LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

Monitoring Realisasi APBD Triwulan I

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Deskripsi dan Analisis

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

KONDISI PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

MONITORING REALISASI APBD 2011 TRIWULAN I

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN PASCA OPTIMALISASI DAN PENGHENTIAN KEGIATAN DEKONSENTRASI URUSAN PEMERINTAHAN UMUM DAN FORKOPIMDA TAHUN ANGGARAN 2016

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Frequently Asked Questions (FAQ)

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

MONITORING REALISASI APBD 2009

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

Frequently Asked Questions (FAQ)

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana dan atau kedua-duanya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Semester 1 Tahun 2013

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Deskripsi dan Analisis APBD 2010 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

Daftar Isi. DAFTAR ISI...iii. EXECUTIVE SUMMARY... v. KATA PENGANTAR... ix

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

RKB PPKD. selaku BUD APBD KEBIJAKAN PENYEDIAAN ALOKASI ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DALAM APBD

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

BERITA RESMI STATISTIK

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Tabel 2. Persentase Sumber Pendapatan Daerah

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG TIMUR,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG

PENGELOLAAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. Biro Keuangan Kementerian ESDM

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB III METODE PENELITIAN

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 015 KEMENTERIAN KEUANGAN BAGIAN ANGGARAN PELAKSANA : - - HAL PROG. ID : lui_pend01 % REAL. PEND

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 1

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 TRIWULAN III

KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan belanja saja tetapi juga harus didukung oleh perencanaan anggaran yang lebih baik, penetapan anggaran yang lebih tepat waktu dan pelaksanaan anggaran yang lebih disiplin. Tetapi harus diakui saat ini kondisi tersebut belum sepenuhnya bisa dicapai. Hal itu antara lain tercermin dari pergerakan realisasi penyerapan belanja APBD yang belum berjalan optimal dan masih tingginya dana idle yang belum digunakan. Guna memperoleh informasi mengenai kedua hal tersebut, Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan analisis yang dituangkan dalam bentuk laporan monitoring realisasi APBD dan dana idle yang dilakukan secara berkala yaitu per semester. Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi pengelolaan APBD dalam konteks besarnya penyerapan belanja per semester dan untuk mengetahui ada tidaknya indikasi peningkatan jumlah dana tidak terpakai di daerah (idle). Laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi awal mengenai kondisi APBD dan dana idle daerah periode Triwulan III tahun 2013 sehingga dapat dijadikan input untuk menyempurnakan kebijakan pemerintah dengan tujuan mendorong pemda agar melakukan penyerapan anggaran secara optimal dengan kualitas belanja yang lebih baik. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pengambilan kebijakan di pusat maupun daerah. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini. Jakarta, November 2013 Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah, Yusrizal Ilyas LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 1

2 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

RINGKASAN EKSEKUTIF Rata-rata realisasi belanja daerah Triwulan III tahun 2013 agregat per provinsi adalah sebesar 57,6%. Terdapat 13 daerah yang mempunyai realisasi belanja di bawah rata-rata dan 20 daerah mempunyai realisasi belanja di atas rata-rata. Daerah di Jawa yang meliputi Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Tengah serta Provinsi Bali memiliki rata-rata realisasi belanja daerah di bawah rata-rata. Gorontalo merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling tinggi pada Triwulan III tahun 2013 yaitu sebesar 69,8 %, sedangkan Kalimantan Timur merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling rendah yaitu sebesar 43,8%. Bulan Agustus 2013 sebagian besar dana provinsi disimpan di bank umum dan BPR dalam bentuk simpanan berjangka sebanyak 54,5%. Untuk bentuk simpanan lainnya adalah dalam bentuk giro sebanyak 45,0% dan sisanya 0,4% dalam bentuk tabungan. Sementara untuk kab/kota sebagian besar disimpan dalam bentuk giro (72,7%) sedangkan untuk jenis lainnya merupakan simpanan berjangka sebesar 26,4% dan sisanya dalam bentuk tabungan sebesar 0,9%. Dana pemda di bank umum se-provinsi Kalimantan Timur tahun 2013 (Agustus) merupakan yang terbesar dengan jumlah mencapai lebih dari Rp25,1 triliun. Sedangkan daerah yang mengalami peningkatan simpanan di perbankan yang tertinggi secara nominal adalah Jawa Timur yang meningkat sebesar Rp11,8 triliun atau mencapai 192%. Jatim, Jabar, Jateng dan DKI merupakan daerah yang mempunyai total simpanan pemda di bank umum dan BPR yang relatif sama dan termasuk dalam lima besar. Dominasi lima besar sangat terlihat jelas, karena besaran dana pemda di bank umum dan BPR kelimanya mencapai 45% total dana agregat 33 provinsi. Secara rata-rata kepemilikan SBI oleh BPD tahun 2013 lebih rendah dari tahun 2012 dan 2011, bahkan di tahun 2013 mempunyai tren menurun hingga bulan Agustus dan meningkat kembali di bulan September. Walaupun peningkatan bulan September 2013 terbilang cukup tinggi, namun peningkatan tersebut karena dipengaruhi adanya peningkatan kepemilikan SBI oleh salah satu pemda saja yang cukup signifikan. LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 3

