PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK PADA ERA DESENTRALISASI DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK PADA ERA DESENTRALISASI DI INDONESIA"

Transkripsi

1 PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK PADA ERA DESENTRALISASI DI INDONESIA Oleh : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS

2 A. PENDAHULUAN Penduduk dan Wilayah Indonesia yang beraneka ragam (Ribuan pulau, suku bangsa, ras dsb) Tidak Cocok Dikelola Secara Sentralistik Hingga saat ini telah ada 7(tujuh) UU yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah : 1. UU No. 1/1945 Sentralistik 2. UU No. 22/1948 Sentralistik 3. UU No. 1/1957 Desentralistik 4. UU No. 18/1965 Desentralistik 5. UU No. 5/1974 Sentralistik 6. UU No. 22/1999 Desentralistik 7. UU No. 32/2004 Desentralisasi berkeseimbangan

3 # Dengan adanya perubahan perundang-undangan, terjadi pergeseran fungsi utama Pemerintah Daerah yang semula Sebagai Promotor Pembangunan berubah menjadi Pelayan Masyarakat Perlu mendayagunakan secara optimal unit-unit Pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, seperti : Dinas Daerah Kecamatan & Kelurahan # Perubahan di atas sejalan paradigma good governance yang memberikan tekanan pada manajemen pemerintahan, termasuk manajemen pelayanan publik. Pemerintah tidak lagi berposisi sebagai penguasa dengan sifat hubungan hierarkhis dengan masyarakat, melainkan sebagai mitra yang berkedudukan heterarkhis dengan komponen lainnya (sektor swasta dan masyarakat).

4 Pemerintah adalah public servant Kesadaran ttg arti pentingnya pelayanan umum dan manajemennya di kalangan pemerintahan masih sangat lemah. Alasan-alasannya antara lain sbb : a. kegiatan pemerintah bersifat monopoli, padahal tanpa kompetisi tidak akan tercapai efisiensi. b. lebih mengandalkan kewenangan daripada mekanisme pasar maupun kebutuhan konsumen. c. belum adanya akuntabilitas secara lengkap pada kegiatan pemerintahan. d. lebih mengutamakan pandangan diri sendiri drpd pandangan konsumen yg dilayaninya. e. kesadaran masyarakat sbg konsumen produk pemerintahan masih sangat lemah, sehingga masyarakat lebih banyak berposisi sbg obyek.

5 B. Hakekat Pelayanan Umum 1) Melayani masyarakat baik sbg kewajiban maupun sbg kehormatan, merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat yg manusiawi. (Tjosvold, 1993 : x). 2) Bagi organisasi, melayani konsumen merupakan saat yg menentukan (moment of thruths), peluang bagi organisasi utk menunjukkan kredibilitas dan kapabilitasnya. 3) Abad ke-21 adalah abad pelanggan (Carlzon, 1987). 4) Penggunaan Prinsip Close to the customers 5) Semakin maju sebuah negara, akan semakin banyak masyarakatnya yg bekerja di sektor jasa.

6 6) Pelayanan umum adalah pemberian jasa baik yg diberikan oleh pemerintah, swasta atas nama pemerintah, atau swasta, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. 7) Pelayanan umum oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik yakni utk menjalankan visi & misi serta mencari dukungan suara. 8) Pelayanan umum oleh swasta dpt bermotif sosial (volunteer), tetapi lebih banyak bermotif ekonomi yakni mencari keuntungan. 9) Pelayanan umum kpd masyarakat dpt diberikan secara cuma-cuma sbg kompensasi dari pembayaran pajak, ataupun ditarik bayaran. Tarif pelayanan umum oleh pemerintah ditetapkan berdasarkan harga produksi atau tarif yg paling terjangkau. 10) Pemberian pelayanan umum secara seragam kepada warganegara sebenarnya justru tidak adil karena kebutuhan & kepentingan masyarakat berbeda-beda no public choice.

7 PELAYANAN UMUM OLEH PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH 1) Penggunaan prinsip equal treatment, artinya semua warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan setara, sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah. muncul Standar Pelayanan Minimal (SPM) a.l. PP Nomor 65 Tahun 2005 ttg SPM; PP Nomor 19 Tahun 2005 ttg SNP dsb. 2) Penggunaan prinsip adil dan non-diskriminasi. 3) Penggunaan Prinsip menghitung biaya yang terjangkau, bukan biaya produksi, karena dikompensasi melalui pemungutan pajak.

