BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN I 2014



dokumen-dokumen yang mirip
BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali MEI Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Kajian Ekonomi Regional Banten

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

Transkripsi:

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN I 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 1

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Asesmen Ekonomi dan Keuangan Divisi Asesmen Ekonomi Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali, 80234 Tel. (0361) 248982 Fax. (0361) 222988 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali triwulan I 2014. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholder internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan dan sistem pembayaran di Provinsi Bali. Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian daerah khususnya Bali mempunyai posisi dan peran yang strategis terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dalam upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi daerah dalam menyumbang inflasi nasional. Oleh sebab itu Bank Indonesia, sebagai bank sentral Republik Indonesia, memiliki perhatian yang besar terhadap upaya-upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah guna semakin mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu wujud dari kepedulian Bank Indonesia terhadap dinamika perekonomian daerah adalah melalui diseminasi hasil-hasil kajian kepada stakeholders, sebagaimana KEKR ini, dengan harapan informasi mengenai perekonomian daerah dapat dipahami secara luas oleh seluruh pihak terkait. Selanjutnya, stakeholders dapat memanfaatkan informasi dari KEKR ini untuk mengambil perannya dalam upaya perbaikan kinerja ekonomi di masa depan. Kami juga berharap akan muncul ide-ide konstruktif yang bermula dari kajian ini yang akan memberikan nilai tambah serta dapat menjadi stimulus upaya-upaya pengembangan daerah melalui kajian-kajian lanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional masih belum sepenuhnya sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini bermanfaat bagi para pembaca. Denpasar, Mei 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH III (BALI DAN NUSA TENGGARA) Kepala Perwakilan Benny Siswanto Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 3

Daftar Isi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Bali... 10 Ringkasan Umum... 13 1. Ekonomi Makro Regional... 17 1.1. SISI PENAWARAN... 17 1.1.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)... 19 1.1.2. Sektor Pertanian... 22 1.1.3. Sektor Jasa-jasa... 24 1.1.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 25 1.1.5. Sektor Industri Pengolahan... 26 1.1.6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan... 28 1.1.7. Sektor Bangunan... 29 1.1.8. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)... 31 1.2. SISI PERMINTAAN... 31 2. 1.2.1. Konsumsi... 32 1.2.2. Investasi... 34 1.2.3 Ekspor Impor... 35 Perkembangan Inflasi... 41 2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI... 41 2.1.1. Inflasi Tahunan... 41 2.1.2. Inflasi Triwulanan... 43 2.1.3. Inflasi Bulanan... 44 2.2. DISAGREGASI INFLASI... 46 2.2.1 Volatile Foods... 46 2.2.2 Administered Price... 47 2.2.3 Core Inflation... 47 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA... 48 3. 4 2.3.1. Inflasi Kota Denpasar... 49 2.3.2. Inflasi Kota Singaraja... 49 Perbankan dan Sistem Pembayaran... 53 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

3.1. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN... 53 3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi... 54 3.1.2. Non Performing Loan (NPL)... 58 3.2. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 58 3.2.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai... 59 3.2.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai... 60 4. Keuangan Pemerintah... 67 4.1 ANGGARAN PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI BALI... 67 4.2 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PROVINSI BALI... 67 4.3 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH TIAP DAERAH DI PROVINSI BALI SERTA ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH... 68 5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan... 71 5.1 PERKEMBANGAN NTP BALI... 71 5.2 PENGURANGAN ANGKA PENGANGGURAN... 72 6. Prospek Perekonomian... 75 6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2014... 75 6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN II 2014... 78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 5

Daftar Grafik Grafik 1.1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali... 17 Grafik 1.2 Pangsa Sektor Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali di Tahun 2013... 18 Grafik 1.3 Andil Sektor terhadap Perekonomian Provinsi Bali di Tahun 2013... 18 Grafik 1.4 Penyaluran Kredit Sektor PHR... 19 Grafik 1.5 Kunjungan Wisman ke Bali... 19 Grafik 1.6 Tingkat Penghunian Kamar dan Rata-rata Lama Menginap di Hotel... 20 Grafik 1.7 Penerimaan Visa On Arrival... 20 Grafik 1.8 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali... 21 Grafik 1.9 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara... 21 Grafik 1.10 Perkembangan Total Penjualan... 21 Grafik 1.11 Pertumbuhan Indeks Penjualan... 21 Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Subsektor Perdagangan... 22 Grafik 1.13 Perkembangan Arus Bongkar Muat... 22 Grafik 1.14 Perkembangan Produksi Perikanan... 23 Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian... 23 Grafik 1.16 Prognosa Beras (Stok) Bali 2014... 23 Grafik 1.17 Perkembangan Luas Panen Padi di Bali... 23 Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Perikanan... 24 Grafik 1.19 Perkembangan Volume Ekspor Perikanan... 24 Grafik 1.20 Penyaluran Kredit di Sektor Jasa... 25 Grafik 1.21 Jumlah Penumpang Laut... 26 Grafik 1.22 Jumlah Penumpang Pesawat Udara... 26 Grafik 1.23 Perkembangan Industri Besar dan Sedang... 26 Grafik 1.24 Nilai Ekspor Kayu dan Olahan Kayu... 26 Grafik 1.25 Nilai Ekspor Luar Negeri Pakaian Jadi... 27 Grafik 1.26 Nilai Ekspor Luar Negeri Tekstil... 27 Grafik 1.27 Kredit Sektor Industri... 28 Grafik 1.28 Konsumsi Listrik Industri... 28 Grafik 1.29 Perkembangan Inflasi Komoditas Sewa Rumah... 29 Grafik 1.30 Kredit Bank Umum... 29 Grafik 1.31 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)... 30 Grafik 1.32 Perkembangan Konsumsi Semen... 30 Grafik 1.33 Kredit Sektor Bangunan... 30 Grafik 1.34 Konsumsi Listrik di Bali... 31 Grafik 1.35 Jumlah Pelanggan Listrik... 31 Grafik 1.36 Indeks Keyakinan Konsumen... 32 Grafik 1.37 Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 32 Grafik 1.38 Indeks Tendensi Konsumen... 33 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 1.39 Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 33 Grafik 1.40 Kredit Konsumsi... 33 Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Tukar Petani... 33 Grafik 1.42 Kredit Investasi... 34 Grafik 1.43 Perkembangan Impor Barang Modal... 34 Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Ekspor Bali... 35 Grafik 1.45 Perkembangan Volume Ekspor Bali... 35 Grafik 1.46 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama... 36 Grafik 1.47 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama... 36 Grafik 1.48 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan... 36 Grafik 1.49 Pertumbuhan Ekspor berdasarkan... 36 Grafik 1.50 Perkembangan Nilai Impor Bali... 37 Grafik 1.51 Perkembangan Volume Impor Bali... 37 Grafik 1.52 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC... 37 Grafik 1.53 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC... 37 Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Bali... 41 Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Nasional dan Provinsi Bali... 41 Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi Bali Menurut Kelompok Barang... 42 Grafik 2.4 Perkembangan Harga di Provinsi Bali... 43 Grafik 2.5 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Januari 2014... 44 Grafik 2.6 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Januari 2014... 44 Grafik 2.7 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Februari 2014... 45 Grafik 2.8 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Februari 2014... 45 Grafik 2.9 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Maret 2014... 46 Grafik 2.10 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Maret 2014... 46 Grafik 2.11 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Penyebabnya (% mtm)... 46 Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi Bulanan... 46 Grafik 2.13 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah... 47 Grafik 2.14 Interaksi Permintaan dan Penawaran... 47 Grafik 2.15 Ekspektasi Pedagang... 48 Grafik 2.16 Ekspektasi Konsumen... 48 Grafik 2.17 Bobot Tahun Dasar (2012=100)... 48 Grafik 2.18 Bobot Tahun Dasar (2012=100)... 48 Grafik 3.1 Pertumbuhan Tahunan Aset, DPK dan Kredit... 54 Grafik 3.2 Komposisi dan Pertumbuhan Aset Menurut Kelompok Bank... 54 Grafik 3.3 Perkembangan LDR dan Komposisi Kredit Terhadap Aset Bank Umum... 54 Grafik 3.4 Perkembangan Share Kredit terhadap PDRB... 54 Grafik 3.5 Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank... 55 Grafik 3.6 Komposisi Kredit terhadap Aset menurut Kelompok Bank... 55 Grafik 3.7 Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank... 56 Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK... 56 Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Perbankan... 57 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 7

Grafik 3.10 Komposisi Kredit... 57 Grafik 3.11 Perkembangan NPL Kredit... 58 Grafik 3.12 NPL Berdasarkan Kelompok Bank... 58 Grafik 3.13 Perkembangan Uang Kartal di Bali... 59 Grafik 3.14 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling... 59 Grafik 3.15 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar... 60 Grafik 3.16 Temuan Uang Palsu... 60 Grafik 3.17 Perkembangan Kliring... 62 Grafik 3.18 Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong... 62 Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS dari Bali... 63 Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi RTGS ke Bali... 63 Grafik 5.1 NTP Provinsi Bali dan Nasional 2012-2014... 71 Grafik 5.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran Provinsi Bali... 72 Grafik 5.3 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja 2010 2014... 73 Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali... 75 Grafik 6.2. Perkembangan Dunia Usaha... 76 Grafik 6.3. Ekspektasi Situasi Bisnis Ke depan... 76 Grafik 6.4 Proyeksi Inflasi Bali... 78 Grafik 6.5 Perkembangan Perkiraan Penawaran dan Permintaan Provinsi Bali... 78 Grafik 6.6 Ekspektasi Pedagang terhadap Perubahan Barang dan Jasa... 79 Grafik 6.7 Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa... 79 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Daftar Tabel Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran, 2011 2014 (%, yoy)... 18 Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011 2014 (%, yoy)... 32 Tabel 2.1 Inflasi Triwulanan menurut Kelompok Barang (%, yoy)... 43 Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran... 49 Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran... 49 Tabel 3.1 Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali... 53 Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Menurut Sektor... 57 Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali... 59 Tabel 3.4 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong... 61 Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi RTGS... 62 Tabel 4.1 Rata-rata Realisasi Pendatan dan Belanja Daerah Triwulan I Periode 2011 2014... 68 Tabel 4.2 APBD Provinsi Bali... 69 Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali... 77 Daftar Boks BOKS A Daya Saing Ekspor Industri Pengolahan... 38 BOKS B Potensi El-Nino dan Dampaknya terhadap Produksi Pangan Daerah... 50 BOKS C Dampak Implementasi Kebijakan Loan to Value (LTV) dan Down Payment (DP) terhadap KPR dan KKB Provinsi Bali... 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 9

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Bali PDRB dan Inflasi : Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I EKONOMI MAKRO REGIONAL Produk Domestik Regional Bruto (%) 6.09 6.76 6.79 6.94 6.71 6.05 5.97 5.49 5.43 Berdasarkan Sektor : - Pertanian 0.65 3.36 4.33 5.12 2.14 1.71 0.88 0.87 1.00 - Pertambangan dan Penggalian 9.85 13.13 16.93 20.93 16.46 11.78 6.40 3.13 (5.70) - Industri Pengolahan 3.60 4.90 7.77 7.81 8.02 7.07 5.59 6.40 7.03 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.64 7.67 9.84 10.13 9.85 9.40 8.04 7.01 3.30 - Bangunan 13.23 17.01 20.71 23.30 21.10 11.25 (1.28) (3.94) (5.27) - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6.20 5.95 5.41 5.07 5.75 5.92 5.86 5.44 6.48 - Pengangkutan dan Komunikasi 9.86 8.31 6.17 6.12 5.17 5.56 5.87 7.31 7.11 - Keuangan dan Persewaan 8.48 8.37 9.96 9.83 8.78 7.96 6.00 7.36 7.99 - Jasa-jasa 8.63 9.30 6.79 6.55 8.93 8.55 15.12 11.52 9.23 Berdasarkan Permintaan : - Konsumsi 3.88 3.97 0.90 0.93 5.45 7.92 12.28 13.46 10.78 - Konsumsi Rumah Tangga 4.32 3.91 0.22 (0.03) 4.64 5.42 7.86 9.72 6.11 - Konsumsi Lembaga Nirlaba 8.37 9.64 6.12 5.91 17.68 25.18 32.10 30.33 20.79 - Konsumsi Pemerintah 0.55 3.83 4.85 6.41 9.50 22.24 38.07 33.67 39.47 - Investasi 24.97 44.79 27.16 32.86 36.62 24.59 6.69 (1.06) (3.86) - PMTB 14.74 16.75 16.53 20.38 26.59 21.39 6.64 0.57 (6.13) - Perub. Stok (35.70) (71.01) (62.70) (63.35) (69.46) (28.46) 5.37 40.19 (103.49) - Ekspor 7.36 5.93 4.34 4.78 4.74 8.62 17.45 15.35 16.30 - Impor 11.27 14.37 5.15 7.62 14.33 17.65 24.26 20.12 16.80 Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 143.55 161.01 136.36 145.92 145.85 138.03 122.67 133.75 132.19 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 30.50 34.64 31.49 34.34 27.09 32.90 29.55 33.59 27.57 Impor Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 42.42 31.73 32.85 53.19 44.52 53.15 94.07 129.10 122.10 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 5.83 1.72 26.82 29.37 13.26 21.11 22.39 20.09 11.67 Laju Inflasi Provinsi Bali (% yoy) 4.52 4.32 4.37 4.71 6.47 5.47 7.91 7.35 6.09 10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

PERBANKAN 2012 2013 2014 Indikator I II III IV I II III IV I PERBANKAN Total Aset (Rp Triliun) 53.24 57.09 60.98 63.63 64.85 68.04 73.19 75.55 75.01 DPK (Rp Triliun) 46.90 49.58 52.99 54.95 55.98 57.84 62.26 64.23 63.90 - Giro (Rp Triliun) 9.90 10.35 10.35 10.35 11.90 12.05 13.38 11.71 12.23 - Tabungan (Rp Triliun) 22.03 23.82 23.82 23.82 27.54 28.82 30.84 32.75 31.18 - Deposito (Rp Triliun) 14.97 15.41 15.41 15.41 16.54 16.97 18.04 19.77 20.50 Kredit (Rp Triliun) - lokasi bank 31.85 34.34 36.68 39.66 41.42 44.77 47.16 49.25 50.33 - Modal Kerja 12.95 14.52 15.18 16.51 16.67 17.37 18.32 19.71 19.99 - Investasi 6.18 6.40 7.11 7.88 8.65 10.27 10.66 11.08 11.35 - Konsumsi 12.72 13.41 14.39 15.27 16.10 17.13 18.19 18.46 18.99 Kredit UMKM (Rp Triliun) 12.93 14.41 14.87 15.96 16.12 17.78 18.68 19.74 20.21 Loan to Deposit Ratio (%) 67.92 69.26 69.23 72.18 73.99 77.40 75.75 76.67 78.77 NPL gross (%) 1.41 0.76 0.73 0.50 0.61 0.54 0.51 0.49 0.70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 11

SISTEM PEMBAYARAN Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Tunai Inflow (Rp Triliun) 2,281 1,901 2,131 1,830 2,906 2,503 2,797 2.194 3.331 Outflow (Rp Triliun) 1,623 2,790 3,125 3,242 2,280 2,468 4,154 3.494 2.382 RTGS : RTGS From : Nom. Transaksi RTGS From (Mil Rp) 15,550 22,231 28,185 30,382 29,941 33,865 34,940 27.875 42.024 Vol.Transaksi RTGS From (Lembar) 15,813 20,373 22,531 25,534 21,235 24,172 34,726 23,638 20.507 RTGS To : Nom. Transaksi RTGS To (Mil Rp) 9,620 14,134 17,969 20,675 21,187 23,450 45,831 21,702 19.201 Vol. Transaksi RTGS To (Lembar) 17,710 20,004 21,061 23,039 20,623 22,580 42,415 21,221 19.855 RTGS From-To : Nom. Transaksi RTGS To (Mil Rp) 2,764 3,369 3,858 4,356 3,990 4,144 9,280 4,038 3.866 Vol. Transaksi RTGS To (Lembar) 4,282 4,789 5,078 5,763 5,107 5,630 9,692 5,029 4.631 Kliring : Nom. Kliring (Juta Rp) 10,305 11,977 11,525 12,871 11,782 12,467 13,009 13,616 12.881 Vol. Kliring (Rb Lbr) 527 543 536 545 529 541 525 552 545 Nom. Tolakan Cek/BG Kosong (Jt Rp) 230 257 315 259 323 344 326 410 321 Vol Tolakan Cek/BG Kosong (Rb Lbr) 7.15 9.03 6.84 7.12 8.17 8.42 7.75 8.39 8.06 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Ringkasan Umum Perekonomian Bali tumbuh melambat dari 5,49% pada triwulan sebelumnya menjadi 5,43% (yoy) pada triwulan I 2014. Walaupun tumbuh melambat, perekonomian Bali tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,21% (yoy). Dari sisi penawaran, perlambatan ekonomi Bali dipicu oleh perlambatan yang terjadi di sektor jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, serta bangunan. Sedangkan dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan dipicu oleh perlambatan komponen konsumsi swasta serta kontraksi pertumbuhan yang terjadi pada komponen investasi. Perekonomian Bali triwulan I 2014 tumbuh melambat sebesar 5,43% (yoy) Setelah mengalami inflasi cukup tinggi di tahun 2013, inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2014 melandai sehingga tercatat sebesat 6,09% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,35% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 6,47% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, tekanan inflasi pada tahun 2014 terutama didorong oleh kelompok volatile foods dan core inflation. Sementara tekanan inflasi administered price relatif stabil, tercermin pada pergerakan inflasi kelompok ini yang berada pada level moderat. Laju inflasi di triwulan I 2014 sebesar 6,09% (yoy), lebih rendah dibanding laju inflasi triwulan sebelumnya Pada awal tahun 2014, industri perbankan masih belum menunjukkan ada peningkatan kegiatan usaha. Kinerja perbankan masih cenderung melanjutkan perlambatan sejak akhir 2013 yang dipicu oleh melambatnya kinerja perekonomian makro. Hal ini terindikasi dari perlambatan pada dua indikator utama kinerja perbankan yaitu pengerahan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit kepada masyarakat. Beberapa indikator kinerja perbankan menunjukkan perlambatan di triwulan I 2014 Perlambatan ekonomi dan industri perbankan juga terkonfirmasi dari melambatnya peredaran uang baik kartal maupun giral di provinsi Bali. Pada sisi uang kartal, sebagai indikator transaksi tunai, tercatat uang masuk ke Bank Indonesia lebih besar dibanding yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sedangkan pada transaksi non tunai terjadi penurunan jumlah nominal baik pada transaksi yang dilakukan melalui kliring maupun real time gross settlement (RTGS). Sistem pembayaran tunai maupun non tunai juga cenderung mengalami perlambatan di triwulan I 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 13

