PARADIGMA PERENCANAAN DAN KERJASAMA DAERAH Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS LEMBAGA KAJIAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH/ LKMPD (INSTITUTE for LOCAL GOVERNMENT MANAGEMENT STUDIES)
A. PENDAHULUAN UU No. 5/1974 bersifat Sentralistik Model Perencanaan Eklektik, yaitu perpaduan antara Top Down Planning dengan Bottom Up Planning dengan dominasi perencanaan Yang datang dari atas karena : Kewenangan Pembiayaan dikendalikan dari Pusat Personil UU No. 22/1999 bersifat Desentralistik Model Perencanaan Eklektik, yaitu perpaduan antara Top Down Planning dengan Bottom Up Planning dengan dominasi perencanaan Yang datang dari Daerah karena : Kewenangan Personil dikendalikan oleh Daerah Pembiayaan masih dipegang Pem. Pusat dengan pola Block Grant
B. PROBLEMATIKA Kelemahan perencanaan dari Pusat; Kelemahan pengendalian dari Pusat; Munculnya egoisme kedaerahan yang berlebihan; Adanya salah tafsir terhadap UU 22/1999; Penggunaan kewenangan Daerah yang luas, belum diimbangi dengan kualitas SDM yang memadai; Dominasi pertimbangan politik dalam pengambilan keputusan publik; Terjadi : Tumpang tindih perencanaan antara Pemerintah Pusat, Prop. & Kabupaten/Kota Ketidakkonsistenan antara perencanaan Pusat, Propinsi & Kabupaten/Kota Konflik perencanaan terutama antara Pemerintah Propinsi dengan Kabupaten/Kota Psl 4 (2) UU 22/1999
Solusi : 1. Membentuk forum bersama antara Propinsi dan Kab./Kota - Untuk menentukan wilayah abu-abu (grey area) yang memiliki dimensi persoalan & potensi yang tdk jelas batasnya; - Untuk menentukan kesepakatan pengelolaan persoalan & potensi dalam perencanaan masing 2 & menghindari konflik; 2. Hirarkhi perencanaan Daerah hrs tetap ada, meskipun tdk ada hub. hirarkhi antara Propinsi dgn Kab./Kota (Psl 4 (2)) UU 22/99) - Hirarkhi perencanaan ditentukan melalui kriteria kepentingan lokal harus mengacu kpd kepentingan yg luas/lebih tinggi 3. Perencanaan yang disusun hrs mengakomodasikan & menyelaraskan pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Propinsi, serta desentralisasi dan Tugas Pembantuan di Kab./Kota 4. Membangun jejaring kerjasama untuk mensinergikan kekuatan dan menutupi kelemahan masing-masing daerah, guna mencapai keunggulan bersama.
MPR Tanggung jawab Pemerintah Pusat Pengawasan DPR Bin Bin Pemerintah Propinsi Was Tanggung jawab DPRD Propinsi Bin Pemerintah Kab./Kota Was Tanggung jawab DPRD Kab./Kota Pemerinta h Kecamatan Bin Pemerintah Desa Was Tanggung jawab BPD Gambar : Model Orbitasi Pemerintahan : Peraturan Perundang-undangan
Binwas oleh Pem. Pusat seharusnya cukup sampai ke tingkat Propinsi tidak langsung ke Kabupaten/Kota, karena rentang kendalinya terlampau luas sehingga tidak efektif dan efisien; Binwas oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah mencakup Daerah Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada Pemerintah Pusat; Binwas oleh Gubernur dilaksanakan dalam rangka asas dekonsentrasi; Peran Pemerintah Propinsi sebagai Penyeimbang Pembangunan Daerah perlu lebih diperkuat (vide pasal 3 ayat 5 butir 19a PP Nomor 25 Tahun 2000): Mengatur realokasi pendapatan asli Daerah yang terkosentrasi pada Kabupaten/Kota tertentu untuk keseimbangan penyelenggaraan pembangunan guna kesejahteraan masyarakat di Propinsi
KAITAN ANTARA DAERAH KAB/KOTA, PROPINSI DENGAN NASIONAL POLA DARI ATAS KE BAWAH POLA DARI BAWAH KE ATAS PROPENAS RENSTRA NASIONAL PROPEDA PROPINSI PROPEDA KAB./KOTA? RENSTRAD A PROPINSI? RENSTRA KAB./KOTA Pemda DPRD Masyarakat
NASIONA L DAERAH? PROPINSI DAERAH KAB./KOTA?? TAP MPR RI NO. VII/MPR/2001 Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara
Meskipun di dalam pasal 4 ayat (2) disebutkan tidak adanya hubungan hierarkhi antara Daerah Propinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota, namun dalam hal perencanaan pembangunan justru tetap harus berhirarkhi, karena adanya tumpang tindih obyek perencanaan. Selain itu, ada adagium dalam kehidupan bernegara bahwa : kepentingan masyarakat yang lebih kecil tunduk pada kepentingan masyarakat yang lebih besar Menurut penjelasan Pasal 9 (1) bahwa yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi antara lain : Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Regional Secara Makro
ALUR PENYUSUNAN RENSTRA DAERAH POLA I DAERAH PEMERINTAH DAERAH [ KEPALA DAERAH + PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH DAERAH
Keterangan: 1. a. Visi Daerah bersifat jangka panjang (long term vision) 20 25 tahun b. Visi Daerah disusun oleh para pemegang saham Masyarakat, DPRD dan Pemerintah Daerah 2. a. Visi Kepala Daerah bersifat jangka menengah (Mid term vision) 5 tahun, sesuai masa jabatan Kepala Daerah b. Visi Kepala Daerah disusun oleh Bakal Calon KDH kemudian dipaparkan dalam Rapat Paripurna DPRD Pasal 37 ayat (1) dan (2) 3. a. Visi Pemerintah Daerah bersifat jangka menengah (Mid term vision) 5 tahun b. Visi Pemerintah Daerah disusun dengan memadukan antara visi Kepala Daerah dengan visi masing-masing Perangkat Daerah, menunjukkan pada visi Daerah
POLA II [ KDH + PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH DAERAH Dibahas Bersama Para Pemegang Saham (DPRD, Masyarakat, PT dan Pemda) DAERAH
MEKANISME KOORDINASI DAN KESEPAKATAN PERENCANAAN GBHN PROPENAS DEPARTEMEN REPETANAS Pusat POLA DASAR PROPEDA RENSTRA RENSTRA DINAS REPETADA Propinsi POLA DASAR PROPEDA RENSTRA RENSTRA DINAS REPETADA Kab./Kota D S P (Daftar Skala Prioritas) FKK (Forum Koordinasi & Kesepakatan) = Garis Hubungan Langsung = Garis Hubungan Koordinasi = Garis Hubungan Kesepakatan KESEPAKATAN BUPATI/WALIKOTA DENGAN GUBERNUR
KERANGKA PEMIKIRAN DISAIN PERENCANAAN DI DAERAH Aspirasi Masyarakat Propeda Renstra & Dokumen lain Stakeholders/ Masyarakat DPRD PEMDA Tuntutan, Aspirasi, Kebutuhan Masalah di Masyarakat P DPRD E Arah Strategi M & & D Kebijakan PEMDA Prioritas A Visi, Misi & Strategi Daerah Hal. 1
Unit unit Kerja 1. Visi, Misi & Tupoksi Unit Kerja; 2. Tujuan, Sasaran, Program, Kegiatan/ Aktivitas; 3. Tolok Ukur Kinerja & Target Kinerja; 4. Rincian Anggaran peraktivitas & SAB PEMDA RAPBD DPRD PEMDA APBD Hal. 2
POLA KERJA SAMA DAERAH Propinsi Propinsi K/K K/K Keterangan : Hubungan kerjasama Hubungan informasi
Modal Dana Modal Intelektual DO Kesejahteraan Masyarakat Modal Sosial Modal Intelektual : materi intelektual pengetahuan, informasi, hak milik intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan (Stewart, 1998 : X). Modal sosial adalah : kekayaan suatu komunitas berupa nilai-nilai, norma-norma yang digunakan untuk menjaga keutuhan dan mendorong kemajuan komunitas bersangkutan. Modal sosial yang paling penting adalah : KEPERCAYAAN (Francis Fukuyama, 2002). Kepercayaan adalah harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada normanorma yang dianut bersama oleh anggota-anggota komunitas itu.