Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan (studi kasus : Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo) Arwan Putra Wijaya 1*, Teguh Haryanto 1*, Catharina N.S. 1* Program Studi Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teklogi Sepuluh Nopember, Surabaya, 60111,Indonesia 1* Email : arwan.pw08@gmail.com Abstrak Sistem Informasi Pertanahan merupakan suatu sistem informasi yang dibangun untuk dapat mengelola data pertanahan baik data spasial maupun tekstual secara cepat dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu untuk mendukung Sistem Informasi Pertanahan tersebut, diperlukan teklogi penginderaan jauh yang mampu menyajikan data spasial citra satelit dengan cepat dan resolusi spasial tinggi. Salah satunya adalah citra satelit Quickbird. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketelitian luas dari citra satelit Quickbird tersebut, dengan cara membandingkan hasil pengukuran luas di atas citra dengan pengukuran luas di lapangan. Dan mengklasifikasinya berdasarkan bentuk dan penggunaan lahan. Dan hasilnya adalah besar prosentase selisih yang diperoleh dari pengurangan antara hasil pengukuran luas di atas citra dengan pengukuran luas di lapangan. Hasilnya untuk bentuk tidak teratur dengan penggunaan lahan untuk sawah ketelitian luasnya lebih tinggi dengan prosentase selisih luas sebesar 0,69 % dari area seluas 84414,137 m bila dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk komplek perumahan yang prosentase selisih luasnya sebesar 1,46 % dari area seluas 3696,00 m dan penggunaan lahan untuk perkampungan yang prosentase selisih luasnya sebesar 0,93 % dari area seluas 35535,980 m. Sedangkan untuk bidang tanah ketelitian luasnya lebih rendah lagi, jika dibandingkan dengan tutupan lahan, dengan prosentase selisih luas sebesar 3,37 % untuk bidang tanah seluas 178,314 m. Kesalahan yang terjadi pada umumnya disebabkan karena perbedaan preecking batas persil maupun tutupan lahan antara di lapangan dengan di atas citra satelit. Kata kunci : Sistem Informasi Pertanahan, citra satelit Quickbird, ketelitian luas. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan suatu sumber daya alam berupa ruang (space) yang dapat digunakan oleh manusia untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupannya. Pada dasarnya persediaan tanah/ruang yang ada di permukaan bumi ini sangatlah terbatas, sedangkan kebutuhan hidup manusia akan tanah/ruang baru terus meningkat, seperti kebutuhan akan perumahan, pertanian, industri, dan lain lain. Selain itu keterbatasan lahan tersebut juga dapat menimbulkan konflik kepentingan atau sengketa atas tanah. Oleh karena itu perlu adanya suatu Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah di Indonesia merupakan suatu proses yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Proses ini terdiri dari pengukuran dan pemetaan atas bidang tanah; pendaftaran hak hak atas tanah dan peralihan hak hak atas tanah tersebut; serta pemberian surat bukti hak atas tanah, sebagai alat bukti yang kuat. Untuk mendukung kelancaran proses Pendaftaran Tanah tersebut diperlukan adanya suatu Sistem Informasi Pertanahan. Sistem Informasi Pertanahan merupakan suatu sistem informasi yang dibangun untuk dapat mengelola data pertanahan baik data spasial maupun tekstual secara cepat dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu untuk mendukung Sistem Informasi Pertanahan tersebut, diperlukan teklogi penginderaan jauh yang mampu menyajikan data spasial citra satelit dengan cepat dan resolusi spasial tinggi. Salah satunya adalah citra satelit Quickbird. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahawa ketelitian planimetetris dari citra satelit resolusi tinggi seperti Ikos atau Quickbird adalah cukup baik dan dapat digunakan untuk skala peta tertentu. 1.. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah bagaimana dengan ketelitian luas yang dihasilkan dari citra satelit dengan tujuan untuk mendukung Sistem 1
Informasi Pertanahan dalam memberikan informasi pertanahan yang baik, cepat dan akurat. 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Studi kasus yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daerah Kabupaten Sidoarjo, khususnya Desa Pabean, Kecamatan Sedati.. Mengevaluasi ketelitian luas yang diperoleh dari hasil pengukuran di citra satelit dibandingkan dengan hasil pengukuran di lapangan, jika diklasifikasikan berdasarkan jenis penggunaan lahannya. 1.4. Tujuan dan manfaat penelitian Dengan mengetahui ketelitian luas yang diperoleh dari citra satelit, maka diharapkan manfaat yang dapat diperoleh adalah : 1. Pengukuran dan pemetaan bidang tanah dapat dilakukan dengan menggunakan citra satelit penginderaan jauh.. Dapat mendukung Sistem Informasi Pertanahan dalam memberikan informasi pertanahan yang baik, cepat dan akurat.. LANDASAN TEORI.1. Pengukuran luas bidang tanah Luas adalah jumlah area yang terproyeksi pada bidang horizontal dan dikelilingi oleh garis garis batas. Ada beberapa metode dalam pengukuran luas suatu bidang tanah, salah satunya adalah metode koordinat tegak lurus. Metode koordinat tegak lurus, adalah mengukur luas suatu bidang berdasarkan koordinat titik titik bidang tersebut. Berdasarkan gambar di atas, maka luas bidang dapat dihitung dengan cara berikut: Luas bidang = Luas ABCDEF = L. AA F F + L. BB A A + L. CC B B + L. DD C C + L. EE D D L. EE F F =( 1 x (AA + FF ) x A F ) + ( 1 x (BB + AA ) x B A ) +... - ( 1 x (EE + FF ) x E F ) = ( 1 x (Ya + Yf) x (Xa Xf)) + ( 1 x (Yb + Ya) x (Xb Xa)) + - ( 1 x (Ye + Yf) x (Xe Xf))...(1).. Citra satelit Quickbird Penginderaan jauh adalah suatu ilmu pengetahuan, dan seni, untuk memperoleh informasi tentang obyek daerah/gejala dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah/gejala yang dikaji. (Lillesand & Keiffer, 004) Citra satelit Quickbird merupakan citra satelit yang memiliki resolusi spasial paling tinggi. Citra ini diluncurkan pada tahun 00 oleh DigitalGlobe. Berikut ini adalah spesifikasi dari citra satelit Quicbird. Tabel 1. Spesifikasi citra satelit Quickbird Imaging Mode Spatial Resolution Spectral Range Panchromatic Multispektral 0.61 meter GSD at.4 meter GSD at Nadir Nadir 445-900 nm 450-50 nm (blue) 50-600 nm (green) 630-690 nm (red) 760 900 nm (near IR).3. Koreksi geometrik citra Gambar 1. Pengukuran luas metode koordinat tegak lurus Ada dua tahap penting yang dikerjakan dalam proses koreksi geometrik citra, yaitu transformasi koordinat dan resampling. Transformasi koordinat dua dimensi dari sistem koordinat citra ke sistem koordinat tanah, ada beberapa metode diantaranya : metode Helmert, Affine, atau polimial. Bentuk umum persamaan metode polymial yang digunakan dalam transformasi koordinat dua dimensi ini adalah sebagai berikut.