4 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

DAFTAR ISTILAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun sebelumnya adalah SiLPA tahun anggaran sebelumnya yang masuk dalam penerimaan pembiayaan. SILPA Tahun Berkenaan adalah selisih antara jumlah Pembiayaan Netto dengan jumlah Surplus/Defisit (hanya dikenal dalam Laporan Realisasi APBD). Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Transaksi above the line adalah transaksi APBD yang masuk dalam pendapatan dan belanja daerah. Transaksi below the line adalah transaksi APBD yang masuk dalam penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dalam rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan sistem diskonto. LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 5

Giro adalah simpanan dalam bentuk rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank umum yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan Tabungan adalah simpanan dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu Simpanan berjangka adalah simpanan pada bank umum dan BPR dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian 6 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

A. LAPORAN REALISASI BELANJA DAERAH TRIWULAN III TAHUN 2013 Realisasi belanja Daerah sampai dengan Triwulan III tahun 2013 adalah sebesar 57,6 %. Hal ini bisa dilihat pada Grafik 1 berikut. Grafik 1 Perbandingan Realisasi APBD 2011, 2012 dan 2013 (Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah) Realisasi penyerapan belanja secara persentase menunjukkan perbandingan antara besaran realisasi penyerapan dengan anggaran belanja (konsolidasi). Secara persentase, realisasi belanja daerah sampai dengan bulan September 2013 (triwulan III) adalah sebesar 57,6 %, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2011 (58,8%) dan tahun 2012 (58,7%). LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 7

Grafik 2 Realisasi Belanja Daerah (Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) Triwulan III Tahun 2013 Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah) Grafik 2 menggambarkan realisasi belanja daerah yang menunjukkan nominal penyerapan besaran belanja sampai dengan triwulan III tahun 2013. Secara nominal, realisasi belanja triwulan III 2013 adalah sebesar Rp407,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2011 (Rp291,5 triliun) dan 2012 (Rp348,2 triliun). Grafik 3 Realisasi Belanja Daerah Secara Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota Per Provinsi Triwulan III Tahun 2013 Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah) 8 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

Grafik 3 menunjukkan persentase penyerapan belanja secara agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota di provinsi yang sama sampai dengan Triwulan III tahun 2013. Rata-rata realisasi APBD 2013 Triwulan III tahun 2013 agregat per provinsi adalah sebesar 57,6%. Terdapat 13 daerah yang mempunyai realisasi belanja di bawah rata-rata dan 20 daerah mempunyai realisasi belanja di atas rata-rata. Daerah di Jawa yang meliputi Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Tengah serta Provinsi Bali memiliki rata-rata realisasi belanja daerah di bawah rata-rata. Meskipun semua daerah mempunyai persentase penyerapan belanja masih di bawah 75% pada Triwulan III tahun 2013, namun Provinsi Gorontalo memiliki realisasi belanja pemerintah daerah secara agregat mendekati angka 75%. Gorontalo merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling tinggi pada Triwulan III tahun 2013 yaitu sebesar 69,8 %, sedangkan Kalimantan Timur merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling rendah yaitu sebesar 43,8%. Secara lebih lengkap, realisasi penyerapan belanja daerah secara agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota per Provinsi Triwulan III tahun 2013 dapat dilihat pada lampiran II. LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 9

