MINIMALISASI KONSENTRASI PENYEBARAN ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN METODE MODIFIKASI CUACA



dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENYEBARAN KABUT ASAP KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH SUMATERA BAGIAN UTARA DAN KEMUNGKINAN MENGATASINYA DENGAN TMC

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

DAMPAK DAN ANTISIPASI KEBAKARAN HUTAN

PENGARUH KONSEP SISTEM DAN LINGKUNGAN DALAM MODIFIKASI CUACA TERHADAP PENINGKATAN CURAH HUJAN DAN KETERSEDIAAN AIR DI DAS CITARUM

PENDAHULUAN Latar Belakang

KESEIMBANGAN LINGKUNGAN ANTARA KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN AIR MELALUI TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Pengantar Presiden RI pada Ratas Penanggulangan Asap, di Kanpres, tgl. 24 Juni 2014 Senin, 24 Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

ANALISIS KERUGIAN BANJIR DAN BIAYA PENERAPAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DALAM MENGATASI BANJIR DI DKI JAKARTA

EVALUASI HASIL PENELITIAN PENGUJIAN EFEK BAHAN SEMAI CaO UNTUK MENGURANGI CURAH HUJAN DI DAS SAGULING JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 1999/

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

LAPORAN HARIAN PUSDALOPS BNPB Selasa, 26 Mei 2009

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

POSKO SATUAN TUGAS SIAGA DARURAT BENCANA ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN

POSKO SATUAN TUGAS SIAGA DARURAT BENCANA ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STATISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI INDONESIA UNTUK EVALUASI PERUBAHAN IKLIM

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Laporan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tanggal 23 Oktober 2016 Pukul WIB

Menuju Indonesia Bebas Asap Selasa, 25 Maret 2008

LAPORAN HARIAN SATUAN TUGAS OPERASI UDARA BIDANG WATER BOMBING TANGGAL 29 SEPTEMBER 2015

POSKO SATUAN TUGAS SIAGA DARURAT BENCANA ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tanggal 21 Oktober 2016 Pukul WIB

Cara membuat Hujan Buatan

MENGAPA HANYA SEDIKIT AWAN KONVEKTIF YANG TUMBUH DI ATAS DAERAH BANDUNG PADA PERIODE 10 DESEMBER 1999 S.D 04 JANUARI 2000?

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POS KOMANDO SATUAN TUGAS DARURAT BENCANA ASAP PROVINSI RIAU

LAPORAN HARIAN PUSDALOPS BNPB Minggu, 14 Juni 2009

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 03 NOVEMBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

KAJIAN KEGIATAN MODIFIKASI CUACA DI CATCHMENT AREA TOWUTI, SULAWESI SELATAN (Kasus Tahun 1998)

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

KERANGKA ACUAN KERJA

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

Setitik Harapan dari Ajamu

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

PENDALAMAN MATERI LETAK (ASTRONOMIS DAN GEOGRAFIS) SERTA DAMPAKNYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL; EKONOMI; IKLIM DAN MUSIM

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

BPPT PELAKSANAAN TMCPENIPISAN ASAP No. Revisi : 00 Tgl. Terbit : Hal : 1 dari 11

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

KAJIAN KONDISI ATMOSFER SAAT KEJADIAN ASAP KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PALANGKA RAYA (STUDI KASUS TANGGAL 21 SEPTEMBER, 10 DAN 15 OKTOBER 2014)

ANALISIS ANGIN DANAU DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca di Indonesia

Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 12 September 2016 adalah sebagai berikut :

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

PENYEBARAN POLUTAN DARI KEBAKARAN HUTAN DAN ISU PENCEMARAN UDARA DI MALAYSIA

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

BAB I MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 DESEMBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

APLIKASI TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA UNTUK MENINGKATKAN CURAH HUJAN DI DAS CITARUM - JAWA BARAT 12 MARET S.D. 10 APRIL 2001

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Transkripsi:

Minimalisasi Konsentrasi Penyebaran Asap (Nugroho) 1 MINIMALISASI KONSENTRASI PENYEBARAN ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN METODE MODIFIKASI CUACA Sutopo Purwo Nugroho 1. Abstract Forest and land fire that happen at the long time in 1997 have caused smog disaster in huge area. High concentration of smog caused low visibility and influence of the people activity. One of technology alternative has been applied was weather modification to overcome that disaster. Weather modification activity has been conducted in order to rain making and wash out process with according weather condition on that time. The material has been used CaO, Ca(OH) 2, NaCl, and CaCl 2 were dispersed by the aircraft. The whole result of the weather modification indicated by increased of visibility on the surface. Those increase caused by the pressure of area that has been seeding become low. Nevertheless, existence very high concentration of smog and distribution in huge area has caused the different not significant. Intisari Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama tahun 1997 telah menyebabkan terjadinya bencana asap yang tersebar secara luas. Adanya konsentrasi asap yang demikian pekat dan luas telah menyebabkan jarak pandang menjadi sangat pendek sehingga mengganggu aktivitas penduduk. Untuk itulah maka diterapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi bencana tersebut. Kegiatan dilakukan dengan menerapkan teknologi hujan buatan dan proses pembersihan asap secara simultan dan disesuaikan dengan kondisi cuaca yang saat itu terjadi. Bahanbahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah CaO, Ca(OH) 2, NaCl, dan CaCl 2 yang ditaburkan dari pesawat terbang pada lapisan asap. Hasil kegiatan modifikasi secara keseluruhan menunjukkan adanya perubahan jarak pandang di permukaan. Kenaikan ini sebagai akibat terjadinya tekanan udara lokal pada daerah yang ditaburi bahan. Namun adanya akumulasi asap yang pekat dan tersebar luas menyebabkan massa asap kembali mengisi ruang tersebut sehingga kenaikan jarak pandang yang terjadi tidak berubah secara ekstrim. Kata kunci : Kebakaran, asap, jarak pandang, modifikasi cuaca 1 UPT Hujan Buatan-BPP Teknologi, Jl. M. H. Thamrin No 8, Jakarta 10340

