Murid SD-SMP-SMA Mengerti Apa?

dokumen-dokumen yang mirip
Betapa Tak Intuitifnya Probabilitas

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T

2015 PERGESERAN NORMA KESUSILAAN MASYARAKAT DESA SINDANGPANO KECAMATAN RAJAGALUH KABUPATEN MAJALENGKA PASCA PEMBANGUNAN WADUK LAPANGAN SINDANGPANO

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

PERMAINAN PERAN. Ada enam topi dengan warna yang berbeda-beda. Setiap warna mewakili satu jenis kegiatan berpikir.

CERDAS, TERAMPIL, KREATIF, dan KOMPETITIF untuk MERAIH PRESTASI TERBAIK

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

Selanjutnya di sekolah menengah umum kelas XI, salah satu pokok bahasan yang harus diajarkan adalah program linier. Program linier adalah suatu model

AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK

DESKRIPSI VERBAL. JURI LOMBA DEBAT SMA TINGKAT NASIONAL DI CISARUA BOGOR (26 November s.d. 1 Desember 2012) oleh Setyawan Pujiono, M.Pd.

Universitas Liberal Arts: Belajar Seni Apa? Wah, kamu kuliah di universitas liberal arts? Kamu belajar seni ya?

memenuhi tuntutan sosial, kultural, dam religius dalam lingkungan kehidupannya. Pendidikan anak usia dini pada hakekatnya adalah pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui Smartphone. Mulai dari chatting, jejaring sosial, bermain game,

Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA. Wahyudi. Pendahuluan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Elin Budiarti, 2014

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS TES PILIHAN GANDA

Merancang Strategi Komunikasi Memenangkan Pemilih Dan Kelompok - edit

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang mempunyai tantangan besar dibidang pembangunan mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk DKI Jakarta adalah

I. PENDAHULUAN. karena kota harus menanggung beban berat akibat tingginya tingkat pertambahan

PETUNJUK TEKNIS OLIMPIADE SAINS NASIONAL SEKOLAH DASAR TAHUN 2017

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Ujian Sarjana Pendidikan Fisika. Oleh ELVIRA ISKANDAR NIM.

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan. Melalui kegiatan menulis, para siswa dilatih untuk

MASALAH MUTU PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH Oleh: M.Hidayat. Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Oleh: WIDIHASTUTI, S.PD. (Dosen FT Universitas Negeri Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

MOOC UNAIR 2018 Pusat Inovasi Pembelajaran dan Sertifikasi (PIPS)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di SD adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prabawati Nurhabibah, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) memilki peran yang

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana mutlak yang dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk

Syarief, 1998:1). Upaya membangun kualitas SDM tidak terlepas dari mutu. pendidikan, karena melalui proses pendidikan memiliki implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

LATIHAN SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB LOGARITMA. Untuk soal seperti di atas, maka kita perlu mengingat sifat logaritma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, karena

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini berupa (1) sebuah LKS berbasis creative problem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keterampilan bersastra adalah keterampilan menulis. Selain

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Rencana Strategis Organisasi Penelitian Studi Internasional Malang (OPSIM)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang diperlukan bagi setiap manusia

Jurnal Ilmiah Pendidikan Kimia Hydrogen Vol. 2 No.1, ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROSES BERNALAR SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL-SOAL OPERASI BILANGAN DENGAN SOAL MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

MASALAH-MASALAH YANG TERKAIT DENGAN KONSEP DASAR MATEMATIKA

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB II KAJIAN TEORITIK

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR

OLIMPIADE MATEMATIKA DAN IPA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Brebes yang merupakan wilayah paling barat dari Propinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. hasil yang optimal dalam menciptakan lulusan-lulusan. menempatkan siswa sebagai pusat pelaksanaan pembelajaran di kelas.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang perlu mensejajarkan diri dengan. negara-negara yang sudah maju tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

Transkripsi:

Murid SD-SMP-SMA Mengerti Apa? Rezy Pradipta 19 February 2013 Seberapa berkualitas dan berbobotkah materi pelajaran sekolah untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah di Indonesia? Rasanya cukup bagus dan tidak jelek. Paling tidak begitulah adanya untuk kategori mata pelajaran matematika-ipa yang saya alami sendiri di era 1980 2000. Tapi apakah memang betul bahwa penguasaan ilmu matematika-ipa di Indonesia secara umum cukup bagus? Lalu bagaimana halnya dengan mata pelajaran humaniora dan IPS?... Para murid SD-SMP-SMA itu sebenarnya mengerti apa? Kalau dilihat dari apa saja yang dibahas di kelas, materi pelajaran matematika-ipa di Asia (termasuk Indonesia) memiliki bobot dan tingkat kesulitan yang terbilang tinggi. Negara-negara Asia seperti Jepang, Korea, dan Singapura hampir selalu menempati urutan teratas dalam peringkat 10 besar untuk penguasaan ilmu bidang matematika-ipa di tingkat pendidikan dasar (BBC News, Desember 2012). Memang, Indonesia tidak ada di kelompok 10 besar tadi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa banyak sekali mahasiswa Indonesia yang pergi kuliah teknik (S1) ke Singapura dan tampaknya bekal pengetahuan matematika-ipa SMA yang mereka miliki sudah cukup memadai sebagai modal untuk bersaing dengan para mahasiswa yang berasal dari Singapura itu sendiri. Hal semacam ini adalah sebuah indikasi bahwa dari segi bobot materi, ilmu matematika-ipa dasar di Indonesia sebenarnya cukup bagus dan tidak jelek. Materi yang sudah ada jangan sampai dikurangi, tapi jangan pula sembarangan ditambah. Untuk mata pelajaran humaniora dan IPS, kelihatannya kita punya sedikit masalah. Hal ini cukup mudah untuk disadari karena ada suatu stigma pada bidang ilmu humaniora-ips. Terkait dengan stigma ini, bidang ilmu humaniora-ips sejak lama cenderung dianak-tirikan atau dipandang sebelah mata. Setidaknya kira-kira begitulah keadaan yang dihadapi di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Harapan untuk dapat menghapus citra bahwa anak IPA lebih pintar dari anak IPS tentu saja bisa kita dengar dari waktu ke waktu (lihat juga naskah pemenang Kompetisi Esai TEMPO Menjadi Indonesia, 2012). 1

Akan tetapi, stigma tak baik pada bidang ilmu humaniora-ips di tingkat pendidikan dasar dan menengah tampaknya bukan suatu hal kebetulan. Tentu ada alasan di baliknya. Orientasi pengajaran IPS selama ini bisa dikatakan terlalu condong pada besarnya wawasan yang dimiliki murid. Dalam kerangka seperti ini, yang disebut anak pintar selalu adalah mereka yang memiliki body-of-knowledge paling besar dan paling luas; bukan mereka yang memiliki kemampuan analisa yang cermat (meski hanya dengan informasi yang sedikit saja). Tidak heran kalau soal-soal hapalan lantas menjadi norma yang berurat-akar, murid tidak dilatih untuk berpikir analitis, dan anak IPS jadi terlihat inferior dari anak IPA. Apakah hanya bidang ilmu humaniora-ips yang bermasalah, dan sama sekali tak ada masalah mendesak yang harus ditangani untuk bidang matematika-ipa? Senada dengan peribahasa tak ada gading yang tak retak, mata pelajaran bidang matematika-ipa untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah di Indonesia juga memiliki sejumlah masalah yang tidak kalah serius. Salah satunya adalah mengenai aspek pembiasaan dan penerapan. Barangkali agak sukar untuk dipercaya, tetapi konsep-konsep yang didapat dari mata pelajaran matematika-ipa untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah (SD-SMP-SMA) di Indonesia sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mencerna berbagai persoalan kompleks yang ada di dunia nyata. Kendala utamanya adalah: sebelum persoalan tersebut bisa mulai dicerna, dari awal kita harus sudah tahu mana saja konsep ilmu yang relevan. Sementara, berbagai ilmu dan konsep yang didapat dari SD-SMP-SMA sifatnya lebih mirip dengan tang-obeng-palu : perkakas yang banyak sekali kegunaannya tapi hampir tak pernah disertai dengan buku petunjuk pemakaian. Akibatnya, bekal ilmu yang sebenarnya manjur tadi seringkali tidak dipakai dengan jitu. Di sinilah letak masalah pelik untuk pendidikan bidang matematika-ipa: bagaimana cara untuk memastikan adanya transisi yang mulus menuju pada pembiasaan dan penerapan rutin. Sayang sekali, terkait dengan hal-hal kompleks yang ada di dunia nyata, kecakapan untuk mengenali konsep ilmu mana yang relevan adalah lebih merupakan suatu seni ketimbang sebuah prinsip baku. Khusus tentang masalah-masalah di seputar pengajaran bidang ilmu matematika-ipa dan humaniora-ips yang baru saja kita bahas di atas, adakah solusi yang kiranya efektif? Ya, tentu saja. Dalam hal ini solusinya bukan pada modifikasi materi pelajaran, melainkan pada inovasi pelaksanaan evaluasi hasil belajar (ulangan/ujian). Materi pelajaran yang ada rasanya sudah cukup baik dan tidak perlu banyak diutak-atik. Berbagai format soal ujian yang ada (pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, mengisi, ataupun uraian) juga tidak terlalu bermasalah. Di samping ketersediaan dan kualitas guru, 2

