BAB I PENDAHULUAN. Kendaraan Bermotor) yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko. Selain itu,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. permodalan yang pada umumnya rata-rata relatif lemah. Munculnya kendala

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai keselarasan tujuan. Teori ini

Kata Kunci: LPD, pertumbuhan laba, pertumbuhan aset.

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan lembaga perkreditan desa (LPD).

BAB I PENDAHULUAN. bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh Desa Pekraman atau Desa Adat. Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki lembaga keuangan yang kuat dan modern. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. Kontribusi Lembaga Perkreditan Desa atau LPD dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, seperti sekaa, banjar serta desa adat. Tradisi itu biasa disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan perekonomian pedesaan mempunyai peran sangat penting

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berupa uang/surat-surat berharga lainnya. hidup krama desa untuk menunjang pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya dan sumber dana yang tersedia secara optimal. Lembaga keuangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA. 2.1 Sejarah Singkat Terbentuknya Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dimana kegiatannya hanya menghimpun dana atau kembali

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan sektor perbankan sebagai subsistem dalam perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan. Laporan mengenai rugi laba suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Provinsi Bali memiliki keunikan dalam mengelola

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan pada umumnya ditandai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran suatu negara. Para pelaku ekonomi baik perusahaan besar maupun. anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskriptif penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran masingmasing

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan perusahaan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:1-2)

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang mempunyai dana yang kelebihan dengan pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. intermediary) antara pihak yang mempunyai dana (surplus unit) dengan pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)

RINGKASAN EKSEKUTIF : : :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Bank adalah badan usaha

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. Namun, fasilitas dan pelayanan perbankan hanya terkonsentrasi di perkotaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

Analisis Kinerja Keuangan I Made Suidarma dan I Gusti Nengah Darma Diatmika 143

DESA PAKRAMAN UBUNG KECAMATAN DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR Alamat : Jl. Cokroaminoto, No. 125 Denpasar, Telp. (0361)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembangunan merupakan program pemerintah yang bertujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari transaksi-transaksi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit)

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional, karena UMKM mampu menyerap

BAB I PENDAHULUAN. Peran Perbankan sebagai lembaga intermediasi cukup penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha terus-menerus memperoleh laba, ini berarti kelangsungan hidup

ANALISIS KESEHATAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) STUDI KASUS PADA LPD DESA ADAT KEDONGANAN KUTA BADUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dalam bentuk simpanan giro, tabungan,

BAB II LANDASAN TEORI. kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiata usahanya. Banyak

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI :

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Landasan hukum yang mengatur masalah keberadaan dan usaha Bank Umum

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan bagian yang menunjang perekonomian nasional dengan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas aset memburuk, tidak mampu menciptakan earning dan akhirnya modal

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang

Jacob Abolladaka Pendidikan Ekonomi, FKIP-Undana Kupang-NTT

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga. profitabilitasnya terus mengalami peningkatan.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sebuah lembaga yang mampu menjalankan fungsi pelantara (financial

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkeadilan dan mempercepat pembangunan daerah yang efektif dan kuat.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat kenyataan yang terjadi pada krisis global tahun 2008, Bank Indonesia baru-baru ini juga telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua bank umum di Indonesia perihal tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) pada 15 Maret 2012. Hal ini dilakukan sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dan KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko. Selain itu, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset property yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar (Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP). Hal ini menunjukkan bahwa KPR memiliki kemungkinan untuk menyumbang risiko kredit yang cukup tinggi dan mempengaruhi rasio NPL pada bank. Melihat pada kenyataan di atas, maka akan diamati naik turunnya tingkat NPL yang terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berpeluang memperoleh andil dalam mempengaruhi tingkat NPL tersebut pada kurun waktu penelitian yaitu 2008-2013. Periode tersebut dipilih untuk mengetahui apakah kredit perumahan (KPR) di Indonesia bergejolak pada tahun terjadinya krisis global (2008) dan tahun-tahun setelah itu (2009-2011) dengan melihat rasio NPL pada tahun 2008-2013. 1

2 Selain itu, kita juga melihat fakor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya kenaikan rasio NPL karena dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu kemungkinan naiknya tingkat NPL maka bank akan dapat melakukan antisipasi terlebih dahulu dalam mempersiapkan kebijakan-kebijakan kredit yang akan dikeluarkan agar tetap memberikan keuntungan dan pendapatan yang maksimal bagi bank tanpa memperbesar kemungkinan naiknya angka NPL. Semakin tinggi tingkat NPL maka akan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan bank yang akan menjalar pada tingkat kepercayaan masyarakat yang ingin menyimpan kelebihan dananya pada bank tersebut. Di era globalisasi ini persaingan dalam bisnis perbankan sangat ketat. Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan non bank di pedesaan sangat membantu masyarakat desa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa. Pelayanan jasa keuangan masyarakat di desa dilakukan oleh lembagalembaga, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), koperasi dan pegadaian (Damayanthi, 2011). Persaingan bisnis di bidang perbankan yang nampak akhirakhir ini adalah persaingan dalam penyaluran kredit, khususnya dalam pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM menempati jumlah mayoritas dari total unit usaha yang ada. Akan tetapi kebanyakan dari para pengusaha UMKM masih mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha, dan secara garis besar kesulitan yang dihadapi berkisar masalah permodalan, dan persaingan pasar. Permodalan nampaknya menjadi alasan yang klasik yang menghadang perkembangan UMKM. Kebanyakan pelaku bisnis memutar usahanya dengan mengandalkan usahanya dengan modal sendiri. Ada pula

3 sebagian kecil yang berusaha menambah modalnya dengan melakukan pinjaman ke bank atau lembaga non bank (Saptono dan Widiyatmanta, 2007). Kehadiran LPD pada awalnya dicetuskan berdasarkan SK Gubernur No. 972 tahun 1984, kemudian diganti dengan Peraturan Gubernur Bali No 11 Tahun 2013. LPD berfungsi sebagai salah satu wadah kekayaan desa yang berupa uang atau surat-surat, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatan usahanya banyak menunjang pembangunan desa. Peran LPD disini sangat penting dalam upaya mewujudkan pembangunan desa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan kehidupan masyarakat yang mandiri serta mewujudkan pertumbuhan usaha mikro dalam wilayah pedesaan. LPD sebagai lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat beroperasi pada suatu wilayah adminitrasi desa adat dengan dasar kekeluargaan antarwarga desa. Dalam praktiknya pelaksanaan manajemen LPD sering menemukan berbagai kendala. Latar belakang badan pengawas yang ex offisio diketuai oleh Bendesa Adat acap kali tidak dapat melakukan pengawasan secara intensif yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti perangkapan tugas pengawasan dengan tugas-tugas lainnya sebagai bendesa adat. Di samping itu, pengalaman di bidang pengawasan lembaga keuangan biasanya jarang dimiliki oleh seorang Bendesa Adat. Demikian juga pengalaman pengurus yang rata-rata terbatas di bidang lembaga keuangan sebelum mereka menjadi pengurus LPD. Selain hal disebutkan diatas, hal yang banyak terjadi yaitu petugas di bagian kredit kurang selektif dalam menyeleksi nasabah yang mengajukan kredit ke LPD sehingga kredit cukup