8 ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN (Sumber : Bahan Penataran DPRD yang disiapkan oleh Badan Diklat DDN, 2004) URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT (Mutlak kewenangan Pusat) CONCURRENT (Kewenangan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota) - Pertahanan - Keamanan - Moneter&fiskal nas. - Yustisi - Politik Luar Negeri - Agama PILIHAN/OPTIONAL (Sektor Unggulan) WAJIB/OBLIGATORY (Pelayanan Dasar) SPM (Standar Pelayanan Minimal)

9 Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah menurut UU 32/2004 meliputi: 1. perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. penanganan bidang kesehatan; 6. penyelenggaraan pendidikan; untuk Propinsi ditambah dengan alokasi sumber daya manusia potensial. 7. penanggulangan masalah sosial; untuk Propinsi ditambah yang bersifat lintas kabupaten/kota. 8. pelayanan bidang ketenagakerjaan; utk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota.

10 9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; utk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/ kota. 10. pengendalian lingkungan hidup; 11. pelayanan pertanahan; utk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota. 12. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13. pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. pelayanan administrasi penanaman modal ; utk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota. 15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; utk Propinsi yang belum dapat diselenggarakan oleh kabupaten/kota. 16.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

11 PENERAPAN SPM Pemerintah Daerah menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri. SPM yang telah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintah Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri. (Pasal 9 ayat 1,2,3 PP No. 65 Tahun 2005).

12 Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam RPJMD dan Renstra SKPD. Target tahunan pencapaian SPM dituangkan ke dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), Renja SKPD (Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), RKA- SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. (Pasal 9 ayat 4 dan 5 PP No. 65 Tahun 2005).

13 Penyusunan rencana pencapaian SPM dan anggaran kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. (Pasal 10 PP No. 65 Tahun 2005). Rencana pencapaian target tahunan SPM serta realisasinya diinformasikan kepada masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. (Pasal 11 PP No. 65 Tahun 2005). Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (Pasal 12 PP No. 65 Tahun 2005).

14 Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dan/atau untuk menciptakan efisiensi, Daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam pengelolaan pelayanan dasar secara bersama sebagai bagian dari pelayanan publik, rencana pencapaian SPM perlu disepakati bersama dan dijadikan sebagai dasar dalam merencanakan dan menganggarkan kontribusi masing-masing Daerah. Dalam upaya pencapaian SPM, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta. (Pasal 13 ayat 1,2,3 PP No. 65 Tahun 2005).

15 Fungsi utama Pemerintah Daerah pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974 semula adalah sebagai promotor pembangunan, pada masa UU Nomor 22/1999 maupun UU Nomor 32/2004 telah berubah menjadi pelayan masyarakat. Konsekuensi logisnya, unit-unit pemerintahan yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat seperti dinas daerah, kecamatan, kelurahan perlu memperoleh perhatian yang lebih besar baik dari segi kewenangan, personil, pembiayaan maupun dukungan logistik. Perlu ada pembagian fungsi yang jelas antara unsur staf, unsur lini, serta unsur penunjang. Tugas pokok unsur staf adalah melayani kedalam dan berpikir. Tugas pokok unsur lini adalah pelayanan langsung dan bersifat operasional. Tugas pokok unsur penunjang adalah menjalankan fungsi khusus dan bersifat koordinatif.

16 MODEL PELAYANAN UMUM OLEH PEMERINTAH DAERAH Dukungan politik Pemerintah Pusat Staf Transfer kewenangan Pemerintah Daerah DPRD Organisasi Pemerintah Daerah Dinas Lemtekda Pelayanan Prima Kepada Masyarakat Kepuasan Masyarakat Daerah Otonom Badan Semi Otonom Masyarakat Daerah Keterangan : : Pelayanan langsung kepada masyarakat sangat terbatas (Unsur staf) : Pelayanan langsung kepada masyarakat luas (Unsur lini) : Pelayanan langsung kepada masyarakat relatif terbatas (Auxiliary) Hak cipta : Sadu Wasistiono