yang benar-benar mendesak dalam hal ini adalah peningkatan mutu soal ujian (apapun formatnya, karena masing-masing format punya nilai guna tersendiri). Soal ujian yang berkualitas baik tidak harus selalu sulit. Soal ujian dengan kualitas yang baik punya satu ciri mencolok: penyelesaiannya memerlukan (dan merangsang) pola pemikiran dan pendekatan analitis. Untuk menggambarkan bentuk soal ujian seperti apa yang perlu dibudidayakan untuk membentuk pola pikir analitis, kita akan bahas beberapa contoh. Soal-soal ini umumnya mengarah pada studi kasus dan bernuansa investigatif. Dengan demikian, hal yang diuji bukan lagi besarnya wawasan yang dimiliki murid, melainkan kemampuan menyederhanakan dan menyelesaikan persoalan dengan menggunakan informasi yang minim/terbatas. Beberapa pilihan tema dari contoh/model soal ujian yang akan dibahas di sini antara lain: 1. Tanggul untuk menangani lumpur Sidoarjo 2. Mencari letak ibukota kerajaan Majapahit 3. Wabah penyakit kolera di kota London 4.... 5.... Lewat pendekatan evaluasi hasil belajar yang menekankan pola pikir analitis, harapannya adalah bahwa dalam hati para murid, orang tua, dan guru, akan tumbuh suatu pergeseran paradigma mengenai pertanyaan yang telah muncul di bagian paling awal tulisan ini tadi... murid SD-SMP-SMA mengerti apa? Ini bukan lagi pertanyaan retorika, tapi sebuah pertanyaan dengan jawaban yang konkret. Soal-soal yang diberikan kepada para murid saat ujian adalah alat untuk mencari jawabnya. Mari kita lihat prototipe soal-soal ini satu-persatu. 3