4 mudah dicairkan. Hal ini menandakan bahwa prosedur kredit yang seharusnya dilaksanakan secara baik dan benar tersebut malah dilaksanakan dengan seadanya saja. Dalam hal ini sistem pengendalian intern yang baik sangat dibutuhkan untuk menekan NPL. Sejak awal didirikannya LPD di Bali, telah memiliki beberapa tujuan mulia antara lain (Mantra, 1998), : Pertama, untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal efektif. Kedua, membrantas sistem ijon, gadai gelap dan lain-lain yang bisa disamakan dengan itu di daerah pedesaan, yang pada saat itu masih banyak ada di daerah Bali. Ketiga, menciptakan pemerataan dan kesempatan kerja bagi warga pedesaan, baik yang bisa ditampung secara langsung di LPD, maupun yang bisa ditampung oleh usaha-usaha produktif masyarakat yang dibiayai oleh LPD. Keempat, menciptakan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa. Sebagaimana terurai dalam tujuannya, dari sejak awal berdirinya LPD diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomi masyarakat di daerah Bali melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal yang efektif. LPD juga diharapkan membrantas system ijon, gadai gelap dan lain-lain yang bisa disamakan dengan itu di daerah pedesaan. Disamping itu, LPD juga mengemban tugas menciptakan pemerataan dan kesempatan kerja bagi warga pedesaan, baik yang bisa ditampung secara langsung di LPD, maupun yang bisa ditampung oleh usaha-usaha produktif masyarakat yang dibiayai oleh LPD. Menciptakan daya beli

5 dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa, juga menjadi tugas pokok LPD. Apabila tugas-tugas tersebut dikaitkan dengan indikator ekonomi makro, maka apa yang ingin dicapai oleh LPD adalah selaras dengan tujuan ekonomi makro. Ada empat tujuan yang biasanya ingin dicapai dalam kebijakan ekonomi makro, yaitu; Pertama, mengupayakan peningkatan pendapatan nasional secara terus menerus. Kedua, mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kesempatan bekerja yang seluas-luasnya dan menekan angka pengangguran. Ketiga, menjaga stabilitas harga-harga atau menekan angka inflasi. Keempat memperkuat perdagangan internasional dengan menjaga keseimbangan nilai ekspor yang minimal sama dengan nilai impor dan terdapat kurs valuta asing yang stabil. Jadi jelas dalam peraturan Desa Pekraman mengatur bahwa a) Pengurus LPD dipilih oleh Rapat Desa Pekraman dengan masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. b) Pengurus LPD wajib memberikan laporan setiap tahun kepada Rapat Desa Pekraman. c) Pengurus wajib diperiksa oleh pengawas atau pemeriksa LPD yang juga dipilih dan dibentuk oleh Rapat Desa Pekraman setiap 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Nampaknya kearifan-kearifan lokal ini yang lebih berkontribusi terhadap kemajuan LPD, dari pada kemampuan manajemen dan kekuatan-kekuatan internal lain yang dimilikinya selama ini. Suatu hal yang mesti disyukuri memang, disamping tetap berupaya untuk melakukan pembenahan-pembenahan di bidang yang lain, termasuk pada bidang tata kelola usaha yang baik (Good Corporate

6 Governance). LPD di Bali merupakan sistem Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) di Indonesia, walaupun terdapat kompetisi yang kuat di tingkat lokal dari banyaknya lembaga formal dan informal (Bedson, 2009). Indikator kinerja dan sustainabilitas LDKP dengan melihat perbedaan kinerja antara LDKP yang didominasi oleh industri kerajinan dan jasa dengan LDKP yang berada di daerah yang didominasi oleh pertanian. Indikator keuangan meliputi : kualitas portopolio, leverage, Capital Adequency Ratio (CAR), produktivitas, efisiensi, profitabilitas dan kelayakan keuangan. Indikator jangkauan meliputi: jangkauan nasabah dan staf, jangkauan pinjaman dan jangkauan tabungan/deposito. Keunggulan LPD, salah satunya ditunjukkan oleh LPD di Kabupaten Gianyar pada beberapa indikator kinerja dan sustainabilitas LDKP adalah: 1) Indikator sosial-ekonomi Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten di Bali dengan PDRB tinggi yaitu 6,422 milyar atas dasar harga berlaku pada tahun 2009, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Hal ini diakibatkan oleh perekonomian lokal yang didominasi industri kecil (industri kerajinan) dan sektor-sektor pariwisata yang tidak terpengaruh oleh ekonomi domestik. Ada tiga sektor utama yang mendominasi perekonomian Gianyar, yaitu sektor manufaktur, pertanian, perdagangan dan hotel dan restoran yang menyumbang 65 persen PDRB. 2) Pertumbuhan LPD di Gianyar yang terjadi salah satunya pada LPD Manukaya dengan pertumbuhan tercepat diakibatkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap lembaga keuangan pedesaan. Pertumbuhan LPD ini

7 ditunjang oleh perkembangan aset yang hampir 2,5 kali dari Rp.58 milyar menjadi Rp.125 milyar. Ekuitas juga meningkat dari Rp.10,9 milyar di tahun 1999 menjadi Rp.25,4 milyar di tahun 2001. Kegiatan utama LPD adalah simpan pinjam, terutama bagi wirausahawan kecil, pedagang kecil dan petani. Ada lima alasan untuk menjelaskan perkembangan LPD di Gianyar yang berpengaruh positif bagi pembangunan perekonomian desa : a) rasio deposan dan penabung terhadap peminjam sangat tinggi; b) masyarakat dapat mengakses LPD dengan mudah; c) LPD menggunakan prosedur yang sederhana dan mudah; d) kompetisi diantara lembaga keuangan tidaklah ketat; dan e) pertumbuhan LPD tersebut diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan terus meningkat. 3) Kualitas portopolio Kualitas portopolio ditentukan dengan dua indikator yaitu tingkat pengembalian pinjaman (repayment rate) dan rasio peminjam yang tidak mau membayar (delinquent borrower ratio). LPD Gianyar memiliki kualitas portopolio yang bagus, yang direfleksikan oleh kualitas pengembalian pinjaman yang tinggi dan rendahnya rasio peminjam yang tidak membayar. Pada tahun 1999 tingkat pengembalian pinjaman 95 persen dan meningkat menjadi 97 persen pada tahun 2001. 4) Leverage Leverage dihitung menggunakan DER (Debt to Equity Ratio). LPD di Gianyar memiliki DER yang tinggi, lebih besar dari 200 persen. Berdasarkan rasio