10 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

B. DANA IDLE PEMERINTAH DAERAH TRIWULAN III Pengelolaan APBD yang belum optimal antara lain tercermin dari penyerapan anggaran dan kualitas belanja daerah yang belum membaik. Hal ini merupakan salah satu kendala yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya pengendapan dana yang cukup tinggi. Sebagai ilustrasi pada akhir tahun 2012 simpanan pemda di bank umum dan BPR mencapai Rp99,2 triliun. Kondisi ini mengundang sorotan publik sehingga harus menjadi perhatian pemerintah secara serius karena meskipun atas dana yang mengendap tersebut pemda mendapatkan hasil berupa pendapatan bunga, tapi ini merupakan cerminan belum efektifnya kinerja pemerintah terhadap penyerapan belanja. Karena bila besaran dana sebesar Rp99,2 triliun tersebut bisa diserap dengan baik dan direalisasikan untuk belanja barang dan modal, maka hal ini bisa meningkatkan output pelayanan masyarakat dan mendorong roda perekonomian daerah. Untuk itulah monitoring terhadap dana pemda yang belum digunakan (idle) dalam belanja atau pengeluaran pembiayaan menjadi penting untuk secara rutin disajikan informasinya. Pada akhir tahun besaran dana idle dapat dilihat dari besaran SiLPA tahun berkenaan pada realisasi APBD, dimana secara nasional pada akhir tahun 2012 telah mencapai Rp107,5 triliiun. Untuk melihat perkiraan dana idle pemerintah daerah per bulan digunakan tiga indikator, antara lain adalah dana pemda di bank umum dan BPR, dana BPD yang disimpan dalam bentuk SBI dan dana pemda yang disimpan dalam bentuk SUN. B.1. SIMPANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PADA BANK UMUM DAN BPR Besaran simpanan dana pemda di bank umum (termasuk BPD) dan BPR merupakan beberapa komponen yang dapat memberikan gambaran besaran dana yang disimpan oleh pemda di perbankan, dimana data tersebut diperoleh dari data published yang disediakan oleh LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 11

Bank Indonesia (BI) melalui website BI. Data yang disajikan merupakan jumlah simpanan pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kota di 33 Provinsi. Terdapat tiga macam jenis simpanan pemerintah daerah, antara lain berbentuk tabungan, rekening giro dan simpanan berjangka (deposito berjangka, Deposits on Call dan sertifikat deposito, baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing). Dana pemda di bank umum dan BPR dapat digunakan untuk memprediksi besaran dana idle yang dimiliki oleh pemda. Data dana pemda di bank umum dan BPR merupakan akumulasi dari berbagai jenis dana pemerintah daerah, baik yang bersumber dari PAD, transfer dari provinsi, transfer dari pusat maupun sumber-sumber lainnya. Posisi dana pemda ini sekaligus juga menunjukkan hasil transaksi penerimaan dan pengeluaran kas maupun dana idle yang ditempatkan dalam bentuk simpanan berjangka. Dana pemda yang meningkat tiap bulan menunjukkan besaran belanja lebih kecil dari besaran pendapatan pada bulan yang sama, sebaliknya jika dana pemda pada akhir bulan lebih rendah dari bulan sebelumnya menunjukkan bahwa belanja lebih tinggi dari pendapatan yang diperoleh pada bulan tersebut. Dengan mengetahui selisih dana pemda di bank umum dan BPR, serta realisasi transfer tiap bulannya, maka pergerakan dana pemda dapat digunakan dalam mengestimasi realisasi belanja tiap bulannya. Pada umumnya dana pemda di perbankan mempunyai pergerakan dengan pola meningkat pada tiga bulan pertama, selanjutnya akan fluktuatif naik turun pada bulan-bulan berikutnya dan mempunyai titik terendah pada bulan Desember. Hal ini berkaitan dengan realisasi penyerapan belanja daerah yang bergerak lamban di awal tahun dan akan meningkat tajam realisasinya pada akhir tahun. Untuk daerah yang mempunyai transfer DAU rendah khususnya DKI Jakarta mempunyai pola yang sedikit berbeda/unik dibandingkan dengan daerah secara umum. Pada bulan Januari dana pemda DKI di bank umum dan BPR justru mengalami penurunan. Hal ini berkaitan dengan belum ditransfernya DBH ke daerah dan PAD yang belum bisa menutup belanja awal tahunnya, sehingga pemda DKI Jakarta mengambil kebijakan dengan memanfaatkan dana simpanannya di bank umum dan BPR untuk menutup belanja awal tahun tersebut. Pergerakan simpanan pemda per bulan secara agregat dapat dilihat dalam grafik 4 sebagai berikut: 12 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

