BAB II TINJAUAN PUSTAKA



dokumen-dokumen yang mirip
TESIS. Diajukan untuk memenuhi syarat guna Memperoleh derajad sarjana S-2 Magister Manajemen Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (pihak manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik (KAP), yaitu jasa assurance dan jasa non assurance. Jasa

BAB II LANDASAN TEORI. sebaiknya kita perlu mengetahui definisi auditing terlebih dahulu. Ada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. independen sebagai pihak ketiga yaitu akuntan publik. eksistensinya dari waktu ke waktu semakin diakui oleh masyarakat bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kinerja KAP yang berkualitas sangat ditentukan oleh kinerja

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kinerja seseorang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. negara serta pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) atau masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Auditor adalah seorang independent yang bertugas mengaudit atas laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya komitmen yang tinggi tentunya sebuah organisasi atau perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB I PENDAHULUAN. dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Akuntan publik dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan dipengaruhi oleh lingkungan tempat bekerja, baik dari atasan, bawahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan)

Badjuri, Achmad & Elisa Trihapsari Audit Kinerja Pada Organisasi Publik Pemerintah. Fokus Ekonomi. STIE Stikubank Semarang.

BAB VI SIMPULAN DAN IMPLIKASI. Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: akan semakin tinggi pula komitmen organisasional pegawai.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen

BAB I PENDAHULUAN. daripada apakah mereka tinggal (Allen dan Meyer, 1990). Maksudnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah menghadapi tantangan kompetensi global. Dengan begitu,

I. PENDAHULUAN. Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar,

BAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan faktor sentral serta memiliki peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh

KUESIONER PENELITIAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan diperlukan faktor-faktor yang harus dimiliki yaitu

BAB I PENDAHULUAN. individualnya masing-masing (gaji, kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepatuhan dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Akuntan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang digunakan harus mampu mencapai maksud penelitian. Teori utama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran sentral dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam semua area profesi akuntansi Louwers et al. dalam (Husein, 2004). Profesi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. misi dan tujuan yang telah ditetapkan. Secanggih apapun peralatan dan perangkat

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENDAHULUAN. publik untuk pengambilan keputusan ekonomi. Profesi akuntan publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perusahaan go public di Indonesia berkembang dengan sangat cepat, hal

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Kantor Akuntan Publik menjadi sukses. Sebaliknya jika SDM. terutama pada era persaingan yang semakin kompetitif ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan jasa audit serta jasa atestasi dan assurance lainnya. Jenis jasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. jasa audit di Indonesia pun meningkat. Faktor-faktor yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini dimana bisnis tidak lagi mengenal batas. negara, kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. institusi yang dipercaya dapat mewujudkan good corporate & good governance

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Profesionalisme Nilai-nilai profesionalisme merupakan kombinasi atau gabungan dari integritas, disiplin, dan kompetensi. Integritas berkaitan dengan kualitas moral yang dituntut dari setiap aparat Ditjen Pajak yaitu jujur dan bersih dari tindakantindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara. Disiplin berkaitan dengan ketaatan baik ketaatan terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku maupun ketaatan terhadap kerangka waktu yang telah ditetapkan. Nilai-nilai disiplin menuntut setiap aparat Ditjen Pajak untuk mematuhi sistem dan prosedur kerja yang telah ditetapkan, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menaati berbagai batasan waktu yang ditetapkan. Kompetensi berkaitan dengan kemampuan dan pengetahuan atau penguasaan atas bidang tugas masing-masing. Nilai-nilai kompetensi menuntut setiap aparat Ditjen Pajak harus benar-benar menguasai bidang tugasnya serta mampu melaksanakan tugasnya dengan benar, efektif dan efisien. Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) adalah mengembangkan konsep profesionalisme yang digunakan untuk mengukur bagaimana para profesionalis memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Hall (1968) menganggap bahwa ada hubungan timbal balik antara sikap dan perilaku yaitu perilaku profesionalisme merupakan 15