8 kecukupan modal, LPD di Gianyar juga menunjukkan kinerja yang baik, naik dari 31 persen di tahun 1999 menjadi 61 persen pada tahun 2001. 5) Produktivitas dan efisiensi LPD di Gianyar menunjukkan produktivitas yang baik, ditunjukkan dengan peningkatan indikator produktivitas. Produktivitas staf meningkat dari 108 menjadi 125 penabung per staf, jumlah tabungan dan deposito berjangka per staf juga meningkat dari 31 juta per tahun pada 1999 menjadi lebih dari 50 juta per tahun pada tahun 2001. Efisiensi LPD diukur dengan dua indikator, yaitu rasio biaya operasional yang merupakan biaya operasional dibanding rata-rata peminjam yang tersalurkan, serta gaji sebagai bentuk persentase rata-rata peminjam yang disalurkan. Berdasarkan indikator tersebut LPD di Gianyar efisien, dimana rasio biaya operasionalnya naik dari 20 persen pada tahun 1999 menjadi 22 persen pada tahun 2001. Rasio gaji yang sangat rendah yakni 0,7 persen. 6) Profitabilitas dan kelayakan keuangan Profitabilitas dapat dilihat dari tingkat pengembalian aset (Return on Assets) atau ROA yang disesuaikan pada tingkat pengembalian ROE. ROA meningkat 10 persen pada tahun 1999 menjadi 13,5 persen pada tahun 2001. ROE meningkat dari 23 persen pada tahun 1999 menjadi 51 persen pada tahun 2001. 7) Jangkauan (outreach) LPD di Gianyar mengalami tren kenaikan untuk indikator jangkauan. Besar jangkauan dilihat dari jumlah nasabah yang dilayani dan volume pinjaman

9 yang disalurkan serta tabungan, tumbuh secara signifikan pada tahun 1999 total peminjam 36.454 sementara jumlah total penabung dan deposan 87.998. Pada tahun 2001 meningkat masing-masing 49.593 untuk peminjam dan 122.942 untuk penabung dan deposan. (Sumber: htt: \\ mujiburrahman85blog spot.com). LPD dipandang sebagai entitas yang menguntungkan, di mana bergantung pada tabungan dan deposito sebagai sumber pendanaan. LPD didirikan sejak tahun 1984 sebagai lembaga keuangan pedesaan yang memiliki peran ekonomi dan sosial di komunitas tersebut. LPD berbeda dengan LDKP yang dikontrol oleh pemerintah daerah yaitu mereka dimiliki oleh organisasi komunitas lokal. Keanggotaan berdasarkan Banjar, merupakan unit terpenting dari organisasi sosial di masyarakat Bali. Solidaritas sosial yang mengakar ini merupakan syarat penting keberhasilan dari LPD. Pada pertengahan tahun 1999, dari 910 LPD melayani 545.000 nasabah. Ini berarti lebih dari 80 persen dari penduduk Bali dapat dijangkau oleh LPD (Bedson, 2009). Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, dimana dalam UU ini keberadaan LPD diakui sebagai lembaga keuangan yang bersifat khusus sehingga pengaturannya dikecualikan dari UU tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Bab XIII Ketentuan Peralihan pasal 39 ayat 3 yang berbunyi: LPD dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada ini. Pasal 39 ayat 3 dalam UU LKM itu menegaskan dua hal penting dalam kaitannya dengan kedudukan LPD: (1) LPD

10 memang bukan LKM sehingga tidak tunduk pada UU LKM, serta (2) LPD merupakan lembaga adat karena diatur berdasarkan hukum adat. Dengan begitu, semestinya tidak perlu ada keragu-raguan lagi bagi prajuru (pengurus) desa pakraman, pengurus LPD, krama (warga) desa pakraman, termasuk pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa LPD memang bukan LKM dan LPD sebagai lembaga adat milik (duwe) desa pakraman yang diberikan fungsi khusus mengelola keuangan dan perekonomian di desa pakraman. LPD juga bukan koperasi, bank atau pun badan usaha milik desa. Desa adat merupakan salah satu lembaga organisasi sosial yang bersifat tradisional di Bali. Desa adat memiliki beberapa hak otonomi, salah satunya adalah otonomi dalam sosial ekonomi yang merupakan kekuasaan untuk mengatur hubungan antar kelompok masyarakat serta mengelola kekayaan desa adat. Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa, sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002. Peraturan daerah ini menggariskan bahwa LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. Secara yuridis, desa pakraman diakui eksistensinya dalam UUD 1945 pasal 18 huruf I yang menegaskan bahwa Negara mengakui dan melindungi kesatuan masyarakat hukum adat. Adanya UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro patut segera disikapi dengan langkah strategis dan konkret dari desa pakraman selaku pemilik LPD maupun pengurus LPD selaku pelaksana pengelolaan LPD. Berikut

11 beberapa langkah-langkah yang diambil pengurus LPD dan desa pakraman selaku pemilik LPD (Madra, 2013). 1) Memasukkan LPD ke dalam awig-awig atau dibuatkan perarem khusus yang mengatur keberadaan LPD di desa pakraman. Dalam awig-awig atau perarem itu mesti ditegaskan LPD sebagai duwe (milik penuh) desa pakraman. Awig-awig atau perarem itu akan menjadi landasan hukum secara adat bagi keberadaan dan operasional LPD di desa pakraman. Perarem adalah kesepakatan di Desa Adat tentang pengelolaan LPD yang meliputi tentang menghimpun dana dari masyarakat dan pinjaman kepada masyarakat (kredit). 2) Untuk mempertegas LPD sebagai lembaga adat duwe desa pakraman yang mengemban fungsi keuangan dan perekonomian di desa pakraman, nama LPD juga perlu disesuaikan. Nama LPD mungkin tetap bisa dipertahankan karena itu sudah dikenal. Akan tetapi, kepanjangan LPD yang selama ini sebagai lembaga perkreditan desa disesuaikan agar mampu merepresentasikan identitasnya sebagai lembaga adat. Hasil keputusan pesamuan agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) III pada 15 Oktober 2010 yakni Labda Pacingkreman Desa layak dipertimbangkan. Nama itu mencerminkan LPD sebagai lembaga yang berakar pada tradisi pacingkreman di banjar atau sekaa yang sudah dilaksanakan masyarakat Bali sejak zaman dulu. Landasan hukum kepengurusan LPD, juga berkaitan erat dengan peraturan (Awig-Awig) setiap Desa Pekraman yang ada di Bali. Dalam peraturan Desa

