BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RIANITA REHULINA TARIGAN

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

PERSYARATAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Persoalan yang timbul kemudian adalah apabila dalam waktu yang

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang sangat besar terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi Indonesia,

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN. Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS DALAM PENYELESAIAN HARTA PAILIT DALAM PERADILAN 1 Oleh: Taufiq H.

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I. tidak dipakai. Sangat sedikit kasus-kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN. 2.8 Pengertian, Dasar Hukum, dan Tujuan Kepailitan. failite yang artinya kemacetan pembayaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB II EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT. Saryana * ABSTRACT

BAB II TINJAUAN UMUM. yang secara etimologi dapat diartikan keadaan memburuh, yaitu keadaan dimana. seorang buruh bekerja pada orang lain (pengusaha).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

KEDUDUKAN HAK KREDITUR PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP KREDIT MACET AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB II PEMBAGIAN HARTA PAILIT TERKAIT PENGURUSAN YANG DILAKUKAN OLEH KURATOR

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN SKRIPSI OLEH : HENDRIKA S R SINAGA NIM :

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan persoalan tersebut, yaitu dikenal dengan lembaga kepailitan dan penundaan pembayaran. Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan kepailitan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorata parte) dan sesuai dengan struktur kreditor. Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial. Untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, dimana debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utangutang tersebut kepada para kreditornya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan

2 membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitor, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya (voluntary petition for self bankruptcy) menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau menetapkan status pailit oleh pengadilan terhadap debitor tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitor tersebut memang tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (involuntary petition for bankruptcy). 1 Lembaga kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor tehadap kreditor secara lebih efektif, efisien dan proporsional. Kepailitan adalah merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorata parte dalam resmi hukum harta kekayaan (vermogensrechts). Prinsip paritas creditorium bararti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang yang bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang dikemudian hari akan dimilki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor. Sedangkan prinsip pari passu prorata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka, kecuali apabila antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 2 Seorang debitor yang hanya mempunyai satu kreditor dan debitor tidak membayar utangnya secara sukarela maupun debitor tidak mempunyai 1 Ricardo Simanjuntak dalam buku Hukum Kepailitan Prinsi,Norma, Dan Praktik Di Peradilan, Dr.M.Hadi Shubhan,S.H.,M.H.,C.N, 2008, Prenada Media Group, Jakarta, hlmn.3. 2 Dr.M. Hadi Shubhan, S.H.,M.H.,C.N, 2008, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktek di Peradilan, Prenada Media Group, Jakarta, hlmn.3.

3 kemampuan untuk membayar utang tersebut, maka kreditor akan menggugat debitor secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitor menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditor tersebut. Hasil bersih aksekusi harta debitor dipakai untuk membayar kreditor tersebut. Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor akan berlombalomba dengan segala cara, baik yang sesuai dengan prosedur hukum, untuk mendapatkan peluasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis diambil oleh kreditor yang lebih dahulu. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan baik kreditor maupun debitor sendiri. Berdasarkan alasan tersebut, timbullah lembaga kepailitan yang mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para kreditor. Prinsip paritas creditorium dianut didalam sistem hukum perdata di Indonesia. Hal itu termuat dalam Pasal 1131 BW yang menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sedangkan, prinsip pari passu prorata parte termasuk dalam Pasal 1132 BW yang menyatakan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya. Pendapat penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbanganya yaitu, menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Dengan demikian

4 maka kepailitan adalah pelaksanaan lebih lanjut dari ketetuan yang ada dalam Pasal 1131 BW dan 1132 BW. 3 Karena jika dikaji secara normatif maka Prinsip paritas creditorium juga dianut oleh Undang-Undang Kepailitan khususnya Pasal 21 yang mengatakan bahwa : Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan Ada pun prinsip pari passu prorata parte juga dianut dalam Undang-Undang Kepailitan dimana dalam Pasal 1 angka(2) dikatakan bahwa: kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU menegemukakan : Yang dimaksud dengan kreditor daam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor perferen, maupun kreditor separatis Sehubungan dengan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) tersebut, maka yang dimaksud dengan kreditor adalah sembarang kreditor. 4 Berdasarkan tingkatannya maka kreditor dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: 1. Kreditor separatis, yaitu pemegang hak tanggungan, gadai, dan agunan lainnya. 2. Kreditor preferen, yaitu yang berdasarkan Pasal 1139 BW dan Pasal 1149 BW. 3. Kreditor konkuren atau kreditor bersaing. 5 3 Ibid., hlmn.4 4 Prof. Dr. Sultan remy Sjahdeini,SH, 2009, Hukum Kepailitan memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan, PT pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlmn.55. 5 Prof. Dr. H. Man S. Sastrawidjaja, S.H., S.U, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. Alumni, Bandung, Hlmn.35.