16 cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya (Kalbers dan Fogarty, 1995, Rahmawati, 1997). Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) adalah Konsep profesionalisme pada level individual, yang digunakan untuk menguji profesionalisme pemeriksa (auditor). (Morrow dan Goetz, 1988), menyatakan profesionalisme meliputi lima elemen : (1) pengabdian pada profesi (dedication ) yang tercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari pencerahan diri secara total terhadap pekerjaaan. Pekerjaan didefinisi sebagai tujuan bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan totalitas adalah merupakan komitmen pribadi sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan kepuasan material, (2) Kewajiban sosial (social obligation) yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesionalisme itu sendiri, karena adanya pekerjaan tersebut, (3) Kemandirian (autonomy demands) yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesionalisme harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain, (4) Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaannya dan (5) hubungan dengan sesama profesi (profesional community affiliation) yaitu penggunaan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan ini. Melalui ikatan profesi

17 ini, profesional membangun kesadaran profesinya. Walaupun indikator profesionalisme tersebut belum diuji secara luas, namun beberapa penelitian empiris mendukung bahwa profesionalisme adalah bersifat multidimensi walaupun tidak selalu identik untuk diterapkan pada anggota kelompok yang berbeda (Snizek, 1972; Kerr et al., 1977, dan Bartol, 1979 seperti yang dikutip oleh Kalbers ddan Forgaty, 1995). Penelitian ini menggunakan indikator profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) karena profesi pemeriksa pajak memiliki karakteristik sebagaimana yang dikemukakan dalam elemen profesionalisme tersebut. Elliot (1972) seperti di kutip oleh Rahmawati (1997) menyatakan, bahwa cara sosialisasi selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi atau organisasi tempat profesional kerja mempengaruhi tingkat profesionalisme para profesional. Tingkat konflik dengan organisasi dimana profesional bekerja juga menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat profesionalisme mereka. Beberapa faktor lain yang diduga merupakan anteseden profesionalisme adalah pengalaman yang diukur dengan lamanya dalam bekerja dalam organisasi, lamanya bekerja sebagai auditor, posisi dalam organisasi. Kalbers dan Fogarty (1995) yang menguji hubungan profesionalisme internal auditor dengan variabel konsekuensinya dengan menggunakan ukuran tersebut untuk variabel pengalaman menemukan bahwa dari elemen profesionalisme, hanya satu variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan pengalaman yaitu hubungan dengan sesama profesi. Namun, ukuran dengan menggunakan umur dan profesi dalam organisasi serta lama bekerja (Harrel et

18 al.,1986) dan keyakinan terhadap profesionalisme (Wood et al., 1989) merupakan faktor penting dalam menentukan profesionalisme. Latar belakang pendidikan merupakan salah satu faktor yang dianggap cukup penting dalam menentukan kemampuan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu, Kalbers dan Fogarty (1985) juga menggunakan variabel hubungan dengan sesama profesi sebagai variabel anteseden profesionalisme yang merupakan bagian dari variabel pengalaman. Variabel pengalaman dalam penelitian mereka diukur dari jawaban responden yaitu : pengalaman bekerja dalam organisasi sekarang, pengalaman bekerja sebagai auditor, posisi dalam perusahaan, latar belakang dalam pendidikan (akuntansi, manejemen dan lain sebagainya) dan sertifikat yang diperoleh (CIA, CPA, dan lain sebagainya). Hasil pengujian terhadap variabel ditemukan bahwa variabel pengalaman berhubungan dengan indikator profesional. Walaupun dalam penelitian variabel latar belakang pendidikan tidak secara spesifik diuji pengaruhnya terhadap profesonalisme namun secara implisit dapat ditarik kesimpulan bahwa latar belakang pendidikan merupakan faktor penting yang menentukan profesionalisme pemeriksa pajak. 2.1.2. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan keinginan mendasar setiap karyawan. Karyawan yang merasa puas pada saat bekerja akan memberikan pengaruh positif baik bagi karyawan maupun bagi organisasinya. Pemahaman mengenai faktorfaktor yang berkaitan dengan pekerjaan merupakan tugas yang penting bagi organisasi yaitu memungkinkan organisasi mengevaluasi situasi yang tidak menguntungkan bagi kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja adalah suatu sikap