12 Pekraman mengatur bahwa a) Pengurus LPD dipilih oleh Rapat Desa Pekraman dengan masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, b) Pengurus LPD wajib memberikan laporan setiap tahun kepada Rapat Desa Pekraman, dan c) Pengurus wajib diperiksa oleh pengawas atau pemeriksa LPD yang juga dipilih dan dibentuk oleh Rapat Desa Pekraman setiap 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Ada empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan LPD di Bali meningkat dengan cepat yaitu (Mujiburrahman, 2013). 1) Adanya political will dari pemerintah daerah Bali untuk menyediakan kredit bagi masyarakat melalui pendirian LPD; 2) LPD sesuai dengan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Bali, terutama di daerah pedesaan; 3) LPD beroperasi hanya dalam kawasan desa adat yang wilayahnya relatif kecil; 4) LPD telah mampu berperan sebagai lembaga keuangan seperti halnya bank karena tidak hanya sebagai lembaga peminjam uang, akan tetapi sebagai lembaga tabungan. (Sumber : http:\\mujiburrahman85.blogspot.com). Perkembangan LPD di Bali sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa cakupan LPD atas desa adat di Bali mencapai 95,7 persen, sehingga dapat dikatakan hampir seluruh desa adat di Bali memiliki LPD untuk menunjang perekonomian krama desa adat. Kalau diperhatikan kondisi dana yang berhasil dihimpun serta kredit yang disalurkan, nampaknya di samping

13 tetap mempertahankan hubungan dengan awig-awig desa adat, bagi perkembangan LPD ke depan, perlu segera diterapkan manajemen terpadu yang dapat menjaga kesehatan dan kemandiriannya secara berkesinambungan. Tabel 1.1 Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Bali Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 Indikator 2010 2011 2012 2013 Jumlah LPD (unit) 1.393 1.399 1.406 1.418 % Cakupan Desa Adat 61,90 66,50 92,20 95,70 Aset Total (juta Rp.) 4.567.000 5.786.550 7.500.300 8.289.000 Aset rata-rata (juta Rp./LPD) 3.500 4.300 5.350 6.065 Total Loan Portfolio (juta Rp.) 75.000 216.000 1.262.000 3.120.000 Jumlah Rekening Pinjaman (.000) n.a. 204,8 333,8 404,8 Total Deposit (Juta Rp.) 70.000 258.000 1.346.000 3.412.000 Jumlah Rekening Deposito (.000) n.a 611,5 1.022,0 1.330,2 NPL Ratio (%) 14,5 9,8 10,6 10,3 Persen LPD kurang/tidak sehat+lpd tidak aktif (%) 26,00 15,80 17,60 15,90 Sumber : Promotion of Small Financial Institutions (http://www.profi.or.id) Dengan kondisi yang lebih sehat, stabil dan mandiri diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap LPD dapat meningkat pada masa-masa yang akan datang sehingga LPD dapat bersaing ataupun bersinergi dengan lembaga keuangan lain yang sejenis. Perkembangan perekonomian nasional dan perubahan lingkungan strategis yang dihadapi dunia usaha termasuk LPD dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. LPD sebagai badan usaha senantiasa harus diarahkan dan didorong untuk ikut berperan secara nyata meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat agar mampu mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial, sehingga lebih mampu berperan sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat. Oleh karena itu sudah saatnya untuk menempatkan sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan, pedagang di pasar-pasar

14 tradisional, penjual rokok dan pedagang warung kelontong) di barisan terdepan dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia. Mengingat pentingnya peran LPD bagi kehidupan masyarakat Bali, maka sangat penting untuk menjaga stabilitas LPD. Salah satu faktor untuk menilai kesehatan suatu lembaga keuangan adalah dengan melihat rasio NPL, dihitung dari total kredit yang masuk kategori tidak lancar, dibagi total kredit yang diberikan. Rasio NPL maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu 5 persen sehingga bila suatu lembaga keuangan memiliki rasio NPL diatas 5 persen maka dapat dianggap bahwa terjadi kegagalan penerapan strategi pemberian kredit yang efisien dan efektif. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2010 angka NPL 14,5 persen dan pada tahun 2013 menurun menjadi 10,30 persen (Bisnis Bali, 27 Januari 2013). Angka tersebut melebihi batas ambang atas rasio NPL yang ditetapkan BI, sehingga dapat dikatakan bahwa penilaian pemberian kredit yang diterapkan LPD di Bali belum efektif dan efisien. Kabupaten Gianyar sebagai lokasi penelitian ini, karena jumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Gianyar paling banyak di Bali. Populasi adalah seluruh LPD di Kabupaten Gianyar yang berjumlah 269 unit, atau 18,91 persen dari LPD di Bali. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Bali, populasi LPD di wilayah Provinsi Bali terdiri dari 1.421 unit yang tersebar pada delapan kabupaten dan satu kota madya di Bali sebagaimana Tabel 1.2. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2013, Dana Perlindungan LPD adalah dana yang secara khusus dibentuk untuk dapat dipinjam LPD sebagai upaya menyehatkan LPD agar dapat terus berkembang.

15 Tabel 1.2 Jumlah Lembaga Perkreditan Desa Pada Kota/Kabupaten se-bali Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014 No. Wilayah Kerja Jumlah LPD 2010 2011 2012 2013 2014 1 Kabupaten Buleleng 162 162 164 166 169 2 Kabupaten Jembrana 64 64 64 64 64 3 Kabupaten Tabanan 302 302 303 307 307 4 Kabupaten Badung 122 122 122 122 122 5 Kota Denpasar 33 34 34 35 35 6 Kabupaten Gianyar 267 267 269 269 269 7 Kabupaten Bangli 164 166 167 158 158 8 Kabupaten Klungkung 96 98 99 107 107 9 Kabupaten Karangasem 183 184 184 190 190 Prov. Bali 1.393 1.399 1.406 1.418 1.421 Sumber : Biro Ekbang Setda Provinsi Bali, 2014 Pinjaman yang diberikan atau kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara LPD dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi pinjamannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. LPD harus melaksanakan klasifikasi pinjaman yang diberikan. Klasifikasi pinjaman yang diberikan digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan manajemen perkreditan. Kualitas pinjaman yang diberikan diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, yaitu : Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Penilaian terhadap Aktiva Produktif dalam bentuk kredit pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga dan/atau kemampuan peminjam ditinjau dari kondisi usaha yang bersangkutan.