Realisasi pendapatan dan belanja pada Triwulan I 2014 meningkat dibanding triwulan sebelumnya Realisasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Bali pada triwulan I 2014 mencapai 26,51% lebih tinggi dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2013 sebesar 25,52%. Sementara itu, realisasi anggaran belanjanya sebesar 9,58%, juga lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja triwulan I 2013 sebesar 8,63%. Realisasi belanja langsung pada triwulan I 2014 sebesar 5,57% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,66%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja guna menstimulasi mesin perekonomian semakin baik. Tingkat kesejahteraan petani triwulan I 2014 menunjukkan penurunan, begitu juga dengan tingkat pengangguran Nilai Tukar Petani (NTP) yang menggambarkan kesejahteraan petani pada akhir triwulan I 2014 mengalami penurunan 0,11% dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Inflasi perdesaan juga tercatat relatif tinggi yaitu 0,42% (mtm) pada akhir triwulan I 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi perdesaan nasional sebesar 0,19% (mtm). Tingkat pengangguran di Provinsi Bali mengalami penurunan dari 1,79% pada Agustus 2013 menjadi 1,37% pada Februari 2014. Perekonomian Bali triwulan II 2014 diperkirakan tumbuh kisaran 5,2 5,8% (yoy) Perekonomian Bali triwulan II 2014 diperkirakan relatif meningkat dibandingkan dengan perekonomian triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 5,43% (yoy). Perekonomian Bali triwulan II 2014 diperkirakan tumbuh di kisaran 5,2 5,8% (yoy). peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan sektor-sektor utama yang diperkirakan meningkat di triwulan II 2014. Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi swasta dan ekspor diperkirakan akan kembali menunjukkan peningkatan. Selain itu, kontraksi yang terjadi pada komponen investasi diperkirakan tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya. Perekonomian Bali tahun 2014 diperkirakan tumbuh kisaran 5,35 5,95% (yoy) Untuk keseluruhan tahun 2014, perekonomian Bali diperkirakan tumbuh di kisaran 5,35 5,95% (yoy). Proyeksi pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2013 yang sebesar 6,05% (yoy). Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh realisasi perekonomian Bali triwulan I 2014 yang masih tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, komponen investasi diperkirakan belum menunjukkan perbaikan sehingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan sektor bangunan. 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Tekanan inflasi pada triwulan II 2014 diperkirakan masih cukup tinggi. Berdasarkan disagregasinya, upside risk inflasi diperkirakan bersumber dari core inflation dan administered price,sedangkan tekanan inflasi volatile foods diperkirakan mereda. Dengan demikian inflasi Bali diperkirakan akan berada dalam rentang 6,3 6,8% (yoy). Tekanan inflasi triwulan II 2014 diperkirakan berada di kisaran 6,3 6,8% (yoy) Tekanan inflasi Provinsi Bali pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 5,2 6,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 seiring dengan hilangnya dampak kenaikan BBM bersubsidi. Namun terdapat sejumlah risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi, seperti penyesuaian administered prices, dan potensi peningkatan harga pangan akibat musim kemarau di beberapa daerah, termasuk adanya indikasi kemungkinan terjadinya El Nino dengan intensitas lemah di bulan Agustus 2014. Tekanan inflasi tahun 2014 diperkirakan sebesar 5,2 6,2% (yoy) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 15

Halaman ini sengaja dikosongkan 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Bab 1 1. Ekonomi Makro Regional Perekonomian Bali triwulan I 2014 kembali menunjukkan perlambatan. Perekonomian Bali tumbuh melambat dari 5,49% pada triwulan sebelumnya menjadi 5,43% (yoy) pada triwulan I 2014 (Grafik 1.1). Walaupun tumbuh melambat, perekonomian Bali tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,21% (yoy). Dari sisi penawaran, perlambatan ekonomi Bali dipicu oleh perlambatan yang terjadi di sektor jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, serta bangunan. Namun sektor-sektor utama provinsi Bali, yaitu sektor PHR dan pertanian, menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sehingga menahan perlambatan yang lebih dalam di triwulan I 2014. Sedangkan dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan dipicu oleh perlambatan komponen konsumsi swasta serta kontraksi pertumbuhan yang terjadi pada komponen investasi, sedangkan pertumbuhan komponen ekspor menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 1.1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 1.1. SISI PENAWARAN Ditinjau dari sisi penawaran, pertumbuhan sektor jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, serta bangunan mengalami perlambatan di triwulan I 2014. Perlambatan tersebut menyebabkan perekonomian Bali tumbuh melambat dari 5,49% pada triwulan IV 2013 menjadi 5,43% (yoy) pada triwulan I 2014. Walaupun total pangsa ketiga sektor tersebut hanya sebesar 30,71%, namun perlambatan yang cukup dalam di sektor jasajasa serta kontraksi sektor bangunan yang masih berlangsung sejak triwulan III 2013 mendorong perlambatan pertumbuhan yang terjadi di sisi lain. Di sisi lain, pertumbuhan sektor-sektor utama Bali, yaitu Sektor PHR dan Pertanian, menunjukkan peningkatan sehingga menahan perlambatan yang lebih dalam di triwulan I 2014. Detail pertumbuhan PDRB dari sisi penawaran dapat dilihat pada Tabel 1.1. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 17

Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran, 2011 2014 (%, yoy) 2013 2014 Sektor 2011 2012 Tw I Tw II Tw III Tw IV 2013 Tw I Pertanian 2.22 3.37 2.14 1.71 0.88 0.87 1.39 1.00 Pertambangan 10.51 15.25 16.46 11.78 6.40 3.13 9.21 (5.70) Industri 3.12 6.04 8.02 7.07 5.59 6.40 6.75 7.03 Listrik, Gas & Air 7.35 9.08 9.85 9.40 8.04 7.01 8.55 3.30 Bangunan 7.88 18.67 21.10 11.25 (1.28) (3.94) 6.20 (5.27) Perdg, Hotel & Rest. 8.69 5.65 5.75 5.92 5.86 5.44 5.74 6.48 Pengangkutan & Kom. 5.97 7.56 5.17 5.56 5.87 7.31 5.99 7.11 Keuangan & Persewaan 6.22 9.18 8.78 7.96 6.00 7.36 7.50 7.99 Jasa-Jasa 9.94 7.78 8.93 8.55 15.12 11.52 11.08 9.23 PDRB 6.49 6.65 6.71 6.05 5.97 5.49 6.05 5.43 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Jika ditinjau dari pangsanya, perekonomian Bali di triwulan I 2014 masih ditopang oleh tiga sektor utamanya, yaitu Sektor PHR, Pertanian, serta Jasa-Jasa, dengan pangsa masing-masing sebesar 32,41%, 17,03%, 15,15% terhadap total perekonomian provinsi Bali (Grafik 1.2). Komposisi yang menggambarkan struktur perekonomian provinsi Bali tersebut relatif tidak mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Adapun total sumbangan (andil) ketiga sektor tersebut mencapai 3,61% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali di triwulan I 2014 (Grafik 1.3). Namun pangsa sektor PHR cenderung meningkat, sedangkan di sisi lain pangsa sektor pertanian cenderung mengalami penurunan seiring dengan alih fungsi lahan pertanian yang masih berlangsung hingga saat ini. Berdasarkan kelompoknya, andil sektor primer (sektor pertanian dan pertambangan) terhadap pertumbuhan ekonomi Bali hanya sebesar 0,13%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan andil sektor tersier (sektor PHR, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa) yang mencapai 4,80% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Bali ditopang oleh sektor tersier, khususnya sektor PHR yang didorong oleh industri pariwisata. Grafik 1.2 Pangsa Sektor Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali di Tahun 2013 Grafik 1.3 Andil Sektor terhadap Perekonomian Provinsi Bali di Tahun 2013 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa sejak triwulan III 2013, laju pertumbuhan paling tinggi masih disumbang oleh pertumbuhan sektor jasa-jasa. Namun walaupun masih tumbuh tinggi sebesar 9,23% (yoy), pertumbuhan tersebut mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan di sisi lain, sektor bangunan kembali mengalami kontraksi yang lebih dalam hingga 5,27% (yoy). Kontraksi di sektor bangunan tersebut terkait dengan perlambatan investasi di awal tahun 2014 seiring berakhirnya booming investasi MP3EI dalam rangka penyelenggaraan KTT APEC di tahun 2013. Selain itu, tingginya harga properti diperkirakan menjadi faktor pendorong perlambatan di sektor bangunan. 1.1.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Pertumbuhan Sektor PHR di triwulan I 2014 meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sektor PHR tumbuh sebesar 6,48%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya yang sebesar 5,44% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan tersebut mendorong andil sektor PHR terhadap pertumbuhan ekonomi Bali dari 1,74% menjadi sebesar 2,08%. Baik subsektor perdagangan, hotel, maupun restoran menunjukkan peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2014. Dari sisi kredit, nominal penyaluran kredit di triwulan I 2014 juga mengalami peningkatan, dengan outstanding kredit sebesar Rp 20,35 triliun (Grafik 1.4). Namun pertumbuhannya cenderung melambat seiring dengan trend perlambatan kredit yang terjadi sejak pertengahan tahun 2013. Peningkatan pertumbuhan sektor PHR tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di awal tahun. Pada triwulan I 2014, pertumbuhan jumlah kunjungan wisman meningkat dari 14,00% menjadi sebesar 14,87% (yoy), dengan jumlah kunjungan sebanyak 835.099 orang. Pertumbuhan tersebut didorong oleh masuknya libur awal tahun serta libur panjang di bulan Januari dan Maret. Selain itu, adanya beberapa kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di triwulan I 2014, salah satunya Fourth International Conference on Industrial Engineering and Operations Management (IEOM 2014) pada Januari 2014 ikut mendorong pertumbuhan sektor PHR triwulan I 2014. Grafik 1.4 Penyaluran Kredit Sektor PHR Grafik 1.5 Kunjungan Wisman ke Bali Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah Namun di sisi lain, walaupun pertumbuhan jumlah kunjungan wisman menunjukkan peningkatan, namun Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan rata-rata lama menginap di hotel cenderung mengalami penurunan pada triwulan I 2014. TPK triwulan I 2014 mengalami penurunan dari 61,35% menjadi 58,92%, sedangkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 19

rata-rata lama menginap turun dari 3,48 hari menjadi 3,17 hari (Grafik 1.6). Meningkatnya pertumbuhan jumlah kunjungan wisman sedangkan TPK menurun kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya semakin maraknya pembangunan hotel khususnya di Kabupaten sehingga TPK menjadi menurun, beralihnya preferensi wisman dari menginap di hotel bintang maupun non bintang ke villa maupun city hotel, atau disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan domestik di awal tahun. Namun meningkatnya pertumbuhan jumlah kunjungan wisman masih sejalan dengan meningkatnya penerimaan visa on arrival di triwulan II 2014 dari 16.003 ribu USD pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 17.202 USD, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 32,27% (yoy) (Grafik 1.7). Tingkat pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Grafik 1.6 Tingkat Penghunian Kamar dan Rata-rata Lama Menginap di Hotel Grafik 1.7 Penerimaan Visa On Arrival Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : PT Bank Rakyat Indonesia, diolah Kunjungan wisman ke Bali pada triwulan I 2014 masih didominasi oleh wisman asal Australia dan Tiongkok, dengan pangsa masing-masing sebesar 24,84% dan 18,09% terhadap total kunjungan wisman ke Bali. Pangsa wisman asal Australia cenderung menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, begitu juga dengan pangsa wisman asal Malaysia dan Jepang. Namun di sisi lain, pangsa wisman asal Tiongkok menunjukkan peningkatan yang signifikan dari sebelumnya 9,85% menjadi sebesar 18,09%. Peningkatan kunjungan wisman asal Tiongkok tersebut salah satunya didorong oleh perekonomian Tiongkok yang perlahan menunjukkan arah perbaikan, dimana perekonomian Tiongkok triwulan I 2014 masih tumbuh tinggi sebesar 7,4% (yoy). Selain itu, banyaknya hari libur nasional di Tiongkok pada triwulan I 2014, diantaranya libur tahun baru serta libur imlek (31 Januari 6 Februari) menjadi faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan wisman asal Tiongkok di triwulan I 2014. Secara keseruhan, pangsa negara asal kunjungan wisman ke Bali dapat dilihat pada Grafik 1.8. Sedangkan ditinjau dari pertumbuhan jumlah kunjungannya, hampir seluruh wisman dari tiap negara menunjukkan pertumbuhan kunjungan yang positif, kecuali wisman asal Jepang, Singapore, Taiwan, Rusia dan Jerman yang mengalami kontraksi. Pertumbuhan kunjungan wisman asal Austalia dan Tiongkok yang memiliki pangsa terbesar mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan wisman asal Australia meningkat dari 4,46% menjadi 15,67% (yoy). Namun pertumbuhan paling tinggi ditunjukkan oleh wisman asal Tiongkok dan Singapore, yang masing-masing tumbuh sebesar 50,17% dan 48,72% (yoy). Hal tersebut menunjukkan hal yang positif dan dapat menjadi peluang besar bagi para pelaku usaha industri pariwisata maupun pemerintah daerah dalam mengembangkan pariwisata Bali ke depannya. Perkembangan pertumbuhan kunjungan wisman berdasarkan negara asalnya dapat dilihat pada Grafik 1.9. 20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 1.8 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali Grafik 1.9 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah Sejalan dengan pertumbuhan sektor PHR, pertumbuhan subsektor perdagangan triwulan I 2014 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan subsektor perdagangan meningkat dari 7,54% menjadi sebesar 8,39% (yoy). Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia, terjadi kenaikan total penjualan di triwulan I 2014, dengan pertumbuhan total penjualan mencapai 61,65% (yoy) (Grafik 1.10). Walaupun pertumbuhannya sedikit melambat, namun pertumbuhan tersebut masih tergolong tinggi, dengan hasil survei nilai total penjualan yang meningkat pesat dari Rp 162 miliar menjadi Rp 198 miliar. Sama seperti triwullan sebelumnya, peningkatan total penjualan tersebut didorong oleh kenaikan total penjualan suku cadang di triwulan I 2014 (Grafik 1.11). Grafik 1.10 Perkembangan Total Penjualan Grafik 1.11 Pertumbuhan Indeks Penjualan Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), KpwBI Wilayah III Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), KpwBI Wilayah III Walaupun pertumbuhannya cenderung meningkat di triwulan I 2014, namun beberapa indikator lain terkait subsektor perdagangan menunjukkan perlambatan pertumbuhan, salah satunya indikator penyaluran kredit. Sejalan dengan penyaluran kredit sektor PHR, pertumbuhan penyaluran kredit subsektor perdagangan juga menunjukkan perlambatan. Pada triwulan I 2014, penyaluran kredit subsektor perdagangan tumbuh melambat dari 30,41% menjadi sebesar 28,68% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 14,7 triliun (Grafik 1.12). Walaupun tumbuh melambat, namun pertumbuhan kredit tersebut masih tergolong tinggi. Selain itu, pertumbuhan arus bongkar muat di Pelabuhan Benoa kembali mengalami kontraksi di triwulan I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 21

2014 (Grafik 1.13). Kontraksi pertumbuhan arus bongkar muat tersebut salah satunya disebabkan oleh cuaca yang kurang kondusif di awal tahun sehingga menggangu kelancaran distribusi dari dan ke Pelabuhan Benoa. Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Subsektor Perdagangan Grafik 1.13 Perkembangan Arus Bongkar Muat Sumber : PT Pelindo III, diolah 1.1.2. Sektor Pertanian Setelah mengalami perlambatan di sepanjang tahun 2013, pertumbuhan sektor pertanian di triwulan I 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh sebesar 1,00% pada triwulan I 2014, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,87% (yoy). Peningkatan tersebut menyebabkan andil sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Bali sedikit meningkat dari 0,16% menjadi 0,18%. Walaupun meningkat, namun pertumbuhan serta andil sektor pertanian terhadap perekonomian Bali masih tergolong rendah. Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh peningkatan subsektor perikanan, yang tumbuh dari 1,64% menjadi 6,68% (yoy). Sedangkan pertumbuhan subsektor lainnya, yaitu subsektor tanaman bahan makanan (tabama), tanaman perkebunan, peternakan, serta kehutanan cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kinerja subsektor perikanan didorong oleh meningkatnya jumlah tangkapan ikan di bulan Maret 2014. Pada periode tersebut, jumlah tangkapan ikan mencapai 183.517 kilogram sehingga mendorong pertumbuhan jumlah tangkapan ikan di triwulan I 2014 tetap tumbuh tinggi lebih dari 100% (yoy) (Grafik 1.1.4). Sedangkan dari sisi kredit, pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor pertanian juga menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2014, pertumbuhan kredit sektor pertanian tumbuh melambat dari 15,75% menjadi 11,88% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 1,1 triliun. (Grafik 1.15). 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 1.14 Perkembangan Produksi Perikanan Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Sumber : www.pipp.djpt.kkp.go.id Untuk subsektor tanaman bahan makanan (tabama), subsektor tersebut kembali tumbuh melambat pada triwulan I 2014. Pertumbuhan subsektor tabama melambat dari 1,53% menjadi sebesar 0,90% (yoy). Perlambatan tersebut telah terjadi secara konsisten dalam beberapa triwulan terakhir. Pangsa subsektor tabama terhadap total sektor pertanian mencapai 45,95%. Berdasarkan data prognosa kebutuhan pokok masyarakat di daerah Bali periode Januari sampai dengan Juni 2014, diperoleh bahwa jumlah stok beras di akhir triwulan I 2014 sebesar 95.654 ton (Grafik 1.16). Sedangkan berdasarkan data terakhir luas panen padi di akhir tahun 2013, pertumbuhan luas panen padi menunjukkan perlambatan pada akhir tahun 2013 (Grafik 1.17) dan diperkirakan luas panen akan sedikit berkurang di tahun 2014. Isu alih fungsi lahan pertanian di Bali yang sedang marak beberapa waktu ini dinilai menjadi salah satu faktor pendorong berkurangnya luas panen di tahun 2014. Selain itu kondusi cuaca yang kurang kondusif di awal tahun 2014 juga menjadi pemicu berkurangnya luas panen padi di awal tahun 2014. Grafik 1.16 Prognosa Beras (Stok) Bali 2014 Grafik 1.17 Perkembangan Luas Panen Padi di Bali Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Selain subsektor tabama, subsektor peternakan yang memiliki pangsa terbesar ke dua pada sektor pertanian sebesar 27,40% juga tumbuh melambat pada triwulan I 2014. Pertumbuhan subsektor peternakan mengalami kontraksi yang lebih dalam dari triwulan sebelumnya kontraksi 1,74% menjadi kontraksi 3,00% (yoy) pada triwulan I 2014. Banyaknya bibit sapi yang dijual pada usia muda menyebabkan jumlah sapi berkurang sehingga mendorong perlambatan di subsektor peternakan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 23