a b a x 0 1 X. () 0 b x 1 a y b y Y X V V Y a 0, a1, a, b0, b1, b :adalah parameter transformasi. x, y : adalah koordinat citra sebelum di transformasi. X, Y : adalah koordinat tanah. V, V : adalah residu. X Y 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi penelitian Lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat penelitan adalah Desa Pabean, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Secara geografis desa ini terletak diantara 7ᴼ1 55 LS sampai 7ᴼ 5 LS dan 11ᴼ44 43 BT sampai 11ᴼ46 510 BT. Batas batas Desa Pabean adalah seperti pada gambar berikut. 3.. Data penelitian Gambar. Batas batas Desa Pabean Citra satelit Quickbird yang diperoleh dari BPN dengan spesifikasi sebagai berikut : Band band spektral : 0.45 0.5 (1), 0.5 0.60 (), 0.63 0.69 (3) Datum : WGS 84 Sistem proyeksi : TM - 3ᴼ zone 49. selatan Type koordinat : EN (Easting Northing) TDT yang digunakan adalah orde tiga dengan menggunakan sistem koordiat nasional yang telah ditetapkan oleh BPN. Gambar 3. Citra Quickbird yang digunakan Survei lapangan dilakukan untuk perapatan TDT orde 3 yang sudah ada dan mengukur sampel luas persil bidang tanah yang akan dibandingkan dengan luas bidang tanah yang diukur di atas citra. Peralatan yang digunakan untuk survei lapangan ini adalah GPS Geodetic untuk perapatan TDT orde 3. Dan Total Station (TS) untuk pengukuran sampel luas persil dan bidang tanah. 3.3. Peralatan yang digunakan Software yang akan digunakan, terdiri dari: 1) ER Mapper, untuk pengolahan citra. ) AutoCAD Map, untuk pembuatan peta pendaftaran, dan evaluasi ketelitian luas. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk survei lapangan adalah : a. GPS geodetic Topcon Hiper Pro untuk perapatan TDT orde 3 yang sudah ada. b. Total Station (TS) Topcon GTS 35-N untuk pengukuran sampel luas bidang tanah. 3.4. Tahap penelitian Gambar 4. Diagram evaluasi ketelitian luas dari citra satelit. 3
Pelaksanaan penelitian dimulai dari pemotongan citra Kabupaten Sidoarjo. Kemudian di koreksi geometrik ulang. Hasil dari koreksi geometrik ulang inilah yang digunakan untuk pengukuran luas bidangnya untuk dibandingkan dengan hasil ukuran di lapangan. Survei lapangan terdiri dari survei GPS dan survei TS. Survei GPS dilaksanakan dengan metode radial, dengan Lama pengamatan per sesi 30 menit dan Interval data pengamatan 15 detik. Survei TS dilakukan dengan metode pengukuran sudut dan jarak untuk mendapatkan koordinat dari titik detil atau persil yang diperlukan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses koreksi geometrik citra merupakan transformasi koordinat dua dimensi dari sistem koordinat citra ke sistem koordinat tanah. Dengan menggunakan model persamaan () diperoleh hasil koreksi geometrik dengan besar rata rata RMSnya adalah 0,14667. Batas toleransi untuk nilai kesalahan RMS adalah 1 pixel, sehingga dengan nilai RMS lebih kecil dari 1 pixel berarti sudah memenuhi toleransi. 4.1. Hasil evaluasi ketelitian luas untuk tutupan lahan Selisih yang diperoleh dari hasil pengukuran luas di atas citra dengan luas hasil pengukuran langsung di lapangan untuk jenis tutupan lahan dapat dilihat pada tabel 3. berikut ini. Tabel 3. Selisih luas hasil digitasi citra dengan survey lapangan untuk tutupan lahan: (a) untuk bentuk tidak teratur, penggunaan lahan perkampungan. kode persil luas lahan (m ) selisih (m ) Persen (%) Jarak dari titik kontrol (m) 1 R1 6443,990 94,77 0,36 8,489 R 44146,16 11,534 0,48 16,094 3 R4 17398,905 73,769 0,4 360,330 4 R11 63619,780 637,767 1,00 153,66 5 R0 6071,008 630,699,4 937,075 (b) untuk bentuk tidak teratur, penggunaan lahan sawah. kode persil luas lahan (m ) selisih (m ) Persen (%) Jarak dari titik kontrol (m) 1 S 31377,361 43,569 0,18 193,078 S3 3167,594 449,788 1,4 687,174 3 S4 8566,48 543.83 1,90 870,115 4 S7 46085,345 97,773,01 69,43 (c) untuk bentuk teratur, penggunaan lahan komplek perumahan. kode luas lahan selisih Persen Jarak dari titik persil (m ) (m ) (%) kontrol (m) 1 