16 Tabel 1.3 Laporan Kolektabilitas Kredit Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Gianyar (Per 31 Desember 2013) Jumlah Kredit Tidak Kecamatan Lancar Jumlah Kredit NPL (Dalam Ribuan Rp.) (Dalam Ribuan Rp.) (persen) Gianyar 27.794.939 324.865.072 8,56 Blahbatuh 12.273.067 75.038.713 16,36 Sukawati 8.011.092 169.535.752 4,73 Payangan 6.463.367 47.578.702 13,58 Tampaksiring 10.164.638 57.521.734 17,67 Tegallalang 14.345.132 160.836.450 8,92 Ubud 18.876.847 257.408.503 7,33 Rata-rata 13.989.868 156.112.132 11,02 Sumber : Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Gianyar, 2014 Upaya yang berkesinambungan dalam menangani pinjaman bermasalah NPL terus dilakukan terutama dari segi pemberian kredit, baik oleh manajemen LPD maupun oleh Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten (PLPDK) Gianyar. Bank Indonesia menetapkan tingkat NPL gross maksimal 5 persen sebagai angka toleransi bagi kesehatan suatu lembaga keuangan. Pinjaman pada LPD di Kabupaten Gianyar memiliki nilai NPL diatas 10 persen dan nilai tersebut berada di atas rata-rata NPL LPD di Provinsi Bali. Kredit berkembang menjadi bermasalah (default risk) dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Rivai (2006) kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari pihak LPD, kreditur dan kondisi eksternal (environment). Sedangkan kredit bermasalah diindikasikan dengan NPL, dimana semakin tinggi rasio NPL suatu bank maka akan mengurangi pendapatan suatu bank dikarenakan banyaknya debitur yang menunggak pembayaran kredit.

17 Dalam menentukan strategi, perusahaan perlu memperhatikan kondisi baik kondisi internal maupun kondisi eksternal perusahaan. Langkah yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data eksternal dan internal perusahaan tersebut (Antiningrum, 2003). Kondisi internal LPD diukur melalui indeks kesehatan LPD, sehingga suatu LPD dapat digolongkan sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan menggunakan konsep CAEL (Capital / permodalan, Asset quality / kualitas aktiva produktif, Earning / keuntungan/rentabilitas, dan Liquidity / likuiditas) Menurut Dwijandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian seperti terjadinya musibah, serta persaingan antar bank atau lembaga keuangan lain. Kondisi internal memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan sedangkan kondisi eksternal memberikan gambaran peluang dan ancaman bagi perusahaan (Antiningrum, 2003). Karena itu dalam upaya mengatasi tingginya NPL LPD dalam penyaluran kredit tersebut perlu diperhatikan berbagai hal terkait pemberian kredit. Informasi tentang calon nasabah debitur merupakan faktor krusial dalam menentukan tingkat risiko yang bakal dihadapi LPD. Penentuan eligible atau bankable tidaknya seseorang atau suatu perusahaan tergantung seberapa banyak informasi akurat yang dimiliki LPD tentang calon debitur. Selain itu adalah peningkatan mutu dari SDM pihak LPD yang menunjang strategi pemberian kredit LPD di Kabupaten Gianyar.

18 Faktor penyebab ketidakberhasilan sebuah LPD milik desa adat di Bali diakibatkan beberapa faktor penting di antaranya : (1) lebih banyak diakibatkan masalah intern LPD itu sendiri. Pengelola, pengurus, pengawas termasuk didalamnya bendesa adat belum professional dan tidak memiliki sistem operasional prosedur (SOP) mengelola keuangan LPD. Walaupun di antara LPD sudah memiliki SOP, akan tetapi kebanyakan dilanggar atau ada di antara oknumoknum di LPD melanggar SOP, sehingga tidak sedikit jumlah LPD mengalami kerugian. Untuk mengatasi persoalan tersebut, harus ada pemikiran dalam operasional prosedur LPD yang benar, baik dan terarah, (2) masalah eksternal yaitu menurunnya aktivitas perekonomian yang kemudian mempengaruhi bisnis para pengusaha maupun usaha UMKM. Daya beli mereka semakin rendah sehingga kesulitan untuk melakukan pembayaran angsuran, (3) selain itu ada pula LPD yang mengejar target pengucuran kredit sehingga melakukan ekspansi berlebihan dalam menyalurkan dananya ke nasabah. Bisa juga disebabkan kurangnya pengawasan terhadap perkembangan kinerja debitur (Batubara, 2000). Oleh karena itu, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya NPL pada LPD, terutama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, perumusan ketentuan dan penilaian dalam pemberian kredit manajemen akan lebih efektif dan efisien sehingga dapat mengarahkan LPD dalam menekan NPLyang saat ini cukup tinggi. 1.2 Rumusan Masalah adalah: Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini

19 1) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi internal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar? 2) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar? 3) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar? 4) Bagaimanakah pengaruh pemberian kredit terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar? 1.3 Tujuan Penelitian Berkenaan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi internal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 2) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 3) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 4) Untuk menganalisis pengaruh pemberian kredit terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat secara praktis maupun teoritis.

20 1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmupengetahuan khususnya manajemen keuangan, terutama bagi para akademisiyang ingin menganalisis pengaruh penilaian pemberian kredit terhadap NPL. 2) Secara praktis merupakan masukkan dan evaluasi bagi LPD di Kabupaten Gianyar tentang strategi pemberian kredit sebagai landasan dalam mengambil langkah dalam memperbaiki NPL.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Perkreditan Desa Prinsip otonomi daerah memberi kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa sebagai struktur pemerintahan terendah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan negara dan berada di daerah kota/kabupaten. Desa di Bali mempunyai tatanan yang khas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Desa dapat memiliki badan usaha, untuk itu pada desa-desa di Bali telah didirikan LPD. Pendirian LPD sejalan dengan upaya pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi termasuk LPD di dalamnya dengan berbasiskan ekonomi kerakyatan. Seibel (2008) menyebutkan bahwa : LPD is a financial institution with two unique characteristics: (a) as an institution owned and governed by the customary village (desa adat, desa pakraman), it is fully integrated into Balinese culture; (b) like no other financial institution, it is inclusive in outreach, covering almost all customary villages of Bali and the vast majority of its population. 21

22 LPD adalah lembaga keuangan dengan dua karakteristik unik : (a) sebagai lembaga yang dimiliki dan diatur oleh desa adat, adalah sepenuhnya terintegrasi ke dalam budaya Bali, (b) tidak seperti lembaga keuangan lain, adalah inklusif, meliputi hampir semua desa adat Bali dan sebagian besar penduduknya. Menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD merupakan badan usaha keuangan milik Desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan Desa dan untuk Krama Desa. Lebih lanjut Pasal 17 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 menyebutkan bahwa lapangan usaha LPD mencakup : 1) Menerima/menghimpun dana dari Krama Desa dalam bentuk tabungan dan deposito; 2) Memberikan pinjaman hanya kepada Krama Desa; 3) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100 persen dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana; 4) Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada BPD (Bank Pembangunan Daerah Bali) dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Organisasi LPD tediri dari pengurus dan pengawas LPD. Pengurus LPD terdiri dari Kepala, Tata Usaha dan Kasir. Sedangkan pengawas LPD terdiri dari Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota LPD. Ketua pengawas dijabat oleh Bendesa Adat karena jabatannya.