2 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 1, No. 1, 2000: 1-8 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Setiap tahun pada musim kemarau, kebakaran hutan dan lahan selalu terjadi di wilayah-wilayah yang terdapat hutan akibat adanya pemanfaatan lahan dengan intensitas yang berlebihan. Umumnya kebakaran terjadi akibat adanya pembersihan lahan (land clearing) dan konversi hutan menjadi perkebunan dengan cara membakar seresah, daun dan sisa tumbuhan. Metode pembakaran merupakan metode yang paling murah, mudah dan efisien. Namun akibat tidak terkendalinya pembakaran tersebut, api merambat kemana-mana dan menimbulkan kebakaran. Kebakaran hutan di Indonesia menurut Ditjen PHPA (1998), setiap tahunnya rata-rata merusak sekitar 30.000 ha hutan, bahkan kebakaran hutan dalam kurun waktu tahun 1988-1992 rata-rata merusak 47.721,075 ha per tahun. Beberapa kejadian bencana kebakaran hutan yang pernah terjadi di Indonesia dengan intensitas yang cukup besar antara lain pada tahun 1982-1983, 1987, 1991, 1994 dan 1997-1998. Pengalaman menunjukkan bahwa kebakaran hutan tersebut bukan disebabkan oleh adanya perubahan cuaca dan iklim yang ekstrim, namun lebih disebabkan oleh kecerobohan manusia dalam mengelola sumberdaya hutan dan lahan. Dari kejadian kebakaran hutan yang pernah terjadi tersebut, kebakaran hutan pada tahun 1997-1998 merupakan bencana yang paling besar, baik intensitasnya maupun skala keruangan dari dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran tersebut. Bahkan bencana kebakaran hutan bukan hanya merupakan bencana lokal atau nasional saja, tetapi juga menjadi bencana regional. Hal ini disebabkan oleh adanya penyebaran asap yang sangat luas. Penyebaran konsentrasi asap tidak hanya terjadi pada daerah-daerah di sekitar lokasi kebakaran hutan saja, namun penyebarannya sangat luas hingga menutupi beberapa wilayah di negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darrusalam. Akibat yang ditimbulkan adalah berkurangnya jarak pandang (visibility), transportasi udara dan darat yang terganggu, meningkatnya penderita infeksi saluran pernapasan atas, dan masalah-masalah sosial ekonomi di masyarakat. Kerugian yang harus ditanggung oleh bangsa Indonesia diperkirakan mencapai Rp 5,96 trilyun (UNDP, 1998). Kerugian tersebut belum dihitung berdasarkan dampak ekologi yang menyebabkan hilangnya sebagian keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan tersebut. Malaysia yang juga terkena dampak kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997, mengalami kerugian US$ 300 juta di sektor industri dan pariwisata, sedangkan Singapura menderita kerugian sekitar US$ 60 juta di sektor pariwisata (IFFM/GTZ, 1998). Dengan memperhatikan dampak dan akibat adanya tekanan dari negara tetangga yang terkena asap tersebut, akhirnya pemerintah menetapkan kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 sebagai bencana nasional. Untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan tersebut dilakukan segala upaya agar bencana dapat diminimalisasi, baik penyemprotan pada sumber api, pemboman air dari udara, ditegakkannya legalitas hukum, modifikasi cuaca, dan sebagainya. Dari beberapa metode kegiatan yang dilakukan tersebut, metode modifikasi cuaca untuk mengurangi konsentrasi asap merupakan satu hal yang sangat menarik untuk dikaji. Hal ini disebabkan kegiatan ini baru pertama kali dilakukan dan dalam pelaksanaannya melibatkan beberapa instansi sehingga memerlukan

Minimalisasi Konsentrasi Penyebaran Asap (Nugroho) 3 koordinasi terpadu pada instansi yang terkait di bawah koordinasi Menko Kesra selaku Ketua Bakornas Penanggulangan Bencana. Kegiatan modifikasi cuaca pada dasarnya adalah upaya untuk merekayasa kondisi alam agar kepekatan asap di atmosfer dapat berkurang sehingga akan memberikan dampak simultan yang positif bagi dinamika atmosfer. Adanya beberapa perlakuan diharapkan dapat menimbulkan respon bagi lingkungan sehingga konsentrasi asap berkurang. Bagaimana metode pelaksanaannya dan evaluasi garis besar dari hasil kegiatan tersebut, maka disini akan dicoba untuk dipaparkan berdasarkan tolok ukur perubahan jarak pandang di permukaan. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memaparkan dan mengevaluasi hasil kegiatan modifikasi cuaca untuk mengatasi kepekatan asap, khususnya meningkatkan jarak pandang di permukaan sebagai tolok ukurnya. 2.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam kegiatan modifikasi cuaca adalah bahan-bahan yang bersifat higroskopis seperti CaO, Ca(OH) 2, NaCl, dan CaCl 2. Ke empat bahan tersebut berbentuk serbuk dengan butiran yang sangat halus dengan diameter kurang dari 100 µm. Peralatan yang digunakan untuk menaburkan bahan-bahan tersebut adalah pesawat terbang. Dalam kegiatan ini pesawat yang digunakan sebanyak 8 buah pesawat terbang yaitu 4 buah pesawat CASA 212-200 (A- 2113, A-2110, U-610 dan PK-HJD) yang ditempatkan di Lanud. Simpang Tiga, Pekanbaru dan 4 buah pesawat Hercules C-130 (A-1302, A- 1319, A-1320 dan SINGA-6332) yang berpangkalan di Lanud. Husein Sastranegara, Bandung. Kedelapan pesawat tersebut sebelumnya telah dimodifikasi dengan dilengkapi sistem penabur manual menggunakan corong pengeluaran bahan. Selain itu juga digunakan peralatan pendukung seperti radiosonde, wefax, internet, pilot balon dan peralatan lainnya yang digunakan untuk analisis cuaca harian. 2. METODE 2.1 Daerah Kerja Dalam kegiatan modifikasi cuaca pada tahun 1997, daerah operasinya meliputi wilayah Kalimantan dan Sumatera. Mengingat sifat dan karakteristik asap yang bersifat dinamis, maka dalam penyemaian/penaburan bahan-bahan selalu mempertimbangkan daerah yang paling berat terkena asap, sehingga pemilihan daerah kerja berdasarkan skala prioritas. Dalam tulisan ini daerah kerja yang dianalisis hanya wilayah Sumatera yang meliputi Propinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung, dengan lebih menitikberatkan di daerah Pekanbaru. 2.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk mengurangi kepekatan asap adalah teknologi modifikasi yang meliputi teknologi hujan buatan dan proses pembersihan udara (wash out process). Teknologi hujan buatan dilakukan untuk memicu terjadinya hujan dengan merangsang awan potensial yang tersedia agar cepat terjadi proses turunnya hujan. Pemicuan dilakukan dengan menebarkan butirbutir bahan semai yang bersifat higroskopis cukup tinggi seperti NaCl dan CaCl 2 ke dalam awanawan potensial. Namun demikian tidak setiap awan potensial yang terdapat di daerah kebakaran (hot spot) dilakukan penyemaian. Penyemaian