17 Model Penyusunan Organisasi Pemerintah Daerah Berdasarkan Visi, Misi dan Urusan Daerah Pemerintah Pusat Rakyat Potensi SDA, SDM, SDB Urusan Daerah Transfer Kewenangan Mandat Visi Daerah Jangka Panjang Visi Pemda Jangka Menengah Misi, Strategi & Program Organisasi Pemerintah Daerah Sumber : Sadu Wasistiono

18 Alur Pikir Penataan Kelembagaan Kecamatan Bupati/ Walikota Dukungan politik Delegasi Kewenangan Kpd Camat Susunan Organisasi Yg Sesuai dgn Kewenangan Pemberian Pelayanan Prima kepada Masyarakat Kepuasan Masyarakat Dukungan dengan : Anggaran Personil yang memadai Logistik Model : Sadu Wasistiono

19 LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK Membangun budaya melayani di kalangan birokrasi (lihat semangat yang terkandung di dalam UU Nomor 22/1999 maupun UU Nomor 32/2004) Membangun kesadaran bahwa fungsi utama pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan pada masyarakat, bukan lagi sebagai promotor pembangunan spt pada era UU Nomor 5 Tahun Memperkuat unit-unit organisasi yang berhadapan langsung dengan masyarakat (dinas, kecamatan, kelurahan). Memperkuat dan meningkatkan kualitas orang-orang yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (front line officer).

20 Mengembangkan unit-unit organisasi pelayanan agar dekat dengan konsumen (konsep close to the customers ). Mengembangkan sistem pelayanan one stop service dan atau one roof service yang sesungguhnya. Mengadakan survey kepuasan pelanggan secara periodik.(lihat KepMenpan 25.M.Pan/2004 tentang Indeks Kepuasaan Masyarakat). Mengadakan lomba diantara unit-unit pemberian pelayanan yang sejenis dengan penilai dari masyarakat yang dilayani. Mengembangkan pendekatan public choice sehingga kebutuhan dan keinginan masyarakat yang beraneka ragam dapat terpenuhi dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan. Mengembangkan sistem insentif yang menarik bagi unit-unit yang berhasil memuaskan pelanggan.

21 KUNCI KEBERHASILAN Adanya kepemimpinan visioner yang mampu menawarkan gagasan baru dan konsisten mengawal perubahan yang telah direncanakan. Adanya dukungan yang kuat dari birokrasi untuk sama-sama berubah. Harus pula adanya keyakinan bahwa perubahan yang terjadi akan menguntungkan semua pihak. Pada dasarnya orang tidak suka perubahan, sehingga mereka mempunyai daya tolak terhadap perubahan. Semakin besar perubahan mengganggu kepentingannya, maka semakin besar daya tolaknya terhadap perubahan. Adanya kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warganegara maupun warga daerah secara seimbang dan proporsional.

22 PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT Demokrasi telah menjadi fenomena global. Menurut Samuel P. Huntington, dewasa ini dunia telah masuk pada demokratisasi gelombang ketiga. Demokratisasi gelombang pertama terjadi setelah revolusi industri din Inggris abad ke 17, kemudian demokratisasi gelombang kedua muncul setelah perang dunia kedua selesai. Sedangkan demokratisasi gelombang ketiga muncul setelah adanya revolusi informasi dan komunikasi. Dunia menjadi seolah-olah tanpa batas (Kenichi Ohmae). Semakin besar demokratisasi, semakin banyak negara (John Naisbitt dalam Global Paradox). Di Indonesia diterjemahkan menjadi semakin besar demokratisasi, semakin banyak daerah otonom.

