BAB II KAJIAN TEORI. Temu ireng dalam bahasa daerah dikenal dengan beberapa nama, antara



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODE PENELITIAN

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah nama jenis perdu dari kerabat

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

FLAVONOID. Dwi Arif Sulistiono. G1C F.MIPA. Universitas mataram

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

PENDAHULUAN PEMBAHASAN

Kromatografi tambahan. Imam S

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

SPEKTROMETRI MASSA INTERPRETASI SPEKTRA DAN APLIKASI. Interpretasi spektra dan aplikasi

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

SENYAWA KIMIA BAHAN ALAM TERPENOID. Oleh: Ramadani

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini)

Bab III Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER PADA FRAKSI ETIL ASETAT RELATIF POLAR RIMPANG TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

BAB III METODE PENELITIAN

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 FARMASI SEMESTER I 2011/2012 PERCOBAAN PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

Elusidasi struktur. Ultraviolet - visibel

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik Posted by ferry

Penentuan struktur senyawa organik

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

Hasil dan Pembahasan

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TERI A. Deskripsi Teori 1. Temu Ireng (urcuma aeruginosa Roxb.) Temu ireng dalam bahasa daerah dikenal dengan beberapa nama, antara lain : temu hitam (Minang), koneng hideung (Sunda), temu ireng (Jawa), temu ereng (Madura), dan temu erang (Sumatra). Tanaman ini berasal dari Burma, kemudian menyebar ke daerah-daerah tropis lainnya, terutama di wilayah Indo- Malaya, termasuk Indonesia (Rahmat, 2004 :12-14). Tanaman temu ireng merupakan tumbuhan yang memiliki klasifikasi dan karakteristik morfologi sebagai berikut. DiVisi Kelas rdo Famili Genus Spesies : Magnoliophyta : Liliopsida : Zingiberales : Zingiberaceae : urcuma : urcuma aeruginosa Roxb. Tinggi tanaman temu ireng mencapai dua meter dan lebar rumpun 26,90 cm. Jika ditanam di dataran rendah, tiap rumpun dapat menghasilkan dua belas anakan; sedangkan di dataran tinggi hanya sekitar lima anakan per rumpun. Permukaan daun bagian atas bergaris menyirip dan pinggiran daun rata. Daun tidak berbulu dan ibu tulang daun atau kedua sisinya berwarna cokelat merah sampai ungu. Ukuran panjang daun rata-rata 39,20 cm dan lebar 12,20 cm. Jumlah 6

7 daun mencapai enam helai per rumpun. Tanaman ini berbunga pada umur lima bulan. Bunga berwarna ungu, sedangkan tangkai bunga berwarna hijau. Jika dipotong melintang, rimpang berwarna putih dan berbentuk cincin. Jika diirisiris, rimpang akan tampak seperti cincin berwarna biru atau kelabu. Kulit rimpang tua umumnya berwarna putih kotor, sedangkan dagingnya kelabu. Rimpang cukup harum dan berasa getir. Kedalaman rimpang sekitar 11,60 cm; dengan panjang akar 17 cm, ketebalan rimpang muda sekitar 2,20 cm. Jumlah rimpang tua rumpun sekitar sembilan buah; sedangkan rimpang muda sekitar lima buah. Komponen utama yang terkandung dalam minyak rimpang temu ireng terdiri atas terpen, alkohol, ester, mineral, minyak atsiri, lemak, damar, dan kurkumin (Rahmat, 2004: 12-14). 2. Senyawa Metabolit Sekunder Istilah bahan alam menurut annell (2008:1-2) merupakan suatu penamaan yang kurang tepat. Secara langsung, semua molekul biologi adalah suatu bahan alam, tetapi dalam konteks bahan alam ini hanyalah senyawa metabolit sekunder saja. Senyawa metabolit sekunder merupakan molekul kecil yang dihasilkan oleh suatu organisme tetapi tidak secara langsung dibutuhkan dalam mempertahankan hidupnya, tidak seperti protein, asam nukleat, dan polisakarida yang merupakan komponen dasar untuk proses kehidupan. Metabolit sekunder merupakan kelompok metabolit yang sangat luas, dengan perbedaan yang tidak terlalu terlihat, dan dikelompokkan dengan berbagai macam definisi. Isolasi bahan alam berbeda dengan cara isolasi makromolekul biologi yang umum karena lebih kecil dan secara kimia lebih beragam daripada protein, asam nukleat,