4 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 1, No. 1, 2000: 1-8 hanya dilakukan pada awan-awan potensial yang terdapat di luar daerah kebakaran. Sedangkan metode untuk mengurangi konsentrasi asap dilakukan dengan menaburkan CaO dan Ca(OH) 2 di bagian dalam dari lapisan asap dengan ketinggian lebih kurang 1.000 kaki dari puncak lapisan asap. Adanya sifat panas dari bahan tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan udara dan menaikkan temperatur lokal pada daerah yang ditaburkan bahan. Untuk itu maka penaburan dilakukan pada daerah yang konsentrasi asapnya pekat dan berada di sekitar daerah yang akan ditingkatkan jarak pandangnya akibat berkurangnya konsentrasi asap yang berpindah ke daerah yang bertekanan rendah. Dengan demikian maka jarak pandang daerah tersebut akan meningkat sehingga aktivitas penduduk dapat kembali normal. Selain itu juga, adanya penaburan bahan tersebut akan menyebabkan proses radiasi sinar matahari dapat mencapai permukaan tanah, sehingga kondisi atmosfer yang stabil dapat menjadi dinamis. Adanya proses perubahan tersebut diharapkan awan-awan potensial yang berada di sekitar daerah yang tertutup asap dapat bergerak ke daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya kedua metode tersebut dilakukan dengan menyesuaikan kondisi cuaca yang terjadi saat itu. Sebab kedua metode tersebut saling melengkapi dan mempunyai tujuan utama yang sama, yaitu berusaha agar terjadi kondisi cuaca yang memungkinkan untuk terjadinya hujan besar. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan modifikasi cuaca ini merupakan kegiatan yang pertama kali bagi UPT Hujan Buatan BPP Teknologi dalam usaha mengurangi kepekatan asap. Kegiatan modifikasi cuaca pada awalnya dikonsentrasikan di daerah Pekanbaru dengan Posko di Lanud TNI-AU Simpang Tiga. Pesawat yang digunakan adalah CASA 212-200 (A-2113, A-2110, U-610 dan PK-HJD). Awalnya kegiatan ini belum didukung oleh pesawat Hercules C-130 yang mempunyai jelajah tinggi dan dapat membawa bahan yang banyak. Hal ini menyebabkan daerah kerja hanya terbatas pada daerah Pekanbaru dan sekitarnya dengan radius ± 50 NM. Adanya perencanaan yang kurang baik dalam pemilihan posko dan keterbatasan alat, khususnya hanya digunakan CASA 212-200 telah menyebabkan operasional tidak dapat berjalan dengan optimum. Adanya konsentrasi asap yang pekat di sekitar posko berakibat pada tidak dapatnya pesawat untuk terbang karena jarak pandang yang hanya mencapai sekitar 100 meter. Padahal untuk keamanan penerbangan, jarak pandang secara normal minimal sekitar 1.500 meter. Namun apabila harus memenuhi peraturan penerbangan tersebut sangat sulit terpenuhi, bahkan kemungkinan tidak akan tercapai dengan kondisi asap yang demikian pekatnya, sehingga diambil keputusan jarak pandang minimal 500 meter pesawat segera terbang. Meskipun demikian, kondisinya tetap tidak dimungkinkan karena jarak pandang yang terjadi kurang dari 500 meter, bahkan pada tanggal 26 September 1997 jarak pandang mencapai kurang dari 10 meter. Kondisi ini menyebabkan kegiatan modifikasi cuaca di Pekanbaru tidak optimal. Dari tanggal 17 September 1997 hingga 24 September 1997, penerbangan hanya dapat dilakukan sebanyak 14 sorti dengan hasil yang sulit untuk dievaluasi tingkat keberhasilannya (Tabel 1). Dari hasil penerbangan yang dapat dilakukan, diperoleh suatu fenomena pengamatan bahwa asap membentuk suatu lapisan dengan ketinggian sekitar 8.000-9.000 kaki. Di atas lapisan asap terdapat awan-awan sedang hingga