23 PERKEMBANGAN JUMLAH DAERAH OTONOM DI INDONESIA SAMPAI DENGAN TAHUN 2004 KURUN WAKTU PEMBENTUKAN PEMBENTUKAN PROPINSI ( -1) * 7 KAB/ KOTA ( - 5) * 141 Jumlah Dikurangi Timor Timur Sumber : Depdagri,

24 DIMENSI DESENTRALISASI Ada empat dimensi desentralisasi yakni a. desentralisasi politik; b. desentralisasi administrasi; c. desentralisasi fiskal; d. desentralisasi ekonomi. fiskal administrasi ekonomi politik

25 TUJUAN DESENTRALISASI 3 Tujuan desentralisasi : - tujuan politik; - tujuan administrasi; - tujuan sosial ekonomi.

26 Tujuan politik dari desentralisasi adalah membangun infrastruktur dan suprastruktur politik tingkat lokal menjadi lebih demokratis. Pilkada secara langsung, berkaitan dengan salah satu dimensi tujuan politik dari desentralisasi. Tujuan administrasi dari desentralisasi adalah menciptakan birokrasi pemerintahan lokal yang mampu memaksimalkan nilai-nilai 4E, yakni : 1) efektivitas; 2) efisiensi; 3) equity/ kesetaraan, serta 4) ekonomik. Tujuan sosial dan ekonomi dari desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, agar menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.

27 TUJUAN POLITIK DEMOKRATISASI INFRASTRUKTUR POL. PARPOL, DPRD DEMOKRATISASI SUPRASTRUKTUR POL. PILKADA TUJUAN TUJUAN Pembagian Urusan Pem. DESENTRA- ADMINIS- Pembagian Sumber Keu- LISASI TRASI Pembaruan Manajemen Pem. Pembangunan SDM Aparatur TUJUAN SOSIAL& EKONOMI Peningkatan IPM Kerukunan Sosial Ketahanan Sosial

28 PEMBENTUKAN DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 Suatu Daerah dapat dimekarkan apabila setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan a. bagi provinsi : 10 tahun; b. bagi kabupaten/kota : 7 tahun terhitung sejak tanggal pembentukan daerah otonom ybs. Untuk pemekaran kecamatan sebagai bagian kabupaten/kota usia minimalnya adalah 5 (lima) tahun). Pembentukan Daerah harus memenuhi syarat-syarat : - administratif; - teknis - fisik kewilayahan.

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK Oleh : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS A. PENDAHULUAN Pemerintah adalah public servant Kesadaran ttg arti pentingnya pelayanan umum dan manajemennya di kalangan pemerintahan masih

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK

PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK , Apa itu otonomi daerah? APA ITU DAERAH OTONOM? kesatuan masyarakat hukum dalam wilayah tertentu kesatuan budaya dan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI CAMAT DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS

OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI CAMAT DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI CAMAT DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS MENGAPA PERLU MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK? Korupsi Dilihat Dari : Persepsi Korupsi menurut pebisnis

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN OTONOMI DAERAH D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. EKONOMI AKUNTANSI. Modul ke: Fakultas. Program Studi

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN OTONOMI DAERAH D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. EKONOMI AKUNTANSI. Modul ke: Fakultas. Program Studi PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: OTONOMI DAERAH Fakultas EKONOMI Program Studi D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. AKUNTANSI http://www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG; TUJUAN DAN PRINSIP;

Lebih terperinci

Mata Kuliah Kewarganegaraan OTONOMI DAERAH. Modul ke: Panti Rahayu, SH, MH. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

Mata Kuliah Kewarganegaraan OTONOMI DAERAH. Modul ke: Panti Rahayu, SH, MH. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Mata Kuliah Kewarganegaraan Modul ke: OTONOMI DAERAH Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Panti Rahayu, SH, MH Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id OTONOMI DAERAH Otonomi daerah : pemberian wewenang pemerintahan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 25/2004 DAN UU NOMOR 32/2004. Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 25/2004 DAN UU NOMOR 32/2004. Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 25/2004 DAN UU NOMOR 32/2004 Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS A. PENDAHULUAN UU No. 5/1974 bersifat Sentralistik Model Perencanaan Eklektik, yaitu perpaduan

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 12 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Otonomi Daerah : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat A. Pengertian Otonomi Daerah

Lebih terperinci

PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN

PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN Disampaikan oleh ONZUKRISNO, SH, M.Si Kepala Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar Bukittinggi, 11 Maret 2016 UU NOMOR 23 TAHUN 2014 U R U S A N P E M E R I N T A H A N

Lebih terperinci

REDEFINISI dan KODE KEHORMATAN KORPS PAMONG PRAJA BAHAN DISKUSI DIKLAT SESPIMDAGRI OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS JUNI 2010