I9 5899,79,873 0,38 679,916 H3 3367,985 0,949 0,6 818,98 3 D14 1509,557 9,568 0,63 981,160 4 E0 151,867 15,819 0,73 164,094 5 E14 1761,71 16,589 0,94 1344,85 6 C3 5719,598 89,630 1,56 1388,960 7 C5 317,759 55,454 1,7 1455,456 8 C4 3079,41 57,44 1,86 1503,467 9 A3 678,83 55,873,08 1763,069 10 F5 7576,030 195,16,57 166,949 Untuk tutupan lahan dengan penggunaan lahan untuk sawah ketelitian luasnya lebih tinggi dengan prosentase selisih luas sebesar 0,69 % dari rata rata area seluas 84414,137 m bila dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk komplek perumahan yang prosentase selisih luasnya sebesar 1,46 % dari rata rata area seluas 3696,00 m dan penggunaan lahan untuk perkampungan yang prosentase selisih luasnya sebesar 0,93 % dari rata rata area seluas 35535,980 m. Tingginya ketelitian luas untuk sawah dibandingkan dengan perkampungan maupun komplek perumahan adalah karena sawah merupakan lahan yang terbuka sehingga preecking batas lahannya lebih mudah bila dibandingkan dengan perkampungan maupun komplek perumahan yang lahannya tertutup. Jika dilihat dari besar prosentasenya dan jarak dari titik kontrol maka besar selisih yang diperoleh grafiknya akan menjadi seperti gambar 5. di bawah ini. Gambar 5. Grafik prosentase selisih luas hasil digitasi citra dengan survei lapangan untuk tutupan lahan terhadap jarak dari titik control 4
Dari grafik di atas, dapat kita lihat bahwa untuk penggunaan lahan komplek perumahan dan perkampungan grafik peningkatannya cenderung sama, yaitu semakin jauh dari titik kontrol prosentase selisih luasnya semakin besar. Sedangkan untuk penggunaan lahan sawah cenderung stabil, tidak mengalami peningkatan prosentase selisih luas yang besar meskipun jaraknya semakin jauh dari titik kontrol. luasan bidang tanah ketelitiannya juga semakin rendah, dan sebaliknya semakin besar luasan bidang tanah maka ketelitiannya juga semakin tinggi. Jika digambarkan dalam grafik akan terlihat seperti gambar 6. di bawah ini. 4.. Hasil evaluasi ketelitian luas untuk bidang tanah Selisih yang diperoleh dari hasil pengukuran luas di atas citra dengan luas hasil pengukuran langsung di lapangan untuk bidang tanah dapat dilihat pada tabel 4. berikut ini. Tabel 4. Selisih luas hasil digitasi citra dengan survei lapangan untuk bidang tanah No. bidang Luas bidang (m ) selisih (m ) Persen (%) 1 078 113,739 3,037,67 115 99,335 4,940 4,97 3 117 1,80 4,55 3,71 4 051 75,89 7,79 10,7 5 094 94,691 7,911 8,35 6 037 158,714 6,899 4,34 7 036 189,315 6,853 3,6 8 033 147,61 6,579 4,45 9 034 17,644 6,484 3,75 10 035 176,548 6,70 3,55 11 0 51,633 5,504,18 1 04 81,896 5,565 1,97 13 007 83,791 5,685,01 14 00 1,74 5,888,65 15 001 84,399 6,93,1 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa untuk bidang tanah dengan bentuk yang teratur rata rata selisihnya adalah sebesar 6,017 m dengan besar luasan rata rata 178,314 m. Berarti besar prosentase selisih luas untuk bidang tanah adalah sebesar 3,37 %. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk bidang tanah ketelitian luasnya lebih rendah daripada untuk tutupan lahan. Dapat kita lihat dari tabel di atas, bidang 051 dengan luas hasil survei lapangan sebesar 75,89 m selisih luasnya mencapai 7,79 m, sehingga besar prosentase yang diperoleh sebesar 10,7 %. Sedangkan bidang 04 dengan luas hasil survei lapangan sebesar 81,896 m selisih luasnya hanya sebesar 5,565 m, sehinggga besar prosentase yang diperoleh sebesar 1,97 %. Hal ini menunjukkan besar luasan bidang tanah juga dapat berpengaruh terhadap hasil dari ketelitian luas. Semakin kecil Gambar 6. Grafik prosentase selisih luas hasil digitasi citra dengan survei lapangan untuk bidang tanah terhadap besar luasan Besarnya pengaruh luasan terhadap prosentase selisih luas seperti yang terlihat pada gambar grafik di atas adalah karena keterbatasan dari citra satelit yang digunakan. Dengan resolusi spasial yang ada kemampuan untuk mengidentifikasi titik batas (preecking) yang samkin kecil akan semakin sulit, demikian juga sebaliknya semakin besar akan semakin mudah. Hal ini karena di atas citra dengan perbesaran tiga sampai lima kali bidang dengan luasan lebih besar sudah dapat diidentifikasi dengan jelas, sedangkan untuk luasan yang lebih kecil masih belum teridentifikasi dengan jelas. Jika citra diperbesar lagi gambar objek menjadi pecah, karena piksel sudah terlihat. 