Grafik 4 Pergerakan Simpanan Dana Pemda di Perbankan per Bulan Sumber : Bank Indonesia (diolah) Pada grafik 4 terlihat bahwa untuk tahun 2013 besaran dana pemda di bank umum dan BPR lebih tinggi dari tahun 2012. Dibanding dengan tahun 2012, rata-rata peningkatan per bulannya adalah 13,2% dan jika dibanding dengan tahun 2011, rata-rata peningkatan per bulannya adalah 54,3%. Hal tersebut menggambarkan peningkatan dana pemda di bank umum dan BPR yang cukup besar mulai tahun 2012 dan terus meningkat di tahun 2013. Grafik 4 juga menunjukkan peningkatan simpanan dana pemda di perbankan di bulan Januari hingga Maret, kemudian relatif stabil dan mulai menurun di bulan Juli dan Agustus. Kondisi ini memberikan potret belanja daerah yang masih realtif kecil di bulan Januari hingga Maret, kemudian bulan April hingga Juni menunjukkan peningkatan, meskipun masih sebanding dengan besaran pendapatan per bulan, dan di bulan Juli hingga Agustus belanja daerah cenderung meningkat dan bahkan melebihi pendapatan bulan tersebut. Pergerakan dana pemda di bank umum dan BPR secara periodik dapat dilihat dalam grafik 5 di bawah ini, dimana dalam grafik tersebut ditampilkan data M-o-M (bulan per bulan) bulan Agustus. Untuk data yang terpisah antara provinsi dengan kabupaten/kota masih berdasarkan bulan Agustus karena data bulan September belum terdistribusi dari Bank Indonesia. Jika dilihat dari grafik 5, tampak bahwa pada tahun 2002-2004 dana pemda relatif stabil dan mulai meningkat di tahun 2005 hingga tahun 2007. Di tahun 2008 hingga 2010 pergerakan dana pemda kembali bergerak datar dan kembali meningkat di tahun 2011. Secara terpisah kabupaten/kota mempunyai tren yang meningkat dengan data yang fluktuatif, sedangkan untuk Provinsi mempunyai pola peningkatan yang relatif stabil dari LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 13

tahun 2005 hingga 2013. Untuk perbandingan pergerakan dana pemerintah provinsi dan kab/kota tampak dalam grafik 5 sebagai berikut : Grafik 5 Total Simpanan Pemda MoM (Bulan Agustus) Sumber: Bank Indonesia (diolah) Grafik 5 menunjukkan secara total dana pemda di bank umum dan BPR milik kabupaten dan kota lebih besar dibanding milik pemerintah provinsi, namun jika dilihat dari rata-rata per daerah akan terjadi sebaliknya. Secara rata-rata besaran dana pemda di bank umum dan BPR bulan Agustus tahun 2013 per Pemerintah Provinsi adalah Rp1,7 triliun atau jika tanpa DKI Jakarta menjadi Rp1.30 triliun per Pemerintah Provinsi. Sedangkan untuk kabupaten/ kota rata-rata per pemerintah daerah adalah Rp264,2 miliar, dengan kata lain dana yang mengendap di pemerintah provinsi lebih banyak dibanding dengan pemerintah kabupaten/ kota. Rincian bentuk dana pemda secara terpisah dapat dilihat dalam grafik 6 dan grafik 7 sebagai berikut: 14 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