5 Sebenarnya pernyataan pailit seorang debitor tidak terlalu penting bagi kreditor separatis dan kreditor preferen, karena mereka dapat mengeksekusi benda jaminan seolah-olah tidak ada kepailitan. Hal demikian berbeda dengan kreditor konkuren yang tidak memiliki benda jaminan sehingga kemungkinan diantara mereka terjadi perebutan harta debitor. Oleh karena itu salah satu fungsi kepailitan adalah untuk memenuhi hak kreditor bersaing atau kreditor konkuren secara adil, sehingga tidak terjadi perbuatan-perbuatan yang secara hukum tidak dibenarkan. 6 Penggolongan jenis kedudukan kreditor, dalam kepailitan sebagaimana disebutkan diatas, nampaknya berbeda dengan jenis dan kedudukan kreditor dalam jaminan, hal ini disebabkan karena dalam jaminan hanya dikenal dua macam kreditor yakni 1. Kreditor preferen Sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 1133 BW yaitu ; a. Pemegang piutang yang diistimewakan (hak privelege) b. Pemegang hak jaminan khusus yaitu pemegang hak gadai, hipotik, hak fidusia dan hak tanggungan. 7 2. Kreditor konkuren Kreditor yang harus berbagi dengan para kreditor yang lain secara proporsional. Perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka, dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak 6 Ibid. 7 Rachmadi Usman,S.H.,M.H, 2008, Hukum jaminan Keperdataan, Penerbit sinar grafika, Jakarta, Hlmn.81-82.

6 jaminan. 8 Permasalahan utama yaitu perbedaan kreditor dalam kepailitan maupun jaminan mempunyai perbedaan makna dan kedudukannya karena yang disebut sebagai kreditor preferen dalam hukum jaminan jika dalam kepailitan maka disebut sebagai kreditor separatis. Disebut kreditor separatis karena mempunyai hak yang disebut kreditur separatis Hak separatis ialah hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditor pemegang hak jaminan bahwa barang jaminan (agungan) yang dibebani dengan hak jaminan (menurut istilah yang dipakai dalam UU No.4 Tahun 1998 dan UUKPKPU ialah hak agunan) tidak termasuk harta pailit. 9 permasalahan diatas maka sebenarnya pernyataan pailit seorang debitor tidak terlalu penting bagi kreditor separatis dan kreditor preferen, karena mereka dapat mengeksekusi benda jaminan seolah-olah tidak ada kepailitan, hal sebagimana terdapat penjelasan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ditegaskan kembali dalam Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU 10. Namun ketika membaca Pasal 56 11 maka 8 Prof. Dr. Sultan remy Sjahdeini,SH, Op.cit., hlmn.229-300 9 Sutan remi hlmn.45 10 Pasal 55 ayat (1) UUKPKU Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan 11 Pasal 56 UUKPKPU (1) hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan (2) pengguhan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditor untuk memperjumpakan utang. (3) selama jangka waktu pengguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak yang berada dalam penguasaan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor, dalam hal telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditor atau pihak ketiga sebagimana dimaksud pada ayat (1)

7 terdapat permasalahan lagi karena dalam pasal tersebut, kreditor separatis dan kreditor preferen pemegang jaminan tidak dapat langsung melakukan eksekusi barang jaminan karena begitu dinyatakan pailit terhadap kreditor pemegang hak jaminan terkena stay atau penangguhan eksekusi barang jaminan selama 90 hari. Apabila jangka 90 hari tersebut telah terlewati, maka kreditor pemegang jaminan tersebut diperolehkan melakukan eksekusi atas jaminan tersebut. 12 Dilihat dari subjek hukumnya maka masing-masing pihak tentunya memiliki hak dan kewajiban baik kreditor maupun debitor, namun dalam permasalahan baik hukum jaminan maupun kepailitan tentunya kreditorlah yang banyak dipusingkan jika muncul sengketa dikemudian hari. Dalam penulisan ini maka, penulis secara khusus akan membahas tentang hubungan antara kepailitan dengan jaminan, khususnya dalam penyelesaian masalah wanprestasi debitor yang mungkin muncul akibat adanya suatu hubungan perikatan dimana adanya utang piutang antara debitor dan kreditor. Dengan suatu pendekatan komparisi atau perbandingan, penulis akan membahas masalah penyelesaian kepailitan terhadap kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjandi wanprestasi yang berujung pada sita jaminan. Dengan demikian melalui penulisan ini hendaknya diperoleh suatu gambaran yang jelas menyangkut proses penyelesaian kepailitan berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap kreditor pemegang jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan. 12 Sudaryat, SH.,MH, 2008, Hukum Bisnis Suatu Pengantar,Jendala Mas Pustaka, Bandung, hlmn.98-99.

8 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kedudukan hukum kreditor separatis dalam kepailitan bila dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan? 2. Bagaimana proses penyelesaian kepailitan terhadap kreditor saparatis bila dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan objektif a. Untuk mengetahui kedudukan hukum kreditor separatis dalam kepailitan bila dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan. b. Untuk mengetahui proses penyelesaian kepailitan terhadap kreditor saparatis bila dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan. 2. Tujuan subyektif Untuk memberikan sumbangsi pemikiran dan penjelasan bagi kelangsungan pendidikan, khususnya pendidikan hukum dibidang kepailitan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Obyektif, Penulis berharap hasil penulisan hukum ini dapat memberikan

9 sumbangsih terhadap perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Jaminan dan Hukum Kepailitan pada khususnya 2. Subyektif yaitu: a) Bagi masyarakat agar dapat memberikan suatu kepastian hukum, memberikan suatu pemahaman yang proses penyelesaian kepailitan terhadap kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan. b) Bagi peneliti agar mengetahui lebih mendalam tentang Hukum Jaminan dan Hukum Kepailitan lebih khusus lagi menyangkut permasalahan objek yang diteliti. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis berdasarkan hasil penelusuran, penulisan hukum atau skripsi ini belum ditulis oleh siapapun dan penulisan ini merupakan hasil karya penulis bukan merupakan hasil duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya lain. F. Batasan konsep 1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang Kepailitan dan Penundaan kewajiban pembayaran utang.