REDEFINISI dan KODE KEHORMATAN KORPS PAMONG PRAJA BAHAN DISKUSI DIKLAT SESPIMDAGRI OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS JUNI 2010 REDEFINISI dan KODE KEHORMATAN KORPS PAMONG PRAJA BAHAN DISKUSI DIKLAT SESPIMDAGRI OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS JUNI 2010 A. PENDAHULUAN APAKAH KORPS PAMONG PRAJA ITU MASIH ADA? APABILA MASIH ADA,

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: 12FEB OTONOMI DAERAH. Fakultas SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: 12FEB OTONOMI DAERAH. Fakultas SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management KEWARGANEGARAAN Modul ke: Fakultas 12FEB OTONOMI DAERAH SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management PENGERTIAN OTONOMI DAERAH Otonomi scr sempit diartikan sbg Mandiri, scr luas diartikan sbg Berdaya.

Lebih terperinci

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DIREKTORAT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH II DITJEN OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc. Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci

PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE

PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE 1 INTRO GAGASAN UNTUK MEREKONSTRUKSI FORMAT KEPEMERINTAHAN TELAH MENGKRISTALISASI

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan publik merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun(saragih,2005). Dewasa ini kualitas pelayanan menjadi

Lebih terperinci

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU Modul ke: OTONOMI DAERAH Fakultas 12Teknik Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU Tujuan Instruksional Khusus 1. Menyebutkan pengertian otonomi daerah 2. Menjelaskan latar belakang otonomi daerah

Lebih terperinci

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2017 Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; SALINAN Menimbang PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL : Perwujudan Kinerja Pemerintah Daerah

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL : Perwujudan Kinerja Pemerintah Daerah IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL : Perwujudan Kinerja Pemerintah Daerah Indra Mudrawan Peneliti Muda Pusat Inovasi Kelembagaan dan SDA Email : nda-me@yahoo.com LATAR BELAKANG Sebagaimana

Lebih terperinci

RINA KURNIAWATI, SHI, MH

RINA KURNIAWATI, SHI, MH Modul ke: OTONOMI DAERAH Mengetahui wewenang daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat Fakultas FAKULTAS www.mercubuana.ac.id RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi Otonomi Daerah Otonomi daerah : pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEDUDUKAN CAMAT SEBAGAI MANAJER KOTA KECAMATAN

KEDUDUKAN CAMAT SEBAGAI MANAJER KOTA KECAMATAN KEDUDUKAN CAMAT SEBAGAI MANAJER KOTA KECAMATAN Oleh : Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MSi A. PENDAHULUAN Perubahan kedudukan kecamatan dari wilayah administrasi pemerintahan menjadi lingkungan kerja perangkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan DASAR HUKUM UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa FILOSOFI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri TATA CARA EVALUASI DOKUMEN PERENCANAAN DAERAH RAPERDA TENTANG RPJPD, RPJMD DAN PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) SESUAI DENGAN PERMENDAGRI 86 TAHUN 2017 Direktorat Jenderal Bina Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor publik merupakan entitas yang aktivitasnya memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). Dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH 1. PENGERTIAN ANGGARAN 2. FUNGSI ANGGARAN 3. PRINSIP PRINSIP ANGGARAN PEMERINTAH 4. KARAKTERISTIK DAN SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH 5. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (ABK) 6. STANDAR

Lebih terperinci

INDUSTRI DI DAERAH. Oleh : DR.MADE SUWANDI Msoc.sc Direktur Urusan Pemerintahan Daerah DITJEN OTDA DEPARTEMEN DALAM NEGERI

INDUSTRI DI DAERAH. Oleh : DR.MADE SUWANDI Msoc.sc Direktur Urusan Pemerintahan Daerah DITJEN OTDA DEPARTEMEN DALAM NEGERI PERAN PUSAT DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI DAERAH (Dalam Koridor UU 32/2004) Oleh : DR.MADE SUWANDI Msoc.sc Direktur Urusan Pemerintahan Daerah DITJEN OTDA DEPARTEMEN DALAM NEGERI HP 0816914482 EMAIL:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGUATAN KELEMBAGAAN KPH SEBAGAI PENGELOLA KAWASAN HUTAN DI TINGKAT TAPAK YANG MANDIRI Drs. H. Slamet, M.Si KASUBDIT WILAYAH IV DIREKTORAT FASILITASI KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