Grafik 6. Grafik 7. Tren Bentuk Simpanan Pemda Tren Bentuk Simpanan Pemda Di Perbankan untuk Provinsi Di Perbankan untuk Kabupaten/kota Data per Agustus 2013 Sumber : Bank Indonesia (diolah) Bulan Agustus 2013 sebagian besar dana provinsi disimpan di bank umum dan BPR dalam bentuk simpanan berjangka sebanyak 54,5%. Untuk bentuk simpanan lainnya adalah dalam bentuk giro sebanyak 45,0% dan sisanya 0,4% dalam bentuk tabungan. Sementara untuk kab/kota sebagian besar disimpan dalam bentuk giro (72,7%) sedangkan untuk jenis lainnya merupakan simpanan berjangka sebesar 26,4% dan sisanya dalam bentuk tabungan sebesar 0,9%. Besaran simpanan berjangka menunjukkan usaha pemerintah daerah dalam memperoleh imbal balik lebih besar dari dana yang disimpan di perbankkan, namun disisi lain semakin banyak dana yang diendapkan diperbankkan semakin menunjukkan besaran dana yang tidak digunakan (idle) akan menghambat pemda dalam memberi pelayanan dasar kepada masyarakat. Porsi simpanan berjangka provinsi dapat dilihat dalam grafik berikut. LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 15

Grafik 8 Persentase simpanan Berjangka terhadap Total Dana Pemda di Bank umum dan BPR Sumber: Bank Indonesia (diolah) Porsi simpanan berjangka Provinsi mempunyai pola yang cenderung sama dengan besaran dana pemda di bank umum dan BPR, yaitu meningkat di awal tahun dan turun drastis di akhir tahun. Meningkatnya porsi simpanan berjangka mengindikasikan besaran dana yang tidak akan digunakan dalam kurun waktu tertentu (idle), minimal dalam satu bulan. Dana yang disimpan dalam bentuk simpanan berjangka merupakan salah satu management cash flow yang digunakan oleh pemda khususnya dinas pengelola keuangan pemprov dalam memanfaatkan dana yang belum terserap dalam belanja. Bulan Desember tahun sebelumnya merupakan titik terendah dana pemda di bank umum dan BPR, sehingga dengan membandingkan antara bulan Desember tahun sebelumnya dengan bulan September tahun berjalan, maka akan dapat dilihat berapa peningkatan simpanan dana pemda tersebut. Pada grafik 9 disajikan selisih antara dana pemda bulan Desember 2012 dengan bulan September 2013. Dana pemda di bank umum se-provinsi Kalimantan Timur tahun 2013 (Agustus) merupakan yang terbesar dengan jumlah mencapai lebih dari Rp25,1 triliun. Sedangkan daerah yang mengalami peningkatan simpanan di perbankan yang tertinggi secara nominal adalah Jawa Timur yang meningkat sebesar Rp11,8 triliun atau mencapai 192%. 16 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

Grafik 9. Simpanan Dana Pemda di Perbankan Per provinsi Sumber : Bank Indonesia (diolah), data per September 2013 Jatim, Jabar, Jateng dan DKI merupakan daerah yang mempunyai total simpanan pemda di bank umum dan BPR yang relatif sama dan termasuk dalam lima besar. Dominasi lima besar sangat terlihat jelas, karena besaran dana pemda di bank umum dan BPR kelimanya mencapai 45% total dana agregat 33 provinsi. Bulan Desember merupakan akhir periode APBD, dengan mengetahui pergerakan dana pemda dibank umum dan BPR tiap bulannya dapat diperkirakan besaran dana pemda di bank umum bulan Desember sehingga bisa diperoleh besaran SiLPA tahun berkenaan tahun 2013. Estimasi besaran dana pemda di bank umum dan BPR tiga bulan selanjutnya dapat dilihat dalam grafik 10 berikut. LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 17

Grafik 10 Estimasi Dana Pemda di Bank Umum dan BPR Sumber: Bank Indonesia (diolah) Dengan pola yang serupa, diperkirakan besaran dana pemda di bank umum dan BPR akhir Desember mencapai angka Rp119.5 triliun, dimana nilai perkiraan tersebut lebih besar dari tahun 2012 yang sebesar Rp99,2 triliun. Dana pemda di bank umum dan SiLPA tahun berkenaan mempunyai keterkaitan erat karena sebagian besar dana pemda di bank umum dan BPR merupakan SiLPA tahun berkenaan, sehingga diperkirakan korelasi keduanya adalah 99%. Dengan besaran perbandingan antara dana pemda di bank dengan SiLPA tahun berkenaan maka dapat diperkirakan SiLPA akhir tahun 2013 yang dapat diprediksi berkisar di angka Rp114, 8 triliun. B.2. DANA BPD YANG DISIMPAN DALAM BENTUK SERTIFIKAT BANK INDONESI (SBI) DAN SURAT UTANG NEGARA Selain dengan menggunakan data dana pemda di bank umum dan BPR indikator lain yang digunakan untuk memberikan gambaran mengenai dana idle pemda adalah dari besaran kepemilikan SUN dan SBI oleh BPD. Hal tersebut digunakan sebagai indikator alternatif karena sebagan besar sumber dana BPD (kurang lebih 60%) berasal dari pemda. Dengan 18 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