Menara Tanggul Sebagai Solusi Lumpur Sidoarjo: Realistiskah? Beberapa waktu yang lalu, pernah ada sebuah proposal yang berisi usulan cara untuk menangani semburan lumpur Sidoarjo. Bahkan di situs YouTube bisa ditemukan sebuah video singkat mengenai gagasan ini: (http://www.youtube.com/watch?v=0qhwnbmw9n0) Usulan ini menyatakan bahwa dengan membangun semacam tanggul berupa menara tinggi di sekitar lubang semburan, maka (berdasarkan hukum Bernoulli) tekanan hidrostatik dari lumpur yang naik ke atas pipa/menara tadi pada akhirnya akan mengimbangi tekanan dari dalam lubang sumur dan menghentikan semburan lumpur. Menanggapi gagasan ini, pertanyaan yang perlu dijawab adalah: perlu menara tanggul seberapa tinggi? dan apakah ini sebuah solusi yang realistis? Persoalan di atas dapat dicerna dan diselesaikan dengan menggunakan azas keseimbangan hidrostatik (kasus khusus dari hukum Bernoulli). Ingat bahwa rumus tekanan hidrostatik adalah p = ρgh. Seperti biasa, percepatan gravitasi adalah g = 9.8 m/s 2. Sedangkan massa jenis lumpur bisa diperkirakan ρ 1500 kg/m 3 (sedikit lebih berat dari air). Lalu berdasarkan rujukan literatur ilmiah, pusat sumber semburan lumpur Sidoarjo ada di sekitar 4

titik kedalaman 1.7 km dan besarnya tekanan dari titik tersebut adalah sekitar 30 MPa [Hochstein and Sudarman, 2010; Rudolph et al., 2011]. Dengan pengantar di atas, berikut ini soal yang harus dijawab oleh para murid: Jika ada cairan dengan massa jenis ρ = 1500 kg/m 3 menyembur keluar dari suatu lubang, dan diketahui bahwa semburan ini dihasilkan oleh tekanan p 0 = 30 MPa yang berasal dari kedalaman d 0 = 1.7 km, berapakah tinggi menara tanggul yang diperlukan agar cairan yang naik tidak luber dari menara tanggul? Ambil nilai percepatan gravitasi g = 9.8 m/s 2. Abaikan tekanan atmosfer. Lihat diagram. Solusi: Melihat diagram dari soal di atas, penyelesaiannya cukup sederhana: p 0 = ρ g d 0 + ρ g h 0 h 0 = p 0 ρ g d 0 Masukkan angka-angkanya, maka kita akan peroleh jawaban yang dicari: h 0 = 30 106 1500 9.8 m 1.7 km 300 m Kita saksikan bahwa persoalan yang kompleks bisa disederhanakan dan diselesaikan secara efektif hanya dengan menggunakan pengetahuan IPA tingkat SMP/SMA. Kesimpulan di sini: tinggi tanggul yang dibutuhkan adalah sekitar 300 m (tidak realistis). 5

Di Manakah Letak Ibukota Kerajaan Majapahit? Ini adalah sebuah soal peta buta yang bertema investigatif (dalam hal ini menggunakan kerajaan Majapahit sebagai subyek/topik). Diagram peta di bawah ini menggambarkan garis besar kondisi geografis (garis pantai, pegunungan, dan sungai) di sekitar kerajaan Majapahit. Di dalam peta ini diberikan juga lokasi dari sejumlah situs-candi yang didirikan/digunakan oleh kerajaan Majapahit. Pertanyaan untuk para murid: Berdasarkan lokasi candi-candi ini dan kondisi geografis yang ada, di manakah letak ibukota kerajaan Majapahit? Tolong tandai di peta. Berilah penjelasan singkat (< 50 kata). Titik tengah ( pusat massa ) dari candi-candi ini kita tandai X pada peta di atas. Kota besar letaknya cenderung dekat daerah aliran sungai, tidak di gunung. Ibukota Majapahit kemungkinan besar terletak di bagian sungai yang terdekat dari tanda X tadi. Catatan: Ibukota Majapahit bernama Trowulan, dan letaknya memang ada di tepi Sungai Brantas. Menurut rujukan Wikipedia, koordinatnya adalah 7 33 0 LS dan 112 22 0 BT. 6

