Oleh: Mudrajad Kuncoro**

dokumen-dokumen yang mirip
Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

RINGKASAN PORTOFOLIO IIF Sampai dengan Desember 2016

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Tanggal dan Jam 30 Nop :28:04 Laporan Hasil Public Expose

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Tanggal dan Jam 01 Mar :10:03

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

Mengubah pemikiran 'Gajah di Pelupuk Mata'

5^nu MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 3 Desember 2009 Divisi Monitoring & Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW)

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014

Tugas Akhir (ME )

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

I. BAB I PENDAHULUAN


1 Universitas Indonesia

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

LATAR BELAKANG PASAR DOMESTIK GAS BUMI TERBESAR ADA DI PULAU JAWA YANG MEMILIKI CADANGAN GAS BUMI RELATIF KECIL;

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya alam. Salah satunya adalah gas bumi.

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

PENCAPAIAN TAHUN 2015

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

Dukung Pemanfaatan Gas Bumi, PGN-ASDP Sepakat Operasikan Kapal Berbahan Bakar Ganda di Merak-Bakauheni

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kebutuhan Energi Domestik (5) Sumatera 22,6% Jawa 56,9% Kalimantan 9% Sulawesi Bali & NT.

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA PT PLN PADA UPACARA TANGGAL 17 JUNI 2009

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Kegiatan investasi berhubungan dengan pengelolaan aset

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA

ANALISIS ATAS TEMUAN BPK MENEKAN SUBSIDI LISTRIK DENGAN DUKUNGAN BERBAGAI KEBIJAKAN PENDUKUNG

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

MENERANGI DUNIA MEMBERIKAN LISTRIK CEPAT DAN TERJAMIN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

BEBERAPA PERMASALAHAN UTAMA ENERGI INDONESIA. oleh: DR.Ir. Kardaya Warnika, DEA Ketua Komisi VII DPR RII

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

Blok Masela Harus. Berikan Kemakmuran untuk Rakyat Indonesia

Mahasiswa, 28 Mei Juni Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia. 3 Ibid., hal. 4.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat disanggah lagi jika di era sekarang ini segala aktivitas yang

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

Materi Paparan Menteri ESDM

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Harga Pembelian Listrik Skala Kecil. Menengah..

KEMANDIRIAN MASYARAKAT DESA BATANG URU MERUBAH AIR MENJADI LISTRIK. Ir. Linggi. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Perorangan S A R I

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

Transkripsi:

Oleh: Mudrajad Kuncoro** FENOMENA listrik byarpet, sebagai cermin adanya krisis listrik, yang muncul di sejumlah provinsi harus segera diatasi. Tanpa merombak manajemen kelistrikan nasional, target pembangunan listrik 35.000 megawatt bakal sulit dicapai dan krisis listrik akan merata ke seluruh Indonesia. Simak saja yang terjadi di Lampung. Habis kabut asap terbitlah krisis listrik. Selama ini Lampung mengimpor listrik dari Sumatera Selatan. Kabut asap di Sumsel terbukti mengganggu kemampuan transfer daya dari PLTG di Sumsel, yang menurun menjadi 146-208 MW pada siang hari dari kondisi normal 250 MW, sedangkan pada malam hari hanya 228-290 MW dari kondisi normal 342 MW. Hal itu diperparah lagi dengan kondisi musim kemarau panjang yang membuat kemampuan PLTA Way Besar dan Batu Tegi tak mampu mencukupi kebutuhan daya listrik. Beban puncak listrik di Lampung mencapai 838,80 MW pada malam hari, tetapi kemampuan pembangkit listrik Lampung hanya sekitar 520 MW. Meski sudah ditambah "impor listrik" dari Sumsel sebesar 258 MW, Lampung masih menderita defisit daya listrik setidaknya 60,70 MW. Akibatnya, pemadaman dua kali sehari menjadi tidak terelakkan dan terus terjadi sejak Oktober 2015. Pertanyaan mendasar yang muncul: apa penyebab krisis listrik? Akar masalah utamanya adalah tertinggalnya pembangunan pembangkit listrik yang tumbuh 6,5 persen sementara pertumbuhan permintaan listrik mencapai 8,5 persen dalam lima tahun terakhir. Cadangan listrik yang terbatas mencerminkan ketidakmampuan pasokan dalam mengimbangi pertumbuhan kebutuhan. Faktor utama di balik pemadaman listrik yang dialami hampir setiap 1 / 6

