 2.000 ha yang merupakan kesatuan areal yang kompak, tidak terfragmentasi. Asistenan merupakan unit pengelolaan yang terdiri alas 5 Resort Hutan. Areal pengelolaannya meliputi kawasan hufan seluas kurang lebih 5.000 10.000 ha yang merupakan kesaluan areal yang kompak. Bagian Hutan merupakan unit pengelolaan hutan tertinggi dalam UK-HTMP, yang terdiri dari lima Asistenan. Areal pengelolaannya meliputi kawasan hutan seluas kurang lebih 50.000 ha. Penataan areal dilakukan pada kawasan hutan UK-HTMP seluas 30.000-40.000 Ha, Kegiatan risalah hutan meliputi kegiatan penetapan topografi dan survey penutupan lahan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penataan areal kerja. Kegiatan risalah hutan dilakukan untuk memperoleh iniormasi sebagai berikut: 1. Identifikasi bentuk lahan untuk menghasilkan peta topografi 2. Penutupan vegetasi (jarang; sedang dan rapat) untuk merancang tebang penyiapan lahan yang mungkin diperlukan dan rencana pembuatan jalur rintisan yang diperlukan bagi persyaratan silvika jenis yang akan ditanam. Pembukaan wilayah hufan pada lahan hutan dilaksanakan sebelum penanaman, Kegiatan pembukaan wilayah hutan meliputi pembangunan jalan angkutan serta pembangunan/ pembuatan sarana dan prasarana base camp; pondok kerja dan lain-lain, Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 5

Tebang Penyiapan Lahan, Pada petak area hutan yang berisi pohon-pohon tua terlampau rapat, diperlukan, tebang penyiapan lahan untuk menyingkirkan pohon-pohon tua berdiameter 40 cm yang akan menaungi tanaman. B. PENGADAAN BIBIT Sumber Bibit : Sumber bibit Shorea smithiana untuk penanaman dapat diambil dari Benih, Anakan alami dan Stek pucuk. Penyemaian : Kegiatan Penyemaian bibit dengan memperhatikan Bahan asal benih, Bahan anakan alami dan Pembuatan stek. C. PENYIAPAN LAHAN Kegiatan penyiapan lapangan : Pembuatan Jalur Tanaman, Pembuatan dan Pemasangan Ajir dan Pembuatan Lubang Tanaman. Gambar. 2. Skema Pembuatan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari D. PENANAMAN Dalam Penanaman kegiatan yang dilakukan adalah Pengangkutan Bibit, Penampungan/ Tempat Penyimpanan Bibit dan Penanaman Bibit. E. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA Kegiatan Pemeliharaan tanaman muda : Penyiangan dan Pemulsaan, Pembebasan Vertikal, Penyulaman, Pemupukan, Pengendalian Hama dan Penyakit dan Pemantauan. Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 6

F. PENJARANGAN Penjarangan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1. Tebang pohon yang sakit atau cacat. 2. Penebangan dilakukan terhadap pohon penyaing yang mempunyai diameter lebih besar atau sama dengan pohon binaan dan nilai ekonomisnya lebih rendah, 3. Terhadap tanaman meranti yang tertekan tidak perlu dijarangi sebagai cadangan. 4. Tajuk pohon binaan harus bebas dari tajuk pohon penyair,g atau pendesak. G. PERLINDUNGAN TANAMAN Musuh utama terhadap keberhasilan tanaman adalah api. Upaya pencegahan harus dilakukan sejak dini. H. PEMANENAN KAYU Pemanenan kayu pada pengelolaan hutan alam dengan sistem silvikullur intensif merupakan faktor yang menentukan dalam menentukan keberhasilan penanaman dan pertumbuhan tegakan baru pada jalur tanam rotasi berikutnya. Pohon-pohon yang boleh ditebang pada jalur kotor adalah pohon-pohon berdiameter 50 cm ke atas yang bukan merupakan pohon yang dilindungi, sedangkan pohon-pohon yang berada di jalur tanam dapat di tebang habis. VII. PERTIMBANGAN A. AZAS KELESTARIAN Azas Kelestarian pada dasarnya adalah upaya untuk mempertahankan nilai hutan agar manfaatnya bisa lebih lestari bagi umat manusia sekarang dan umat manusia di masa yang akan datang. Dari kecendrungan yang ada dapat disimpulkan bahwa: 1. Kelestarian adalah suatu proses 2. Untuk mengetahui hasil dari proses tersebut harus diciptakan alat untuk mempu mengukurnya (lewat kriteria dan indikator) 3. Agar hasil pengukurannya tepat, diperlukan persyaratan: pengukuran dilakukan pada petak ukur permanen, tersebar merata di lokasi yang akan dinilai. Persyaratan inilah yang menentukan apakah ekosistem hutan itu lestari atau tidak. Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 7

AZAS KELESTARIAN : PRODUKSI DAN KUALITAS PRODUK Produksi indikator yang digunakan umumnya Riap dan Bonita, dan kualitas produk tidak terjamin pada rotasi berikutnya apabila kondisi kerusakan tegakan tinggal akibat pembalakan tidak diperhatikan. EKOLOGI : o Tanah dan Air o Flora dan Fauna B. KONSERVASI EX SITU UNTUK MENINGKATKAN PRODUK DIKEMUDIAN HARI. Konservasi ex situ adalah konservasi sumberdaya genetik jenis target yang diperoleh dari beberapa populasi (tebaran geografiknya) dan ditanam di luar tebaran alaminya. Konservasi ex situ selain bermanfaat bagi para breeder, juga merupakan back up bagi konservasi in situ, bila kondisi alami dari jenis target yang bersangkutan mengalami erosi genetik. Konservasi ex situ untuk jenis Shorea smithiana diwujudkan dalam bentuk : Kebun Botani, Uji Jenis, Uji Provenance, Uji Progeny, Pembangunan Kebun Benih (Seed orchad maupun Clonal Seed Orchard) bahkan termasuk penyimpanan jangka panjang buah termasuk in vitro. C. KONTROL KONTROL YANG EFEKTIF DAN EFESIEN : Monitoring, Petak Ukur Permanen, Quality assurance, Assessors, Hot check dan Cold check Pre training dan Training untuk menyiapkan assesors yang berpengalaman. Hot check disebut hot audit yaitu audit yang dilakukan di lapangan. Hot check terdiri atas observasi dan dokumentasi terhadap kecakapan (performance) assessors yang dilakukan oleh QA crews (auditors) sewaktu assessors sedang melakukan pekerjaan di lapangan. Data yang dikumpulkan akan bermanfaat apabila mempunyai akurasi yang tinggi, tidak bias dan dapat dibandingkan. Sungguhpun demikian Cold check juga masih dan terus dikembangkan. Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 8

DAFTAR PUSTAKA Alrasyid, H, Marfuah, H. Wijayakusumah dan D. Hendrasyah, 1991. Vademikum Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Anonim, 1994. PROSEA. Plan Resources of South East. No. 5 (1). Timber Trees : Major Comercial Timbers. Bogor. Indonesia. Anonim, 2004, Pedoman Teknis. Pembangunan Hutan Tanaman Meranti Prospektif, Sehat dan Lestari Melalui Pendekatan Silvikultur Intensif. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta. Leppe, D dan S. Piasukmana, 1987. Pembangunan Hutan Dipterocarpacea di Kalimantan Timur. Makalah Pelengkap Simposium Hasil Penelitain Silvikultur Dipterocarpaceae 1987. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan bekerja sama dengan PT. Inhutani I dan PT. Inhutani II, Jakarta. Newman, M. F, P.F. Burgess dan T.C. Whitmore, 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae, Pulau Kalimantan. Prosea Indonesia. Bogor. Noor dan Leppe, 1995. Noor, M and Leppe, D. (1995). Pengaruh pembukaan celah terhadap tanaman Dipterocarpaceae apad areal bekas terbakar. Wanatrop 8(1): 1-8. Soekotjo, 2004, Status Riset Konservasi Genetik Tanaman Hutan Indigenous Species di Indonesia. Workshop Nasional. Konservasi, Pemanfaatan Dan Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan. Pusat Penelitan dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dan Japan International Cooperation Agency. Yogyakarta. Soekotjo dan Na iem, M, 2005. Rencana Kegiatan Silvikultur Intensif Dalam Rangka Panen Raya Buah Meranti Januari Maret 2005 dan Upaya Membangun Tanaman Tahun 2005. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta. Soekotjo, 2005, Regime Silvikultur : Upaya Untuk Merehab dan Meningkatkan Potensi Hutan Indonesia. Pidato Ilmiah Purna Tugas. Seminar Nasional dalam Rangka 70 Tahun Prof. Dr. Ir. H. Soekotjo. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hutan Tanaman Shorea smithiana Prospektif, Sehat dan Lestari. 9