Wabah Penyakit Kolera di Kota London Tahun 1854 Pada tahun 1854, terjadi wabah penyakit kolera di kota London. Salah satu daerah yang kasus koleranya cukup parah bisa dilihat lewat peta di bawah. Tanda titik adalah tempat tinggal dari orang-orang yang terkena kolera, dan tanda P adalah lokasi pompa sumur air. Pada masa itu, penyakit kolera umumnya masih hanya disangka murni sebagai suatu azab dari langit, dan bukan karena bakteri yang menular lewat konsumsi air minum. Pemerintah kota London mengikuti sebuah nasihat dari dr. John Snow, dan setelah itu wabah kolera di daerah ini akhirnya mereda. Apakah gerangan saran dari dr. John Snow? Hint: langkah kebijakan ini secara ilmiah menepis mitos / takhyul tentang penyakit kolera. (Jawaban: dr. John Snow menyarankan untuk menutup pompa air yang terletak di Broad Street) 7

Kata Penutup Untuk mengakhiri tulisan ini, saya akan coba merangkum beberapa hal yang menjadi napas/nyawa dari berbagai contoh soal ujian tadi. Selain itu, saya juga ingin berspekulasi tentang sejumlah langkah pendukung yang berpotensi untuk memperkuat efek-efek yang bisa dihasilkan. Analisa Geospasial. Perpaduan antara ilmu-ilmu sosial dan berbagai teknik dasar GIS (geographic information system) punya khasiat untuk memancing tumbuhnya pola pikir analitis dari aspek geospasial. Soal-soal peta buta dengan nuansa investigatif (berbentuk suatu teka-teki) untuk murid SD-SMP-SMA adalah salah satu upaya yang bisa ditempuh untuk menanamkan kecakapan analisa geospasial dari tahap yang sedini mungkin. Hal ini juga berguna untuk memperluas potensi penerapan ilmu-ilmu alam secara praktis. Strategi Kebijakan. Penerapan azas-azas game theory saat menganalisa berbagai skenario kondisi sosial-politik akan sangat berguna untuk memperkenalkan/melatih logika proses pengambilan kebijakan strategis. Dalam hal ini, sejumlah kasus yang bersumber dari peristiwa sejarah bisa kita jadikan tema soal-soal ujian untuk para murid. Jika para murid sering diberi puzzle seputar strategi kebijakan sosial-politik yang rasional dan analitis, maka aspek ketahanan nasional kita secara otomatis akan sangat diuntungkan. Alasannya, langkah kebijakan yang paling optimum bagi kepentingan nasional umumnya akan sangat transparan di mata orang-orang yang telah terbiasa dengan logika pertimbangan/pemilihan strategi. Mereka tidak mudah untuk dikelabui oleh kebijakan yang sub-optimal. Para murid tentu perlu banyak latihan agar bisa seperti ini. Terakhir, tidak adil rasanya kalau hanya murid di sekolah yang berkembang pola pikir analitisnya lewat soal-soal ujian seperti ini. Anggota masyarakat yang sudah dewasa pun seharusnya bisa ikut belajar. Oleh karena itu, publisitas yang rutin adalah faktor penting. Idealnya, minimal satu buah soal yang mengarah pada studi kasus dengan nuansa investigatif perlu diberikan pada saat EBTANAS / Ujian Nasional tiap tahunnya. Kemudian, soal-soal ini (beserta jawabannya) juga perlu untuk dimuat sebagai sebuah showcase di surat kabar pada hari pengumuman hasil nilai EBTANAS / Ujian Nasional. Dengan strategi publisitas seperti ini, efek dan pengaruh yang dicapai bisa sangat luas (sebagai bahan perbandingan lihat juga artikel tentang pendidikan matematika di TIME Magazine, 23 Desember 2002). Secara akademik, media massa pun punya kapasitas dan kesempatan untuk mencerdaskan anak-anak bangsa paling tidak satu kali dalam setahun. 8