19 umum seorang individu terhadap pekerjaannya (Robbins, 2003). Faktor-faktor kepuasan kerja dalam definisi yang lebih luas adalah lebih dari pada sekedar kegiatan yang jelas bahwa pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja. Kepuasan kerja diukur berdasarkan : a. Achievement (prestasi) b. Recognition (pengakuan /penghargaan) c. Personal growth (pengembangan) d. Skill variety (variasi ketrampilan) e. Task autonomy (otonomi tugas) f. Feed back (umpan balik) Kepuasan kerja telah diidentifikasi sebagai variabel yang paling sering diteliti dalam penelitian organisasional (Rainey, 1991 dalam Mc Cue dan Gianakis, 1997) hal yang sama dikemukakan oleh Van Scooter (2000) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan topik yang sangat menarik bagi banyak penelitian, hal ini disebabkan karena kepuasan kerja memiliki banyak implikasi. McNeese-Smith (1996) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan karyawan terhadap suatu pekerjaan secara umum. Locke et al (1976 dalam Yousef, 2000) secara spesifik menyatakan bahwa kepuasan kerja diidentifikasikan sebagai hal-hal yang mengacu perihal seorang karyawan atau pekerja merasakan hal positif maupun hal negatif mengenai pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu teori atau konsep praktis yang sangat penting, Karena merupakan dampak atau hasil dari keefektivan performance dan

20 kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada organisasi adalah rangkaian dari menurunnya pelaksanaan tugas, meningkatnya absensi, dan penurunan moral organisasi. Sedangkan pada tingkat individu, ketidakpuasan kerja, berkaitan dengan keinginan yang besar untuk keluar dari kerja, meningkatnya stress kerja, dan munculnya berbagai masalah psikologis dan fisik. Kepuasan kerja merupakan sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan faktor - faktor lingkungan kerja, seperti gaya supervisi, kebijaksanaan dan prosedur, keanggotaan kelompok kerja, kondisi kerja dan tunjangan. Beberapa faktor lain yang menentukan kepuasan kerja diantaranya adalah keamanan kerja, faktor intrisik dari pekerjaan, dan aspek sosial dalam pekerjaan. Faktor intrinsik mencakup ciri yang ada pada pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi keterampilan tertentu. Sedangkan aspek sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. 2.1.3. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan suatu perpaduan antara sikap dan perilaku. Sebagai bentuk perilaku, komitmen mengacu pada responden emosional individu kepada seluruh organisasi, sedangkan sikap pada respon emosional atau aspek khusus dari pekerjaan. Komitmen organisasi menyangkut tiga aspek yaitu : rasa pengindetifikasian dengan tujuan organisasi, sikap keterlibatan dengan organisasi, dan sikap kesetiaan pada organisasi (Buchanan, 1975 dalam Rahmawati, 1997). Beberapa studi empiris menemukan bahwa tidak adanya

21 komitmen organisasional yang dimiliki oleh karyawan akan mengurangi keefektifan organisasi (Mowday, 1979). Demikian pula studi yang dilakukan Buchanan (1975) dalam penelitian Rahmawati (1997) terhadap manager tingkat menengah ke atas dari perusahaan besar melaporkan bahwa imbalan organisasi secara nyata mempengaruhi komitmen. Studi ini juga menemukan bahwa kuatnya komitmen karyawan pada tahun-tahun pertama mempengaruhi sikap karyawan tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Komitmen organisasional menurut Meyer dan Allen (1984) dibagi dalam kategori komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan (continuance commitment). Komitmen afeksi adalah keinginan karyawan untuk bekerja dalam suatu organisasi yang didasarkan pada tingkat identifikasi individual dan keselarasan tujuan (goalcongruence). Tingkat keselarasan tujuan dan nilai individual dengan organisasi diduga berpengaruh langsung dengan keinginan untuk tetap bekerja dalam suatu organisasi. Atau secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang memiliki komitmen afektif akan tetap bertahan dalam suatu organisasi hanya karena keinginan (they want to do so). Sedangkan komitmen berkelanjutan adalah seorang yang bekerja dalam suatu organisasi didasarkan pada biaya yang akan ditanggung kalau mereka meninggalkan pekerjaannya yang sekarang. Mereka tetap bertahan untuk bekerja dalam suatu organisasi karena mereka harus melakukannya ( they have to do so). Kalbers dan Fogarty ( 1995 ) menggunakan dua konstruk, komitmen ini dalam menguji hubungan antara profesionalisme dengan komitmen organisasi