23 Sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2008 tentang Pengurus dan Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa, tugas pengurus LPD masing-masing adalah sebagai berikut : 1) Kepala mempunyai tugas : a. mengkoordinir pengelolaan LPD; b. bertanggung jawab ke dalam dan keluar, yakni bertanggung jawab atas perkembangan pengelolaan LPD dan bertanggung jawab mewakili LPD baik di dalam maupun di luar pengadilan; c. mengadakan perjanjian-perjanjian kepada nasabah/kepada pihak ketiga; d. menyusun Rencana Kerja (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB); e. menentukan kebijakan operasional LPD; dan f. menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan. 2) Tata Usaha mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi umum. 3) Kasir mempunyai tugas : a. melaksanakan transaksi keuangan; b. membuat berita acara uang kas; dan c. menyimpan dan menarik dana yang ditempatkan di PT. Bank BPD Bali. Setiap Kota/Kabupaten membentuk PLPDK (Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kota/Kabupaten). Di Kabupaten Gianyar terdapat dua PLPDK, yaitu : 1) PLPDK Wilayah Gianyar Kota, meliputi wilayah Kecamatan Gianyar, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati;

24 2) PLPDK Wilayah Tegallalang, meliputi wilayah Kecamatan Tegallalang, Kecamatan Payangan, Kecamatan Ubud, dan Kecamatan Tampaksiring. Kedudukan LPD dalam sistem perbankan di Indonesia dijelaskan oleh Darsana (2010) sebagai berikut : Sesuai dengan Pasal 58 dalam ketentuan peralihan Undang Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai berikut : Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Lumbung Putih Negeri (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Bank Karya Produk Desa (BKPD) dan lembaga-lembaga yang disamakan dengan itu diberi status sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Status LPD disamakan dengan BPR, yang berperan sebagai lembaga mediasi, namun ada beberapa hal mendasar yang membedakan LPD dengan lembaga keuangan lainnya, yaitu dalam pembagian keuntungan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan ditetapkan sebagai berikut : 1) Cadangan modal (60 persen); 2) Dana pembangunan desa (20 persen); 3) Jasa produksi (10 persen); 4) Dana pembinaan, pengawasan dan perlindungan (5 persen); dan 5) Dana sosial (5 persen).

25 Selain berbeda dalam pembagian keuntungan, perbedaan lainnya adalah adanya sanksi adat yang lainnya dikenakan kepada para nasabah (debitur) yang menunggak. Dengan adanya sanksi adat tersebut diharapkan kesetiaan awarga yang meminjam kredit tetap terjaga sehingga mereka membayar kredit tepat pada waktunya. Sanksi adat tersebut umumnya disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sosial masing-masing desa adat (Darsana, 2010). LPD sebagai salah satu wadah kekayaan desa, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatannya banyak menunjang pembangunan desa. Usaha-usaha LPD dilakukan dengan tujuan: 1) mendorong pembangunan ekonomi masyarakatdesa melalui kegiatan menghimpun tabungan dan deposito dari krama desa; 2) memberantas ijon, gadai gelap dan tain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu; 3) menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja bagi kramadesa; 4) meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. 2.1.1 Landasan Hukum LPD Landasan hukum pertama LPD di Bali adalah Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 972 Tahun 1984 tentang Pendirian Lembaga Perkreditan Desa tertanggal 1 November 1984. Keputusan tersebut mengatur ketentuan umum, pendirian, status, fungsi, tujuan, usaha, organisasi, modal,

26 tanggung jawab dan ganti rugi, pembinaan dan pengawasan, serta rencana kerja perhitungan tahunan dan penetapan penggunaan laba LPD. Landasan hukum berikutnya adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali No. 2 Tahun 1988 tentang Lembaga Perkreditan Desa yang isinya memuat hal-hal yang lebih terperinci mencakup apa yang telah diatur dalam SK. Gubernur No. 972. Kalau dalam peraturan sebelumnya, ditetapkan pembagian dan penggunaan laba LPD untuk pemupukan modal setelah diadakan pembebanan-pembebanan tertentu yang akan ditetapkan kemudian. Dalam Perda No.2 telah diperinci bahwa pembagian laba bersih pada akhir tahun ditetapkan untuk; a) Cadangan Umum/Modal 40 persen b) Cadangan Tujuan 20 persen c) Dana Pembangunan Desa 20 persen d) Jasa Produksi 10 persen e) Dana Pembinaan LPD 5 persen dan f) Dana Sosial 5 persen. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 180 Tahun 1989 kemudian mengatur tentang Pendirian Pusat Lembaga Perkreditan Desa Kecamatan (PLPDK) di Propinsi Daerah Tingkat I Bali. PLPDK bertugas membina dan mengawasi kegiatan operasional LPD yang ada dalam wilayah kerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya PLPDK bertanggung jawab secara tehnis operasional kepada BPD Bali dan secara administratif kepada tim Pembina LPD Tingkat II dan Tingkat I Bali. Setiap bulan PLPDK menyampaikan laporan perkembangan LPD kepada Gubernur, Ketua Bappeda, Bupati, BPD Bali, BPD Cabang setempat dan Camat setempat. Segala biaya yang timbul sebagai akibat penetapan keputusan mengenai PLPDK ini dibantu/dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat I Bali.

27 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 344 Tahun 1993 mengatur penunjukan BPD Bali sebagai Pembina Teknis LPD di Bali. Dalam keputusan ini, BPD diberi tugas untuk membina LPD, baik secara aktif maupun secara pasif. Pembinaan aktif dilakukan dengan cara mengadakan pembinaan langsung ke lapangan untuk mengetahui perkembangan masing-masing LPD. Sedangkan pembinaan pasif dilakukan dengan cara mengadakan analisa terhadap laporan keuangan yang disampaikan oleh masing-masing LPD. BPD juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan setiap triwulan kepada Gubernur Bali. Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari keputusan ini, juga dibebankan pada APBD Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Keputusan-keputusan Gubernur berikutnya juga masih banyak lagi dikeluarkan, yang pada dasarnya ditujukan untuk menyempurnakan kelembagaan LPD. Seperti Keputusan Gubernur No. 401 Tahun 1997 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Badan Pembina LPD, Keputusan Gubernur No. 491 Tahun 1998 tentang Ketentuan Pembentukan, Pengangkatan dan Pemberhentian Badan Pengawas LPD dan Keputusan Gubernur No. 13 Tahun 1999 tentang Pembagian dan Penggunaan Keuntungan Bersih LPD. Peraturan-peraturan tersebut kemudian selalu disempurnakan dan disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan. Peraturan umum LPD sempat berubah dengan diberlakukannya Perda No. 8 Tahun 2002 yang disusul dengan SK. Gubernur No. 3, No. 4, No. 7, No. 8, No. 95/01- C/HK/2003 dan No. 12 Tahun 2003. Disamping diatur oleh peraturan-peraturan daerah di tingkat provinsi, LPD juga diatur oleh peraturan-peraturan di tingkat kabupaten dan kota. Di Kabupaten

28 Badung misalnya terdapat Perda Kabupaten Badung No. 19 Tahun 2001 tentang LPD, SK. Bupati Badung No. 238 Tahun 2003 tentang Pembentukan Badan Pembina LPD Kabupaten dan Kecamatan, SK Bupati Badung No. 774 dan No. 789 Tahun 2003 tentang PLPDK di Kabupaten Badung, SK. Bupati Badung No. 909 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bergulir LPD. Sekretaris Daerah Kabupaten juga mengeluarkan beberapa Surat Edaran menyangkut batas maksimum usia pengurus, Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan, serta pedoman Petunjuk Teknis Operasional LPD. Secara positif berbagai peraturan yang ada, memang telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi kelembagaan dan operasional LPD. Namun sayangnya, masih ada beberapa peraturan yang menyangkut LPD terasa selit untuk diterapkan dan tumpang tindih antara yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi dengan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten. Pada awal tahun 2007 misalnya para legislator di Renon, mempermasalahkan tidak tersetornya dana pembinaan LPD di Kabupaten Badung ke Bank Pembangunan Daerah Bali dengan menggunakan Perda Kabupaten sebagai acuan. Setelah melalui perundingan panjang, khususnya dengan Kabupaten Badung, Perda Provinsi No.8 Tahun 2002 Tentang LPD akhirnya direvisi pada tanggal 13 Maret 2007. 2.1.2 Konsep Dasar LPD Filosofi yang menjadi konsep dasar dari LPD adalah konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana adalah konsep dari ajaran agama Hindu dimana dalam konsepnya mengajarkan mengenai keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam (Madra, 2013).

29 a) Parahyangan (Hubungan manusia dengan Tuhan) Parahyangan merupakan konsep pertama dari filosofi Tri Hita Karana, Parahyangan berarti hubungan manusia dengan Tuhan, dalam ajaran Parahyangan manusia diajarkan akan keseimbangan antara rasa puji syukur kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan) karena telah memberikan segala karunianya kepada manusia, dan dalam ajaran ini manusia dituntun agar menunaikan kewajibannya sebagai mahluk ciptannya sebagai timbal balik atas kenikmatan yang diberikannya (Widana, 2002). b) Pawongan (Hubungan manusia dengan manusia) Pawongan adalah konsep kedua dari filosofi Tri Hita Karana, dalam ajaran pawongan manusia diajak untuk bersikap harmonis antara manusia satu dengan manusia lainnya. Bagi penganut agama Hindu terdapat keyakinan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dan perbedaan antar manusia terletak pada karmanya. Ajaran Karma Yoga menekankan bahwa hanya dengan bekerja (karma) manusia dapat mencapai tujuan dan hakekat hidup (Gunawan, 2011). c) Palemahan (Hubungan manusia dengan alam) Palemahan adalah konsep ketiga dari filosofi Tri Hita Karana, dalam konsep Palemahan diajarkan untuk menghargai alam sebagai sumber dimana semua mahluk hidup mendapat penghidupan. LPD sebagai suatu organisasi yang berperan untuk mensejahterakan masyarakat desa pakraman tentunya tak lepas juga dari pengaruh alam sebagai sumber penghidupannya. Fungsi alam yang sangat penting sebagai sumber penghidupan manusia tersebut sangat

30 berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan prilaku manusia dalam kehidupannya baik secara individual maupun organisasi, sehingga sebagai manusia harus selalu dijaga kelestariannya. Karena SDM dapat menunjang keberhasilan dari LPD itu sendiri. 2.1.3 Faktor Kondisi Internal LPD Kredit merupakan produk suatu lembaga keuangan di mana hingga saat ini masih merupakan aktiva produktif yang memberikan pendapatan utama kegagalan sebuah LPD karena mengandung risiko tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup suatu lembaga keuangan. Jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lain, hanya LPD yang belum secara menyeluruh dan teratur menerapkan standar kesehatan yang baku sebagaimana telah diterapkan pada BPR dan usaha simpan pinjam koperasi. Padahal, untuk menerapkan standar yang serupa diperlukan waktu yang cukup panjang, baik dalam perancangan konsep maupun dalam implementasinya. Standar kesehatan setiap lembaga perantara keuangan di Indonesia selalu mengacu pada konsep CAMEL (Capital / permodalan, Asset quality / kualitas aktiva produktif, Management / manajemen, Earning / keuntungan/rentabilitas, dan Liquidity / likuiditas). Konsep terpadu ini telah teruji kemampuannya di seluruh dunia karena konsep ini sesungguhnya diadopsi dari BIS (Bank for International Settlements). Dalam implementasi konsep CAMEL pada usaha perbankan tentu berbeda dengan CAMEL pada usaha simpan pinjam oleh koperasi. Demikian pula kalau diterapkan pada usaha LPD, tentu diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar

31 sejalan dengan kelembagaan, misi dan fungsi LPD. Namun, apapun penyesuaian yang diperlukan, komponen kesehatan LPD tidak boleh lepas dari hal-hal pokok yang diatur dalam konsep CAMEL tersebut. Penilaian faktor-faktor CAMEL dan bobotnya pada LPD disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Faktor-faktor Yang Dinilai Untuk Mengukur Kesehatan LPD dan Bobotnya Faktor yang Dinilai Komponen Bobot 1. Capital Rasio modal terhadap aktiva 30% (Permodalan) tertimbang menurut resiko 2. Asset Quality a. Rasio aktiva yang diklasifikasikan 30% (Kualitas Aktiva terhadap aktiva produktif Produktif) b. Rasio penyisihan penghapusan 10% aktiva produktif yang dibentuk LPD terhadap penyisihan wajib dibentuk 3. Management a. Manajemen Umum 0 % (Manajemen) b. Manajemen Resiko 0 % 4. Earnings a. Rasio laba terhadap total aset 10% (Rentabilitas) b. Rasio biaya operasional terhadap 10% pendapatan operasional 5. Liquidity a. Rasio alat likuid terhadap hutang 5% (Likuiditas) lancar b. Rasio kredit terhadap dana yang 5% diterima Sumber : Lembaga Pengembangan dan Pelatihan LPD (LPP-LPD), 2013 Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan menggunakan konsep CAMEL. Unsur manajemen tidak memiliki bobot penilaian karena penilaian terhadap tingkat kesehatan LPD dilakukan oleh LPD bersangkutan dengan laporan keuangan LPD sebagai dasarnya, sehingga LPD dianggap belum mampu menilai pelaksanaan manajemen LPD bersangkutan. Untuk lebih jelasnya penilaian unsur CAEL pada LPD adalah sebagai berikut : 1) Capital (Permodalan)

32 Penilaian terhadap faktor permodalan pada lembaga keuangan biasanya didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Produktif Menurut Risiko (ATMR). Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi LPD dalam rangka mengembangkan usaha serta untuk menjaga kemungkinan risiko kerugian, perlindungan terhadap dana nasabah, dan risiko kredit macet. Rasio umum yang diwajibkan untuk tingkat kecukupan modal (Capital Adequency Ratio/CAR), dengan rumus : CAR = Modal Inti Modal ATMR Pelengkap x 100%..(1) 2) Assets (Aktiva) Penyaluran dana kepada masyarakat dalam jumlah yang cukup dan terjamin kelancaran pengembaliannya merupakan hal yang pokok untuk mendukung kesehatan LPD. Keterkaitan sistem dan prosedur pengembalian pinjaman dengan hukum adat (awig-awig) tidak akan banyak artinya bagi kualitas aktiva produktif bila manajemen LPD tidak dapat menjalankan hukum tersebut sampai pada tataran implementasi. Karenanya, diperlukan ketegasan dan ketegaran segala peraturan yang telah ditetapkan tanpa pandang bulu terhadap seluruh nasabahnya. Dana cadangan penghapusan yang dibentuk minimal sama dengan pinjaman macet dan sebagian pinjaman macet periode sebelumnya, harus dapat ditarik pada periode berjalan. Rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas aktiva produktif adalah rasio aktiva yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif, dengan rumus :

33 KAP 1 = Aktiva Produktif yang diklasifikasikan x 100 %... (2) Aktiva Produktif Selain rasio tersebut, diukur juga dengan rasio cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap cadangan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk, dengan rumus : KAP 2 = CPRR yang dibentuk CPRR wajib dibentuk x 100 % (3) Keterangan : CPRR = Cadangan Pinjaman Ragu-Ragu 3) Earnings (Rentabilitas) Keuntungan atau kemampulabaan sangat berguna bagi kemampuan LPD untuk memberikan balas jasa terhadap masyarakat yang telah bersedia menyetorkan modal digunakan untuk mengembangkan usaha dan menyalurkan dana sosial kepada lingkungannya. Sangat tidak sehar bila LPD mengeluarkan dana sosial, tetapi dana tersebut berasal dari tabungan masyarakat atau peminjam LPD pada lembaga lainnya. Karenanya, paling tidak ada tiga aspek yang harus dijaga pada kesehatan laba LPD. Pertama, terdapat rasio yang wajar antara laba dengan pendapatan operasional. Kedua, terdapat rasio yang wajar antara laba dengan total kekayaan yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Ketiga, rasio positif yang wajar antara pendapatan operasional dengan biaya operasional. Penilaian terhadap rentabilitas LPD dilakukan dengan rasio laba tahun buku berjalan terhadap rata-rata volume usaha/aset, dengan rumus : ROA = Laba Tahun Buku Berjalan x 100%...(4) Rata rata Aset

34 Selanjutnya diukur juga dengan rasio biaya operasional tahun buku berjalan terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama, dengan rumus : BOPO = Biaya Operasional Tahun Buku Berjalan x 100%...(5) Pendapa tan Operasional Tahun Buku Berjalan 4) Liquidity Sebagai lembaga keuangan yang sangat membutuhkan kepercayaan masyarakat, LPD seharusnya sangat pantang terhadap kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas adalah tumor ganas bagi kesehatan LPD. Likuiditas menunjukkan perbandingan antara kekayaan lancar dan utang lancar. Bagi LPD, likuiditas yang penting adalah adanya rasio yang wajar antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang diterima (Loan to Deposit Ratio/LDR). Sangat tidak wajar apabila LPD sampai menyalurkan dana melebihi dana yang diterimanya pada setiap tahun. Rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas LPD adalah rasio alat likuiditas terhadap hutang lancar (rasio likuiditas) dan rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima (Rasio LDR), masing-masing dengan rumus sebagai berikut: Cash Ratio = Kas Penempa tan di bank x 100 %...(6) Passiva Lancar ( kewajiban segera ) LDR = Pinjaman yang diberikan x 100 %...(7) Dana diterima mod al int i

35 2.1.4 Faktor Kondisi Eksternal LPD Menurut Djiwandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian, serta persaingan antar bank atau lembaga keuangan lain. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim usaha. Semakin buruk perekonomian maka akan berdampak pada semakin terpuruknya kegiatan usaha. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor ekonomi yang memberikan pengaruh terhadap kegiatan usaha maupun pengembangannya seperti siklus bisnis, suku bunga, tingkat inflasi dan investasi. Peningkatan gaya hidup masyarakat di era globalisasi juga memicu munculnya beragam lembaga keuangan yang menawarkan berbagai produk, terutama kredit. Selain lembaga keuangan bank umum, ada juga Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta Koperasi. Oleh karena itu, terjadilan persaingan antar lembaga keuangan dalam memperoleh nasabah. 2.2 Pemberian Kredit Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan LPD dalam usahanya sebagai lembaga yang dipercaya untuk berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat. Dalam hal ini, LPD memberikan bantuan modal kepada masyarakat desa adat untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan modal kerja melalui sarana kredit. 2.2.1 Pengertian Kredit Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari Bahasa Yunani Credereí yang artinya kepercayaan (trust of faith), atau dalam bahasa Latin