daerah saat ini disebabkan kurangnya pasokan listrik. Kurangnya pasokan karena banyak faktor, seperti kabut asap, kemarau, dan lambannya pertumbuhan pembangunan pembangkit listrik baru. Tanpa terobosan kebijakan yang fundamental, krisis listrik bisa jadi akan sering muncul 3-4 tahun ke depan. Krisis listrik dapat menurunkan daya saing industri, menghambat aktivitas perusahaan dan masyarakat, yang pada gilirannya menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional. Tepat sekali penegasan Presiden Jokowi, "Urusan listrik sekarang ini bukan hanya urusan PLN, urusan listrik sudah menjadi urusan negara, urusan pemerintah, bukan urusan PLN lagi" (22/12/2015). Setiap kali berkunjung ke sejumlah wilayah di Indonesia, Presiden selalu menerima keluhan mengenai minimnya pasokan listrik. Jelas, listrik menjadi kebutuhan dasar bagi pengembangan industri, rumah tangga, dan semua sektor ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Upaya pemerintahan Jokowi mengatasi krisis listrik dengan meluncurkan program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW sejak 4 Mei 2015 perlu dihargai, tetapi perlu dipantau realisasinya. Jokowi mewujudkan program ini dengan penandatanganan perjanjian jual-beli tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA), letter of intent (LoI) untuk pembangunan engineering, procurement, construction (EPC), hingga groundbreaking beberapa pembangkit listrik. Hingga awal 2016, kontrak yang telah ditandatangani dan dilaporkan oleh direksi PLN kepada Presiden mencapai 17.330 MW. Rinciannya 14.000 MW berupa PPA, sisanya EPC PLN. Biasanya dalam praktik masih butuh waktu hingga setahun untuk mendapatkan pembiayaan dan masa konstruksi mencapai sekitar tiga tahun. Itu pun dengan catatan pembebasan lahan tidak molor dari target dan proses perizinan tidak mundur-mundur. Belajar dari terminal LNG Benoa Masalah lamanya pembebasan lahan untuk pembangkit listrik bisa diatasi dengan membangun fasilitas listrik yang terapung dan tidak di daratan. Contoh menarik adalah membangun Floating Regasification Unit (FRU) dan Floating Storage Unit (FSU) di Benoa, Bali. Berbeda dengan terminal liquefied natural gas (LNG) yang konvensional, terminal LNG Benoa ini memisahkan fasilitas untuk proses mengubah gas dengan fasilitas penyimpanan (storage). Terminal mini LNG pertama di Indonesia, yang diberi nama Benoa LNG Terminal, ditargetkan mulai beroperasi Maret 2016. Terminal ini nantinya akan mampu memenuhi kebutuhan gas sebesar 2 / 6

40 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) untuk pembangkit listrik tenaga diesel dan gas (PLTDG) di Pesanggaran, Bali (Kompas, 23/1/2016). Dengan penandatanganan kerja sama antara PT Indonesia Power (anak perusahaan PT PLN Persero) dan PT Pelindo Energi Logistik (PEL) sebagai afiliasi perusahaan PT Pelabuhan Indonesia III, terminal LNG yang berada di atas lahan milik PT Pelabuhan Indonesia III ini nantinya akan dioperasikan sepenuhnya oleh PT PEL. Terminal yang beroperasi di Benoa ini resmi beroperasi setelah PT PEL menandatangani kerja sama senilai 500 juta dollar AS dengan PT Indonesia Power. PEL juga menjalin kerja sama senilai Rp 100 juta dollar AS dengan Jaya Samudera Karunia Grup (JSK Grup) untuk membangun fasilitas FRU dan FSU. Konsep FRU dan FSU ini adalah pelopor terminal LNG mengapung pertama di Indonesia. Konsep ini sangat relevan dan cocok untuk negara kepulauan seperti di Indonesia. Dengan FRU dengan kapasitas 50 mmscfd dan FSU dengan kapasitas 26.000 CBM, setiap hari terminal ini mampu memenuhi kebutuhan gas sebesar 40 mmscfd guna memasok keperluan gas untuk 200 MW PLTDG Pesanggaran, Bali. Ada beberapa kelebihan terminal mini LNG dengan model FRU dan FSU ini. Pertama, waktu yang diperlukan untuk menyiapkan fasilitas listrik terapung ini relatif jauh lebih cepat dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk menyiapkan fasilitas pembangkit listrik di darat. Pembangunan pembangkit listrik di sejumlah daerah di Indonesia selalu terbentur masalah pembebasan lahan. Diharapkan model dan pola penggunaan fasilitas terapung ini akan menjadi proyek percontohan dan menjadi solusi terbaik bagi Pemerintah Indonesia, khususnya dalam rangka merealisasikan program percepatan listrik 35.000 MW. Kedua, keberadaan terminal ini tentu sejalan dengan Nawacita yang menjadi tekad pemerintah, yaitu meningkatkan produktivitas dengan melakukan efisiensi biaya logistik dan infrastruktur strategis, melalui program tol laut yang sudah dicanangkan oleh Jokowi. Sebagai catatan, setiap 1.000 MW di pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dikonversi menjadi gas dapat menghemat subsidi BBM Rp 9,6 triliun per tahun. Asumsinya, perhitungan ini berdasarkan tarif Pertamina 2015, di mana harga High Speed Diesel (HSD) 941 dollar AS per ton dan LNG 12 dollar AS per MMBTU. Ketiga, saat ini ada banyak PLTD di Indonesia dengan kapasitas 10-200 MW unit di Indonesia dengan jumlah total lebih dari 10.000 MW. Apabila pemerintah segera meremajakan semua PLTD tersebut menjadi berbasis gas, dapat dibayangkan berapa besar penghematan subsidi 3 / 6

yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Keempat, selain manfaat secara ekonomi dalam mendukung program pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM oleh pemanfaatan gas ini juga sejalan dengan program yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali, yaitu Clean and Green, dengan menurunkan tingkat kebisingan, getaran, serta emisi CO2 gas buang. Data Environmental Analysis Report menunjukkan bahwa dengan memakai bahan bakar gas dapat menurunkan NOX sebesar 7.220 ton per tahun, SO2 14.820 ton per tahun, dan partikulat sebesar 19.760 ton per tahun. Reformasi kelistrikan nasional Krisis listrik adalah akibat lambannya penambahan pasokan listrik dibandingkan dengan permintaannya. Kendala pembebasan lahan dapat diatasi seperti model FSU dan FRU terpisah di Bali atau Floating Storage Regasification Unit (FSRU) yang menyatu di Lampung atau Banten. Dengan fasilitas terapung berbasis gas terbukti mampu mempercepat proses konstruksi pembangkit listrik. Untuk itu, pemerintah perlu mempercepat pembangunan FSRU, FSU, dan FRU atau terminal LNG yang berada di lepas pantai untuk mengatasi sulitnya pembebasan lahan di daratan. Indonesia adalah negara yang memiliki cadangan gas alam terbesar di dunia sebesar 152,89 TSCF (Triliun Standard Cubic Feet). Sumber cadangan gas berada di sejumlah daerah seperti Blok Natuna, Cepu, Tangguh, Bontang, Arun, Masela. Sebanyak 104,71 TSCF merupakan cadangan terbukti dan 48,18 TSCF merupakan cadangan potensial. Dengan produksi gas per tahun mencapai 2,87 TSCF, Indonesia memiliki cadangan untuk produksi mencapai 59 tahun. Namun, produksi gas sebagian besar malah dijual dan diekspor ke luar negeri. Akibatnya, industri nasional mengeluh kekurangan gas. Pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik harus diutamakan. Tanpa itu, industri dan rakyat akan terus kekurangan gas. Defisit gas dialami sejumlah provinsi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan Maluku. Studi Bank Dunia, Doing Business 2016, menemukan kondisi kelistrikan yang menarik di Indonesia. Untuk mendapatkan akses listrik di Indonesia masih membutuhkan lima prosedur dan 79 hari, dengan biaya mencapai 383 persen dari pendapatan per kapita. Memang sudah ada paket Kebijakan Ekonomi Tahap Ketiga yang meliputi penurunan harga BBM, listrik dan gas, perluasan penerima KUR, dan penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal. Harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai kemampuan daya beli industri pupuk, 7 dollar AS per mmbtu (juta British Thermal Unit). Tarif 4 / 6

listrik untuk pelanggan industri I3 dan I4 akan mengalami penurunan Rp 12-Rp 13 per kwh mengikuti turunnya harga minyak. Yang ditunggu investor kelistrikan adalah terobosan dan deregulasi yang mempermudah perizinan di kelistrikan, mulai dari hulu, distribusi, hingga hilirnya. Kemudahan perizinan dan regulasi yang perlu diprioritaskan setidaknya: pertama, mentransformasi pembangkit listrik tenaga diesel/uap (PTDU) yang boros subsidi dan BBM menjadi pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). PLTDU banyak yang berusia lanjut, boros BBM, dan akhirnya ditutup di sejumlah daerah. Kedua, pasokan bahan baku energi dari gas, batubara, minyak, dan lain-lain perlu dijamin suplainya oleh pemerintah. Tak masalah apabila diangkut dari lokasi sumber gas di dalam negeri. Jika tak mencukupi, izin impor langsung dari luar negeri perlu dipermudah dan dipercepat dengan prosedur transparan dan bebas korupsi. Ketiga, negosiasi harga jual listrik antara pihak swasta/bumn dan PLN sering bermasalah dan kadang mengalami kebuntuan. Tren penurunan harga minyak, batubara, dan gas membuat negosiasi sering berlarut dan menghambat masa operasional. Pemerintah perlu mengatur harga yang wajar dan bisa diterima semua pihak. Keempat, masalah pembiayaan. Kemudahan akses pembiayaan, baik lewat sindikasi bank nasional maupun bank asing, perlu ditinjau ulang oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan pemerintah. Peraturan BI Nomor 16/21/PBI/2014 tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank mengatur bahwa korporasi nonbank yang memiliki utang luar negeri dalam valuta asing wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dengan memenuhi aturan rasio Lindung Nilai, Rasio Likuiditas, dan Peringkat Utang (Credit Rating). Aturan ini perlu direlaksasi, khususnya untuk pembangunan infrastruktur listrik. Dengan berbagai kemudahan perizinan dan regulasi di atas, saya yakin krisis listrik akan dapat berakhir. Habis gelap terbitlah terang, tidak byarpet, untuk seluruh wilayah Indonesia. 5 / 6

*Dimuat di Harian Kompas, hal. 6, 22 Februari 2016 **Penulis adalah Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Program Doktor Feb Ugm; Pemerhati Listrik 6 / 6