mengetahui pergerakan kepemilikan SUN dan SBI diharapkan dapat memberikan gambaran pemanfaatan dana idle pemda oleh BPD. B.2.1. Kepemilikan SBI oleh BPD Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI mempunyai beberapa jangka waktu yaitu 1, 3, 6 dan 9 bulan, dimana mulai tahun 2012 untuk jangka waktu 1,3 dan 6 bulan sudah tidak diterbitkan lagi. Tidak semua BPD memiliki SBI, data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa hingga September 2013 terdapat 21 BPD yang memiliki SBI. Pergerakan kepemilikan SBI oleh BPD perbulannya dapat dilihat dalam grafik 8 berikut. Grafik 11 Tren Data Kepemilikan SBI oleh BPD Sumber : Bank Indonesia (diolah) Secara rata-rata kepemilikan SBI oleh BPD tahun 2013 lebih rendah dari tahun 2012 dan 2011, bahkan di tahun 2013 mempunyai tren menurun hingga bulan Agustus dan meningkat kembali di bulan September. Walaupun peningkatan bulan September 2013 terbilang cukup tinggi, namun peningkatan tersebut karena dipengaruhi adanya peningkatan kepemilikan SBI oleh salah satu pemda saja yang cukup signifikan. Secara umum tren kepemilikan SBI LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 19

oleh BPD menunjukkan penurunan ketertarikan BPD terhadap SBI, karena indikasi itu terlihat dari besaran SBI yang berbanding terbalik dengan besar simpanan masyarakat di BPD yang semakin meningkat ditahun 2013. Hal ini mungkin saja dipengaruhi dengan dihapusnya pengakuan utang jangka pendek untuk 1,3 dan 6 bulan sejak tahun 2012. B.2.2. Kepemilikan SUN oleh BPD Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Untuk tren per tahunnya dapat dilihat dalam grafik 12 berikut. Grafik 12 Tren Dana BPD dalam SUN Sumber : Ditjen Pengelolaan Utang (diolah) Jumlah BPD yang mempunyai kepemilikan terhadap SUN sebanyak 21 BPD, dimana BPD- BPD tersebut mewakilli 25 provinsi karena ada beberapa BPD yang menaungi lebih dari satu provinsi. Nilai kepemilikan SUN oleh BPD lebih tinggi dibanding dengan kepemilikan BPD atas SBI. Hingga bulan Juni 2013 kepemilikan SUN oleh BPD terus meningkat baik dalam kurun waktu 2013 ataupun dibanding dengan dua tahun sebelumnya.penurunan SUN di 20 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

bulan Juli dan peningkatan kembali dibulan September disebabkan adanya penurunan dan peningkatan kepemilikan SUN yang cukup tinggi dari 3 BPD. Antara besaran kepemilikan SUN oleh BPD dengan dana pemda di bank umum dan BPR menunjukkan pola yang mirip, yaitu menurun di akhir tahun. Perbedaan antara keduanya adalah kepemilikan SUN oleh BPD pada akhir Desember tidak selalu lebih rendah dari bulan Januari, dimana hal tersebut menggambarkan adanya dana BPD yang berasal dari masyarakat selain yang berasal dari pemda. LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 21