10 2. Kreditor Separatis yaitu kreditor yang mempunyai hak jaminan kebendaan diantaranya pemegang hak tanggungan, pemegang hak gadai, pemegang fidusia, dan hipotik 3. Kreditor Pemegang hak jaminan yakni pihak dalam suatu perikatan yang mempunyai hubungan hukum dengan debitor serta berhak atas pelaksanaan prestasi dari debitor dan juga memegang hak atas jaminan yang diberikan atas debitor selama belum memenuhi prestasinya. 4. Sita jaminan yakni hak sita yang dapat dilaksanakan oleh kreditor setelah debitor tidak melaksanakan prestasinya atau wanprestasi, atas benda-benda jaminan yang diberikan oleh debitor. G. Metode Penelitian Hukum 1. Jenis Penelitian Hukum Dalam melakukan penelitian hukum ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang berfokus pada norma dan penelitian ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama. 2. Sumber Hukum Sumber Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Bahan Hukum Primer, meliputi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penulisan ini yakni : 1) Undang Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), Pasal 20, Pasal 24. Pasal 33 ayat (4). 2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

11 dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443) 3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatblat 1847-23 BW) b) Bahan Hukum Sekunder yakni pendapat hukum yang diperolah melalui buku-buku, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan masalah ini. c) Bahan Hukum Tersier yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan pendukung dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan dengan mencari dan menganalisis literatur-literatur yang berkaitan dengan hukum jaminan dan hukum kepailitan. Selain itu juga untuk melengkapi penelitian ini maka, penelitian ini juga menggunakan metode wawancara dengan Nara sumber. Adapun nara sumber dalam penulisan hukum ini adalah Imma Indra Dewi, S.H.,M.Hum, dosen Hukum Jaminan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dr. Y Sari Murti, S.H.,M.Hum sebagai Dosen Hukum Jaminan pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. N. Budi Aryanto Wijaya, S.H.,M.Hum dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Retnowulan Sriwidati, SH

12 yang merupakan Notaris-PPAT dan Satrio Laksmono Nugroho, S.H yang merupakan legal administrasi di Bank UOB Buana 4. Metode Analisis Bahan Hukum Metode analisis data yang digunakan dalam Penulisan ini adalah dengan metode kualitatif yakni metode analisis dengan ukuran kualitatif atau metode analisa yang menggunakan data yuridis yang tidak didasarkan atas suatu jumlah atau kuantitas tertentu. Selain itu digunakan pula metode berfikir deduktif, yakni melalui proses deduksi dari norma hukum positif yang sudah berlaku yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Hukum Jaminan. Selain itu wawancara dengan Nara sumber. H. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum ini secara ringkas dapat diuraikan dari Bab I sampai Bab III sebagai berikut : Bab I. PENDAHULUAN ; berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Batasan Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Bab II. PEMBAHASAN ; berisi tentang Tinjauan Umum Hukum Kepailitan yang terdiri dari Sejarah Kepailitan, Pengertian Kepailitan, Fungsi Kepailitan dan Dasar Hukum Kepailitan, Para Pihak yang terlibat dalam Kepailitan, Tingkatan Kreditor dalam

13 Kepailitan, Syarat Pengajuan Perkara Pailit, Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan,dan Mekanisme Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit. Untuk perbandingan antara penyelesaian kepailitan terhadap kreditor separatis dengan kreditor pemegang hak jaminan maka penulis akan menganalisanya dimulai dengan uraian mengenai Tinjauan Umum Hukum Jaminan terdiri dari Pengertian Jaminan, Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan, Macam-macam Hukum Jaminan, Macam-Macam Kreditor dalam Hukum Jaminan, Hak Debitor terhadap Debitor, Hak-Hak antar Kreditor, dan Mekanisme Pengajuan Sita Jaminan. Setelah itu akan diuraikan lagi tentang Proses Penyelesaian Kepailitan Terhadap Kreditor Separatis dan Proses Penyelesaian Sita Jaminan Bagi Kreditor Pemegang Hak Jamian. 3. Bab III. PENUTUP ; berisi tentang Simpulan berupa pernyataan singkat atas temuan penelitian yang merupakan jawaban atas permasalahan kedudukan hukum kreditor separatis dalam kepailitan bila dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan dan proses penyelesaian kepailitan terhadap kreditor saparatis bila dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan. Saran berisi tentang sumbangsi pemikiran untuk perbaikan sistem hukum kepailitan kedepannya berdasarkan hasil penelitian yang didapat oleh penulis.