URUSAN PEMERINTAHAN. ABSOLUT (Mutlak urusan Pusat) - Politik Luar Negeri - Pertahanan - Keamanan - Yustisi - Moneter dan fiskal nasional - Agama

URUSAN PEMERINTAHAN. ABSOLUT (Mutlak urusan Pusat) - Politik Luar Negeri - Pertahanan - Keamanan - Yustisi - Moneter dan fiskal nasional - Agama 1 ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT (Mutlak urusan Pusat) CONCURRENT (Urusan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota) - Politik Luar Negeri - Pertahanan - Keamanan - Yustisi - Moneter

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN.  Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc. Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas EKONOMI Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kecamatan merupakan salah satu ujung tombak dari Pemerintahan Daerah yang langsung berhadapan (face to

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012 BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN 2012 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012 DAN CAPAIAN RENSTRA SKPD Untuk melaksanakan kebijakan yang merupakan perwujudan dari Visi

Lebih terperinci

ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN

ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN PENGANTAR ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN 1. PERTAHANAN 2. KEAMANAN 3. AGAMA 4. YUSTISI 5. POLITIK LUAR NEGERI 6. MONETER & FISKAL ABSOLUT PELAYANAN (6) S P M DASAR WAJIB (24) KONKUREN PILIHAN (8) NON PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 1.1. Latar Belakang Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Instansi Pemerintah (LKJiP) Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH DAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

OTONOMI DAERAH DAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA OTONOMI DAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI Oleh: MENTERI DALAM NEGERI Disampaikan pada forum Rapat Kerja/Sosialisasi Reformasi Birokrasi Bagi Pejabat Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak berlakunya otonomi daerah, kabupaten/kota memiliki kewenangan yang besar, kemudian disertai dengan transfer kepegawaian, pendanaan dan aset yang besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk

Lebih terperinci

PENERAPAN SAKIP BAGIAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

PENERAPAN SAKIP BAGIAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN PENERAPAN SAKIP BAGIAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN Disampaikan oleh : KEPALA BAGIAN KEUANGAN DAN ASET SETDA KABUPATEN LAMONGAN DASAR HUKUM SISTEM AKIP 1. UU No. 23 Tahun 2014

Lebih terperinci

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH 1. PENGERTIAN ANGGARAN 2. FUNGSI ANGGARAN 3. PRINSIP PRINSIP ANGGARAN PEMERINTAH 4. KARAKTERISTIK DAN SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH 5. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (ABK) 6. STANDAR

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN Penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan telah diuraikan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBAGA KAJIAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH/ LKMPD (INSTITUTE for LOCAL GOVERNMENT MANAGEMENT STUDIES)

LEMBAGA KAJIAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH/ LKMPD (INSTITUTE for LOCAL GOVERNMENT MANAGEMENT STUDIES) PARADIGMA PERENCANAAN DAN KERJASAMA DAERAH Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS LEMBAGA KAJIAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH/ LKMPD (INSTITUTE for LOCAL GOVERNMENT MANAGEMENT STUDIES) A. PENDAHULUAN UU No. 5/1974

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan negara yang tanpa batas, proses globalisasi bergerak dengan sangat cepat menembus hampir kesegala aspek kehidupan seperti ideologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis Negeri atas tugas pokok dan fungsinya dengan memperhatikan visi, misi, dan arah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk lima tahun ke depan, serta kondisi obyektif dan dinamika lingkungan strategis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat.