8 dan polisakarida yang relatif homogen. Sehingga teknik isolasi harus benar-benar diperhatikan. Kelompok senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah terpenoid, fenilpropanoid, flavonoid, dan alkaloid. a. Terpenoid Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri. Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih unit 5 yang disebut unit isopren (Sjamsul, 1986: 3). Berdasarkan jumlah atom yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi hemiterpen dengan 5 atom, monoterpen dengan 10 atom, seskuiterpen dengan 15 atom, diterpen dengan 20 atom, triterpen dengan 30 atom, dan seterusnya sampai dengan politerpen dengan atom lebih dari 40 (Nagegowda, 2010: 2965; Dewick, 2009: 187). Beberapa contoh senyawa terpenoid diberikan pada Gambar 1. H 2 H H Mentol A Fitol H Karotol B H Lanosterol D Gambar.1. ontoh Senyawa Terpenoid: Monoterpen (A), Seskuiterpen (B), Diterpen (), dan Triterpen (D).

9 Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetatmevalonat. Asam asetat yang diaktifkan dengan koenzima membentuk asetiloa dan melakukan reaksi kondensasi dengan asetiloa yang lain sehingga terbentuk asetoasetiloa. AsetosetiloA yang terbentuk juga berkondensasi dengan unit asetiloa yang lain, sehingga terbentuk tiga unit gabungan dari asetiloa yang selanjutnya diprotonasi membentuk asam mevalonat. Dengan adanya pirofosfat pada asam mevalonat dapat terjadi pelepasan komponen 2 (dekarboksilasi) dan pelepasan PP - membentuk isopentenil pirofosfat (IPP) dengan isomernya dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul, 1986: 7; Dewick, 2009: 40 & 188). Proses biosintesis terpenoid disajikan pada Gambar 2. H 3 SoA+ H 3 SoA H 3 AsetiloA H 2 SoA AsetoasetiloA H 3 SoA H H 3 H 2 H 2 H H 2 H Asam mevalonat H + H 3 H H 2 H 2 SoA SoA H 3 PP H 2 H 2 H 2 - PP -PP - - 2 H 3 H H 2 H H 2 PP Isopentenil pirofosfat H 3 H H 2 PP H 3 Dimetilalil pirofosfat Gambar.2. Biosintesis Isopentenil Pirofosfat (IPP) dan Isomernya Dimetilalil Pirofosfat (DMAPP).

10 Langkah selanjutnya antara IPP dan DMAPP terjadi reaksi adisi membentuk geranil pirofosfat ( 10 ) (Gambar 3). Geranil pirofosfat juga mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk farnesil pirofosfat ( 15 ). Farnesil pirofosfat juga mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk geranil-geranil pirofosfat ( 30 ) (Sjamsul, 1986: 8; Dewick, 2009: 188). IPP DMAPP + H PP PP Geranil pirofosf at PP monoterpen PP H Farnesil pirofosf at PP seskuiterpen 2x triterpen PP Geranil-geranil pirofosf at diterpen 2x tetraterpen Gambar. 3. Biosintesis Terpenoid. b. Fenilpropanoid Menurut Sjamsul (1986: 101) sebagian besar senyawa organik bahan alam adalah senyawa-senyawa aromatik. Sebagian besar dari senyawa aromatik ini mengandung cincin karboaromatik, yakni cincin aromatik yang hanya terdiri dari atom karbon, seperti benzena, naftalena, dan antrasena. incin karboaromatik ini