Minimalisasi Konsentrasi Penyebaran Asap (Nugroho) 5 tinggi dan sinar matahari tidak mampu menembus lapisan asap tersebut. Adanya akumulasi asap yang demikian juga menyebabkan angin permukaan hingga puncak asap relatif tenang (calm). Tabel 1.Hasil kegiatan modifikasi cuaca di daerah Pekanbaru dari tanggal 17 24 September 1997. Tgl Sorti Bahan Jarak Pandang (m) Sebelum Sesudah 17/09 1 Ca(OH) 2 500 500 18/09 4 CaO 500 800 20/09 3 Ca(OH) 2 1500 500 22/09 3 Ca(OH) 2 500 300 24/09 3 Ca(OH) 2 300 400 Sumber : UPT HB BPPT, 1997 BMG Simpang Tiga, 1997 Sedangkan kegiatan modifikasi cuaca dengan menggunakan pesawat Hercules dari posko di Lanud Husein Sastranegara - Bandung dapat dilakukan sejak tanggal 27 September 1997 hingga 20 Oktober 1997. Dengan menggunakan pesawat Hercules C-130 maka daerah operasi menjadi lebih luas dan lebih efektif. Total penerbangan yang dapat dilakukan dengan Hercules C-130 di wilayah Sumatera mencapai 46 sorti. Penaburan rata-rata dilakukan dua kali sorti sehari dengan bahan CaO atau Ca(OH) 2 sebanyak 6-8 ton. Dari data jarak pandang yang diperoleh sebelum dan setelah kegiatan penaburan menunjukkan adanya perubahan yang bervariasi. Ada tiga perubahan jarak pandang akibat penaburan tersebut yaitu naik, tetap dan menurun. Kenaikan jarak pandang terjadi sebanyak 21 kali, kondisi jarak pandang yang stabil (tetap) sebanyak 21 kali dan jarak pandang yang justru menurun setelah penaburan terjadi sebanyak 4 kali (Tabel 2). Untuk analisis perubahan jarak pandang maka dibuat suatu suatu rentang (range) seperti pada Tabel 2 di atas dengan tujuan untuk memudahkan evaluasi perubahan jarak pandang tersebut. Sebab perubahan jarak pandang dari 50 m menjadi 100 m akan sangat lebih berarti dibandingkan dengan perubahan dari 950 m menjadi 1000 m, meskipun keduanya menaikkan 50 m. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi asap yang pekat telah terjadi proses reaksi perubahan yang lebih reaktif dibandingkan dengan proses reaksi dalam konsentrasi asap yang kurang pekat sehingga terjadi peningkatan jarak pandang. Untuk menunjukkan bagaimana proses dan mekanisme reaksi di atmosfer secara kuantitatif dengan detil sangat sulit dilakukan karena tidak adanya peralatan untuk mengamati proses tersebut. Tabel 2. Jumlah perubahan jarak pandang setelah penaburan. Jarak Perubahan Jarak Pandang Pandang (m) Naik Tetap Turun < 100 9 12 2 100 499 5 4 1 500 1000 4 3 1 > 1000 3 2 0 Jumlah 21 21 4 Sumber : UPT-HB, 1997 BMG Simpang Tiga, 1997 Selama kegiatan modifikasi cuaca berlangsung, perubahan jarak pandang yang yang disebabkan oleh reaksi penaburan yang sangat berarti terjadi pada tanggal 29 September 1997 yaitu dari 15 m menjadi 400 m, tanggal 7 Oktober 1997 yaitu 10 m menjadi 400 dan pada tanggal 9 Oktober 1997 dimana terjadi perubahan dari 40 m menjadi 800 m. Besarnya perubahan jarak pandang beserta kegiatan penerbangan dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan adanya perubahan jarak pandang yang tetap atau justru menurun lebih disebabkan oleh kepekatan asap yang sangat tinggi dan distribusi asap tersebut sangat luas. Seperti halnya dengan fluida, maka adanya ruang yang kosong akibat adanya tekanan rendah maka massa disekitarnya akan segera menutup ruang tersebut sehingga relatif stabil kembali. Kondisi