BAB I PENDAHULUAN. pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001, pemerintah daerah telah melaksanakan secara serentak otonomi daerah dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 22 & 25 tahun 1999, kemudian diubah

Lebih terperinci

REVIEW KEBIJAKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

REVIEW KEBIJAKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN REVIEW KEBIJAKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN Budi Rahaju Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur PELATIHAN ANALISIS KEBIJAKAN BIDANG KESEHATAN FORUM KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA III SURABAYA,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 19 Tahun 2008 Sub Pokok Bahasan : 1. Kedudukan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG 1. LATAR BELAKANG Ringkasan Renja 2015 Seiring dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Desentralisasi dengan memberikan otonomi ke pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Desentralisasi dengan memberikan otonomi ke pemerintah daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara kesatuan yang menerapkan Sistem Pemerintah Desentralisasi dengan memberikan otonomi ke pemerintah daerah. Otonomi Pemerintah Daerah adalah delegasi

Lebih terperinci

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (KAITANNYA DGN PENGANGGARAN PEMBIAYAAN AMPL DLM APBD)

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (KAITANNYA DGN PENGANGGARAN PEMBIAYAAN AMPL DLM APBD) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (KAITANNYA DGN PENGANGGARAN PEMBIAYAAN AMPL DLM APBD) DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH TAHUN 2015 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 2008 PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Evaluasi. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 177 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 177 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 177 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARO DAN AKADEMI KEBIDANAN KABANJAHE BUPATI KARO Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daerah memiliki perangkat masing-masing baik di tingkat provinsi maupu di

II. TINJAUAN PUSTAKA. daerah memiliki perangkat masing-masing baik di tingkat provinsi maupu di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perangkat Daerah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam ketentuannya mengatur tentang perangkat daerah. Pasal 120 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH

PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH Samarinda, 4 April 2016 KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI LANDASAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAERAH & ETIKA PEMERINTAHAN

KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAERAH & ETIKA PEMERINTAHAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAERAH & ETIKA PEMERINTAHAN BAHAN PENATARAN UNTUK PEJABAT PEMERINTAH DAERAH SE PROVINSI RIAU TANGGAL 23 Mei 2008 OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS A. PENDAHULUAN Manusia adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KOTA PADANG TAHUN 2014-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DESENTRALISASI. aris subagiyo

DESENTRALISASI. aris subagiyo DESENTRALISASI aris subagiyo PENGERTIAN DESENTRALISASI : Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kpd daerah otonom utk mengatur & mengurus urusan pemerintahan dlm sistem NKRI. OTONOMI DAERAH :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesuksesan sebuah penyelenggaraan tugas pemerintahan, terutama pada penyelenggaraan pelayanan public kepada masyarakat sangat tergantung pada kualitas SDM Aparatur.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN REGULASI UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN REGULASI UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN REGULASI UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DIREKTORAT DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN DAN KERJASAMA, DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN, MEI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Oleh : DIREKTUR JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Oleh : DIREKTUR JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI Oleh : DIREKTUR JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI PADA ACARA INTERNATIONAL BUSINESS INTEGRITY CONFERENCE 2016 JAKARTA 2016 Arah Kebijakan dan Strategi dalam RPJMN 2015-2019

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RENJA KECAMATAN BELANG 2018

RENJA KECAMATAN BELANG 2018 RENJA KECAMATAN BELANG 2018 Rancangan RENJA Kantor Kecamatan Belang 2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sesuai amanat pasal 137 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI CAMAT DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BAHAN PENATARAN UNTUK DIKLAT APARATUR OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS

OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI CAMAT DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BAHAN PENATARAN UNTUK DIKLAT APARATUR OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI CAMAT DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BAHAN PENATARAN UNTUK DIKLAT APARATUR OLEH : PROF.DR. SADU WASISTIONO, MS MENGAPA PERLU MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK? (Materi Power

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government)

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN PERENCANAAN KAPASITAS METODE PERENCANAAN KAPASITAS STRATEGI PENYEDIAAN KAPASITAS LAYANAN PENYEDIAAN KAPASITAS LAYANAN JASA SPESIFIK

POKOK BAHASAN PERENCANAAN KAPASITAS METODE PERENCANAAN KAPASITAS STRATEGI PENYEDIAAN KAPASITAS LAYANAN PENYEDIAAN KAPASITAS LAYANAN JASA SPESIFIK MANAJEMEN OPERASIONAL MINGGU KEENAM BY. MUHAMMAD WADUD,, SE., M.SI. FAKULTAS EKONOMI UNIV. IGM POKOK BAHASAN PERENCANAAN KAPASITAS METODE PERENCANAAN KAPASITAS STRATEGI PENYEDIAAN KAPASITAS LAYANAN PENYEDIAAN

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH

KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH Oleh:

Lebih terperinci