11 lazimnya tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksil atau gugus lain yang ekivalen ditinjau dari segi biogenetik. leh karena itu, senyawa bahan alam aromatik ini sering kali disebut senyawa-senyawa fenolik, walaupun sebagian di antaranya bersifat netral karena tidak mengandung gugus fenol dalam keadaan bebas. Salah satu kelompok senyawa fenolik adalah fenilpropanoid. Senyawa ini mempunyai kerangka dasar yang terdiri dari cincin benzen ( 6 ) yang terikat pada ujung dari propana ( 3 ).beberapa jenis senyawa yang termasuk fenilpropanoid ialah turunan asam sinamat, turunan alilfenol, turunan propenil fenol, dan turunan kumarin. Beberapa senyawa fenilpropanoid sederhana disajikan pada Gambar 4. Biosintesis senyawa fenilpropanoid disajikan pada Gambar 5, mengikuti jalur asam shikimat. Pembentukan asam shikimat diawali dengan kondensasi aldol antara eritrosa dan asam fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi ini, gugus metilen =H 2 dari asam fosfoenolpiruvat berlaku sebagai nukleofil dan mengadisi gugus karbonil = eritrosa, menghasilkan gula dengan 7 unit atom karbon. Selanjutnya reaksi yang analog (intramolekuler) menghasilkan asam 5-dehidrokuinat yang mempunyai lingkar sikloheksana, yang kemudian diubah menjadi asam shikimat. Asam prefenat terbentuk oleh adisi asam fosfoenolpiruvat terhadap asam shikimat. Selanjutnya, aromatisasi dari asam prefenat menghasilkan asam fenil piruvat yang merupakan prekusor dari fenilalanin melalui reaksi reduktif aminasi, produk deaminasi fenilalanin menghasilkan asam sinamat (Sjamsul, 1986: 103-104).

12 Turunan Sinamat H H H H Asam sinamat Turunan Kumarin H Asam p-hidroksi sinamat H Asam kafeat H H 3 H Asam sinapat H 3 H H Kumarin Umbeliferon Eskuletin Turunan Alilfenol H H 3 H 3 H H H H 2 2 avicol Eugenol Safrol Miristisin Turunan Propenilfenol H 3 H 3 H 3 H 3 H 3 H H 3 H 2 Anetol Isoeugenol Isoelemesin Isomiristisin Gambar.4.Beberapa Senyawa Fenilpropanoid.

13 H H H P 3 H 2 H 2 H H 2 H + H 2 H H H H H H H Eritrosa Fosf oenolpiruvat H -H 2 H -H 2 H H H H H Asam 5-dehidroshikimat H H H Asam 5-dehidrokuinat H H H H P 3 H 2 H 2 H H H H H 2 -H 2 H H 2 H H H Asam shikimat H H H NH 2 H H H H H 2 H H H Asam korismat -NH 2 -H 2-2 Asam sinamat Fenil alanin Asam f enil pirufat H Asam pref enat Gambar.5. Biosintesis Fenilpropanoid.

14 c. Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa bahan alam yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Flavonoid pada umumnya mempunyai kerangka flavon 6-3 - 6, dengan tiga atom karbon sebagai jembatan antara gugus fenil yang biasanya juga terdapat atom oksigen. Berdasarkan pada tingkat ketidakjenuhan dan oksidasi dari segmen karbon, flavonoid selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada Gambar 6. Senyawa ini biasanya terdapat sebagai pigmen tumbuhan untuk menarik pollinators, atau sebagai bahan pertahanan bagi tumbuhan untuk melawan serangga dan mikroorganisme (Rosa, Emilio, & Gustavo, 2010: 132). H Flavon Flavonol Flavanon Isoflavon Flavanol H Flavanonol H H Antosianidin Kalkon Neoflavon Gambar. 6. Beberapa Pembagian Kelas pada Flavonoid.

15 Biosintesis flavanoid seperti pada Gambar 7 dimulai dengan memperpanjang rantai fenil propanoid ( 6-3 ) yang berasal dari turunan sinamat. incin A pada struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, merupakan kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat). Dengan demikian flavonoid merupakan kombinasi dari dua jalur biosintesis cincin aromatik (Sjamsul, 1986: 7-8). H oa S 3H 3 -SoA H H B H H A H Flavanon H Kalkon Gambar. 7. Biosintesis Flavonoid Secara Umum. d. Alkaloid Alkaloid juga banyak terdapat dalam tumbuhan, khususnya pada Angiospermae (lebih dari 20% dari semua spesies menghasilkan alkaloid). Alkaloid umumnya hanya sedikit terdapat pada tumbuhan Gymnospermae, lycopodium, Equisetum, jamur, dan alga. Alkaloid juga dapat ditemukan pada