22 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

LAMPIRAN I METODOLOGI PERHITUNGAN REALISASI BELANJA DAERAH Gambaran mengenai besaran realisasi belanja daerah perlu dikemukakan untuk mengetahui signifikansi antara penyerapan belanja daerah dengan penyediaan layanan kepada masyarakat. Untuk merespon tuntutan yang tinggi atas kecepatan informasi penyerapan belanja daerah yang bersifat periodik dengan interval waktu yang relatif singkat, maka telah dibuat sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk memonitor besarnya penyerapan belanja APBD secara bulanan. Instrumen ini didasarkan pada data-data sekunder untuk dapat membuat proxy penyerapan belanja daerah secara bulanan per provinsi (merupakan agregasi penyerapan pemerintah propinsi, kabupaten dan kota dalam satu wilayah propinsi). Dengan cakupan informasi penyerapan belanja yang lebih luas, diharapkan dapat memberikan bahan masukan yang lebih baik buat Pemerintah Pusat untuk mendesain kebijakan terkait keuangan daerah. Pendekatan ini merupakan proxy dengan menggunakan data dana pemerintah daerah di perbankan per bulan dari Bank Indonesia, data realisasi transfer per bulan dan proxy realisasi PAD. Laporan estimasi penyerapan bulanan ini mempunyai lag time kurang dari 20 hari setelah akhir bulan yang bersangkutan. Lag time ini terjadi karena salah satu sumber informasi utama yang dijadikan sebagai basis estimasi adalah informasi dana pemda di Bank Umum per provinsi yang baru dapat diterima setelah 15 hingga 17 hari setelah berakhirnya bulan yang diobservasi (sumber dari Bank Indonesia). Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Dana pemerintah daerah di perbankan per bulan (sumber : Bank Indonesia); 2. Realisasi transfer per bulan (sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan); 3. Laporan realisasi PAD per triwulan (sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan). LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 23

Adapun cara perhitungan yang dipakai menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Langkah Pertama - Menghitung total realisasi dana transfer yang disalurkan ke daerah berdasarkan nomor SP2D per provinsi; - Mengestimasi realisasi PAD yang berasal dari laporan realisasi APBD per triwulan, dibedakan antara realisasi PAD Kabupaten/Kota/Provinsi. 2. Langkah Kedua - Menghitung realisasi belanja dengan rumus sebagai berikut : Belanja = DPdP (t-1) +DT (t) +PAD (t) -DPdP (t) Keterangan : DPdP = Dana Pemerintah Daerah di Perbankan DT = Dana Transfer PAD = Estimasi Penerimaan dari PAD t = bulan ke t 3. Langkah Ketiga - Menghitung prosentase belanja dengan rumus sebagai berikut : % Belanja = estimasi belanja / anggaran belanja APBD Analisis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu : 1. Hanya dapat membuat estimasi realisasi belanja pemerintah daerah secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota untuk masing-masing provinsi. 2. Realisasi belanja yang diperoleh adalah realisasi belanja secara total, tidak per jenis belanja. Masih terdapat lag 45 hari untuk dapat menyajikan laporan realisasi bulanan per provinsi, sehingga untuk pertengahan Oktober 2013, baru dapat ditampilkan estimasi realisasi belanja Triwulan III tahun 2013 di luar dana pemda di BPR. 24 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

LAMPIRAN II REALISASI PENYERAPAN BELANJA DAERAH SECARA AGREGAT PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA PER PROVINSI TRIWULAN III TAHUN 2013 1. PROVINSI ACEH 2. PROVINSI SUMATERA UTARA LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 25

3. PROVINSI SUMATERA BARAT 4. PROVINSI RIAU 5. PROVINSI JAMBI 26 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

6. PROVINSI SUMATERA SELATAN 7. PROVINSI BENGKULU 8. PROVINSI LAMPUNG LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 27

9. PROVINSI DKI JAKARTA 10. PROVINSI JAWA BARAT 11. PROVINSI JAWA TENGAH 28 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

12. PROVINSI DI YOGYAKARTA 13. PROVINSI JAWA TIMUR 14. PROVINSI KALIMANTAN BARAT LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 29

15. PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 16. PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 17. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 30 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

18. PROVINSI SULAWESI UTARA 19. PROVINSI SULAWESI TENGAH 20. PROVINSI SULAWESI SELATAN LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 31

21. PROVINSI SULAWESI TENGGARA 22. PROVINSI BALI 23. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 32 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

24. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 25. PROVINSI MALUKU 26. PROVINSI PAPUA LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 33

27. PROVINSI MALUKU UTARA 28. PROVINSI BANTEN 29. PROVINSI BANGKA BELITUNG 34 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

30. PROVINSI GORONTALO 31. PROVINSI KEPULAUAN RIAU 32. PROVINSI PAPUA BARAT LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 35

33. PROVINSI SULAWESI BARAT 36 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 37

38 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 39