6 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 1, No. 1, 2000: 1-8 demikian juga berlaku dalam kegiatan modifikasi cuaca ini, meskipun terjadi proses di atmosfer akibat penaburan tetapi karena massa asap yang demikian banyak maka hasilnya tidak terlihat jika hanya dari tolok ukur jarak pandang saja. Tabel 3. Perubahan jarak pandang di permukaan setelah adanya proses penaburan bahan pada lapisan asap TGL Pesawat Daerah Penaburan Bahan Jarak Pandang (m) Sasaran Mulai Selesai Tinggi Jml (Ton) Sebelum Sesudah 27/09 A-1320 Pekanbaru 10.55 12.30 7000' CaO/ 8 50 100 28/09 A-1320 Pekanbaru 10.25 11.25 7000' Ca(OH)2/ 7 300 300 29/09 A-1320 Jambi 11.37 12.10 8000' Ca(OH)2/ 8 15 400 30/09 A-1320 Pekanbaru 09.20 10.15 8000' Ca(OH)2/ 8 1000 1200 01/10 A-1320 Pekanbaru 10.00 10.55 7000' Ca(OH)2/ 8 900 1300 A-1302 Pekanbaru 13.25 14.00 7000' Ca(OH)2/ 8 1400 1400 02/10 A-1302 Pekanbaru 11.37 12.10 7000' Ca(OH)2/ 8 1300 1400 A-1319 Pekanbaru 13.25 14.00 7000' Ca(OH)2/ 8 1800 1800 03/10 A-1319 Pekanbaru 11.25 12.00 7000' Ca(OH)2/ 8 400 600 A-1320 Pekanbaru 12.03 12.34 7000' Ca(OH)2/ 8 600 600 04/10 A-1320 Pekanbaru 11.25 12.02 8000' Ca(OH)2/ 8 300 300 A-1319 Pekanbaru 12.45 13.26 9000' Ca(OH)2/ 8 200 300 05/10 A-1302 Jambi 10.58 11.22 5100' Ca(OH)2/ 8 30 30 A-1319 Jambi 11.10 11.46 7800' Ca(OH)2/ 8 20 80 06/10 A-1320 Jambi 09.58 10.32 7000' CaO/ 8 30 30 A-1302 Rengat 11.15 11.38 6000' CaO/ 8 600 500 07/10 A-1319 Pekanbaru 10.15 11.15 7000' CaO/ 8 600 600 A-1302 Jambi 10.26 10.43 6300' CaO/ 6 10 400 08/10 A-1319 Palembang 09.42 10.15 5000' CaO/ 8 700 700 A1302 Jambi 09.50 10.13 4000' CaO/ 6 20 100 SINGA-6332 Pekanbaru 12.35 13.03 8000' CaO/ 8 8000 9000 09/10 A-1302 Jambi 09.25 09.45 6500' CaO/ 6 600 700 SINGA-6332 Jambi 14.02 14.42 6000' CaO/ 8 40 800 10/10 A-1319 Jambi 09.20 09.45 5600' CaO/ 8 600 700 SINGA-6332 Jambi 10.30 11.08 6000' CaO/ 8 700 800 11/10 A-1319 Jambi 09.45 10.10 4000' CaO/ 8 150 15 SINGA-6332 Jambi 10.58 11.40 6500' CaO/ 8 150 200 12/10 A-1319 Jambi 09.50 10.25 7000' CaO/ 6 300 500 SINGA-6332 Jambi 11.04 11.40 5500' CaO/ 8 150 200 13/10 A-1320 Jambi 10.20 10.50 4000' CaO/ 6 300 200 SINGA-6332 Jambi 11.20 12.05 5000' CaO/ 8 200 200 14/10 A-1302 Jambi 09.24 09.55 7100' CaO/ 8 30 50 SINGA-6332 Jambi 10.41 11.28 6000' CaO/ 8 50 50 15/10 SINGA-6332 Jambi 09.42 10.18 5000' CaO/ 8 50 50 16/10 A-1302 Jambi 09.45 10.03 5000' CaO/ 6 60 50 SINGA-6332 Muarabungo 11.00 11.43 8000' CaO/ 8 50 50 A-1320 Barat Jambi 11.30 12.00 7000 CaO/ 8 50 40 17/10 A-1302 Jambi 09.40 10.00 5000' CaO/ 6 50 50 A-1320 Jambi 10.00 10.30 7000' CaO/ 8 50 50 18/10 A-1302 Jambi 11.25 11.50 6000' CaO/ 6 20 20 SINGA-6332 Jambi 12.04 12.37 5000' CaO/ 8 20 20 19/10 A-1302 Jambi 10.10 10.35 5000' CaO/ 6 20 20 A-1319 Jambi 11.35 12.10 4000' CaO/ 8 20 20 SINGA-6332 Muarabungo 10.37 11.11 4000' CaO/ 8 20 20 20/10 SINGA-6332 Jambi 09.55 10.29 5000' CaO/ 8 30 40 A-1320 Jambi 11.06 11.40 7000' CaO/ 8 35 50 Sumber : - UPT-HB, 1997 - BMG, 1997