16 bakteri, jamur, binatang laut, antropoda, amphibi, pada sejumlah burung, dan mamalia. Alkaloid sangat penting bagi organisme yang memproduksinya. Satu fungsi utamanya adalah sebagai pelindung dan untuk melawan herbivora maupun predator. Beberapa alkaloid bersifat sebagai antibakteri, antijamur, dan antiviral; dan konstituennya mungkin saja menyebabkan keracunan bagi hewan (Fattorusso & Scafati, 2008: 4). Alkaloid biasanya dikelompokkan berdasarkan bentuk cincin heterosiklik nitrogen yang terdapat di dalamnya (Gambar 8), sebagai contoh pirolidin, piperidin, quinolin, isoquinolin, indol (Syamsul, 1986: 48). Atom nitrogen pada alkaloid berasal dari asam amino, dan pada umumnya struktur kerangka karbon pada asam amino prekusor akan bertahan ketika dalam bentuk alkaloid. Prekusor asam amino yang berhubungan dengan biosintesis alkaloid antara lain adalah ornitin, lisin, asam nikotinoat, tirosin, triptopan, asam antranilat, dan histidin (Dewick, 2009: 311). N N H N H Pirolidin Piperidin Isokuinolin Kuinolin N Indol N H Gambar. 8. Kerangka Dasar Kelompok Alkaloid.

17 H H 3 H 3 N NH 3 H Morfin N Papaverin H 3 H 3 N Nikotin H 3 Gambar.9. Beberapa ontoh Senyawa Alkaloid. 3. Ekstraksi Menurut Handa et.al (2008: 22) ekstraksi merupakan istilah yang banyak digunakan dalam bidang farmasi, melibatkan pemisahan senyawa aktif (yang bermanfaat sebagai obat) pada jaringan tumbuhan atau hewan dari komponen yang tidak aktif atau inert menggunakan pelarut yang sesuai dengan prosedur ekstraksi standar. Produk yang diperoleh dari tumbuhan pada umumnya berupa cairan, semipadat atau bubuk yang digunakan secara oral maupun digunakan sebagai obat luar. Tujuan dari proses ekstraksi adalah untuk mendapatkan bagian yang mempunyai sifat aktif dan untuk mengeliminasi bagian yang inert. Metode yang umum dipakai untuk ekstraksi adalah maserasi. Maserasi atau disebut juga steady-state extraction merupakan metode ekstraksi yang sederhana. Prosedur yang digunakan adalah membuat sampel menjadi bubuk dan merendamnya dengan pelarut yang sesuai (menstruum). Saat proses perendaman pelarut berdifusi melewati dinding sel untuk melarutkan

18 konstituen dalam sel dan juga memacu larutan dalam sel untuk berdifusi keluar. Sistem yang digunakan dalam metode ini adalah sistem statis, kecuali saat digojog, proses ekstraksi berjalan dengan difusi molekuler sehingga proses ini berlangsung secara perlahan. Setelah ekstraksi selesai, residu dari sampel (marc) harus dipisahkan dengan pelarut dengan didekantir atau disaring. Maserasi dengan pengulangan (remaserasi) akan lebih efisien daripada maserasi tunggal, hal ini terjadi karena ada kemungkinan sejumlah besar senyawa aktif masih tertinggal dalam sampel dari proses maserasi yang pertama. Pengulangan ini dilakukan jika sampel yang diperoleh tidak dapat dipres, mengandung sangat sedikit senyawa yang diinginkan, dan mengandung sejumlah minyak yang volatil. Seluruh filtrat yang dihasilkan dari pengulangan maserasi selanjutnya dicampur dan dipekatkan (Sarker, Zahid, & Gray, 2006: 32; Handa et.al, 2008: 70-72). 4. Kromatografi Kromatografi merupakan ilmu yang mempelajari pemisahan molekul berdasarkan perbedaan struktur. Dalam kromatografi, suatu senyawa kompleks dapat dipisahkan dengan suatu penyangga, senyawa tersebut akan terpisah melalui interaksi yang berbeda terhadap penyangga tersebut. Jadi berdasarkan interaksi yang berbeda ini (lebih kuat atau lebih lemah) dengan penyangga, kompleks akan bergerak dengan cepat atau sebaliknya. Dengan cara ini suatu molekul yang mirip sekalipun dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Pemisahan dengan kromatografi dapat menggunakan penyangga yang bervariasi, seperti kertas (paper chromatography, P), silika pada plat gelas (thin-layer chromatography, TL), gas volatil (gas chromatography, G), dan cair (liquid chromatography,

