PERAN ARLI DALAM PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT YANG BERDAULAT DAN BERKELANJUTAN SAFARI AZIS Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Didirikan : 25 Mei 1989 Disahkan: Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 6 Tahun 2014 Anggota Luar Biasa (ALB) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bisik-bisik PRL Literasi CTI CFF # 2 : MENGELOLA RUANG LAUT UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT YANG BERDAULAT DAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN SEGITIGA KARANG (CORAL TRIANGLE AREA) 29 Juni 2020
SEJARAH PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT INDONESIA Penelitian dan pengembangan budidaya rumput laut di kawasan Asia Tenggara dimulai pada awal tahun 1960an di Filipina ketika Prof. Maxwell Doty, University of Hawaii yang difasilitasi oleh perusahaan Amerika Serikat, Marine Colloids Corp. mencari sumber baru untuk Carrageenan. Budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) diperkenalkan dan tidak berselang lama, pembudiyaan "carrageenophyte" berkembang dan menyebar ke seluruh wilayah Filipina.
ASOSIASI RUMPUT LAUT INDONESIA ARLI yang beranggotakan pembudidaya, pengolah/prosesor/industri, pedagang, eksportir, akademisi dan penggiat Rumput Laut merupakan wadah untuk : 1. Meningkatkan profesionalisme dan kemampuan anggota dalam menjalankan usaha, melakukan penelitian dan pengembangan serta menjalin kerjasama yang saling menguntungkan, adil dan wajar baik antar sesama anggota asosiasi dan fihak lainnya. 2. Melakukan koordinasi, komunikasi, konsultasi serta merupakan lembaga intermediasi kepentingan daya saing pelaku usaha Rumput Laut dari Hulu ke Hilir dengan institusi pendukung yakni Pemerintah dan lembaga lainnya serta membina hubungan kerjasama dengan luar negeri. 3. Menjalankan Misi Pembangunan Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat dan Pengembangan Sumber Daya Alam serta Kelestarian Lingkungan.
ASOSIASI RUMPUT LAUT INDONESIA PEMBUDIDAYA PROSESOR (INDUSTRI PENGOLAH RUMPUT LAUT) EKSPORTIR ORGANISASI TERKAIT RUMPUT LAUT AKADEMISI Bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSKP) dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) berkaitan dengan sosialisasi dan pelatihan SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) dan mewajibkan anggota ARLI yang merupakan pelaku usaha rumput laut untuk memiliki kedua sertifikat tersebut
PROGRAM KERJA ARLI 1. Menyelenggarakan edukasi, penyuluhan, latihan, seminar, kunjungan kerja dan konsultasi mengenai masaalah budidaya & pengolahan Rumput Laut, sertifikasi, perizinan serta hal-hal lain yang bermanfaat untuk anggota. 2. Memperluas hubungan kerjasama domestik maupun internasional. 3. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal peraturan perundangan yang berkaitan dengan Daya Saing Industri (Hulu dan Hilir) Rumput Laut Nasional. 4. Memperjuangkan kepentingan dan melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan aspirasi yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan organisasi. 5. Melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan Rumput Laut secara mandiri bersama anggota, pemerintah beserta pemerintah provinsi, kabupaten dan kota disamping perguruan tinggi maupun lembaga / organisasi internasional.
PERAN ARLI DALAM PENGEMBANGAN HULU HILIR RUMPUT LAUT INDONESIA
PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Pelatihan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut dalam rangka Program Ekonomi Hijau di Papua dan Papua Barat
PENGEMBANGAN DAN PENELITIAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT YANG MELIBATKAN WANITA DAN AKADEMISI
PERAN SERTA WANITA DALAM BUDIDAYA DAN PROSES PRODUKSI RUMPUT LAUT
SOSIALISASI DAN PELATIHAN
PERAN ARLI 23 rd International Seaweed Symposium, Jeju Island, Korea. ARLI participated in oral presentation to present the actual conditions of Indonesian Seaweed Hydrocolloids
Fuzhou Mengikuti Pameran Kelautan dan Perikanan atas Undangan dari Kedutaan melalui Atase Perdagangan dan bekerja sama dengan CAIA
Peningkatan Ekspor
ARLI berpartisipasi dalam misi Penyelenggaraan the 21 st International Seaweed Symposium (ISS) 2013 di Bali
ARLI berpartisipasi dalam misi Perdagangan, Investasi dan Pariwisata yang dipimpin langsung oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo di Beijing, Tiongkok pada tahun 2014.
ARLI menandatangani Nota Kesepahaman dengan Seaweed Industry Association of the Philippines di Manila pada tahun 2014
ARLI berpartisipasi dalam pelaksanaan the 7th ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC) Meeting, di Makassar pada tahun 2015.
MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN INDUSTRI RUMPUT LAUT ARLI bersama dengan Kementerian dan Lembaga terkait serta para stakeholders dari Negara lain (MARINALG International, SIAP, ASIC, dll) saling bekerja sama untuk membela Karaginan dan Agar-agar supaya tetap dinyatakan sebagai bahan organik Evaluasi 5 tahunan terhadap karaginan dan agar-agar dari National List of USDA (United State Department of Agriculture) on seaweed-derived hydrocolloids (carrageenan and agar) as Organic Product (In April 2018, Carrageenan and Agar were relisted in the National List of USDA as Organic Product)
ARLI mengkampanyekan Indonesian Seaweed For The World dalam forum the 22nd International Seaweed Symposium (ISS) di Copenhagen, Denmark pada Juni 2016
Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan China Algae Industry Association terkait Perdagangan, Penelitian dan Pengembangan Hulu dan Hilir pada tahun 2019.
ARLI berpartisipasi dalam misi Perdagangan, Investasi dan Pariwisata bersama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Ketua Umum KADIN INDONESIA ke Washington DC, Amerika Serikat, 2017.
ARLI bersama KADIN INDONESIA mengikuti Rombongan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM ke Republic of Nauru dan the States of Micronesia dalam rangka menjalin hubungan ekonomi dengan negara-negara Kepulauan Pasifik, 2018.
ARLI bersama KADIN INDONESIA mengikuti Rombongan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM ke Republic of Nauru dan the States of Micronesia dalam rangka menjalin hubungan ekonomi dengan negara-negara Kepulauan Pasifik, 2018.
POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA Keragaman rumput laut: 791 spesies berdasarkan Ekspedisi Siboga oleh Van Bosse (1899-1900) 201 spesies rumput laut hijau, 138 spesies rumput laut coklat dan 452 spesies rumput laut merah (Atmadja and van Rein, 2014) Letak geografis dan luas wilayah, jenis rumput laut yang beragam, perbedaan musim (barat dan timur) serta jumlah penduduk menjadikan Indonesia memiliki karakteristik khusus yang menunjang perkembangan produksi rumput laut di wilayah Coral Triangle.
Rumput Laut Komersil Indonesia Rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia Perlu Diperhatikan Spesies rumput laut daerah tropis dan subtropis tidak sama. Contoh: Nori merupakan produk dari rumput laut subtropis (Pyropia) Eucheuma cottonii Eucheuma spinosum Gracilaria verrucosa Alga merah Alga merah Alga merah Yang belum/sudah mulai dibudidayakan di Indonesia Gelidium sp. Sargassum sp. Caulerpa sp. Codium sp. Ulva sp. Alga merah Alga coklat Alga hijau
Rumput Laut yang Dibudidaya Budidaya Rumput Laut jenis GRACILARIA sp. di tambak dan muara sungai [air payau] Budidaya Rumput Laut jenis KAPPAHYCUS sp./eucheuma sp. di pesisir pantai dan pulau [air asin]
Produk Turunan Rumput Laut (Potensi) Produk turunan Pemanfaatan global rumput laut terbesar adalah sebagai Hidrokoloid
Lokal dan Internasional
Mata Rantai Produksi, Pengolahan dan Aplikasi Hasil Olahan Rumput Laut sebagai Hidrokoloid ATC (Alkali Treated Cottonii) SRC (Semi Refined Carrageenan) Eucheuma Gracilaria Refined Carrageenan ATG (Alkali Treated Gracilaria) Agar-agar Sargassum Alginat & Fukoidan INOVASI (Research & Development)
RUMPUT LAUT SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN NASIONAL 1. Rumput laut merupakan penggerak utama (prime mover) perekonomian rakyat pesisir dan kepulauan 2. Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang memerlukan komoditas unggulan sebagai pemersatu bangsa Rumput Laut sebagai sumber kemakmuran dan pemersatu bangsa
DIMENSI RUMPUT LAUT SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN NASIONAL Ekosistem Biologi Sosial dan Ekonomi Sebagai referensi carbon credit Bersama mangrove sebagai penyeimbang zat hara Fast-renewable resource (45 hari) RUMPUT LAUT KOMODITAS STRATEGIS NASIONAL Bersifat artisanal dengan hak ulayat Non-corporate Perilaku tradisional Petani/pembudidaya merupakan owner Kesehatan Kaya vitamin, mineral dan serat Sifat fungsional yang unik sehingga bermanfaat bagi industri pangan dan non pangan Hukum dan Budaya Hukum sosial: Traditional Right Hukum corporate tidak berlaku Politik Pemersatu bangsa (tumbuh subur di daerah perbatasan atau pulaupulau terluar) Tolak ukur kedaulatan rakyat Areal pertahanan nasional * berdasarkan kajian dari Manajemen Sumber Daya Pantai, Universitas Diponegoro
BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM INDUSTRI RUMPUT LAUT, YAITU : Faktor alam seperti kondisi cuaca berupa angin kencang, ombak tinggi, hujan dan adanya penyakit dapat mempengaruhi proses penanaman, pengeringan serta distribusi rumput laut kering. Hal ini kemudian akan mempengaruhi kualitas serta kuantitas rumput laut yang dihasilkan. Ancaman dari Amerika Serikat yang akan melakukan delisting Karaginan dan Agar dari daftar makanan organik perlu dicermati dan ditentang oleh pemerintah secara serius. Indonesia mengekspor rumput laut Eucheuma dan Gracilaria kering sebanyak 50% dari kebutuhan dunia dan 70% di dalamnya ke Negara Cina. Cina mengekspor Karaginan ke Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa. Apabila delisting tersebut berhasil maka secara tidak langsung ekspor rumput laut Indonesia akan mengalami kesulitan. Masih kurangnya pengenalan dan pemahaman masyarakat tentang apa yang dimaksud dengan produk-produk turunan rumput laut (perlu edukasi tentang mata rantai dari hulu ke hilir) serta lemahnya pasar lokal bagi produk turunan Rumput Laut. Adanya konflik dengan sektor pariwisata, perhubungan, perindustrian dan pembangkit listrik di pesisir pantai terkait Tata Ruang Pemanfaatan Wilayah dan pencemaran di lokasi budidaya akibat adanya aktivitas manusia, contohnya dari pariwisata
SARAN TINDAK (REKOMENDASI) JANGKA PENDEK 1. Sosialisasi rumput laut untuk menyamakan persepsi bahwa ruput laut bukan merupakan produk corporate, dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap kepentingan nasional harus dipahami oleh para birokrat. 2. Mempertimbangkan rencana kebijakan yang berdampak terhadap serapan atau pemasaran rumput laut kering (bea keluar ekspor, hilirisasi, atau nilai tambah yang tidak berdaya saing). 3. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka kebijakan bea keluar dan pelarangan ekspor harus memperhatikan kelayakan kesejahteraan para pelaku artisanal. 4. Hilirisasi dan nilai tambah harus merupakan bagian dari hasil rekayasa atau teknologi yang menghasilkan produk yang berdaya saing, aman bagi manusia dan aman bagi lingkungan. Sebaliknya, tidak digunakan sebagai slogan semata tanpa memperhatikan kelayakan hidup masyarakat ulayat. 5. Membangun Peta Panduan (Road Map) agar hilirisasi dan inovasi berjalan secara paralel sehingga penyerapan bahan baku tidak mengganggu kehidupan artisanal petani rumput laut (sesuai dengan visi dan misi). 6. Memfasilitasi penyerapan rumput laut di pulau-pulau perbatasan dengan menyertakan kegiatan logistik kapal Angkatan Laut RI.
SARAN TINDAK (REKOMENDASI) JANGKA PANJANG 1. Mengembangkan inovasi industri non hidrokoloid (non pangan) untuk kebutuhan non konsumsi sudah harus diwacanakan di lembaga-lembaga riset nasional, agar penyerapan rumput laut dalam negeri makin nyata dan masyarakat pesisir dan kepulauan akan stabil di dalam mata pencahariannya. 2. Research and Development harus integrated dengan program kerja industri, bukan lagi merupakan biaya tapi investasi jangka panjang. 3. Perkembangan budidaya rumput laut secara ekstensif diimplikasikan dengan mendasari budidaya yang benar dan aman bagi manusia dan lingkungan.
PENUTUP Beberapa hal yang mampu mengancam kedaulatan dan keberlanjutan industri Hulu dan Hilir rumput laut Indonesia baik dari dalam maupun luar negeri, yaitu sebagai berikut : 1. Isu pemanfaatan pupuk serta bibit yang dimodifikasi secara genetik dapat berakibat pada diragukannya status organik dari rumput laut. 2. Traceability dari bibit rumput laut yang digunakan. Misalkan, jika merupakan hasil dari kultur jaringan, maka perlu diperhatikan prosedur persiapan bibit tersebut selama di laboratorium, apakah penggunaan medium yang diperkaya, apakah sudah melalui tahapan aklimatisasi dan uji kelayakan, apakah bibit yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ada dan mendapat legitimasi dari lembaga yang kompeten dan kredibel. 3. Kebijakan pemerintah yang masih belum adanya sinkronisasi yang berkaitan dengan rumput laut, sehingga menimbulkan kebingungan, kesulitan serta mengurangi efisiensi dalam praktek perdagangan di lapangan. 4. Ulasan 5 tahunan terkait status Organik dari hidrokoloid yang berasal dari rumput laut, yaitu karaginan dan agar-agar. 5. Masih banyak terjadi black campaign terhadap karaginan di media sosial. 6. Adanya hidrokoloid pengganti yang berasal dari tanaman darat atau organisme lainnya (guar gum, xanthan, gellan, locust, acacia gum dan lainnya) yang mampu menggantikan hidrokoloid dari rumput laut (karaginan dan agar-agar).
Terima Kasih