Sedangkan untuk subsektor perikanan, subsektor tersebut merupakan satu-satunya subsektor pada sektor pertanian yang mengalami peningkatan pertumbuhan sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan sektor pertanian secara keseluruhan pada triwulan I 2014. Pertumbuhan subsektor perikanan meningkat dari 1,64% menjadi sebesar 6,68% (yoy). Pangsa subsektor tersebut terhadap total sektor pertanian sebesar 21,85% (yoy). Membaiknya pertumbuhan subsektor perikanan dipicu oleh perbaikan kondisi cuaca di bulan Maret 2014 sehingga mendorong peningkatan produksi perikanan di triwulan I 2014. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekspor perikanan, dengan total nilai ekspor mencapai 27,14 juta USD (Grafik 1.18). Sedangkan dari sisi volume, pertumbuhan volume ekspor perikanan cenderung melambat dari 10,07% menjadi sebesar 2,20% (yoy), dengan total volume ekspor sebesar 7,94 ribu ton (Grafik 1.19). Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Perikanan Grafik 1.19 Perkembangan Volume Ekspor Perikanan 1.1.3. Sektor Jasa-jasa Seperti pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor jasa-jasa di triwulan I 2014 kembali mengalami perlambatan. Pertumbuhan sektor tersebut melambat dari 11,52% menjadi 9,23% (yoy), dengan andil terhadap pertumbuhan yang berkurang dari 1,68% menjadi 1,35%. Perlambatan yang terjadi di sektor jasajasa dipicu oleh perlambatan subsektor pemerintahan umum, sedangkan pertumbuhan subsektor jasa swasta cenderung menunjukkan peningkatan. Subsektor jasa pemerintahan umum tumbuh melambat dari 15,37% menjadi sebesar 11,02% (yoy). Subsektor tersebut menunjukkan trend perlambatan pasca pembayaran gaji ke 13 di pertengahan tahun 2013. Sedangkan dari sisi jasa swasta, pertumbuhan jasa hiburan dan rekreasi menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan di Sektor PHR. Walaupun pertumbuhan sektor jasa-jasa cenderung melambat, namun pertumbuhan sebesar 9,23% (yoy) pada sektor tersebut merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor lainnya. 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 1.20 Penyaluran Kredit di Sektor Jasa Sejalan dengan perlambatan sektor jasa-jasa, pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor jasa di triwulan I 2014 juga menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor jasa melambat dari 2,91% menjadi 2,56% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 1,97 triliun (Grafik 1.20). Penyaluran kredit ke sektor jasa tersebut ditujukan untuk jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan, serta jasa perorangan dan rumah tangga. Berdasarkan klasifikasinya, kredit ke sektor jasa administrasi pertahanan tumbuh melambat, sedangkan kredit ke jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan serta jasa perorangan dan rumah tangga tumbuh meningkat. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di subsektor tersebut. 1.1.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Setelah menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada tiga triwulan terakhir, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi di triwulan I 2014 sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berbeda dengan sektor PHR, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh melambat dari 7,31% menjadi sebesar 7,11% (yoy). Perlambatan tersebut menyebabkan andil sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap pertumbuhan ekonomi Bali berkurang dari 0,80% menjadi 0,78%. Perlambatan dipicu oleh subsektor pengangkutan yang memilki pangsa 81,44% terhadap sektor pengangkutan dan komunikasi, sedangkan pertumbuhan subsektor komunikasi sedikit meningkat. Pertumbuhan subsektor pengangkutan triwulan I 2014 melambat dari 7,59% menjadi sebesar 7,30% (yoy). Namun berdasarkan data PT. Pelindo III, pertumbuhan arus penumpang laut triwulan I 2014 meningkat dari 21,52% menjadi sebesar 39,84% (yoy), dengan jumlah penumpang mencapai 139.662 orang (Grafik 1.21). Peningkatan pertumbuhan arus penumpang laut tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan di triwulan I 2014. Sedangkan jumlah penumpang pesawat udara yang berangkat dari Bandara Ngurah Rai Bali sedikit berkurang dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 2.026 orang, dengan tingkat pertumbuhan yang masih tinggi sebesar 19,15% (yoy). (Grafik 1.22). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 25

Grafik 1.21 Jumlah Penumpang Laut Sumber : PT Pelindo III, diolah 1.1.5. Grafik 1.22 Jumlah Penumpang Pesawat Udara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sektor Industri Pengolahan Pada triwulan I 2014, pertumbuhan sektor industri pengolahan kembali menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor industri pengolahan meningkat dari 6,40% menjadi sebesar 7,03% (yoy) sehingga andil sektor industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi Bali turut meningkat dari 0,63% menjadi sebesar 0,70%. Hampir seluruh komponen dalam subsektor industri non migas mengalami pertumbuhan yang meningkat, diantaranya industri tekstil, barang kayu, serta industri makanan, minuman, dan tembakau. Hal tersebut sejalan dengan hasil publikasi BPS yang menunjukkaan bahwa terdapat kenaikan indeks pada industri makanan dan kayu, sedangkan indeks industri tekstil masih menunjukkan kontraksi pada triwulan I 2014 (Grafik 1.23). Grafik 1.23 Perkembangan Industri Besar dan Sedang Grafik 1.24 Nilai Ekspor Kayu dan Olahan Kayu Sumber : Badan Pusat Statistik Jika ditinjau berdasarkan masing-masing komponennya, peningkatan pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan lainnya sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekspor luar negeri kayu olahan (wood manufacture). Setelah mengalami kontraksi dalam satu setengah tahun terakhir, ekspor luar negeri kayu olahan mampu tumbuh tinggi di triwulan I 2014. Pertumbuhan ekspor luar negeri kayu olahan meningkat dari kontraksi 0,42% menjadi tumbuh positif sebesar 43,03% (yoy), dengan nilai nominal mencapai 19,48 juta USD (Grafik 1.24). Meningkatnya ekspor kayu tersebut diperkirakan terkait dengan penandatanganan 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan (FLEGT-VPA) yang berupa Perjanjian Kemitraan Indonesia Uni Eropa tentang Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan. FLEGT-VPA tersebut bertujuan untuk menghentikan perdagangan kayu ilegal dan memastikan hanya kayu dan produk kayu yang telah diverifikasi legalitasnya yang boleh diimpor oleh Uni Eropa dari Indonesia. Indonesia merupakan negara Asia pertama yang memiliki VPA dengan Uni Eropa dan hal ini memberikan keunggulan komparatif kayu dan produk kayu Indonesia, termasuk kerajinan kayu dari sektor UKM untuk bersaing dengan produk negara lain di pasar Uni Eropa. Ekspor kayu sendiri merupakan ekspor terbesar ke dua Bali setelah tekstil dan pada triwulan I 2014 pangsanya terhadap total ekspor luar negeri Bali sebesar 21,13%. Grafik 1.25 Nilai Ekspor Luar Negeri Pakaian Jadi Grafik 1.26 Nilai Ekspor Luar Negeri Tekstil Sejalan dengan pertumbuhan ekspor kayu, nilai total ekspor luar negeri pakaian jadi juga mengalami peningkatan pada triwulan I 2014. Sesuai dengan polanya, ekspor pakaian jadi meningkat di triwulan I, dengan nilai total ekspor mencapai 28,12 juta USD, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 21,79 juta USD. Walaupun nilainya meningkat, namun pertumbuhan ekspor luar negeri pakaian jadi sedikit melambat dari 1,79% menjadi 0,63% (yoy) (Grafik 1.25). Sedangkan untuk tekstil, nilai total ekspor luar negeri tekstil sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai total ekspor luar negeri tekstil pada triwulan I 2014 sebesar 5,19 juta USD (Grafik 1.26). Penurunan ekspor luar negeri tekstil tersebut sesuai dengan polanya dimana pada triwulan I, total ekspor tekstil cenderung menunjukkan penurunan dibandingkan dengan ekspor di akhir tahun. Melambatnya pertumbuhan ekspor luar negeri tekstil menunjukkan bahwa pertumbuhan industri tekstil triwulan I 2014 lebih didorong oleh ekspor tekstil dalam negeri. Namun walaupun tumbuh melambat, total ekspor luar negeri pakaian jadi dan tekstil mencapai 25,20% terhadap total ekspor luar negeri Bali di triwulan I 2014. Produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Bali yang menembus pasar luar negeri berupa pakaian jadi (busana) yang sangat diminati konsumen mancanegara karena rancangannya didesain secara unik dan menarik. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 27

Grafik 1.27 Kredit Sektor Industri Grafik 1.28 Konsumsi Listrik Industri Sumber : PT PLN Distribusi Bali, diolah Sedangkan dari sisi kredit, sejalan dengan trend perlambatan kredit secara umum, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan tumbuh melambat di triwulan I 2014. Pertumbuhan kredit ke sektor industri melambat dari 15,33% menjadi sebesar 11,96% (yoy), dengan outstanding kerdit sebesar Rp 1.62 triliun (Grafik 1.27). Pertumbuhan konsumsi listrik industri juga menunjukkan perlambatan pada triwulan I 2014. Total konsumsi listrik industri berkurang dari 40,55 juta KwH pada triwulan IV 2013 menjadi sebesar 37,01 juta KwH pada triwulan I 2014 (Grafik 1.28). 1.1.6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Seperti pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahan kembali menunjukkan peningkatan pada triwulan I 2014. Pertumbuhan sektor tersebut meningkat dari 7.36% menjadi sebesar 7,99% (yoy). Andil sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi Bali pun ikut meningkat dari 0.54% menjadi 0,58%. Ditinjau berdasarkan subsektornya, peningkatan tersebut didorong oleh pertumbuhan subsektor sewa bangunan, lembaga keuangan tanpa bank, serta jasa penunjang keuangan, sedangkan pertumbuhan subsektor bank dan jasa perusahaan cenderung menunjukkan perlambatan. Pada triwulan I 2014, subsektor sewa bangunan yang memiliki pangsa sebesar 46,65% terhadap total sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mampu tumbuh sebesar 9,01%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,32% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sewa bangunan tersebut sejalan dengan inflasi komoditas sewa rumah yang cukup tinggi, khususnya di bulan Maret 2014 yang mencaai 0,17% (mtm) (Grafik 1.29). Walaupun secara keseluruhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh meningkat, pertumbuhan tersebut sedikit tertahan oleh melambatnya pertumbuhan subsektor bank di triwulan I 2014. Subsektor bank tumbuh melambat dari 7,44% menjadi sebesar 6,86% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi secara konsisten dan sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit bank umum yang telah terjadi sejak tahun 2013. Namun perlambatan tersebut sejalan dengan tingkat suku bunga BI rate sebesar 7,5% yang ditetapkan dengan tujuan untuk menekan inflasi serta memperbaiki kondisi neraca perdagangan nasional. 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 1.29 Perkembangan Inflasi Komoditas Sewa Rumah Grafik 1.30 Kredit Bank Umum Sumber : BPS Pada triwulan I 2014, penyaluran kredit bank umum tumbuh melambat dari 24,18% menjadi sebesar 21,51% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 50,33 triliun (Grafik 1.30). Walaupun tumbuh melambat, namun nominal total kredit bank umum di triwulan I 2014 masih meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 49,25 triliun. Trend perlambatan pertumbuhan kredit tersebut dan saat ini tumbuh sebesar 21,51% (yoy) diharapkan dapat mencapai sasaran pertumbuhan kredit nasional yang sebesar 15 18% (yoy) dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi neraca perdagangan nasional secara umum. 1.1.7. Sektor Bangunan Pertumbuhan sektor bangunan kembali mengalami kontraksi pada triwulan I 2014 dan telah mengalami kontraksi selama tiga triwulan terakhir sejak triwulan III 2013. Pertumbuhan sektor bangunan pun telah menunjukkan perlambatan sejak awal tahun 2013. Pada triwulan I 2014, pertumbuhan sektor bangunan mengalami kontraksi sebesar 5,27%, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 3,94% (yoy). Kontraksi tersebut menyebabkan sektor bangunan kembali menyumbangkan angka pertumbuhan negatif terhadap total pertumbuhan ekonomi Bali, dengan andil sebesar -0.26%. Belum adanya proyek pembangunan berskala besar, khususnya pembangunan infrastruktur terkait MP3EI pasca booming investasi menjelang KTT APEC di akhir tahun 2013, menyebabkan pertumbuhan sektor bangunan terus menunjukkan perlambatan. Namun pada awal tahun 2014 telah diresmikan beberapa proyek infrastruktur PU di provinsi Bali, diantaranya proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Petanu dengan kapasitas 300 liter/detik, dua buah SPAM IKK di Kabupaten Tabanan dan Badung serta satu SPAM pedesaan di Kabupaten Jembrana dan Tabanan dengan total kapasitas 40 liter per detik, pembangunan sistem drainase Tukad Teba, serta program sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten tabanan. Rencana pembangunan proyek infrastruktur tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja sektor bangunan di pertengahan dan akhir tahun 2014. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 29

Grafik 1.31 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Grafik 1.32 Perkembangan Konsumsi Semen Sumber : Survei Harga Porperti Residensial, Bank Indonesia Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Perlambatan dan kontraksi yang terjadi di sektor bangunan sejalan dengan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia di triwulan I 2014. Hasil SHPR menunjukkan terjadi perlambatan pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan I 2014 (Grafik 1.31). Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan terhadap properti residensial di Bali kembali mengalami penurunan. Fenomena terus meningkatnya harga properti khususnya di Bali menjadi salah satu pemicu perlambatan sektor bangunan dalam beberapa periode terakhir. Tingginya harga porperti khususnya di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung tidak terlepas dari semakin terbatasnya lahan yang tersedia di daerah-daerah tersebut. Grafik 1.33 Kredit Sektor Bangunan Selain itu, berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia, pertumbuhan konsumsi semen di Bali juga masih mengalami kontraksi seperti pada triwulan sebelumnya, dengan total konsumsi di sepanjang triwulan I 2014 sebesar 430,12 ribu ton semen. Namun kontraksi yang terjadi tidak sedalam sebelumnya. Kontraksi pertumbuhan konsumsi semen di triwulan I 2014 sebesar 1,54%, jauh lebih baik dibandingkan dengan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 21,88% (yoy) (Grafik 1.32). Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor bangunan juga mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2014, penyaluran kredit sektor bangunan tumbuh melambat dari 45,72% menjadi sebesar 25,83% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 1,76 triliun (Grafik 1.33). Relatif berkurangnya proyek pembangunan di awal tahun 2014 serta penerapan kebijakan Loan to Value (LTV) dinilai masih efektif dalam menahan laju pertumbuhan kredit dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan kredit nasional. 30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

1.1.8. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih (LGA) tumbuh melambat di triwulan I 2014. Pertumbuhan sektor LGA melambat dari 7,01% pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 3,30% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Perlambatan terus menyebabkan andil sektor LGA terhadap pertumbuhan ekonomi Bali berkurang dari 0,11% menjadi 0,05%. Perlambatan tersebut terjadi baik pada subsektor listrik maupun air bersih. Khusus untuk subsektor listrik yang memiliki pangsa sebesar 72,94% terhadap total sektor LGA, subsektor tersebut tumbuh melambat dari 6,54% menjadi sebesar 2,04% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan dengan data yang diperoleh dari PLN, dimana pertumbuhan konsumsi listrik maupun jumlah pelanggan listrik di Bali mengalami perlambatan pada triwulan I 2014. Pertumbuhan konsumsi listrik mengalami kontraksi sebesar 15,64% (yoy), dengan jumlah konsumsi listrik sebesar 1.032,04 juta KwH (Grafik 1.34). Kontraksi tersebut terjadi seiring dengan tingginya pertumbuhan jumlah konsumsi listrik di periode yang sama tahun sebelumnya pada saat terjadinya booming investasi pembangunan infrastruktur di tahun 2013 (base effect) sehingga jumlah listrik yang dibutuhkan pada periode tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan periode pelaporan. Selain itu, pertumbuhan jumlah pelanggan listrik di triwulan I 2014 juga melambat dari 9,09% menjadi sebesar 8,92% (yoy), dengan jumlah pelanggan sebesar 1.020 unit (Grafik 1.35). Grafik 1.34 Konsumsi Listrik di Bali Grafik 1.35 Jumlah Pelanggan Listrik Sumber : PLN Distribusi Bali, diolah Sumber : PLN Distribusi Bali, diolah 1.2. SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 dari 5,49% menjadi sebesar 5,43% (yoy) didorong oleh perlambatan konsumsi swasta (konsumsi swasta dan lembaga nirlaba) serta komponen investasi. Konsumsi swasta tumbuh melambat dari 10,07% menjadi sebesar 6,37% (yoy), sedangkan pertumbuhan investasi terkontraksi lebih dalam dari kontraksi 1,06% menjadi sebesar 3,86% (yoy). Trend perlambatan investasi tersebut telah terjadi dalam satu tahun terakhir. Namun perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 sedikit tertahan oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah serta komponen ekspor. Konsumsi pemerintah masih tumbuh tinggi dan meningkat dari 33,67% menjadi sebesar 39,47% (yoy), sedangkan pertumbuhan ekspor meningkat dari 15,35% menjadi sebesar 16,30% (yoy). Detail perkembangan pertumbuhan PDRB dari sisi permintaan dapat dilihat pada Tabel 1.2. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 31

Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011 2014 (%, yoy) 2013 2014 Komponen 2011 2012 2013 Tw I Tw II Tw III Tw IV I Konsumsi 9.25 2.38 5.45 7.92 12.28 13.46 9.82 10.78 Konsumsi Rumah Tangga 8.65 2.05 4.64 5.42 7.86 9.72 6.92 6.11 Konsumsi Lembaga Nirlaba 7.33 7.46 17.68 25.18 32.10 30.33 26.42 20.79 Konsumsi Pemerintah 13.53 3.98 9.50 22.24 38.07 33.67 26.35 39.47 Investasi 12.56 32.10 36.62 24.59 6.69 (1.06) 15.37 (3.86) PMTB 13.81 17.20 26.59 21.39 6.64 0.57 13.07 (6.13) Perub. Stok 20.66 (59.29) (69.46) (28.46) 5.37 40.19 (25.18) (103.49) Ekspor 6.56 5.56 4.74 8.62 17.45 15.35 11.65 16.30 Impor 11.43 9.42 14.33 17.65 24.26 20.12 19.18 16.80 PDRB 6.49 6.65 6.71 6.05 5.97 5.49 6.05 5.43 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 1.2.1. Konsumsi Secara umum, pertumbuhan konsumsi triwulan I 2014 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Konsumsi tumbuh melambat dari 13,46% menjadi sebesar 10,78% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh perlambatan konsumsi swasta (rumah tangga dan lembaga nirlaba), sedangkan pertumbuhan konsumsi pemerintah menunjukkan peningkatan. Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat dari 9,72% menjadi sebesar 6,11% (yoy), sedangkan pertumbuhan konsumsi lembaga nirlaba melambat dari 30,33% menjadi sebesar 20,79% (yoy). Perlambatan pertumbuhan konsumsi di triwulan I 2014 tersebut sejalan dengan beberapa prompt indicator konsumsi, diantaranya hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia, Indeks Tendensi Konsumen, penyaluran kredit konsumsi, serta Nilai Tukar Petani (NTP) di triwulan I 2014. Grafik 1.36 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.37 Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Sumber : Survei Konsumen, KPwBI Wilayah III Sumber : Survei Konsumen, KPwBI Wilayah III 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia, hampir seluruh indikator menunjukkan adanya penurunan tingkat optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi maupun ekspektasi kondisi ekonomi ke depan. Walaupun masih di atas level optimis (indeks di atas 100), hasil Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), maupun Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan nilai untuk masing-masing indeks sebesar 111,64, 104,94, dan 118,33 (Grafik 1.36). Selain itu berdasarkan hasil survei tersebut, diperoleh adanya indikasi penurunan tingkat penghasilan, supply (persediaan) kerja, serta konsumsi durable goods (barang tahan lama) pada triwulan I 2014 (Grafik 1.37). Grafik 1.38 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.39 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Sumber : Badan Pusat Statistik Sumber : PT PLN Distribusi Bali, diolah Melambatnya pertumbuhan konsumsi di triwulan I 2014 juga terkonfirmasi dari menurunnya Indeks Tendensi Konsumen (ITK) hasil publikasi BPS. Tingkat optimisme konsumen pada triwulan I 2014 berada pada level 114,98, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan indeks triwulan sebelumnya yang sebesar 115,03 (Grafik 1.38). Selain itu, pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga juga menunjukkan perlambatan pada triwulan I 2014. Pertumbuhan konsumsi listrik mengalami kontraksi sebesar 13,77% (yoy), dengan total konsumsi listrik sebesar 441,96 juta KwH (Grafik 1.39). Grafik 1.40 Kredit Konsumsi Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : Badan Pusat Statistik Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 33

Dari sisi kredit, pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi triwulan I 2014 juga menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit konsumsi tumbuh melambat dari 20,95% menjadi sebesar 17,95% (yoy), dengan total outstanding kredit sebesar Rp 18,99 triliun (Grafik 1.40). Indikator konsumsi lainnya berupa Nilai Tukar Petani (NTP) hasil publikasi BPS juga menunjukkan penurunan indeks pada triwulan I 2014. Indeks NTP triwulan I 2014 menurun dari 105,93 menjadi sebesar 103,83 (Grafik 1.41). Walaupun menunjukkan penurunan, namun indeks yang masih berada di atas 100 tersebut mengindikasikan tingginya daya beli masyarakat pada sektor pertanian. 1.2.2. Investasi Pada triwulan I 2014, pertumbuhan komponen investasi kembali mengalami perlambatan, dengan kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan investasi mengalami kontraksi sebesar 3,86%, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 1,06% (yoy). Perlambatan investasi didorong oleh perlambatan Pembentukkan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh melambat dari 0,57% menjadi kontraksi sebesar 6,13% (yoy). Kontraksi pertumbuhan yang terjadi pada komponen investasi sejalan dengan kontraksi pertumbuhan sektor bangunan yang terjadi pada triwulan I 2014. Melambatnya pertumbuhan investasi telah terjadi dalam satu tahun terakhir (sejak triwulan I 2014), dimana berakhirnya proyek-proyek infrastruktur berskala besar dalam rangka KTT APEC pada tahun 2013 menyebabkan investasi terus tumbuh melambat di akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2013. Selain itu, tingginya harga tanah di Bali diperkirakan juga berpengaruh terhadap melambatnya pertumbuhan pembangunan di awal tahun 2014. Namun rencana realisasi proyek SPAM Bali di tahun 2014 diharapkan dapat kembali meningkatkan pertumbuhan investasi di tahun 2014. Grafik 1.42 Kredit Investasi Grafik 1.43 Perkembangan Impor Barang Modal Melambatnya pertumbuhan investasi tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang kembali menunjukkan perlambatan pada triwulan I 2014. Penyaluran kredit investasi tumbuh melambat dari 28,10% menjadi sebesar 10,54% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 11,35 triliun (Grafik 1.42). Seperti halnya pertumbuhan investasi, pertumbuhan penyaluran kredit investasi juga sudah menunjukkan trend perlambatan sejak pertengahan tahun 2013. Selain itu, melambatnya pertumbuhan impor barang modal juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan investasi triwulan I 2013. Walaupun masih tumbuh tinggi, pertumbuhan impor luar negeri barang modal melambat dari 559% menjadi sebesar 437% (yoy), 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

dengan total nilai impor sebesar 88,28 juta USD (Grafik 1.43). Perlambatan impor barang modal tersebut diantaranya terdiri dari impor komponen transportasi (transportation equipment), baik untuk kebutuhan industri maupun lainnya. 1.2.3 Ekspor Impor Setelah tumbuh melambat pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekspor kembali meningkat pada triwulan I 2014, sedangkan pertumbuhan impor tetap pada trend melambat. Pertumbuhan ekspor meningkat dari 15,35% menjadi sebesar 16,30% (yoy), sedangkan pertumbuhan impor melambat dari 20,12% menjadi sebesar 16,80% (yoy). Walaupun pertumbuhan ekspor meningkat dan impor melambat, namun total nominal impor masih lebih besar dibandingkan dengan ekspor sehingga pada triwulan I 2014, provinsi Bali masih berada pada net impor sebesar Rp 267,94 miliar. Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Ekspor Bali Grafik 1.45 Perkembangan Volume Ekspor Bali Berdasarkan data ekspor luar negeri, pertumbuhan ekspor luar negeri masih mengalami kontraksi sejak setahun terakhir. Pertumbuhan ekspor luar negeri triwulan I 2014 mengalami kontraksi sebesar 9,37% (yoy) dengan total nilai ekspor sebesar 132,19 juta USD. Kontraksi tersebut sedikit lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 8,34% (yoy) (Grafik 1.44). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekspor lebih didorong oleh pertumbuhan ekspor antar daerah dibandingkan dengan ekspor luar negeri. Kontraksi ekspor luar negeri yang lebih dalam tersebut didorong oleh komoditas pakaian jadi, perhiasan, dan tekstil, sedangkan pertumbuhan ekspor kayu olahan dan furniture menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari volumenya, pertumbuhan volume ekspor menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Setelah pertumbuhan volume ekspor mengalami kontraksi dalam tiga tahun terakhir, volume ekspor triwulan I 2014 mampu tumbuh sebesar 1,78% (yoy), dengan volume ekspor mencapai 27,57 ribu ton (Grafik 1.45). Jika dilihat berdasarkan komoditasnya, terdapat sedikit perbedaan komposisi ekspor di triwulan I 2014 dibandingkan dengan beberapa triwulan sebelumnya. Jika sebelumnya komoditas perikanan memiliki pangsa terbesar, maka pada triwulan I 2014 pangsa ekspor Bali didominasi oleh komoditas pakaian jadi sebesar 21,27%, kemudian disusul komoditas perikanan sebesar 20,53%, komoditas perhiasan sebesar 16,32%, komoditas kayu olahan sebesar 14,74%, dan disusul oleh berbagai komoditas lainnya (Grafik 1.46). Sedangkan untuk pertumbuhan masing-masing komponen, peningkatan pertumbuhan ekspor luar negeri ditunjukkan oleh komoditas kayu olahan (wood manufacture) yang tumbuh meningkat dari kontraksi 0,42% Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 35

menjadi tumbuh positif sebesar 43,04% (yoy), dengan nilai ekspor mencapai 19,48 juta USD. Sedangkan ekspor komoditas utama lainnya cenderung tumbuh melambat (Grafik 1.47). Meningkatnya pertumbuhan ekspor kayu olahan tersebut selain didorong oleh penandatanganan Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan (FLEGT-VPA), juga didukung oleh membaiknya perekonomian negara-negara utama tujuan ekspor Bali. Grafik 1.46 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama Grafik 1.47 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jika ditinjau dari negara tujuan ekspornya, negara tujuan ekspor utama Bali masih didominasi oleh USA sebesar 19,61%, Jepang 14,41%, Australia 8,92%, dan Singapore 7,93% (Grafik 1.48). Pangsa ekspor ke negeara Jepang cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,73%. Jika ditinjau dari pertumbuhannya, pertumbuhan ekspor ke USA, Jepang, dan Hongkong meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekspor ke Australia dan Singapore melambat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.49). Grafik 1.48 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan Grafik 1.49 Pertumbuhan Ekspor berdasarkan Negara Tujuan Dari sisi impor, nilai impor luar negeri Bali triwulan I 2014 sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun pertumbuhan impor luar negeri meningkat dari 142,71% menjadi sebesar 174,28% (yoy) dengan total nilai impor sebesar 122,10 juta USD (Grafik 1.50). Meningkatnya pertumbuhan impor luar negeri menunjukkan bahwa perlambatan impor dalam komponen PDRB lebih didominasi oleh perlambatan impor antar daerah. Sejalan dengan pertumbuhan nilai impor, pertumbuhan volume impor triwulan I 2014 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Walaupun masih mengalami kontraksi, kontraksi volume impor luar negeri triwulan I 2014 tidak sedalam triwulan sebelumnya, yaitu terkontraksi sebesar 12,02% (yoy) dengan total volume impor mencapai 11,67 ribu ton (Grafik 1.51). Grafik 1.50 Perkembangan Nilai Impor Bali Grafik 1.51 Perkembangan Volume Impor Bali Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, impor luar negeri triwulan I 2014 masih didominasi oleh impor barang modal (capital goods). Pangsa impor barang modal mencapai 72,30% terhadap total impor luar negeri, disusul oleh impor bahan mentah (raw material) sebesar 24,77%, dan terakhir impor barang konsumsi (consumption goods) sebesar 2,92% (Grafik 1.52). Pertumbuhan impor capital goods, raw material, dan consumption goods masing-masing sebesar 437,21%, 64,37%, dan kontraksi 63,13% (yoy) (Grafik 1.53). Grafik 1.52 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC Grafik 1.53 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 37

BOKS A Daya Saing Ekspor Industri Pengolahan Kinerja ekspor wilayah Bali-Nustra secara umum dalam tiga tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. Sepanjang 2014 ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar 20,5%. Kontraksi ekspor terjadi seiring dengan menurunnya aktivitas ekspor bahan mentah khususnya komoditas biji tembaga yang merupakan komoditas ekspor Utama di wilayah Bali-Nustra. Berdasarkan klasifikasinya ekspor bahan mentah masih memiliki pangsa terbesar dengan rata-rata pangsa pada tiga tahun terakhir mencapai 60,7%, sedangkan ekspor komoditas industry pengolahan dalam periode yang sama memiliki pangsa 39,3%. Sejalan dengan kinerja ekspor secara umum, kinerja ekspor komoditas industry pengolahan pada tiga tahun terakhir juga memiliki kecenderungan yang sama. Pada tahun 2013 ekspor komoditas industri pengolahan tercatat mengalami kontraksi sebesar 11,7% sedangkan sepanjang 2014 kontraksi sebesar 15,5%. Faktor pelemahan permintaan global diperkirakan menjadi penyebab kontraksi ekspor komoditas industry pengolahan yang terjadi pada beberapa tahun terakhir. Berdasarkan jenis komoditasnya, ekspor komoditas industri pengolahan didominasi oleh eskpor tekstil dengan rata-rata pangsa tiga tahun terakhir mencapai 225,5%, diikuti oleh kayu olahan dan makanan olahan yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 14,4% dan 10,3%. Adapun Negara tujuan ekspor Utama untuk komoditas industry adalah Amerika serikat, Australia dan Singapura. Komoditas tekstil sebagai komoditas ekspor Utama, dalam empat tahun terakhir nilai ekspor komoditas ini mengalami penurunan yang berkelanjutan. Ekspor tekstil ke pasar Utama, Amerika, Eropa dan Australia cenderung mengalami kontraksi dari tahun ke tahun, namun ekspor ke pasar Asia khususnya Singapura tercatat menglami peningkatan. Dari informasi pelaku di industry tekstil dan produk tekstil (TPT), penurunan ekspor tekstil ke benua Amerika dan Eropa lebih dipengaruhi oleh melemahnya demand di kedua benua tersebut. Meskipun karakteristik produk tekstil yang diekspor oleh wilayah Bali-Nustra umumnya berupa barang pesanan khusus yang menyebabkan persaingan menjadi lebih terbatas, namun kondisi perekonomian di Negara mitra yang belum kunjung pulih menyebabkan berkurangnya permintaan. Volatilitas belum mempengaruhi kinerja ekspor secara signifikan. Hal ini mengingat kontrak pengadaan dan pengiriman produk tekstil dilakukan untuk suatu periode tertentu, umumnya dapat mencapai 6 bulan. Adapun penguatan nilai tukar pada beberapa bulan terakhir masih belum mempengaruhi volume ekspor maupun harga jual komoditas produk tekstil yang dipasarkan. Namun, volatilitas nilai tukar ditengarai akan mempengaruhi kinerja perusahaan, melalui variable bahan baku yang masih masih didatangkan dari beberapa Negara seperti China dan India. Sehingga pelemahan nilai tukar yang sempat terjadi pada awal tahun diperkirakan telah mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Mengingat produk tekstil yang dipasarkan umumnya merupakan pesanan khusus, maka menurut kontak liason, harga jual produk tekstil tersebut lebih ditentukan oleh motif dan atribut dari produk yang dipesan. Tingkat kesulitan dan jenis bahan baku menjadi salah satu faktor yang mentukan dalam pembentukan harga jual suatu produsk tekstil. Secara spesifik, ekspor komoditas kayu olahan dan makanan jadi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan supply dari wilayah Bali-Nustra. Dari hasil liason dengan kontak pada industry pengalengan ikan, permintaan ekspor komoditas ikan kaleng terindikasi stabil tinggi. Pergerakan nilai tukar yang terjadi sepanjang pertengahan 2013 dan awal 2014 dipandang belum mempengaruhi permintaan maupun kinerja 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

keuangan perusahaan secara umum. Sementara, perubahan harga komoditas lebih ditentukan oleh pasar, pengusaha atau industry cenderung untuk mengikuti harga yang berlaku di pasar. Adapun faktor Utama yang mempengaruhi kinerja ekspor lebih bersumber pada ketersediaan bahan baku. Baik untuk komoditas ikan kaleng, maupun kayu olahan, memiliki kendala yang relatif sama, yaitu ketersediaan bahan baku secara berkelanjutan. Khusus untuk komoditas ikan kaleng, kelangkaan bahan baku berupa ikan segar harus dipenuhi melalui impor baik China maupun India. Sedangkan untuk kayu olahan, ketersediaan bahan baku berupa kayu gelondong semakin sulit ditemukan, hal ini dipengaruhi oleh semakin menyusutnya lahan hutan produksi untuk komoditas kayu, serta adanya ketentuan sertifikasi kayu yang mengatur pemanfaatan kayu secara ketat. Kondisi kelangkaan bahan baku tersebut ditengarai dapat mengubah struktur biaya produsen, sehingga berpotensi mengubah harga yang ditawarkan oleh industry. Namun, kekhasan komoditas ekspor wilayah Bali-Nustra, khususnya untuk komoditas tekstil dan kayu olahan, dianggap sebagai keunggulan komparatif yang sulit disaingi oleh eksportir lain. Secara umum, pelaku usaha beranggapan bahwa nilai tukar yang dipandang paling ideal untuk melakukan kegiatan usaha adalah berkisar diantara Rp 10.000,00 Rp 11.000,00. Nilai ini dianggap ideal, mengingat pada besaran ini pelaku usaha masih mampu melakukan impor bahan baku dan barang modal serta barang pendukung lainnya, sejalan dengan hal tersebut, pada level tersebut, harga komoditas ekspor juga dipandang masih mampu bersaing dengan eksportir lain. Namun hal yang dipandang lebih penting dibandingkan besaran nilai tukar tersebut adalah stabililitas nilai tukar itu sendiri. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 39