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil prosentase selisih luas antara luas hasil survei lapangan dengan luas hasil digitasi citra, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Kesalahan dalam pengukuran luas di atas citra satelit disebabkan karena perbedaan preecking batas persil maupun tutupan lahan antara di lapangan dengan di atas citra satelit.. Untuk penggunaan lahan sawah ketelitian luasnya lebih tinggi dengan prosentase selisih luas sebesar 0,69 % bila dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk komplek perumahan yang prosentase selisih luasnya sebesar 1,46 % dan penggunaan lahan untuk perkampungan yang prosentase selisih luasnya sebesar 0,93 %. Tingginya ketelitian luas untuk sawah 5
dibandingkan dengan perkampungan maupun komplek perumahan adalah karena sawah merupakan lahan yang terbuka sehingga preecking batas lahannya lebih mudah bila dibandingkan dengan perkampungan maupun komplek perumahan yang lahannya tertutup. 3. Untuk bidang tanah ketelitian luasnya lebih rendah lagi, jika dibandingkan dengan tutupan lahan, yaitu 3,37 %. Rendahnya ketelitian luas bidang tanah ini disebabkan karena keterbatasan resolusi spasial dari citra satelit yang digunakan sehingga tidak dapat digunakan untuk preecking batas bidang tanah dengan luasan yang lebih kecil. 4. Jika dilihat berdasarkan jarak dari titik kontrol, ketelitian luas dari lahan sawah juga cenderung lebih stabil jika dibandingkan dengan ketelitian luas dari lahan perkampungan maupun komplek perumahan yang semakin jauh dari titik kontrol, prosentase selisih luasnya semakin tinggi. 5.. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengurangi besar prosentase selisih luas karena pengaruh jarak dari titik kontrol, maka sebaiknya perlu dilakukan perapatan titik kontrol.. Untuk mengurangi besar prosentase selisih luas karena pengaruh luas bidang tanah, maka sebaiknya menggunakan citra dengan resolusi spasial yang lebih tinggi, seperti citra pankromatik atau foto udara. 3. Untuk penelitian selanjutnya, agar dikaji lebih lanjut bagaimana jika studi kasus dilakukan pada daerah dataran tinggi atau pegunungan, apakah ketinggian permukaan berpengaruh pada ketelitian luas. 7. DAFTAR PUSTAKA Atmoko, D. A., 004, Evaluasi Persebaran Titik Kontrol Untuk Koreksi Geometrik Citra Ikos Level Geo, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lillesand, T. M. & R. W. Klefer, 004, Remote Sensing and Image Interpretation, John Wiley & Sons, Inc., United State of America. Marto, D. B., 007, Analisis Ketelitian Planimetris Peta Dasar Pendaftaran Metode Penginderaan Jauh, Tesis, Bidang Keahlian Penginderaan Jauh, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teklogi Sepuluh Nopember, Surabaya. Parlindungan, A.P., 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung. Thoha, A. S., 008, Karakteristik Citra Satelit, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sunarto, Kris, 008, Percepatan Ketersediaan Peta Kadaster Sebagai Data Dasar Pembangunan Lingkungan, Bakosurtanal, Bogor. Yuwo, R. A. T., 008, Penyatuan Bidang Bidang Tanah Melayang Menggunakan Citra Quickbird Untuk Pembuatan Peta Pendaftaran Tanah, Tesis, Jurusan Teknik Geodesi Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Steudler, 006, Cadastral System, http://www.geo1.ch/ethz/010/lectures/intr oduction-into-essays.pdf, diakses tanggal 6/03/011. 6. PENGHARGAAN Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya, kepada dosen pembimbing serta pihak pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, seperti tim survei, tim GIS dan penginderaan jauh. 6