Daftar Pustaka [1] Gigay Citta Acikgenc (2012), Jika Aku Menjadi Menteri Pendidikan, Naskah Terbaik Kompetisi Esai Mahasiswa Menjadi Indonesia 2012 (diselenggarakan oleh TEMPO). http://blog.tempointeraktif.com/portal/jika-aku-menjadi-menteri-pendidikan/ (last accessed online 19 February 2013) [2] British Broadcasting Corporation (2012), Asians Top of School Tables England in Maths Top 10, BBC News correspondent: Sean Coughlan, 11 December 2012. http://www.bbc.co.uk/news/education-20664752/ (last accessed online 19 February 2013) [3] Sandra Hempel (2007), The Strange Case of the Broad Street Pump: John Snow and the Mystery of Cholera, University of California Press. [4] M.P. Hochstein and S. Sudarman (2010), Monitoring of LUSI Mud-volcano a Geopressured System, Java, Indonesia, Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia, 25 29 April 2010. URL for online copy http://www.humanitus.org/pdf/lusi-monitoring.pdf (last accessed 19 February 2013) [5] M.L. Rudolph, L. Karlstrom, and M. Manga (2011), A Prediction of the Longevity of the Lusi Mud Eruption, Indonesia, Earth and Planetary Sci. Lett., 308(2011), 124 130. URL for online copy http://seismo.berkeley.edu/ manga/rudolphmanga2011.pdf (last accessed 19 February 2013) [6] TIME Magazine (2002), Crunching the Numbers, correspondent: Lev Grossman, Vol.160 No.26, 23 December 2002. 9

P.S. Antara Pola Pikir Analitis dan Cara Berpikir Kritis Sasaran yang betul-betul dibidik di sini adalah pola pikir analitis, dan sama sekali bukan cara berpikir kritis. Mengapa begitu? Alasannya lebih bersifat pragmatis dan tidak terlalu ideologis secara falsafah. Pertimbangan utamanya terletak pada jenis-jenis sikap/perilaku yang menjadi lambang dan simbol dari kedua hal tadi. Yang menjadi simbol/ciri khas dari pola pikir analitis adalah proses pemisahan inti masalah dari hal-hal lain yang tidak begitu esensial. Kalau inti persoalan ternyata masih terlalu rumit untuk diselesaikan, maka inti persoalan tadi akan dibelah-belah lagi menjadi beberapa sub-persoalan yang lebih kecil agar mudah dicerna/diselesaikan. Pendekatan yang sama juga berlaku untuk penentuan pro-kontra terhadap suatu isu/wacana. Sementara, yang menjadi flagship dari cara berpikir kritis adalah sikap untuk tidak mudah percaya pada berbagai isu dan kabar yang kita dapatkan. Pada dasarnya, sangat dianjurkan di sini untuk mempertanyakan motif, kredibilitas, dan implikasi yang datang dari pihak-pihak terkait dalam isu-isu yang ada. Dengan begitu, banyak rintangan yang harus dilewati sebelum seseorang dapat menyetujui atau menerima suatu isu/wacana. Berdasarkan dua poin perbandingan di atas, barangkali mulai terlihat jelas mengapa saya lebih memilih pola pikir analitis ketimbang cara berpikir kritis. Di dalam kerangka cara berpikir kritis, pihak yang kontra terhadap suatu wacana akan berada di atas angin (setidaknya pada tahap-tahap awal dari perdebatan yang ada). Sedangkan pihak yang pro akan dituntut lebih banyak waktu dan juga tenaga untuk bisa menyamakan kedudukan. Dengan kata lain, arena pertandingannya bisa dibilang agak tidak rata. Sementara itu, di dalam kerangka pola pikir analitis, sama sekali tidak ada nilai lebih atau anjuran untuk bersikap pro, kontra, atau golput. Oleh karena itu, arena pertandingan relatif lebih rata dan tak ada kubu yang terhambat waktu start-nya. Kurang lebih, hanya aspek kekuatan logika argumen yang akan menentukan siapa pemenangnya. Pragmatisme menuntun saya untuk memilih sebuah tatanan dengan arena pertandingan yang rata dan bisa mengakomodasi sudut-sudut pandang yang valid semaksimal mungkin. Dengan demikian diputuskan, pola pikir analitis adalah kerangka yang saya pungut. 10