Halaman ini sengaja dikosongkan 40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Bab 2 1. Perkembangan Inflasi Setelah mengalami inflasi cukup tinggi di tahun 2013, inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2014 melandai sehingga tercatat sebesat 6,09% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,35% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 6,47% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, tekanan inflasi pada tahun 2014 terutama didorong oleh kelompok volatile foods dan core inflation. Sementara tekanan inflasi administered price relatif stabil, tercermin pada pergerakan inflasi kelompok ini yang berada pada level moderat. 2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI Tekanan inflasi Bali pada triwulan I 2014 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi Bali yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Denpasar dan Kota Singaraja pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 6,09% (yoy). Tingkat inflasi Bali tersebut masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy). Inflasi akumulasi Provinsi Bali sepanjang triwulan I 2014 tercatat telah mencapai 1.86% (ytd) yang terutama didorong oleh peningkatan harga pada kelompok kesehatan, bahan makanan dan makanan jadi serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa. Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Bali Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Nasional dan Provinsi Bali inflasi (%) 9 8 7 6 5 4 3 2-1 01-2 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011 2012 2013 6.09 1.86 0.29 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7.32 6.09 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2010 2011 2012 2013 2014 mtm yoy ytd Nasional Bali Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 2.1.1. Inflasi Tahunan Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014, inflasi Bali mengalami penurunan, hingga tercatat sebesar 6,09% (yoy). Inflasi Bali kembali tercatat berada dibawah inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy) maupun tingkat inflasi tahun lalu yang sebesar 6.47% (yoy). Inflasi terjadi pada seluruh Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 41

kelompok, terutama pada kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau serta kelompok Kesehatan sebagaimana tercermin pada Grafik 2.3. Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi Bali Menurut Kelompok Barang 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 6.47 6.09 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw I 2012 2013 2014 UMUM Kesehatan Bahan Makanan Makanan Jadi Transportasi & Komunikasi Perumahan, Air, LGA Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercatat sebagai kelompok yang mengalami inflasi tertinggi bersumber pada kenaikan ongkos angkutan udara. Mulai tanggal 1 Maret 2014 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Besaran Biaya Tambahan Tarif Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri diimplementasikan. Kebijakan menaikkan harga tiket disebabkan oleh adanya biaya tambahan (surcharge) yang digunakan untuk menutupi kerugian biaya operasional akibat kenaikan harga avtur dan melemahnya nilai tukar rupiah hingga mencapai di atas Rp 12.000 jelang akhir tahun 2013. Biaya operasional yang dimaksud antara lain perawatan pesawat, sewa pesawat, asuransi, suku cadang, dan gaji pilot yang bergantung pada dollar AS. Disamping itu, Hari Raya Nyepi 2014 mendorong peningkatan arus penumpang pesawat udara dari Bali ke luar daerah. Selanjutnya tekananan inflasi kelompok bahan makanan jadi juga mengalami peningkatan yang lebih disebabkan oleh penyesuaian harga oleh pelaku usaha di awal tahun. Peningkatan ongkos produksi sebagai dampak penyesuaian LPG dan kenaikan Upah Minimum Provinsi mendorong pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga pada level yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Disamping itu, beberapa pelaku usaha juga mulai merespon tren depresiasi Rupiah yang mulai terjadi sejak pertengahan tahun 2013. Beberapa kondisi tersebut juga mendorong kenaikan pada kelompok kesehatan, terutama komoditas obat dengan resep. Sementara itu, kelompok lainnya mengalami inflasi pada level moderat, dan mengalami penurunan tekanan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi pada sewa kontrak rumah yang umumnya terjadi pada awal tahun belum terlihat pada triwulan I 2014, sehingga tekanan inflasi kelompok ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok bahan makanan juga tercatat jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Meskipun terjadi gangguan produksi akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif disertai dengan bencana alam, kondisi suplai triwulan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun lalu yang tersendat akibat implementasi UU Hortikultura. 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 2.4 Perkembangan Harga di Provinsi Bali 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Rp % (yoy) 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 250 200 150 100 50 0-50 -100 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Beras Growth Beras 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Bawang Merah Growth Bawang Merah 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Rp % (yoy) 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 300 250 200 150 100 50 0-50 -100 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Rp % (yoy) 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 30 25 20 15 10 5 0-5 -10 2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Cabe Merah Growth Cabe Merah Nominal Gula Pasir Growth Gula Pasir Sumber : Survei Pemantauan Harga, Bank Indonesia 2.1.2. Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, tekanan inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2014 mengalami peningkatan, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Faktor seasonal awal tahun menyebabkan terjadi kenaikan harga beberapa komoditas seperti makanan jadi dan kesehatan. Berdasarkan kelompoknya inflasi terjadi pada semua kelompok dengan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan. Disamping itu kelompok bahan makanan dan makanan jadi juga mencatat inflasi dengan level yang jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. No. Tabel 2.1 Tabel 2.1 Inflasi Triwulanan menurut Kelompok Barang (%, yoy) Inflasi Triwulanan Menurut Kelompok Barang (%) 2012 2013 2014 Kelompok Barang Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw IV 1 Bahan Makanan 0.95 2.01 12.05 (5.03) 3.29 0.40 2.87 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 0.48 2.63 0.69 0.98 2.46 0.97 2.81 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 0.55 0.49 2.37 0.98 1.37 0.81 1.19 4 Sandang 1.03 (0.14) (1.42) (1.03) 0.83 0.39 0.96 5 Kesehatan 0.32 0.63 0.48 0.31 0.91 (0.21) 4.55 6 Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 4.94 (0.10) 0.09 0.18 3.96 (0.02) 0.44 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.24 0.35 0.62 3.43 7.44 0.72 0.75 UMUM 0.87 1.12 3.73 (0.31) 3.19 0.61 1.81 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 43

2.1.3. Inflasi Bulanan Inflasi bulanan Provinsi Bali di sepanjang triwulan I 2014, menunjukkan tren penurunan. Di awal triwulan I 2014 Bali mencatat inflasi sebesar 1,19% (mtm). Selanjutnya, inflasi pada Februari dan Maret 2014 tercatat berada pada level moderat, yakni berturut-turut sebesar0.37% (mtm) dan 0.29% (mtm). Tingginya risiko inflasi di awal tahun sebagai pengaruh terganggunya distribusi dan produksi bahan makanan di tengah cuaca yang tidak kondusif dan bencana alam yang terjadi pada beberapa wilayah sentra pangan di Indonesia. Namun demikian terganggunya distribusi dan produksi dapat tertangani dengan baik sehingga ketersediaan bahan pangan kembali membaik. Hal ini tidak lepas dari upaya pengendalian inflasi dari Tim Koordinasi Pengendali Inflasi Daerah (TKPID) Provinsi Bali. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan pada triwulan I 2014 mampu membawa inflasi Bali kembali ke rata-rata normalnya. Januari 2014 Grafik 2.5 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Januari 2014 Grafik 2.6 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Januari 2014 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1.19 UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan,LGA, Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & OR Transportasi & Komunikasi Transportasi & Pendidikan, Kesehatan Sandang Perumahan,LGA, Makanan Jadi Bahan Makanan 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah Catatan awal tahun inflasi Bali menunjukkan peningkatan, tercatat sebesar 1,19% (mtm) atau 7.17% (yoy). Sesuai dengan pola musimannya di awal tahun, tekanan inflasi mengalami peningkatan akibat cuaca yang kurang kondusif dan penyesuaian harga oleh pelaku usaha di awal tahun. Inflasi pada Januari 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata historisnya selama 5 tahun terakhir yang sebesar 0,82% (mtm) disebabkan oleh adanya bencana banjir serta kenaikan harga bahan bakar dan UMP yang meningkatkan ongkos produksi sehingga pelaku usaha melakukan penyesuaian harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Berdasarkan kelompoknya, inflasi Januari terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan. Hargaharga komoditas bahan makanan melambung akibat curah hujan yang tinggi, bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah termasuk di Pulau Bali. Beberapa komoditas yang tercatat mengalami peningkatan harga signifikan diantaranya daging ayam ras, cabai rawit, ikan kembung dan bayam. 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Kelompok lainnya yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap inflasi Bali Januari 2014 adalah kelompok Perumahan, LGA dan Bahan Bakar akibat kenaikan LPG 12 kg. Peningkatan inflasi kelompok kesehatan dan makanan jadi didorong oleh peningkatan ongkos produksi terkait dengan depresiasi Rupiah, kenaikan LPG 12 kg dan kenaikan UMP. Februari 2014 Pada Februari 2014, Provinsi Bali mencatat inflasi pada level moderat, yakni sebesar 0,37% (mtm) atau 6.67% (yoy), menurun dibandingkan dengan Januari 2014. Perkembangan ini dipengaruhi berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam meminimalkan dampak lanjutan bencana alam yang terjadi di awal tahun sehingga tingkat inflasi bahan makanan pada bulan Februari 2014 berada pada level yang rendah.selain itu, penurunan tekanan inflasi juga didorong oleh beberapa faktor berikut : (i) menurunnya tekanan permintaan pada low season kunjungan wisatawan (ii) mulai meredanya tekanan terhadap Rupiah (iii) koreksi terhadap harga LPG 12 kg. Grafik 2.7 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Februari 2014 Grafik 2.8 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Februari 2014 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.37 UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan,LGA, Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & OR Transportasi & Komunikasi Transportasi & Pendidikan, Rekreasi, & Kesehatan Sandang Perumahan,LGA, Bahan Makanan Jadi Bahan Makanan 0 0.05 0.1 0.15 0.2 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah Maret 2014 Tren penurunan inflasi Provinsi Bali berlanjut hingga Maret 2014. Inflasi Provinsi Bali tercatat sebesar 0,29% (mtm) atau 6.09% (yoy). Tingkat inflasi pada Maret 2014 jauh lebih rendah dibandingkan dengan rataratanya selama 5 tahun terakhir yang sebesar 0,61% (mtm).meskipun terjadi peningkatan aktivitas konsumsi terkait perayaan Hari Raya Nyepi yang jatuh pada 31 Maret 2014, melimpahnya pasokan seiring dengan kondisi cuaca yang kondusif dapat meredam laju kenaikan komponen bahan makanan secara umum. Penurunan harga terutama terjadi pada daging ayam ras ; sawi hijau; tomat sayur; ikan tongkol ; serta bawang merah serta kelompok ikan-ikanan. Laju penurunan harga kelompok bahan makanan tertahan oleh peningkatan beberapa harga komoditas seperti cabai rawit, beras, dan telur ayam. Penurunan harga emas perhiasan menyumbang deflasi pada kelompok sandang. Berdasarkan hasil SPH, emas perhiasan mengalami tren penurunan hingga mencapai Rp. 492 ribu/gram pada akhir Maret 2014. Sementara itu,kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mencatat peningkatan tekanan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan ongkos angkutan udara. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 45

Grafik 2.9 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Maret 2014 Grafik 2.10 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Maret 2014 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.29 UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan,LGA, Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & OR Transportasi & Komunikasi Transportasi & Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, & Kesehatan Sandang Perumahan,LGA, Bahan Makanan Jadi Bahan Makanan 0 0.05 0.1 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah 2.2. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan I 2014 terutama bersumber pada kelompok core inflation dan volatile foods. Sementara itu, tekanan administered price relatif terkendali. Grafik 2.11 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Penyebabnya (% mtm) Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi Bulanan 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0-0.5-1 -1.5 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2010 2011 2012 2013 2014 Volatile Administered Core IHK 8 % mtm 6 4 2 0-2 -4-6 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2010 2011 2012 2013 2014 Inflasi IHK (mtm) Inflasi Volatile (mtm) Inflasi Core (mtm) Inflasi Adm Price (mtm) Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 2.2.1 Volatile Foods Kelompok Volatile Foods mengalami tekanan inflasi cukup tinggi. Meskipun melandai dibandingkan tahun sebelumnya, inflasi kelompok ini tercatat meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Apabila dilihat pergerakannya sepanjang tahun triwulan I 2014, tekanan inflasi kelompok volatile foods mulai mengalami tren peningkatan sejak awal tahun 2014, dan berangsur-angsur melandai sampai dengan akhir Maret 2014. Faktor utama yang mempengaruhi pergerakan harga kelompok ini adalah minimnya pasokan baik yang bersumber pada sisi lokal maupun impor antar pulau. Beberapa faktor yang tercatat memicu 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

kelangkaan pasokan di triwulan I 2014 diantaranya tingginya curah hujan dan bencana alam yang terjadi pada beberapa sentra pangan di Indonesia. 2.2.2 Administered Price Tekanan inflasi kelompok administered price pada triwulan I 2014 terutama bersumber pada kenaikan ongkos angkutan udara dan penyesuaian harga LPG 12 kg. Kenaikan ongkos udara di Bali disebabkan oleh adanya penyesuaian Besaran Biaya Tambahan Tarif Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Disamping itu, meningkatnya arus penumpang pada saat perayaan Nyepi juga turut andil dalam mengakselerasi inflasi administered price pada triwulan I 2014. 2.2.3 Core Inflation Inflasi kelompok inti pada triwulan I 2014 didorong oleh mulai dilakukannya penyesuaian harga oleh pelaku usaha sebagai respon atas tren depresiasi Rupiah yang terjadi semenjak pertengahan tahun 2013. Disamping itu, peningkatan ongkos produksi sebagai dampak kenaikan harga LPG 12 kg dan kenaikan UMP turut berkontribusi dalam peningkatan inflasi kelompok ini. Laju inflasi kelompok inti tertahan oleh kondisi permintaan yang dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran serta kondisi ekspektasi inflasi yang masih terjaga. Grafik 2.13 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.14 Interaksi Permintaan dan Penawaran 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 2010 2011 2012 2013 2014 Supply 1 bln yad Demand 1 bln yad Interaksi permintaan dan penawaran Tekanan permintaan dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran. Hal ini terindikasi dari hasil Survei Pedagang Eceran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara sebagaimana tercerminpada grafik 2.17. Ekspektasi Inflasi Ekspektasi inflasi masyarakat Bali, baik dari sisi konsumen maupun pedagang cukup terjaga, meskipun sedikit mengalami peningkatan.hal ini tercermin pada hasil Survei Konsumen maupun Survei Pedagang Eceran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara (grafik 2.18 dan grafik 2.19). Konsumen dan Pedagang berpendapat akan terjadi kenaikan harga secara umum dalam 3 dan 6 bulan yang akan datang, tercermin dari indeks net balanceperkiraan harga 3 dan 6 bulan yang akan datang dibandingkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 47

dengan saat ini yang berada diatas 100. Dengan demikian, pengendalian ekspektasi inflasi sebagai langkah antisipatif menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.optimalisasi forum strategis TPID dalam pemeliharaan ekspektasi inflasi masyarakat dapat menjadi salah satu alternatif solusi. Indeks 200 180 160 140 120 100 Grafik 2.15 Ekspektasi Pedagang 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011 2012 2013 2014 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad %yoy 195 185 175 165 155 145 135 Indeks Grafik 2.16 Ekspektasi Konsumen % yoy 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011 2012 2013 2014 Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad Inflasi IHK (skala tahunan) - RHS 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Sumber : Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA Mulai 1 Januari 2014 terjadi penambahan cakupan kota perhitungan inflasi di Bali. Selain Denpasar, Kota Singaraja kini menjadi kota sampel perhitungan inflasi Bali. Berdasarkan SBH 2012 bobot Kota Denpasar adalah sebesar 1,78 sedangkan bobot Kota Singaraja sebesar 0,58. Karakteristik inflasi Kota Denpasar maupun Singaraja terutama dipengaruhi oleh kelompok pengeluaran bahan makanan, makanan jadi dan perumahan sebagaimana tercermin pada dominannya bobot kelompok pengeluaran tersebut dalam keranjang IHK Kota Denpasar maupun Singaraja (Grafik 2.17 dan 2.18). Grafik 2.17 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar Grafik 2.18 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja 9% 19% 26% 19% 16% BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR SANDANG 5% 6% 27% 12% 26% 19% I. BAHAN MAKANAN II MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU III. PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR IV. SANDANG 6% 5% KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN 4% V. KESEHATAN VI. PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA VII. TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

2.3.1. Inflasi Kota Denpasar Pada bulan Maret 2014 Kota Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,32% (mtm) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 109,89. Tingkat inflasi tahun kalender Maret 2014 sebesar 1,96% dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 5,66%. Sepanjang triwulan I 2014 kelompok kesehatan mengalami inflasi tertinggi, tercatat sebesar 5,98% (ytd) yang didorong oleh kenaikan obat dengan resep. Kelompok lainnya yang juga mengalami tekanan cukup tinggi adalah kelompok bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 3,58% (ytd) dan 2,98% (ytd). 2014 No. Kelompok Barang Januari Februari Maret mtm ytd yoy mtm ytd yoy mtm ytd yoy UMUM 1.26 1.26 6.55 0.37 1.63 6.11 0.32 1.96 5.66 1 Bahan Makanan 2.47 2.47 8.64 0.5 2.99 6.56 0.58 3.58 3.78 2 Makanan Jadi 1.44 1.44 6.8 1.46 2.92 8.06 0.06 2.98 7.72 3 Perumahan, Air, LGA 0.75 0.75 4.84 0.01 0.76 3.76 0.09 0.85 3.72 4 Sandang 0.72 0.72 0.46 0.43 1.15 1.37-0.10 1.05 1.53 5 Kesehatan 4.24 4.24 5.99 0.35 4.61 6.29 1.31 5.98 7.51 6 Pendidikan, Rekreasi, & OR 0.28 0.28 3.36 0.02 0.3 3.35 0.08 0.38 3.40 7 Transportasi & Komunikasi 0.34 0.34 10.19-0.04 0.31 10.07 0.51 0.81 10.45 Sumber : BPS, diolah Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran 2.3.2. Inflasi Kota Singaraja Inflasi Kota Singaraja pada Maret 2014 tercatat sebesar 0,17% (mtm) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115.3. Tingkat inflasi tahun kalender Maret 2014 sebesar 1,38%, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi Denpasar. Namun demikian, secara tahunan inflasi Kota Singaraja berada jauh diatas inflasi Denpasar. Pada Maret 2014 inflasi Singaraja tercatat sebesar 8.2% (yoy). Sepanjang triwulan I 2014 kelompok makanan jadi mengalami inflasi tertinggi, tercatat sebesar 2,32% (ytd). Kelompok lainnya yang juga mengalami tekanan cukup tinggi adalah kelompok perumahan, air dan LGA dan makanan jadi yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 2,16% (ytd) dan 0,76% (ytd). Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran No. 2014 Kelompok Barang Januari Februari Maret mtm ytd yoy mtm ytd yoy IHK mtm ytd yoy UMUM 0.83 0.83 10.25 0.37 1.20 9.39 115.3 0.17 1.38 8.20 1 Bahan Makanan 0.47 0.47 10.35 0.48 0.95 8.79 118.07-0.19 0.76 4.32 2 Makanan Jadi 1.21 1.21 12.66 0.01 1.22 9.96 118.06 1.09 2.32 10.58 3 Perumahan, Air, LGA 1.69 1.69 11.37 0.50 2.19 11.60 117.32-0.03 2.16 11.45 4 Sandang 0.09 0.09 4.40 0.04 0.13 4.03 108.01 0.58 0.71 4.68 5 Kesehatan - - 2.00 - - 0.83 103.39 0.19 0.19 0.83 6 Pendidikan, Rekreasi, & OR - - 1.09 0.37 0.37 1.33 102.01 0.27 0.64 1.52 7 Transportasi & Komunikasi - - 13.56 0.72 0.72 14.39 114.5-0.17 0.54 14.25 Sumber : BPS, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 49

BOKS B Potensi El-Nino dan Dampaknya terhadap Prospek Produksi Pangan Daerah El- Nino berpotensi akan terjadi pada saat musim kemarau sehingga musim kemarau dikhawatirkan menjadi lebih panjang. Dampaknya adalah produktivitas pertanian dikawatirkan ikut menurun. Untuk mengkaji dan mendalami fenomena El-Nino ini, telah dilaksanakan diskusi terbatas dengan berbagai elemen mengenai potensi dampak El-Nino bagi produktivitas pertanian. Lingkup diskusi diperluas mencakup potensi dampak El-Nino bagi produktivitas pertanian di provinsi Bali Dampak El-Nino tahun 2014 dibandingkan dengan El-Nino tahun-tahun sebelumnya. BMKG yang mempunyai wilayah tugas Bali, Nusa Tenggara hingga Kalimantan menyatakan bahwa El-Nino yang terjadi tahun 2014 ini berada pada level yang lemah (weak) sehingga pengaruhnya pada produktivitas pertanian tidak sebesar dampak El-Nino pada tahun-tahun sebelumnya. Dinas Pertanian Provinsi Bali menyampaikan optimismenya dalam mendukung pencapaian surplus beras nasional sebesar 10 juta ton pada tahun 2014. Sejalan dengan hal tersebut, Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) juga menyampaikan bahwa dampak langsung El-Nino diperkirakan sangat minim menginat sistem irigasi pertanian Bali melalui Subak sudah sangat baik. Sumber air sebagian besar berasal dari danau sehingga kekurangan pasokan air dapat diminimalkan. Strategi peningkatan kinerja sektor pertanian Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian guna mengantisipasi berbagai potensi resiko seperti kondisi cuaca, pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai intansi milik masyarakat terus berupaya mengembangkan teknologi hemat air, pembuatan embung, cubang dan perbaikan jaringan irigasi. Selain itu, pemerintah melalui Dinas Pertanian juga berupaya untuk mengurangi kehilangan hasil pasca penanganan pasca panen dengan memfasilitasi alat pasca panen berupa: Power Threser, Chombine dan Revitalisasi Penggilingan. BMKG juga memperkenalkan meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara pola tanam yang sesuai dengan kondisi cuaca dan iklim yang ada. Hambatan peningkatkan produktivitas pangan Hambatan psikologis petani yaitu prospek keuntungan petani yang relatif rendah sehingga mengurangi minat petani untuk terus beraktivitas di sektor pertanian. Instansi terkait seperti dinas pertanian sudah berupaya memberikan subsidi pupuk dan memasarkan hasil-hasil pertanian sehingga keuntungan para petani seharusnya sudah cukup besar. Hambatan psikologis lainnya seperti penanganan pasca panen yang kurang tepat guna mengejar keuntungan yang lebih cepat meskipun lebih sedikit. Salain itu, pola usaha tani yang masih menjaga tradisi dan bersifat turun menurun menyebabkan petani tradisional kurang cepat menerima perubahan. Peran penyuluh pertanian sangat diperlukan untuk merubah efektifitas pelaku usaha tani di provinsi Bali. 50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Menjaga kecukupan pasokan barang di provinsi Bali Pemerintah daerah melalui jajaran teknisnya belum dapat memantau dengan tepat arus barang yang keluar masuk Provinsi Bali. Upaya merealisasikan pantauan arus keluar masuk barang terkendala biaya. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan antara lain menggunakan jumlah stok di pedagang untuk memantau kecukupan pasokan barang yang ada. Upaya mengantisipasi kurangnya pasokan dari sentra produksi pangan belum distrategikan secara khusus sehingga masih terdapat resiko kenaikan harga yang mengikuti harga yang ditetapkan oleh pemasok. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 51

Halaman ini sengaja dikosongkan 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Bab 3 Perbankan dan Sistem Pembayaran Pada awal tahun 2014, industri perbankan masih belum menunjukkan ada peningkatan kegiatan usaha. Kinerja perbankan masih cenderung melanjutkan perlambatan sejak akhir 2013, yang dipicu oleh melambatnya kinerja perekonomian makro. Hal ini terindikasi dari perlambatan pada dua indikator utama kinerja perbankan yaitu pengerahan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit kepada masyarakat. Perlambatan ekonomi dan industri perbankan juga terkonfirmasi dari melambatnya peredaran uang baik kartal maupun giral di provinsi Bali. Pada sisi uang kartal, sebagai indikator transaksi tunai, tercatat uang masuk ke Bank Indonesia lebih besar dibanding yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sedangkan pada transaksi non tunai terjadi penurunan jumlah nominal baik pada transaksi yang dilakukan melalui kliring maupun real time gross settlement (RTGS). 3.1. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN Melemahanya kinerja sektor riil yang tercermin dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, secara langsung mempengaruhi kinerja sektor keuangan khususnya perbankan. Hal ini tercermin dari perlambatan kinerja asset dari 18,74% (yoy) pada triwulan IV 2013, menjadi 15,77% (yoy) (Grafik 3.1). Perlambatan asset terutama dipicu oleh melambatnya penyerapan DPK. Selain itu, ekspansi kredit juga tertahan sebagai akibat melemahnya kegiatan ekonomi. Perlambatan asset terbesar terjadi pada kelompok bank pemerintah (bank persero dan BPD). Asset kelompok bank pemerintah melambat dari 18,05% (yoy) menjadi 12,88% (yoy). Tabel 3.1 Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (dalam miliar Rp) Indikator 2012 2013 2014 II III IV I II III IV I Aset 57,091 60,983 63,625 64,846 68,041 73,186 75,549 75,071 Kredit Umum 34,337 36,684 39,662 41,421 44,770 47,163 49,251 50,329 Modal Kerja 14,518 15,182 16,512 16,669 17,373 18,319 19,705 19,989 Investasi 6,404 7,110 7,884 8,652 10,269 10,658 11,083 11,351 Konsumsi 13,415 14,392 15,266 16,100 17,128 18,186 18,463 18,989 Kredit MKM 27,599 29,257 31,274 32,345 34,953 36,155 37,503 38,843 Pangsa Kredit MKM 80.38 79.76 78.85 78.09 78.07 76.66 76.15 77.18 Kredit UMKM 14,411 14,873 15,959 16,116 17,782 18,677 19,740 20,210 Pangsa Kredit UMKM 41.97 40.54 40.24 38.91 39.72 39.60 40.08 40.16 24.46 22.33 24.91 24.68 23.39 25.58 Dana Pihak Ketiga 49,577 52,988 54,948 55,982 57,840 62,259 64,234 63,896 Deposito 15,412 15,893 16,430 16,541 16,971 18,044 19,767 20,494 Giro 10,347 11,505 10,490 11,901 12,045 13,379 11,714 12,229 Tabungan 23,818 25,590 28,028 27,540 28,824 30,835 32,753 31,174 NPL (Gross) 0.76 0.73 0.50 0.61 0.54 0.51 0.49 0.70 LDR 69.26 69.23 72.18 73.99 77.40 75.75 76.67 78.77 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan IV-2013 53

Grafik 3.1 Pertumbuhan Tahunan Aset, DPK dan Kredit Grafik 3.2 Komposisi dan Pertumbuhan Aset Menurut Kelompok Bank Walaupun asset bank pemerintah dan bank asing cenderung melambat, namun bank swasta tercatat mengalami peningkatan meskipun terbatas. Asset bank swasta meningkat dari 19,72% menjadi 20,43%, hal ini ditengarai akibat peningkatan kegiatan antar kantor seiring dengan peningkatan jaringan bank swasta. 3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Tingkat LDR sebagai ukuran pelaksanaan fungsi intermediasi, pada triwulan I 2014 tercatat mengalami peningkatan dari 76,67% menjadi 78,77%. Namun peningkatan LDR tersebut lebih disebabkan karena perlambatan penghimpunan dana masyarakat yang lebih besar dibanding perlambatan kredit. Sejalan dengan peningkatan LDR tersebut, share kredit terhadap asset perbankan juga cenderung mengalami peningkatan (Grafik 3.3). Peningkatan rasio kredit terhadap aset menunjukkan bahwa bank cenderung meningkatkan fungsi intermediasinya. Grafik 3.3 Perkembangan LDR dan Komposisi Kredit Terhadap Aset Bank Umum Grafik 3.4 Perkembangan Share Kredit terhadap PDRB Walaupun rasio kredit terhadap asset cenderung meningkat, namun hal ini belum mampu medorong peningkatan share kredit terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Grafik 3.4). Hal ini disebabkan oleh perlambatan kredit yang lebih besar dibandingkan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Rasio pertumbuhan kredit terhadap nominal PDRB pada triwulan I 2014 tecatat sebesar 35,61% lebih rendah 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

dibanding triwulan sebelumnya sebesar 38,99%. Penuranan ini mengindikasikan bahwa sumber pendanaan sektor riil yang berasal dari perbankan semakin kecil. Grafik 3.5 Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank Grafik 3.6 Komposisi Kredit terhadap Aset menurut Kelompok Bank Peningkatan LDR pada triwulan I 2014 didukung oleh peningkatan pada seluruh kelompok bank, terutama bank swasta yang meningkat dari 71,87% menjadi 74,25%. Sementara itu bank pemerintah yang memiliki LDR tertinggi, tercatat meningkat dari 81,73% menjadi 83,55%. Hal serupa juga terjadi pada rasio kredit terhadap asset masing-masing kelompok bank. (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). 3.1.1.1 Penghimpunan Dana Pengerahan dana masyarakat oleh perbankan mengalami perlambatan dari 16,90% (yoy) menjadi 14,14% (yoy). Perlambatan ini ditengarai sebagai akibat melemahnya kegiatan ekonomi pada awal 2014, hal ini mengingat pada periode tersebut tingkat suku bunga simpanan masih relative tinggi. Suku bunga yang relatif tinggi tersebut dipandang mampu menarik DPK, namun pada triwulan laporan DPK cenderung terus melambat dan pengaruh dari peningkatan suku bunga ini menjadi kurang terlihat. Perlambatan DPK terutama terjadi pada kelompok bank asing campuran dari 18,71% menjadi 12,03%, diikuti oleh bank pemerintah yang melambat dari 14,04% menjadi 10,53%. Sementara itu, kelompok bank bank swasta nasional, walaupun tercatat melambat namun tidak sedalam kelompok bank lainnya. Pertumbuhan dana bank swasta tercatat masih sebesar 20,21% melambat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 21,29%. Kemampuan bank swasta untuk menjaga pertumbuhan DPK diperkirakan didukung oleh ekspansi pengerahan DPK yang cepat terutama dengan mengoptimalkan teknologi, seperti penambahan ATM setoran tunai (cash deposit machine). Selain peningkatan fasilitas tabungan, masih tingginya pertumbuhan DPK bank swasta juga didukung oleh suku bunga simpanan, khususnya dalam bentuk deposito yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok bank lainnya. Hal tersebut terindikasi dari pertumbuhan deposito bank swasta yang mencapai 35,66%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 30,09%. Berdasarkan jenis simpanannya, perlambatan DPK terutama disebabkan oleh simpanan dalam bentuk giro. DPK giro pada triwulan I 2014 tercatat melambat dari 11,67% menjadi 2,76%, yang dipengaruhi oleh berkurangnya simpanan giro pemda. Demikian pula simpanan dalam bentuk tabungan tercatat melambat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 55

dari 16,86% menjadi 13,19%. Perlambatan ini terjadi seiring dengan kecenderungan berkurangnya share tabungan dalam pembentukan DPK perbankan. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya pengalihan bentuk simpanan masyarakat dari tabungan menjadi deposito. Simpanan dalam bentuk deposito tercatat mengalami peningkatan dari 20,31% menjadi 23,89%, peningkatan yang diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga menyebabkan terjadinya peningkatan share deposito dalam pembentukan DPK. Share deposito dalam pembentukan DPK pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 32,1% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 29,5%. Grafik 3.7 Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK 3.1.1.2. Penyaluran Kredit Seiring dengan perlambatan pengerahan DPK, ekspansi kredit perbankan pada triwulan I 2014 juga tercatat mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit tercatat sebesar 21,51% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 24,18% (yoy). Dari hasil liason kepada perbankan, perlambatan pertumbuhan kredit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi, kecenderungan peningkatan suku bunga seiring dengan peningkatan suku bunga dana. Perlambatan ekonomi ditengarai sebagai faktor Utama penahan laju ekspansi kredit, mengingat perlambatan ini menyebabkan melambatnya konsumsi masyarakat dan investasi. Perlambatan kredit terjadi di seluruh kelompok bank, terutama terjadi pada kelompok bank asing yang tercatat melambat dari 95,15% menjadi 13,79%. Diikuti oleh bank pemerintah yang tercatat melambat dari 22,82% menjadi 20,71%. Sementara bank swasta meskipun tercatat melambat dari 25,02% menjadi 23,15% namun memiliki pertumbuhan tertinggi diantara kelompok bank lainnya. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi tercatat mengalami perlambatan terbesar dari 40,57% menjadi 31,20%. Perlambatan kredit investasi yang telah terjadi sejak pertengahan 2013 menyebabkan share kredit investasi menurun hingga 22,55%. Faktor yang diperkirakan menjadi penyebab perlambatan kredit investasi adalah berkurangnya kegiatan pembangunan infrastruktur baik yang dibiayai oleh anggaran pemerintah maupun oleh swasta. Dari hasil survei properti residential, terbatasnya kegiatan pengembang baik untuk perumahan maupun bisnis, ditengarai sebagai salah satu faktor melambatnya kredit investasi. Demikian halnya kredit konsumsi pada triwulan I 2014 tercatat melambat dari 20,95% menjadi 17,95%. Peningkatan suku bunga yang terjadi sejak pertengahan 2013 diperkirakan menjadi penyebab melambatnya kredit konsumsi. Sementara itu kredit modal kerja yang pada triwulan sebelumnya sempat melambat pada 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan walaupun sangat terbatas. Kredit modal kerja meningkat dari 19,33% menjadi 19,91%. Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Perbankan Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan sebarannya, sebagian besar kredit disalurakan oleh perbankan di Denpasar, hal ini disebabkan oleh konsentrasi perbankan yang tinggi di Kota Denpasar. Sementara daerah yang relatif mendapatkan kredit cukup besar adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, masing-masing sebesar 39,83% dan 21,99%. Tingginya kredit yang disalurkan di kedua kota/kabupaten tersebut disebabkan oleh konsentrasi kegiatan usaha di kedua daerah tersebut yang sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan sebaran kredit tersebut, perlambatan terbesar terjadi di Kabupaten Badung yang melambat dari 40,81% menjadi 36,48%, diikuti oleh Kota Denpasar. Perlambatan penyaluran kredit di kedua daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh melemahnya kegiatan investasi, khususnya di investasi oleh industri pariwisata. Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Menurut Sektor (dalam miliar Rp) Indikator 2012 2013 2014 III IV I II III IV I Perdagangan Besar dan Eceran 10,255 11,045 11,452 12,913 13,518 14,403 14,736 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,526 3,937 4,081 5,015 5,225 5,526 5,614 Real Estate, Usaha Persewaan, Jasa Perusahaan 1,128 1,164 1,253 1,499 1,545 1,563 1,689 Industri Pengolahan 1,346 1,427 1,446 1,532 1,586 1,646 1,619 Perantara Keuangan 1,304 1,536 1,415 1,615 1,746 1,866 2,227 Jasa Kemasyarakatan 1,354 1,433 1,481 1,118 1,215 1,683 1,330 Konstruksi 851 1,220 1,450 1,666 1,758 1,778 1,825 Pertanian 682 753 799 847 880 907 948 Lainnya 16,237 17,148 18,043 18,564 19,689 19,879 20,342 Menurut bidang kegiatannya, penyaluran kredit terutama disalurkan untuk kegiatan perdagangan dengan share mencapai 29,28% dan tercatat meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 29,24%. Meskipun melambat, pertumbuhan sektor masih tercatat tinggi mencapai 28,68% (yoy). Tingginya penyaluran kredit untuk sektor ini sejalan dengan struktur perekonomian Bali yang sangat dipengaruhi oleh sub sektor perdagangan, bersama-sama dengan sub sektor hotel dan restoran. Kondisi ini tidak terlepas dari tingginya aktivitas industri pariwisata di Bali. Penyaluran kredit terbesar kedua adalah untuk sektor peyediaan akomodasi dan makan minum yang tercatat memiliki share sebesar 11,15%. Kredit untuk kegiatan penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 57

sebesar 37,58% (yoy). Meskipun melambat namun pertumbuhan kredit sektor ini masih tercatat tinggi, hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingginya kunjungan wisatwan ke Bali pada triwulan I 2014. 3.1.2. Non Performing Loan (NPL) Risiko kredit masih terpelihara, hal ini terindikasi dari tingkat NPL yang masih rendah sebesar 0,70%. Walapun cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,49%, namun NPL perbankan Bali masih sangat rendah, hal ini didukung oleh upaya bank untuk menjaga kualitas debitur. Peningkatan rasio NPL ditengarai sebagai akibat pelemahan perekonomian dan kecederungan peningkatan suku bunga yang membebani debitur dan menekan kemampuan membayar debitur. Grafik 3.11 Perkembangan NPL Kredit Grafik 3.12 NPL Berdasarkan Kelompok Bank Berdasarkan jenis kreditnya, NPL terendah tercatat pada kredit jenis konsumsi yang mencapai 0,49%, namun sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 0,43%. Sementara untuk kredit investasi memiliki rasio NPL sebesar 0,50%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 0,27%. Catatan NPL tertinggi terjadi pada kredit jenis modal kerja yang mencapai 1,03%, meningkat dari 0,66% pada triwulan IV 2013. Peningkatan NPL pada kredit modal kerja diperkirakan terjadi akibat peningkatan suku bunga pinjaman yang menyebabkan meningkatnya jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh debitur, sehingga hal ini secara mengurangi kemampuan membayar debitur. 3.2. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Melambatnya kinerja perekonomian Bali pada triwulan I 2014 menyebabkan berkurangnya volume kegiatan sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai. Kegiatan system pembayaran tunai yang direpresentasikan oleh jumlah uang yang diedarkan oleh Bank Indonesia dan uang yang disetorkan oleh bank umum ke Bank Indonesia, terindikasi terjadi penurunan uang yang diedarkan oleh Bank Indonesia dan peningkatan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia sehingga terjadi net inflow. Demikian pula pada sisi pembayaran giral, baik transaksi kliring maupun RTGS mengindikasikan adanya penurunan jumlah transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya. 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

3.2.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 3.2.1.1. Perkembangan Aliran Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) serta Kegiatan Penukaran Aliran uang kartal antara Bank Indonesia dengan perbankan di Provinsi Bali pada triwulan I 2014 mengalami net inflow. Net inflow pada triwulan laporan disebabkan oleh peningkatan inflow dan penurunan outflow, hal ini ditengarai sebagai akibat dari meredanya kegiatan ekonomi pada triwulan I 2014. Uang kartal keluar dari Bank Indonesia ke masyarakat (outflow) menurun tajam setelah pada triwulan sebelumnya terjadi outflow yang cukup besar terkait dengan perayaan hari besar keagamaan dan musim libur akhir tahun 2013. Sebagai akibatnya, aliran uang keluar yang tinggi pada triwulan sebelumnya diperkirakan kembali masuk ke perbankan dan bermuara ke Bank Indonesia (inflow) sehingga menyebabkan net inflow yang mencapai Rp 949 miliar (Grafik 3.13). Pada triwulan I 2014 inflow yang berasal dari setoran bank mencapai Rp 3.331 miliar, meningkat 14,64% dibanding transaksi pada periode yang sama tahun 2013 atau meningkat 51,86% dibanding triwulan sebelumnya. Sementara outflow tercatat meningkat sebesar 4,51% dibanding triwulan I-2013 namun mengalami kontraksi sebesar 31,82% dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali (Rp Miliar) Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I Inflow 2,281 1,901 2,131 1,830 2,906 2,503 2,797 2,194 3,331 Outflow 1,623 2,790 3,125 3,242 2,280 2,468 4,154 3,494 2,382 Net Inflow/(Outflow) 658 (888) (994) (1,412) 626 35 (1,357) (1,301) 949 Penukaran 55.07 65.41 81.28 64.36 62.61 59.69 71.35 72.23 83.65 Uang Palsu (Lembar) 753 633 718 928.00 925 1,216 887 919 1,064 Grafik 3.13 Perkembangan Uang Kartal di Bali Grafik 3.14 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling Sementara kegiatan penukaran dan kas keliling, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan uang yang layak edar di masyarakat, tercatat mengalami peningkatan. Kegiatan penukaran yang dilakukan melalui loket di Bank Indonesia tercatat meningkat 33,61% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau 15,81% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara kegiatan kas keliling yang merupakan layanan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 59

perkasan untuk daerah-daerah yang relative jauh dari Bank Indonesia juga terindikasi meningkat. Nominal kegiatan kas keliling pada triwulan I 2014 mencapai Rp 6,9 miliar, meningkat 112,58% dibanding triwulan sebelumnya, adapun frakuensi pelaksanaan kegiatan ini mencapai 9 kali. 3.2.1.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar Sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia tentang clean money policy, yang bertujuan untuk menjaga kualitas uang kartal yang diedarkan dan mempertahankan uang beredar dalam keadaan layak edar, Bank Indonesia melakukan penarikan uang yang tidak layak edar (lusuh/rusak). Upaya penarikan uang tidak layak edar yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga diiringi dengan berbagai kebijakan untuk mendorong masyarakat memperlakukan uang kartal secara lebih bijaksana. Jumlah lembar uang kertas tidak layak edar sepanjang triwulan I 2014 meningkat 44,97% dibanding dengan triwulan sebelumnya dan 17,27% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah lembar uang tidak layak edar yang ditarik oleh Bank Indonesia, sejalan dengan tingginya inflow dari bank komersial ke Bank Indonesia. Tingginya penarikan uang tidak layak edar oleh Bank Indonesia, menunjukkan komitmen Bank Indonesia untuk menjaga tingkat kualitas uang yang diedarkan di masyarakat. 3.2.1.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu Jumlah lembar uang palsu yang ditemukan di Bali pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan. Temuan uang palsu pada triwulan I 2014 mencapai 1.064 lembar, meningkat 15,78% dibanding dengan triwulan sebelumnya atau 15,03% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Uang palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan besar Rp 100.000,- dan pecahan Rp 50.000,-. Sementara itu, uang palsu untuk jenis pecahan kecil relatif jarang ditemukan. Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan. Grafik 3.15 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar Grafik 3.16 Temuan Uang Palsu 3.2.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 3.2.2.1. Perkembangan Kliring Transaksi melalui kliring pada triwulan I 2014 tercatat menglami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, namun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat kontraksi. Kliring pada triwulan laporan mencapai Rp 12,881 miliar meningkat 9,33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dan kontraksi sebesar 60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

5,40% dibanding triwulan sebelumnya. Adapun jumlah lembar transaksi kliring mencapai 545 ribu lembar, tercatat kontraksi sebesar 1,24% dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan kegiatan kliring tersebut terjadi seiring dengan perlambatan perekonomian, hal ini ditengarai menurunkan aktivitas pembayaran antar agenagen ekonomi. Penurunan kegiatan kliring juga terlihat dari rata-rata jumlah kliring harian. Rata-rata jumlah lembar per hari pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 8,93 ribu lembar, lebih rendah di banding rata-rata triwulan sebelumnya sebesar 9,20 ribu lembar maupun rata-rata triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 9,29 ribu lembar. Sementara rata-rata nominal perhari yang mencapai Rp 644 miliar perhari tercatat lebih besar dibanding triwulan I tahun sebelumnya sebesar Rp 207 miliar atau meningkat 211,58%, namun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat kontraksi sebesar 5,40% Tabel 3.4 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I PERPUTARAN KLIRING Lembar (Ribu Lembar) 527 543 536 545 529 541 525 552 545 Nominal Kliring (Miliar Rp) 10,305 11,977 11,525 12,871 11,782 12,467 13,009 13,616 12,881 - Rata-rata lembar per hari (ribu lbr) 8.65 8.76 8.78 9.24 9.29 9.33 8.33 9.20 8.93 - Rata-rata nominal per hari (Juta Rp) 169 193 189 218 207 215 206 681 644 TOLAKAN CEK/BG KOSONG Lembar (Ribu Lembar) 7.15 9.03 6.84 7.12 8.17 8.42 7.75 8.39 8.06 Nominal Cek/ BG kosong (Juta Tp) 230 257 315 259 323 344 326 410 321 - Rata-rata lembar per hari (Ribu Lbr) 0.12 0.15 0.11 0.12 0.14 0.15 0.12 0.42 0.40 - Rata-rata nominal per hari (Juta Rp) 3.77 4.15 5.17 4.39 5.66 5.93 5.18 6.83 5.26 Jumlah tolakan cek/bilyet giro kosong pada triwulan I 2014 tercatat sebanyak 8,06 ribu lembar dengan nominal penolakan sebesar Rp 321 miliar. Baik jumlah lembar maupun nominal penolakan tersebut tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Jumlah lembar penolahan tercatat kontraksi 3,93% dibanding triwulan sebelumnya dan kontraksi 1,33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Lembar penolakan mencapai 1,48% terhadap keseluruhan lembar kliring yang ditransaksikan sepanjang triwulan I 2014. Sementara itu, nominal penolakan yang tercatat sebesar Rp 321 miliar juga mengalami kontraksi 21,63% dibanding triwulan sebelumnya dan kontraksi 0,50% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nominal transaksi penolakan tersebut mencapai 2,49% dari keseluruhan nominal kliring sepanjang triwulan laporan. Penurunan jumlah lembar maupun nominal tolakan cek/bilyet giro kosong serta jumlah tolakan yang terbilang rendah mengindikasikan bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia dapat dikatakan handal. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 61

Grafik 3.17 Perkembangan Kliring Grafik 3.18 Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong 3.2.2.2. Perkembangan Real Time Gross Settlement (RTGS) Kegiatan penyelesaian transaksi nominal besar menggunakan RTGS, pada triwulan I 2014 tercatat beragam. Baik transaksi ke Bali (RTGS to) maupun transaksi di dalam Bali (RTGS from-to) tercatat mengalami penurunan transaksi atau kontraksi. Sedangkan transaksi dari Bali (RTGS from) tercatat meningkat tajam. Nilai RTGS from pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp 42.024 miliar atau mengalami peningkatan 50,76% dibanding dengan triwulan sebelumnya, atau meningkat 40,36% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara jumlah transaksinya tercatat sebesar 20.507 transaksi, atau terkontraksi 13,25% (qtq) dan 3,43% (yoy). Adapun, nilai RTGS to tercatat mengalami kontraksi 11,52% dibanding triwulan sebelumnya dengan nilai RTGS sepanjang Triwulan I-2014 sebesar Rp 19.201 miliar. Jumlah transaksi pada triwulan I tercatat sebesar 19.855 transaksi, atau mengalami kontraksi sebesar 6,44% dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi RTGS Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I RTGS dari Bali Nilai Transaksi (Miliar Rp) 15,550 22,231 28,185 30,382 29,941 33,865 34,940 27,875 42,024 Jumlah Transaksi 15,813 20,373 22,531 25,534 21,235 24,172 34,726 23,638 20,507 RTGS ke Bali Nilai Transaksi (Miliar Rp) 9,620 14,134 17,969 20,675 21,187 23,450 45,831 21,702 19,201 Jumlah Transaksi 17,710 20,004 21,061 23,039 20,623 22,580 42,415 21,221 19,855 RTGS Antara Nilai Transaksi (Miliar Rp) 2,764 3,369 3,858 4,356 3,990 4,144 9,280 4,038 3,866 Jumlah Transaksi 4,282 4,789 5,078 5,763 5,107 5,630 9,692 5,029 4,631 Transaksi menggunakan RTGS untuk di dalam Bali (RTGS from-to) sepanjang triwulan I cenderung lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan transaksi non tunai bernilai besar yang dilakukan oleh agen ekonomi di Bali. Nilai RTGS from-to pada triwulan laporan mencapai Rp 4.038 miliar terkontraksi 4,27% (qtq) atau kontraksi 3,12% (yoy). Sedangkan jumlah transaksi tercatat terkontrasksi 7,91% (qtq) dan terkontraksi 9,32% (yoy). 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS dari Bali Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi RTGS ke Bali Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 63

Dampak Implementasi Kebijakan Loan To Value (LTV) dan Down Payment (DP) Terhadap Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor di Provinsi Bali BOKS C Dalam perkembangan binis properti nasional, provinsi Bali adalah salah satu wilayah yang cukup diperhitungkan. Sebagai salah satu tempat tujuan wisata, pengembangan properti di Bali sangat menarik investor dari dalam maupun luar negeri yang tercermin dari peningkatan harga dari tahun ke tahun. Tentunya bank sebagai salah satu sumber pembiayaan sektor ini cukup diuntungkan dalam perkembangan bisnis ini. Namun, risiko yang dihadapi dari perkembangan sektor ini juga tidak kalah besar. Seiring dengan peningkatan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan juga Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), selain sebagai peluang bagi setor keuangan perbankan juga sebagai tantangan karena risiko akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan permintaan kredit. Pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar. Sehingga, perbankan perlu untuk meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR maupun KKB. Oleh sebab itu, untuk menjaga perekonomian yang produktif dan menjawab tantangan sektor keuangan, Bank Indonesia (BI) membuat suatu kebijakan untuk menjaga ketahanan sektor keuangan dari risiko yang timbul pada penyaluran KPR dan KKB. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) BI No. 14/10/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor kepada Semua Bank Umum yang mulai berlaku pada 15 Juni 2012 dan diperbaharui dengan SE No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Semua Bank Umum. Ketentuan tersebut membatasi pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah ke-1 fasilitas kredit maksimal 70%, rumah ke-2 fasilitas kredit maksimal 60%, dan rumah ke-3 dan seterusnya fasilitas kredit maksimal 50%. Ruang lingkup KPR yang dimaksud meliputi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70m (tujuh puluh meter persegi). Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah. Sedangkan Down Payment (DP) untuk KKB sebagaimana diatur dalam SE dimaksud adalah: untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua DP minimal 25%, untuk pembelian kendaraan roda empat untuk keperluan non produktif DP minimal 30%, untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif DP minimal 20%. Perkembangan KPR dan KKB di Provinsi Bali Pada triwulan I-2014 total KPR (termasuk apartemen, ruko dan rukan) di Prov. Bali mencapai Rp 9.765 miliar atau tumbuh 20,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut relatif stabil dibanding pertumbuhan akhir tahun 2013 dan akhir tahun 2012 yang masing-masing sebesar 19,98% (yoy) dan 20,58% (yoy). Sedangkan untuk KKB pada triwulan I-2014 total kredit pemilikan kendaraan bermotor (KKB) mencapai Rp435 miliar atau mengalami penurunan 3,86% (yoy). 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

% 190.00 150.00 110.00 70.00 30.00 (10.00) I II III IV I II III IV I II III IV I Pertumbuhan KPR Tipe s.d 70 2011 2012 2013 2014 Pertumbuhan KPR Tipe di atas 70 Pertumbuhan Kredit Konstruksi Pertumbuhan Kredit Multi Guna Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor Gambar C.1. Pertumbuhan KPR, KKB, Kredit Multiguna, dan Kredit Konstruksi Khusus KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70, jumlah outstanding pada triwulan I 2014 mencapai Rp 3.113 miliar atau tumbuh 26,38% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut masih cukup tinggi (di atas 20% yoy) namun telah mengalami perlambatan pertumbuhan sejak pertengahan tahun 2012. Proporsi KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70 terhadap total KPR (termasuk apartemen, ruko dan rukan) saat ini mencapai 31,88%. Sedangkan KPR Rumah Tinggal tipe s.d 70 jumlah outstanding mencapai Rp6.300 miliar atau tumbuh 17,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut relatif meningkat dibandingkan tahun 2012 dan tahun 2013 yang masing-masing mencapai 2,95% (yoy) dan 14,43% (yoy). Proporsi KPR Rumah Tinggal tipe sampai dengan 70 terhadap total KPR (termasuk apartemen, ruko dan rukan) mencapai 64,52%. Ketika implementasi kebijakan LTV pertama kali diterapkan pada 15 Juni 2012, pertumbuhan kredit KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70 mengalami sedikit perlambatan pada triwulan III-2012 s.d triwulan II-2013. Namun perlambatan KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70 tersebut dibarengi dengan peningkatan Kredit Multiguna pada periode tersebut. Hal mengindikasikan terjadinya shifting KPR ke Kredit Multiguna. Tentunya hal ini menimbulkan risiko tersendiri terutama bagi bank-bank yang memiliki eksposur KPR yang besar. Melihat perkembangan KPR dan mulai beralihnya rumah menjadi barang investasi, pada triwulan III 2013, BI mengeluarkan aturan baru mengenai besaran pinjaman atau LTV. Pergeseran pemilikan rumah menjadi barang investasi dapat memberikan dampak yang tidak sehat pada pertumbuhan bisnis properti. Masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin memiliki rumah semakin sulit kerena harga yang semakin tinggi. Kenaikan harga yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi gagal bayar oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa perbankan sebagai sumber pembiayaan dalam pembelian properti. Pada tanggal 24 September 2013 Bank Indonesia mengeluarkan SE BI No. 15/40/DKMP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Dalam aturan baru tersebut terdapat pembatasan pada kredit untuk rumah ke-2, rumah ke-3 dan seterusnya. Selain itu dalam aturan tersebut Bank Umum dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan uang muka pembelian properti yang dibiayai dengan Kredit Pemilikan Properti (KPP). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 65

Pasca implementasi kebijakan mengenai besaran pinjaman atau LTV pada triwulan III 2013, pertumbuhan outstanding kredit KPR Rumah tinggal tipe di atas 70 pada triwulan IV 2013 samapi dengan triwulan I 2014 tumbuh melambat. Perlambatan KPR Rumah Tinggal di atas tipe 70 tersebut juga dibarengi dengan melambatnya kredit multiguna yang sebelumnya tumbuh cukup tinggi. Namun implementasi aturan tersebut tidak berdampak pada KPR Rumah tinggal tipe sampai dengan 70 yang ditujukan untuk masyarakat golongan menengah ke bawah. Ke depan dengan adanya implementasi kebijakan mengenai LTV untuk KPR dan DP untuk KKB diharapkan perlindungan konsumen akan semakin terjaga, dan stabilitas sistem keuangan dan perbankan akan semakin kokoh. Selain itu, bank diharapkan lebih berhati-hati dalam pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Bab 4 4. Keuangan Pemerintah Realisasi anggaran pendapatan daerah provinsi Bali pada triwulan I 2014 mencapai 26,51% lebih tinggi dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2013 sebesar 25,52%. Sementara itu, realisasi anggaran belanjanya sebesar 9,58%, juga lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja triwulan I 2013 sebesar 8,63%. Realisasi belanja langsung pada triwulan I 2014 sebesar 5,57% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,66%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja guna menstimulasi mesin perekonomian semakin baik. 4.1 ANGGARAN PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI BALI Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pada tahun 2014 direncanakan sebesar Rp 3,96 triliun naik lebih dari 10% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun 2013. Sumber utama pendapatan daerah tahun 2014 adalah pendapatan pajak daerah yang memberikan kontribusi lebih dari 53% bagi seluruh total pendapatan. Realisasi hingga triwulan I 2014 menunjukkan bahwa realisasi pendapatan daerah Pemerintah Daerah Provinsi Bali mencapai Rp 1,05 triliun atau sebesar 26,51% dari total pendapatan yang ditargetkan. Realisasi ini melebihi realisasi pendapatan tahun sebelumnya sebesar 25,52%. Tingkat realisasi pendapatan yang terbesar dibandingkan dengan pos-pos pendapatan lainnya adalah pada pos pendapatan retribusi daerah dengan realisasi mencapai 43,61% dari yang direncanakan. Tingkat realisasi pos pendapatan restribusi daerah pada triwulan I 2014 berbeda dengan kondisi pada tahun 2013. Pada triwulan I 2013 pos pendapatan pajak daerah direalisasikan relatif lebih cepat dibandingkan pos-pos pendapatan lainnya. Tingkat realisasi pendapatan yang relatif besar lainnya adalah pos-pos yang sifatnya rutin yaitu berkaitan dengan dana perimbangan. Pos-pos tersebut antara lain pos dana alokasi umum dengan tingkat realisasi sebesar 33,33% dana alokasi khusus dengan tingkat realisasi 30%. 4.2 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PROVINSI BALI Anggaran Belanja Daerah Pemprov Bali Perubahan pada tahun 2014 ditargetkan sebesar Rp 4,49 triliun yang dialokasikan dalam dua bagian yaitu belanja tidak langsung yang sifatnya rutin dengan porsi 68,21% dan belanja langsung dengan porsi 31,79%. Sebagian besar belanja tidak langsung dialokasikan pada pos belanja pegawai sebesar 29,53% dari total belanja tidak langsung diikuti oleh pos belanja bagi hasil kepada provinsi, kabupaten, kota dan pemerintah daerah sebesar 24,68%. Anggaran tahun 2014 ini relatif berbeda dengan tahun sebelumnya dimana alokasi belanja tidak langsung adalah pada pos belanja hibah. Sementara itu, belanja langsung sebagian besar dialokasikan pada belanja barang dan jasa dengan porsi sebesar 66,07% dari total belanja langsung atau 21% dari total belanja. Alokasi belanja modal relatif lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu hanya 9,73% dari total belanja berbanding 11,75% pada tahun sebelumnya. Pengamatan hingga triwulan I 2014 menunjukkan bahwa realisasi belanja diperkirakan sebesar 9,58%, lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi pada triwulan I 2014 sebesar 8,63%. Realisasi belanja langsung mencapai 5,57% sementara realisasi belanja tidak langsungnya sebesar 11,45%. Realisasi belanja langsung Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 67

triwulan I-2014 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,66%. Pada sisi anggaran belanja langsung, realisasi belanja modal yang menggambarkan investasi pemerintah pada perekonomian daerah jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I 2013. Realisasi belanja modal pada triwulan I 2014 masih sebesar 0,09%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,59%. Rendahnya realisasi belanja modal diperkirakan sejalan dengan kondisi politik tahun 2014 yang masih dalam suasana pemilu sehingga perhatian pemerintah daerah tertuju pada pesta demokrasi tersebut. URAIAN Tabel 4.1 Rata-rata Realisasi Pendatan dan Belanja Daerah Triwulan I Periode 2011 2014 % REALISASI APBD TW I 2011 % REALISASI APBD TW I 2012 % REALISASI APBD TW I 2013 % REALISASI APBD TW I 2014 RATA-RATA % REALISASI APBD TW I PENDAPATAN DAERAH 25.86 24.93 25.25 26.51 25.64 PENDAPATAN PAJAK DAERAH 29.52 25.76 28.44 28.01 27.93 BELANJA DAERAH 6.06 6.48 8.63 9.58 7.69 BELANJA TIDAK LANGSUNG 7.30 8.15 10.92 11.45 9.45 BELANJA MODAL 0.11 0.08 5.59 0.09 1.47 Sumber : Pemda Provinsi Bali 4.3 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH TIAP DAERAH DI PROVINSI BALI SERTA ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pemerintah daerah (pemda) seluruh Bali disumbangkan dari 8 pemerintah daerah Kabupaten, 1 pemerintah daerah Kota, dan 1 pemerintah daerah Provinsi. Menurut data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, anggatan pendapatan pemda seluruh Bali mencapai Rp 15,42 triliun meningkat 11,98% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya. Anggaran pendapatan Provinsi Bali mengambil porsi lebih dari 25% dari total anggaran pendapatan seluruh Bali. Sementara itu anggaran belanja pemda seluruh Bali mencapai Rp 16,94 triliun meningkat 10,45% dibandingkan anggaran belanja tahun sebelumnya. Dengan demikian terdapat defisit anggaran sebesar Rp 1,52 triliun. Selain belanja pemerintah daerah di Provinsi Bali, injeksi pemerintah pada perekonomian juga disumbang oleh pemerintah pusat melalui realisasi APBN di daerah. APBN yang realisasinya ada di Provinsi Bali pada tahun 2014 direncanakan sebesar Rp 8,02 triliun meningkat 0,33% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian besar realisasi pegawai tersebut digunakan untuk belanja pegawai denga porsi 38,01%. Porsi untuk belanja barang dan modal sebesar 58,91% dan sisanya adalah untuk bantuan sosial. Realisasi anggaran pemerintah pusat di daerah pada triwulan I 2014 adalah sebesar 11,3% lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,2%. Realisasi terbesar adalah anggaran belanja pegawai dengan realisasi mencapai 18,9%. Anggaran belanja modal baru direalisasikan sebesar 5,4%. 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Tabel 4.2 APBD Provinsi Bali URAIAN APBD 2013 APBD 2014 REALISASI APBD TW I 2014 % Realisasi PENDAPATAN DAERAH 3,568,393 3,958,173 1,049,131 26.51 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 1,930,000 2,303,812 642,318 27.88 - Pendapatan Pajak Daerah 1,751,570 2,104,381 589,349 28.01 - Retribusi Daerah 13,336 35,031 15,279 43.62 - Hsl PMD & Hsl Pengel. Kek. Daerah yg dipisahkan 79,211 74,476 905,960 1,216.45 - Lain-Lain PAD yg Sah 85,883 89,924 36,784 40.91 DANA PERIMBANGAN 928,192 1,065,533 289,913 27.21 - Bagi hasil pajak dan bukan pajak 91,991 191,635 - - - Dana Alokasi Umum (DAU) 792,366 832,297 277,432 33.33 - Dana Alokasi Khusus (DAK) 43,835 41,601 12,480 30.00 - Dana Penguatan Infrastruktur Daerah - - - - LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH 710,201 588,828 116,930 19.86 - Pendapatan Hibah 30,115 4,317 79 1.83 - Dana bagi hsl pajak dr Prov & pemda lainnya - - - - - Dana Penyesuaian & otonomi khusus 388,639 391,319 95,096 24.30 - Bantuan Keuangan dr Prov atau Pemda lain 291,447 193,193 21,755 11.26 - Sumbangan Pihak Ketiga - - - - - Alokasi Kurang Bayar DAK - - - - BELANJA DAERAH 4,316,449 4,489,667 430,275 9.58 BELANJA TIDAK LANGSUNG 2,741,116 3,062,434 350,723 11.45 - Belanja Pegawai 778,736 904,233 137,647 15.22 - Belanja Barang - - - - Belanja Subsidi 4,000 10,000 - - - Belanja Hibah 796,426 690,471 212,307 30.75 - Belanja Bantuan Sosial 147,597 156,441 769 0.49 - Belanja Bagi Hsl kpd Prov/Kab/Kota & Pemda - Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab/Kota/Desa 618,301 755,724 - - 407,708 523,169 - - - Belanja Tidak Terduga 15,347 22,396 - - BELANJA LANGSUNG 1,575,333 1,427,233 79,552 5.57 - Belanja Pegawai 43,210 47,283 3,349 7.08 - Belanja Barang dan Jasa 847,476 942,988 75,805 8.04 - Belanja Modal 684,647 436,962 397 0.09 SURPLUS/(DEFISIT) (748,056) (531,494) 618,885 (116.44) PENERIMAAN DAERAH 783,056 751,494 1,039,710 138.35 Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 741,566 751,494 1,039,710 138.35 Pencairan dana cadangan - PENGELUARAN DAEARAH 35,000 220,000 - - Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 35,000 220,000 - - Penguatan Modal Pemerintah Daerah - - PEMBIAYAAN NETTO 531,494.00 1,039,710 195.62 SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) - 1,658,596.00 - (dalam Juta Rupiah) Sumber : Pemda Provinsi Bali Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 69

Halaman ini sengaja dikosongkan 70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Bab 5 4. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Nilai Tukar Petani (NTP) yang menggambarkan kesejahteraan petani pada akhir triwulan I 2014 mengalami penurunan 0,11% dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Inflasi perdesaan juga tercatat relatif tinggi yaitu 0,42% (mtm) pada akhir triwulan I 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi perdesaan nasional sebesar 0,19% (mtm). Tingkat pengangguran di Provinsi Bali mengalami penurunan dari 1,79% pada Agustus 2013 menjadi 1,37% pada Februari 2014. 5.1 PERKEMBANGAN NTP BALI NTP Bali mulai dihitung berdasarkan tahun dasar baru (2012 = 100). Perkembangan NTP berdasarkan tahun dasar baru pada akhir triwulan I 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya yaitu 104,33 dibandingkan dengan 103,37 atau meningkat 0,93%. NTP Bali selama triwulan laporan cenderung mengalami peningkatan (Gambar 5.1). Kenaikan NTP dipicu oleh kenaikan indeks yang diterima sepanjang triwulan I 2014 pada seluruh sub sektor kecuali sub sektor tanaman pangan yang mengalami penurunan - 0,27%. Kenaikan indeks yang diterima tertinggi adalah sub sektor hortikultura yang mengalami kenaikan di atas 4%. Sementara itu, indeks yang dibayar juga mengalami peningkatan namun sebagian besar peningkatannya tidak melebihi peningkatan indeks yang diterima. Secara umum peningkatan indeks yang dibayar sekitar 1,5%. Grafik 5.1 NTP Provinsi Bali dan Nasional 2012-2014 110 109 108 107 106 105 104 103 102 Bali Nasional I II III IV I II III IV I 2012 2013 2014 Sumber : BPS *nilai NTP masih disetarakan dengan tahun 2012 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 71

Perkembangan NTP Bali dari waktu ke waktu mengalami fluktuasi. Sejak pertengahan tahun 2012, NTP Bali cenderung mengalami penurunan. Namun demikian, sejak awal triwulan II 2013 NTP Bali cenderung mengalami kenaikan hingga akhir triwulan I 2014. NTP dengan nilai terendah terjadi pada awal tahun 2014, sementara titik tertinggi NTP selama tahun 2012 2014 adalah pada awal triwulan IV 2012. Selain itu, selama kurun waktu tersebut, NTP Bali selalu berada di atas nasional. NTP yang lebih tinggi mengindikasikan daya beli yang lebih besar atau dengan kata lain kesejahteraan petani yang sebagian besar adalah penduduk desa lebih tinggi. Data inflasi perdesaan menunjukkan bahwa inflasi di perdesaan Bali pada akhir triwulan I 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi perdesaan nasional yaitu 0,42% (mtm) dibandingkan dengan 0,19% (mtm). Apabila dibandingkan dengan inflasi Denpasar, inflasi perdesaan Bali selalu lebih rendah sepanjang triwulan laporan kecuali pada Maret 2014. 5.2 PENGURANGAN ANGKA PENGANGGURAN Tingkat pengangguran di Bali pada Februari 2014 berada pada level 1,37% atau sebanyak 33.030 orang. Jika bandingkan periode sebelumnya yang mencapai 1,79% (Agustus 2013) dan 1,89% (Februari 2013), telah terjadi penurunan tingkat pengangguran. Tren penurunan tingkat pengangguran sudah terjadi sejak Februari 2010. Sebagian besar pekerja bekerja di bidang perdagangan dengan proporsi mencapai 28,38% diikuti dengan sektor pertanian dalam arti luas dengan proporsi 24,82%. Kedua proporsi tersebut sejalan dengan besarnya kontribusi kedua sektor tersebut terhadap pembentukan output perekonomian. Porsi tenaga kerja di sektor pertanian sedikit meningkat dibandingkan periode Februari 2013 yang sebesar 24,69%. Meskipun demikian, proporsinya belum mampu menyamai proporsi pada tahun 2010 yang mencapai kisaran 30%. Grafik 5.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran Provinsi Bali ribu jiwa jumlah pengangguran % 80 4 70 tingkat pengangguran (rhs) 3.5 60 50 40 30 20 10 0 Feb 10 Ags 10 Feb 11 Ags 11 Feb 12 Ags 12 Feb 13 Ags 13 Feb 14 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Sumber : BPS 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Sektor dengan peningkatan proporsi jumlah tenaga kerja antara lain adalah sektor perdagangan dan sektor kontruksi. Sementara itu, rasio jumlah pekerja yang bekerja secara penuh (full time) terhadap total pekerja pada Februari 2014 adalah sebesar 77,04% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yaitu Agustus 2013 sebesar 73,17% dan Februari 2013 sebesar 76,0%. Jumlah tenaga kerja penuh di Bali juga meningkat dari 1663.75 ribu orang pada Agustus 2013 menjadi 1831.63 ribu orang pada Februari 2014. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2014 menunjukkan peningkatan penggunaan tenaga kerja yang relatif pesat dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai survey yang menunjukkan angka di atas nol menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah karyawan tetap yang dipekerjakan. Setelah selalu berada di bawah nol sejak awal tahun 2012, indikator penyerapan tenaga kerja mulai bernilai positif pada triwulan laporan (lihat Gambar 5.3). Peningkatan penggunaan tenaga kerja terutama terjadi di sektor keuangan dan jasa-jasa. Sementara itu, sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor perdagangan dan restoran. Untuk perkiraan penggunaan tenaga kerja triwulan II 2014 mendatang, hasil survey menunjukkan terdapat rencana peningkatan penggunaan tenaga kerja yang lebih besar. Peningkatan penyerapan tenaga kerja diharapkan mampu memberikan efek pengganda bagi upaya peningkatan output perekonomian secara keseluruhan. Grafik 5.3 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja 2010 2014 Sumber : SKDU triwulan I 2014 Hasil survei yang sama menunjukkan bahwa dunia usaha masih belum bekerja pada kapasitas penuh. Penggunaan kapasitas produksi menurun pada level 63,80% pada Triwulan I 2014 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada level 74,5%. Meskipun penggunaan kapasitas produksi, mengalami penurunan, sejak awal tahun 2011 menunjukkan penggunaan kapasitas produksi di atas 60%. Titik terendahnya terjadi pada triwulan III 2010 yang hanya sebesar 53% dan titik tertingginya pada triwulan I 2010 sebesar 81,30%. Penurunan penggunaan kapasitas produksi sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 73

Halaman ini sengaja dikosong 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Bab 6 Prospek Perekonomian Perekonomian Bali triwulan II 2014 diperkirakan relatif meningkat dibandingkan dengan perekonomian triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 5,43% (yoy). Perekonomian Bali triwulan II 2014 diperkirakan tumbuh di kisaran 5,2 5,8% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan sektor-sektor utama yang diperkirakan meningkat di triwulan II 2014. Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi swasta dan ekspor diperkirakan akan kembali menunjukkan peningkatan. Selain itu, kontraksi yang terjadi pada komponen investasi diperkirakan tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya. Sedangkan untuk keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,35 5,95% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan II 2014 diperkirakan masih cukup tinggi. Berdasarkan disagregasinya, upside risk inflasi diperkirakan bersumber dari core inflation dan administered price,sedangkan tekanan inflasi volatile foods diperkirakan mereda. Dengan demikian inflasi Bali diperkirakan akan berada dalam rentang 6,3 6,8% (yoy). sedangkan di akhir tahun 2014 inflasi diperkirakan berada pada kisaran 5,2 6,2% (yoy). 6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2014 Pertumbuhan ekonomi Bali triwulan II 2014 diperkirakan relatif meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 5,43% (yoy). Perekonomian Bali triwulan II 2014 diperkirakan tumbuh di kisaran 5,2 5,8% (yoy) (Grafik 6.1). Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian yang diperkirakan meningkat di triwulan II 2014. Selain itu, pertumbuhan sektor PHR, pengangkutan, serta jasa-jasa diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi swasta dan ekspor diperkirakan akan kembali menunjukkan peningkatan. Selain itu, kontraksi yang terjadi pada komponen investasi diperkirakan tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya. Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : *) Angka Proyeksi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 75