22 yaitu: komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan (continunce commitment). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan positif dengan konstruk profesionalisme pengabdian pada profesi. Hasil penelitian Kalbers dan Fogarty ( 1995) ini juga mendukung penelitian Norris dan Neibhur (1983 ) dan Aranya dan Ferris (1981) yang menemukan bahwa indikator profesionalisme berhubungan dengan komitmen organisasional. 2.1.4. Konflik Peran Pemeriksa Pajak dihadapkan pada potensi konflik peran dalam melaksanakan tugasnya. Konflik peran muncul karena adanya ketidaksesuaian antara harapan yang disampaikan pada individu di dalam organisasi dengan orang lain di dalam dan di luar organisasi (Tsai dan Shis 2005). Ketidak jelasan peran muncul karena tidak cukupnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan cara yang memuaskan (Peterson dan Smith 1995). Kondisi ini terjadi karena adakalanya pihak yang diperiksa membujuk pemeriksa agar hasil pemeriksaan pajaknya disesuaikan dengan kepentingan wajib pajak. Hal itu sesuai dengan penelitian (Khoo dan Sim 1997) yang menunjukkan bahwa tekanan ekonomi membuat auditor di Korea tidak terlalu memperhatikan konflik peran-agar dapat mendapatkan klien, dan kadang kala mereka mengorbankan etika profesional, sehingga dalam bekerja mereka cenderung berkompromi dengan motif ekonomi. Tujuan Pemeriksaan Pajak sesuai Undang-undang nomor 16 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah untuk menguji

23 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dilakukan terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak yang memenuhi kriteria Pemeriksaan Rutin maupun Pemeriksaan Khusus. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan menghasilkan produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP). Dengan demikian, pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diharapkan dapat berdampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan penerimaan pajak. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, dapat timbul konflik peran pemeriksa pajak antara meningkatkan penerimaan pajak dengan hasil pemeriksaan yang tidak menghasilkan tambahan penerimaan misalnya SKPN, bahkan dapat menjadi pengurang penerimaan pajak, misalnya dalam hal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Efek potensial dari konflik peran dapat menimbulkan kerawanan, tidak hanya bagi individu dalam pengertian konsekuensi emosional seperti tekanan tinggi yang berhubungan dengan pekerjaan, kepuasan kerja, dan menurunnya kinerja, tetapi juga bagi organisasi dalam pengertian kualitas kinerja yang lebih rendah. Fried (1998) menguji pengaruh konflik peran dan ketidakjelasan peran terhadap kinerja pegawai perusahaan industrial Israel. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa konflik peran dan ketidak jelasan peran menyebabkan

24 turunnya level kinerja. Fisher (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh antara konflik peran dan ketidakjelasan peran terhadap kinerja auditor. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa konflik peran ataupun ketidakjelasan peran berpengaruh negatif terhadp kinerja auditor. Viator (2001) melakukan penelitian terhadap asosiasi akuntan formal dan informal tekanan peran dan pengaruhnya terhadap hasil pekerjaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja, sedangkan ketidakjelasan peran tidak berpengaruh terhadap kinerja, namun hanya mempengaruhi kepuasan kerja akuntan. 2.1.5. Kinerja Pemeriksa Pajak Kinerja Pemeriksa Pajak diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan padanya, dan menjadi salah satu tolak ukur yang digunakan untuk menentukan apakah suatu pekerjaan yang dilakukan akan baik atau sebaliknya. Kinerja Pemeriksa Pajak merupakan kesuksesan yang dicapai seseorang dalam suatu pekerjaan. Kesuksesan yang dimaksudkan tersebut ukurannya tidak bisa disamakan dengan semua orang, namun lebih merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya. Namun untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaan, Kinerja Pemeriksaa Pajak di Indonesia diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 Tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Beberapa standar pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain :

25 1. Pemeriksa Pajak harus melakukan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapat pengawasan yang seksama; 2. Pemeriksa pajak harus menentukan Luas Pemeriksaan (audit Scope) berdasarkan petunjuk yang diperoleh melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan; 3. Pemeriksa pajak melakukan persiapan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data wajib pajak, seperti : profil wajib pajak, analisis data keuangan wajib pajak minimal dua tahun terakhir atau sesuai dengan data yang tersedia dan data lain yang relevan. 4. Pemeriksa pajak menyusun rencana pemeriksaan pajak, kertas kerja pemeriksaan pajak dan program pemeriksaan pajak dan laporan hasil pemeriksaan pajak; 5. Pemeriksa pajak melaksanakan pemeriksaan dengan mengacu pada : Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan, Pedoman Pemeriksaan, dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan. Kaitan antara kemampuan Sumber Daya Manusia dengan kinerja perusahaan ada dan didukung oleh beberapa teori dari sejumlah disiplin ilmu. Dari ekonomi mikro, teori human capital menjelaskan bahwa orang yang memiki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan akan memberikan nilai ekonomis pada perusahaan. Karena investasi perusahaan untuk meningkatkan keterampilan karyawan, pengetahuan, dan kemampuan menanggung biaya out of pocket dan biaya opportunity, keduanya hanya ditetapkan apabila keduanya menghasilkan

26 imbal balik lewat produktifitas yang meningkat (Duncan & Hoffman, 1981; Rimberger, 1987; Tsang, 1987 dalam Mark A Youndt et al., 1996,p.837). Dengan kata lain, produktifitas yang meningkat yang bermula dari investasi human capital tergantung pada kontribusi karyawan pada perusahaan. Maka dari itu, makin tinggi potensi kontribusi karyawan dalam suatu perusahaan, maka perusahaan akan berinvestasi dalam human capital (lewat aktifitas manajemen sumber daya manusia) dan bahwa investasi ini akan mengarah pada produktifitas individual dan kinerja perusahaan yang lebih tinggi (Bacher, 1976; Parnes, 1984 dalam Mark A Youndt et al., 1996,p.837). Seperti banyak pelaku manufaktur katakan untuk meningkatkan potensi untuk kontribusi karyawan dalam persamaan persamaan produksi mereka (Walton & Susman, 1987 dalam Mark A Youndt et al., 1996,p.837)., teori human capital menerangkan bahwa praktek SDM bisa secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan Gibson (1988) menyatakan bahwa respon efektif seseorang terhadap pekerjaan merupakan kepuasan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Locke juga memperkenalkan suatu dimensi khusus yang menunjukkan karakteristik pekerjaan yang biasanya digunakan untuk menilai keberhasilan kerja karyawan. Kinerja karyawan dapat diukur dari berbagai macam dimensi pekerjaan antara lain meliputi jenis pekerjaan, supervisi, gaji yang diberikan, promosi yang diperoleh serta kondisi kerja yang meliputi rekan kerja maupun suasana kerja. Hadari Nawawi (2006) menyatakan bahwa kegiatan peningkatan kinerja produktivitas dimulai dengan upaya menumbuhkan dorongan atau motivasi supaya sukses dalam melaksanakan pekerjaan berdasarkan kesadaran personel

27 yang bersangkutan. Bilamana motivasi tersebut telah dimiliki oleh setiap personel diharapkan akan berkembang perasaan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, yang akan menumbuhkan pula kesediaan ikut berpartisipasi dalam mencapai tujuan organisasi kerjanya melalui pelaksanaan tugas-tugasnya secara maksimal. Kinerja produktivitas kerja karyawan dapat dilakukan melalui perencanaan dan pelaksanaan strategi sebagai berikut: 1. Mengadakan kerjasama strategis dengan berbagai perusahaan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam produksi dan operasi. 2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja operasi karyawan melalui strategi operasi perusahaan. 3. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan. Kinerja karyawan berkaitan erat dengan tujuan sebagai suatu hasil perilaku kerja seseorang ( Davis 1995; Dewi; 1998 Suartana 2000). Kinerja karyawan sebagai hasil pola tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi kualitatif ataupun kuantitatif yang telah ditetapkan oleh individu secara pribadi maupun oleh perusahaan tempat individu bekerja. Pola tindakan yang dimaksud adalah hasil tindakan yang tampak ataupun tindakan yang tidak tampak (Filipo, 1998; Dewi, 1998;Suartana, 2000). Kinerja yang ditunjukan karyawan dalam suatu perusahaan yang diungkapkan oleh pelaksanaan tugastugas yang diberikan termasuk aspek sosialisasi, pelatihan, motivasi dan minat individu. Larkin dan Schweirkart (1992) seperti dikutip oleh Rahmawati (1998) yang melakukan survei terhadap 90 auditor yang hasilnya menunjukan bahwa