19 L). Dalam semua jenis kromatografi terdapat fasa gerak dan fasa diam. Pada P dan TL, fasa geraknya adalah pelarut, sedangkan fasa diam adalah selembar kertas (untuk P) atau plat berlapis silika (untuk TL) (Hajnos et.al, 2011: 13-14). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik kromatografi yang menggunakan lembaran tipis sebagai fasa diam, plat ini digunakan sebagai adsorben yang pada umumnya berupa kaca atau plat alumina. Faktor yang mempengaruhi permisahan suatu komponen campuran adalah plat yang bersifat polar, faktor polaritas dari komponen yang saling bercampur, dan pelarut yang digunakan sebagai fasa gerak. Pada KLT faktor retensi (Rf) merupakan indikasi kuantitatif sejauh mana suatu senyawa dapat bergerak dengan suatu pelarut. Faktor retensi dirumuskan dengan persamaan : = 1 2 D1 merupakan jarak yang ditempuh zat terlarut dan D2 merupakan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Metode ini banyak digunakan karena mudah untuk dilakukan dalam waktu yang relatif singkat (Hajnos et.al, 2011: 14). Metode lain dari kromatografi adalah kromatografi kolom (KK). Metode ini digunakan untuk memisahkan dan memurnikan komponen pada suatu campuran. Fasa diam yang digunakan adalah adsorben bubuk yang ditempatkan pada kolom kaca vertikal. ampuran yang akan dianalisis ditempatkan pada lapisan atas kolom. Fasa gerak yang berupa pelarut murni ataupun campuran beberapa pelarut dituangkan di atas sampel. Pelarut akan mengalir ke bawah dan menyebabkan komponen campuran terdistribusi di antara adsorben bubuk dan

20 pelarut yang digunakan, pemisahan terjadi saat pelarut membawa komponen melalui ujung bawah dari kolom, beberapa komponen akan keluar lebih dahulu dan ada beberapa komponen yang keluar akhir (Hajnos et.al, 2011: 14). Laju elusi yang terjadi dipengaruhi juga oleh gaya gravitasi, oleh karena itu kromatografi kolom biasa disebut juga kromatografi kolom gravitas (KKG). KK dapat disesuaikan dengan jumlah sampel, jika sampel banyak dan kompleks, pada sistem KK dapat digunakan kolom dengan diameter yang besar yang disertai dengan pompa vakum, tujuannya adalah untuk mempercepat laju elusi, metode ini disebut kromatografi vakum cair (KV). Sebelum menggunakan KK, biasanya sebagian kecil sampel dipisahkan menggunakan KLT terlebih dahulu untuk mengetahui pelarut yang cocok digunakan. 5. Spektroskopi Spektroskopi merupakan studi tentang pengukuran interaksi energi (khususnya energi elektromagnetik) dengan materi (Field, Sternhell, Kalman, 2008:1). Hardjono (2007:8-9) mengemukakan bahwa bila cahaya mengenai suatu senyawa, maka sebagian dari cahaya itu akan diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan strukturnya. Berdasarkan tingkat energi dan interaksinya dengan materi, terdapat metode spektroskopi UV-Vis, IR, dan GMS. a. Spektroskopi Sinar Ultraviolet dan Tampak Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan tampak tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan tampak dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi di

21 antara tingkatan-tingkatan energi elektronik. leh karena itu, serapan radiasi UV/Vis sering dikenal dengan spektroskopi elektronik (Hardjono, 2007:11). Pada spektra UV-Vis, sumbu y merupakan hasil kalibrasi dari intensitas cahaya yang diberikan (persen transmitansi atau absorpsi) atau suatu skala logaritma yang menunjukkan absorbansi (A), sedangkan sumbu x menunjukkan panjang gelombang (λ). Absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi dan panjang kisi (Hukum Lambert-Beer). Karakter pita absorbsi UV ditunjukkan dengan panjang gelombang maksimum (λ maks ) dan ε (Field et.al, 2008:8-9). Menurut Hardjono (2007: 11) panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital-orbital yang bersangkutan. Pemisahan yang paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron dalam ikatan σ tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah dari 120 hingga 200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak banyak memberikan keterangan. Di atas 200 nm eksitasi elektron dari orbital-orbital p, d, dan π terutama sistem konjugasi π segera dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak keterangan. Dalam praktek, spektrometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi. Transisi elektronik dalam orbital dapat terjadi antara σ-σ*, π-π*, n-σ*, dan n-π*. b. Spektroskopi Infra Merah Suatu senyawa bila dilewati oleh sinar infra merah, sejumlah frekuensi akan diserap dan sebagian lagi diteruskan/ditransmisikan oleh senyawa tersebut. Molekul organik pada suhu normal memiliki keadaan vibrasi yang tetap, setiap ikatan mempunyai frekuensi rentangan/stretching dan bending yang karakteristik

22 dan dapat menyerap sinar pada frekuensi yang spesifik. Banyak faktor yang mempengaruhi ketepatan frekuensi vibrasi molekul, dan biasanya tidak mungkin untuk mengisolasi satu pengaruh dari yang lain. Intensitas pita serapan dalam spektra infra merah tidak dapat dengan mudah diukur dengan ketepatan yang sama seperti spektra UV. Biasanya untuk ahli organik cukup mengetahui bahwa intensitas serapan adalah kuat, medium, lemah, atau tak menentu. Dengan pengujian sejumlah besar senyawa-senyawa yang telah diketahui serapan-serapan infra merah yang dikaitkan dengan gugus fungsional, dapat diperkirakan kisaran frekuensi di daerah setiap serapan harus muncul. Dalam menganalisis suatu spektra yang tak dikenal, perhatian harus dipusatkan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama seperti =, -H, N-NH, -, =,, N, dan N 2 (Hardjono, 2007:45-82). Pada Tabel 1 disajikan beberapa serapan IR karakteristik pada gugus fungsi utama. Tabel. 1. Serapan IR karakteristik pada gugus fungsi utama. Jenis Vibrasi Frekuensi (cm -1 ) Intensitas -H alkana 3000-2850 tajam = alkena 1680-1600 sedang-lemah = aromatik 1600-1475 sedang-lemah = aldehid 1740-1720 tajam = keton 1725-1705 tajam = karboksilat 1725-1700 tajam -H alkohol, fenol bebas 3650-3600 sedang -H karboksilat 3400-2400 sedang - alkohol, eter, ester, 1300-1000 tajam karboksilat (Harjono, 2007:99).

23 c. GMS (Gas hromatography-mass Spectroscopy) GMS merupakan perpaduan dari kromatografi gas dan spektroskopi massa. Senyawa yang telah dipisahkan oleh kromatografi gas, selanjutnya dideteksi atau dianalisis menggunakan spektroskopi massa. Pada GMS aliran dari kolom terhubung secara langsung pada ruang ionisasi spektrometer massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa, pelarut, dan solut) akan terionisasi, dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi ion yang lebih kecil, sehingga spektra massa yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi solut secara kualitatif (Harvey, 2000: 571). Pada kromatografi gas (G) sampel dapat berupa gas atau cairan, yang diinjeksi pada aliran fasa gerak yang berupa gas inert (juga disebut sebagai gas pembawa). Sampel dibawa melalui kolom kapiler dan komponen sampel akan terpisah berdasarkan kemampuanya untuk terdistribusi dalam fasa gerak dan fasa diam (Harvey, 2000: 563). Fasa gerak yang paling umum digunakan untuk G adalah He, Ne, Ar, dan N 2, yang memiliki keuntungan inert terhadap sampel maupun terhadap fasa diam. Sedangkan kolom yang digunakan biasanya terbuat dari kaca, stainless steel, tembaga, atau aluminium dan mempunyai panjang sekitar 2-6 m, dan diameter 2-4 mm. Kolom diisi dengan suatu fasa diam dengan kisaran diameter 37-44 µm sampai 250-354 µm (Harvey, 2000: 564). Komponen yang telah dipisahkan dengan kromatografi gas selanjutnya dapat dideteksi dengan spektrometer massa. Menurut Silverstein et.al (2005: 1)

24 konsep dari spektrometri massa adalah sederhana, yaitu suatu senyawa akan diionisasi, ion akan dipisahkan berdasarkan massa/rasio muatan dan beberapa ion akan menunjukkan masing-masing unit massa/muatan yang terekam sebagai spektrum massa. Metode ionisasi yang paling umum adalah yang melibatkan tabrakan elektron (electron impact, EI) dan terdapat dua kemungkinan yang terjadi ketika suatu molekul M ditembak dengan elektron e. Tetapi kemungkinan yang paling besar adalah terbentuknya radikal kation [M] + yang mempunyai massa sama dengan molekul M. Proses terjadinya radikal kation adalah sebagai berikut. M + e [M] + + 2e Radikal kation yang dihasilkan disebut juga sebagai ion molekuler dan massanya menunjukkan berat dari molekul yang terion itu sendiri. Alternatif lain yang mungkin adalah terbentuknya radikal anion [M] -. Spektrometer massa dengan penembakan elektron secara umum didesain hanya untuk mendeteksi ion positif, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk didesain untuk mendeteksi ion negatif (Field et.al, 2008: 21). M + e [M] - Besar energi dari elektron yang berhubungan dengan proses ionisasi bisa bervariasi. Energi yang digunakan harus bisa mendorong sebuah elektron untuk keluar, biasanya membutuhkan 10-12 ev. Tetapi pada prakteknya harus digunakan energi yang lebih tinggi (70 ev) dan pelepasan energi yang besar ini (1 ev = 95 kj mol) menyebabkan fragmentasi lanjut terhadap ion molekuler (Field et.al, 2008: 22).

25 Pemindai magnetik akan mencatat pada sumbu x dari spektra sebagai nomor massa (m/z), dan pengumpul ion memberikan kelimpahan relatif pada sumbu y. Puncak yang mempunyai kelimpahan 100% akan dijadikan sebagai puncak dasar (base peak) yang relatif terhadap puncak lain. B. Penelitian yang Relevan Reanmongkol et.al (2006) melaporkan kemampuan ekstrak temu ireng yang digunakan sebagai antiinflamasi. Laily (2007) melaporkan bahwa perasan rimpang temu ireng memberikan pengaruh terhadap mortalitas telur cacing Fasciola hepatica terutama pada konsentrasi 40%. Sukari et.al (2007) melaporkan adanya tiga komponen seskuiterpen pada temu ireng yaitu: curcumenol; zedoarol; dan isocurcumenol. Sri Atun et.al (2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol temu ireng mempunyai aktivitas antimutagenik sebesar 81,9% pada dosis 300 mg/kg bb.. Kerangka Berpikir Tanaman temu ireng (urcuma aeruginosa Roxb.) merupakan tanaman yang sudah terbukti secara empiris mempunyai banyak khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Bagian utama yang banyak digunakan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang temu ireng secara tradisional diolah menjadi serbuk atau ekstrak dalam air sebelum digunakan. Sehingga senyawa yang terkandung dalam rimpang temu ireng inilah yang dipercaya mengandung senyawa aktif yang berkhasiat menyembuhkan.

26 Senyawa metabolit sekunder dari rimpang temu ireng akan diisolasi dengan metode maserasi dengan metanol. Kemudian dipekatkan dan dipartisi dengan n- heksana dan etil asetat. Fraksi yang larut dalam etil asetat dipekatkan kembali dan dipisahkan dengan kromatografi vakum cair (KV). Fraksi-fraksi hasil KV dapat dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan kepolarannya yang dipandu dengan KLT, sehingga fraksi yang relatif polar dapat dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi kolom gravitasi. Senyawa yang diperoleh dari hasil KKG kemudian diuji kemurniannya dengan KLT dengan menggunakan berbagai eluen. Setelah senyawa murni didapatkan, kemudian diidentifikasi menggunakan spektroskopi UV-Vis, spektroskopi IR, dan GMS, sehingga dapat diketahui karakter dan golongan senyawa yang dapat diisolasi dari rimpang temu ireng tersebut.