Minimalisasi Konsentrasi Penyebaran Asap (Nugroho) 7 Hari Kegiatan 33 31 29 27 25 23 21 19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jam (WIB) Gambar 1. Kontur jarak pandang di permukaan (meter) per jam daerah Pekanbaru tanggal 17 September 1997 s.d. 20 Oktober 1997. 11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 keseluruhan di daerah Pekanbaru kurang dari 500 meter. Selanjutnya jarak pandang hingga akhir kegiatan modifikasi cuaca, jarak pandang relatif lebih tinggi. Gambaran dan profil tiga dimensi jarak pandang daerah Pekanbaru dan sekitarnya selama kegiatan modifikasi cuaca, dari tanggal 17 September 1997 hingga 20 Oktober 1997 dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Berdasarkan analisis data perubahan jarak pandang tersebut, maka secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kegiatan modifikasi cuaca telah membawa hasil adanya kenaikan jarak pandang. Akibat adanya akumulasi dan distribusi asap yang sedemikian luas, bahkan sudah mencapai skala regional maka kenaikan jarak pandang yang terjadi hanya akan bersifat sementara. Untuk membebaskan suatu daerah dari konsentrasi asap secara total, sementara disekelilingnya masih diselimuti oleh asap yang pekat, maka kegiatan tersebut sangat sulit dilakukan. 4. KESIMPULAN Gambar 2. Profil tiga dimensi jarak pandang di permukaan per jam daerah Pekanbaru tanggal 17 September 1997 s.d. 20 Oktober 1997. Pekatnya asap di daerah Pekanbaru dan sekitarnya selama kegiatan modifikasi cuaca berlangsung, terlihat dari data jarak pandang per jam yang teramati. Dari data jarak pandang yang diamati per jam dari jam 06.00 hingga 18.00 dari tanggal 17 September 1997 hingga 20 Oktober 1997 di daerah Pekanbaru, menunjukkan adanya jarak pandang yang bervariasi. Sampai dengan tanggal 28 September 1997, jarak pandang secara Secara umum kegiatan modifikasi cuaca untuk mengurangi konsentrasi kepekatan asap di beberapa daerah dapat menaikkan jarak pandang. Perubahan ini adalah akibat dari reaksi dari bahan yang digunakan di dalam lapisan asap yang menimbulkan panas dan menyebabkan tekanan udara lokal turun. Meskipun jarak pandang di beberapa daerah meningkat, namun adanya konsentrasi asap yang demikian pekat dan terdistribusi secara luas, maka berkurangnya konsentrasi asap tersebut akan kembali pekat karena adanya massa asap yang mengalir di daerah tersebut. Mengingat distribusi asap yang sudah mencapai skala regional maka dalam pemilihan

8 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 1, No. 1, 2000: 1-8 posko sebaiknya memperhatikan kondisi lapangan dan kemudahan aksesibilitas agar kegiatan dapat optimum. Pengalaman menunjukkan bahwa pemilihan lokasi yang kurang tepat telah menyebabkan kegiatan tidak berjalan sesuai dengan rencana dan strategi. DAFTAR PUSTAKA Ahrens, C. Donald. 1985: Meteorology Today. West Publishing Company. St. Paul. MN 55164-0526. USA. Bahri, S., S. P. Nugroho, M. Kudsy dkk. 1997: Laporan Survai Kondisi Cuaca dan Potensi Awan di Atas wilayah Riau, Sumatera Barat dan Jambi. UPT Hujan Buatan BPPT. Jakarta. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI UNDP. 1998: Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Jilid 2. Rencana Tindak Penanggulangan Bencana. Kantor Menteri Negara LH United Nations Development Programme. Jakarta. Karmini, M. 1995: Modifikasi Cuaca. Makalah Kursus Meteorologi dan Modifikasi Cuaca. BPPT UI. Jakarta. Tjasyono, B. 1992: Klimatologi Terapan. Penerbit Pionir Jaya. Bandung. UPT Hujan Buatan BPPT. 1997: Acuan Pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca di Riau dan Bandung. Jakarta. UPT Hujan Buatan BPPT. 1997: Laporan Kegiatan Modifikasi Cuaca SATGAS Bandung Untuk Penanggulangan Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera dan Kalimantan. Jakarta. DATA PENULIS Sutopo Purwo Nugroho, lahir di Boyolali tanggal 7-10-1969. Selesai pendidikan S-1 pada fakultas Geografi, jurusan Geografi Fisik (Hidrologi) UGM pada tahun 1994. Sejak tahun1994 bekerja di UPT Hujan Buatan, Kelompok Hidrologi dan Lingkungan BPP Teknologi. Saat ini sedang menempuh S-2 program studi Pengelolaan DAS di IPB Bogor.