28 profesionalisme merupakan salah satu elemen motivasi yang memberikan kontribusi dalam menghasilkan kinerja karyawan yang tinggi. Dari penjelasan ini secara teori dibuktikan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi Kinerja. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian Siahaan (2010 : 16) tentang Pengaruh Profesionalisme Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Auditor (Studi Pada Kantor Perwakilan BPK-RI Provinsi ACEH), menyimpulkan : (1) Profesionalisme dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja auditor pada Kantor Perwakilan BPK-RI Provinsi NAD; (2) Profesionalisme berpengaruh terhadap komitmen organisasi pada Kantor Perwakilan BPK-RI Provinsi NAD ; (3) Profesionalisme berpengaruh terhadap kinerja auditor pada Kantor Perwakilan BPK-RI Provinsi NAD; (4) Komitmen Organisasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor pada Kantor Perwakilan BPK-RI Provinsi NAD. Penelitian Cahyani (2010 : 11) tentang Pengaruh Profesionalisme Pemeriksa Pajak, Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan, menyimpulkan : (1) ada pengaruh searah antara profesionalisme pemeriksa pajak dengan kepuasan kerja, (2) ada pengaruh searah antara profesionalisme pemeriksa pajak dengan komitmen organisasi, (3) ada pengaruh searah antara profesionalisme pemeriksa pajak dengan kinerja karyawan, (4) ada pengaruh searah antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan, (5) ada pengaruh searah antara komitmen organisasi dengan kinerja karyawan.

29 Penelitian Khan, et. Al. (2011 : 6) tentang : Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada lembaga kesehatan otonom Departemen Kesehatan Pakistan menyimpulkan, bahwa Kepuasan Kerja seperti : Gaji, promosi, keamanan dan kenyamanan kerja, kondisi lingkungan kerja, kebebasan bekerja, hubungan kerja dengan rekan sekerja, hubungan kerja dengan supervisor dan sifat pekerjaan itu sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Penelitian Soegihartono (2012 : 15) tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja dengan Mediasi Komitmen ( di PT. Alam Kayu Sakti Semarang), menyimpulkan : (1) Kepemimpinan berpengaruh positip tehadap komitmen organisasional, (2) Kepuasan Kerja berpengaruh positip terhadap komitmen organisasional, (3) Kepemimpinan berpengaruh positip terhadap Kinerja, (4) Kepuasan Kerja berpengaruh positip terhadap Kinerja, (5) Komitmen Organisasional berpengaruh positip terhadap Kinerja, (6) Komitmen Organisasi memediasi pada pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja, (7) Komitmen Organisasi memediasi pada pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja. Penelitian Tobing (2009 : 6) tentang Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara, menyimpulkan : (1) Komitmen Afektif berpengaruh positip terhadap Kepuasan Kerja, (2) Komitmen Kontinuan berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja, (3) Komitmen Normatif berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

30 dan (4) Kepuasan Kerja berpengaruh positip dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Penelitian Harijanto, Djony dkk (2013 : 6) tentang Pengaruh Konflik Peran dan Peran Ganda Terhadap Kinerja Karyawan melalui komitmen dan Kepercayaan diri ( suatu studi terhadap ) kinerja karyawan, menyimpulkan : (1) Konflik Peran tidak berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi, (2) Konflik Peran berpengaruh signifikan terhadap Keyakinan Diri, (3) Ambisi Peran berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi, (4) Komitmen Organisasi tidak berpengaruh terhadap Kinerja. Penelitian Fanani, Hanif dan Subroto (2008 : 12) tentang Pengaruh Sruktur Audit, Konflik Peran dan Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor, menyimpulkan : (1) Struktur Audit berpengaruh positip dan signifikan terhadap Kinerja Auditor, (2) Konflik Peran berpengaruh negatip dan signifikan terhadap Kinerja Auditor. Pada Tabel 2.1. berikut ini ditunjukkan matriks beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut :