BAB I PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi dalam sebuah negara merupakan hal yang lazim terjadi



dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi,

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

Oleh Anak Agung Dalem Ariyudha Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Realisme dan Neorealisme I. Summary

BAB I PENDAHULUAN. Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping,

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional 1

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perancis 19,5%, Italia 6,6%, dan Romans 0,4% ), Do not meddle in foreign disputes!, 5 yang artinya jangan ikut

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

SENGKETA INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 1, 2013:

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah organisasi internasional yang paling terkenal saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional.

BAB 1 Pendahuluan. Mediasi yang..., Henny Lusia, FISIP UI, 2010.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

PERAN PBB DALAM MENANGGULANGI PERMASALAHAN HAM TERKAIT KONFLIK BERSENJATA LRA (LORD S RESISTANCE ARMY) DI UGANDA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

A. Latar Belakang Masalah

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. multilateral yang mempunyai peran dalam mendukung negara-negara berkembang

HUBUNGAN INTERNASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB IV PENUTUP. seharusnya semakin lebih baik daripada saat masa era perang dunia. Kemunculan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi dalam sebuah negara merupakan hal yang lazim terjadi jika berbicara era modern dewasa ini. Berbagai perbedaan antara sebuah kelompok atau lebih, tidak jarang mengalami eskalasi dan harus diselesaikan dengan cara kekerasan seperti perang. Internal Conflict (konflik internal) seperti ini tentu memiliki metode tersendiri dalam penyelesaiannya. Begitu pula dengan konflikkonflik lainnya seperti konflik internasional yang terjadi antara dua negara atau lebih. Konflik Internal sebuah negara adalah salah satu kasus yang sering terjadi bahkan di era modern seperti saat ini. Pemberontakan terhadap sebuah pemerintahan merupakan sebuah dinamika yang sering ditemui jika berbicara dalam konteks hubungan internasional. Rivalitas politik yang menghasilkan sebuah pihak kalah, tentu akan berakibat fatal terhadap pihak-pihak lainnya yang merasa dirugikan. Keadaan tersebut biasa menjadi latar belakang dari penggunaan coercive action (tindakan koersif) atau penggunaan kekerasan agar kepentingan pihak-pihak tersebut bisa terealisasi. Kasus pemberontakan dalam sebuah negara terhadap sebuah pemerintahan merupakan kasus yang kerap terjadi di Negara-negara Afrika. Afrika sebagai sebuah benua yang dianggap paling tertinggal dalam konteks perkembangan di masa kini, masih dihadapkan dengan penyelesaian konflik melalui kekerasan yang tidak jarang 1

menghasilkan melayangnya nyawa rakyat yang menjadi korban dari konflik itu sendiri. Terdapat banyak kasus di Afrika, bisa dilihat di Sudan dengan konflik antara agama Islam dan Kristen, di Somalia dengan kasus perompak Somalia, hingga ke Zimbabwe dengan pemerintahan seorang diktator bernama Robert Mugabe yang kerap menjadi fokus internasional terkait masalah pelanggaran hak asasi manusia. Kebanyakan dari konflik-konflik tersebut telah berlangsung selama waktu yang tidak singkat, termasuk sebuah konflik yang bermula di Uganda Utara, disebabkan oleh kelompok yang disebut sebagai Lord s Resistance Army (Tentara Pertahanan Tuhan). 1 Kelompok Lord s Resistance Army merupakan sebuah kelompok militan yang hingga kini belum juga mendapatkan cukup perhatian internasional. Pelanggaran hak asasi manusia secara masif yang dilakukan kelompok ini-lah yang akhirnya membedakan Lord s Resistance Army dengan kelompok-kelompok militan dan pemberontak lainnya yang bertahan hingga kini. Pemerkosaan, pembunuhan, dan yang paling parah adalah pemaksaan anak-anak untuk menjadi bagian dari Lord s Resistance Army merupakan beberapa pelanggaran hak asasi manusia yang hingga kini terus dilakukan oleh kelompok LRA ini. 2 Ideologi yang diterapkan oleh Lord s Resistance Army sangat unik, dan dapat dikaji dari segi historis, dan lebih spesifik melalui pemahaman akan masalah politik di Uganda. Kerumitan banyak terjadi dalam menganalisa kelompok Lord s Resistance Army ini sebab LRA di satu 1 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Introduction to International Relations; Theories and Approaches 3 rd edition, Oxford University Press, New York, 2007, hal. 101. 2 The Lord s Resistance Army. http://www.globalsecurity.org/military/world/para/lra.htm. Diakses tanggal 10 November 2012. 2

sisi dapat dikatakan sebagai sebuah kelompok separatis, dan bahkan kelompok teroris modern. 3 Tahun 1987 menjadi awal munculnya kelompok Lord s Resistance Army. Kompetisi yang terjadi antara berbagai kelompok etnis yang ada di Uganda, menginspirasi seorang Joseph Kony untuk membawa keadilan kembali di Uganda melalui kekuatan yang menurutnya diberikan langsung oleh tuhan. Joseph menyebut dirinya seorang nabi, yang diberikan kewajiban oleh tuhan untuk membawa restorasi politik dan perdamaian di Uganda melalui kekerasan, yang kala itu di Uganda, dihadapkan dengan banyak masalah. 4 Sejak saat itu, kelompok Lord s Resistance Army (LRA) yang telah bertahan selama 25 tahun lebih itu tidak pernah kehilangan akal dalam memberi terror kepada rakyat Uganda. Permasalahan dalam memahami LRA adalah tujuan dari kelompok Lord s Resistance Army itu sendiri. Kepentingan kelompok Lord s Resistance Army yang cenderung dinamis seiring dengan waktu, menjadi penghambat utama bagi beberapa aktor yang ingin bernegosiasi dengan kelompok yang telah membunuh hingga ribuan warga ini. Beberapa pemerintahan yang mendapat dampak langsung dari Lord s Resistance Army seperti Uganda, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, dan Republik Demokratis Congo hingga kini selalu menemui kesulitan. Jumlah warga yang diperkirakan meninggal akibat konflik dengan kelompok Lord s Resistance Army ini di tahun 2008-2011 sebanyak 3 Walter Laquer, New Terrorism; Fanaticism and Weapons of Mass Destruction, Oxford University Press, New York, 1999, hal. 262. 4 Background: Lord s Resistance Army, http://www.guardian.co.uk/katine/2007/oct/20/about.uganda. Diakses tanggal 18 November 2012. 3

2.400 orang. 5 Organisasi internasional juga hingga kini menemui banyak kesulitan dalam mengatasi masalah ini, terutama Uni Afrika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Internasionalisasi konflik yang terjadi bermula saat LRA dan pemerintahan Uganda sama-sama menegosiasikan sebuah perjanjian perdamaian di tahun 2006. Perjanjian tersebut disebut sebagai Juba Talks dan berlangsung hingga 2008. 6 Juba talks ternyata hanya digunakan oleh LRA untuk melarikan diri dari Uganda, menuju perbatasan dari negara Sudan Selatan, Congo, dan Republik Afrika Tengah. Penyebaran tersebut hingga kini membawa ancaman kepada keempat negara tersebut. Kebijakan-kebijakan dari berbagai aktor internasional telah berupaya menyelesaikan masalah LRA ini. Kebijakan yang dikeluarkan Uni Afrika misalnya yang akan merencanakan pengiriman 5,000 pasukan menuju perbatasan-perbatasan di negara-negara yang mendapatkan dampak LRA di pertengahan tahun 2012 dianggap sebagai salah satu solusi yang komprehensif dalam pemberantasan LRA. 7 Masalah yang muncul adalah komitmen dari empat negara yang mendapat pengaruh LRA tersebut, yakni Uganda, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, dan Republik Demokratis Congo, dalam pemberantasan kelompok tersebut. Perlawanan militer telah dilakukan, namun signifikansi dari komitmen negara menyebabkan hasil yang didapatkan tidak maksimal, dan malah memberikan lebih banyak waktu bagi Joseph Kony untuk merekrut lebih banyak warga untuk bergabung dalam LRA ini. 5 Key Statistics, http://theresolve.org/key-statistics. Diakses tanggal 15 November 2012. 6 Adam Branch, Displacing Human Rights: War and Intervention in Northern Uganda, Oxford University Press, New York, 2011, hal.30. 7 Ibid 4

Permasalahan utama lainnya yang muncul adalah kurangnya koordinasi negaranegara tersebut dengan sesama negara dan organisasi-organisasi internasional yang terkait. Kenyataan ini sangat tidak rasional, melihat urgensi yang dibawa oleh kelompok LRA tersebut. Salah satu cara mengatasi kelompok pemberontakan adalah mengetahui motif dari kelompok tersebut, yang ingin mereka perjuangkan hingga mati. Pemahaman akan motif dari kelompok pemberontak, akan membawa berbagai aktor untuk mengatasi pemberontak tersebut dengan cara mediasi konflik, yang berusaha menyatukan kepentingan dari aktor pemberontak, dan aktor-aktor berkepentingan lainnya. LRA mampu bertahan hingga sekarang sebab keunikan motif yang dimilikinya, yang dapat dikategorisasikan menjadi 2 bagian, yaitu motif internal dan eksternal. Motif ini-lah yang membuat LRA mampu bertahan hingga sekarang. Motif internal menjadi motif yang paling mengerikan dalam LRA ini. Seringkali kelompok LRA melakukan kekerasan dan pembunuhan massal di desadesa terpencil yang terletak di empat negara korban LRA. Alasan pembunuhan massal tersebut daripada eksternal, sebenarnya merupakan motif internal. Kenyataan bahwa mayoritas kekuatan LRA merupakan hasil dari penculikan, maka LRA menggunakan sebuah mekanisme doktrinasi melalui ketakutan, guna membangun yang namanya kesetiaan dalam kelompok LRA ini. Seringkali kita temui bahwa kelompok LRA melakukan kekerasan bahkan terhadap anggota LRA itu sendiri. Motif dibalik tindakan tersebut juga merupakan motif internal yang bertujuan membangun sebuah rasa takut. Akan tetapi, tujuan 5

kekerasan dalam internal LRA adalah memberikan contoh kepada seluruh anggota LRA, bahwa siapapun yang ingin melakukan pemberontakan terhadap kelompok LRA, akan mendapatkan hal yang sama dengan apa yang dialami anggota LRA yang disiksa ini. Banyaknya anggota LRA yang merupakan child soldier (tentara anak-anak), maka mekanisme menakuti yang diterapkan LRA sangat mempan dalam membangun ketakutan, sekaligus loyalitas dalam diri anggota LRA itu sendiri. Meskipun tidak begitu terlihat, terdapat usaha dari berbagai aktor dalam penyelesaian kasus LRA ini di tingkatan internasional, misalnya oleh organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi yang sejak berdiri di tahun 1945, menjadi harapan dunia internasional agar terdapat penyelesaian konflik yang damai. PBB telah berusaha melakukan berbagai mekanisme yang dianggap mampu mengurangi kekuatan dari Lord s Resistance Army itu sendiri. Perpanjangan dan penambahan mandat yang diberikan kepada MONUSCO (United Nations Organization Stabilization Mission in the Democratic Republic of the Congo) yang merupakan sebuah misi pasukan perdamaian PBB dalam mengatasi perang sipil di Congo adalah salah satu pendekatan militer yang telah dilakukan PBB. 8 PBB dianggap sebagai salah satu organisasi yang memiliki kewajiban dalam merespon masalah yang terjadi akibat eksistensi LRA. Dalam mengatasi berbagai kasus konflik yang ada, PBB membentuk sebuah lembaga yang disebut sebagai 8 United Nations Department of Public Information, Basic Facts About the United Nations, United Nations Publication, New York, 2011, hal. 75. 6

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas penuh dalam menerapkan mekanisme penyelesaian konflik. Dewan Keamanan PBB (United Nations Security Council) terdiri atas 15 negara, dan 5 negara diantaranya memiliki hak veto yang merupakan hak untuk menolak sebuah resolusi secara langsung, tanpa adanya diskusi terlebih dahulu oleh forum Dewan Keamanan. Berbagai konflik telah diatasi oleh PBB dalam bentuk mandat Peacekeeping maupun secara Humanitarian intervention di beberapa negara Afrika, yang memang dianggap sebagai benua dimana konflik merupakan hal yang lazim terjadi. Kasus LRA yang jelas merupakan bukan hanya sebuah ancaman internal sebuah negara, namun merupakan sebuah ancaman keamanan regional (akibat pengaruh yang diberikan kepada empat negara), maka tentunya PBB melalui lembaga seperti Dewan Keamanan PBB, memiliki tanggung jawab yang besar dalam penyelesaian konflik LRA itu sendiri. Kerjasama yang intensif melalui pemberian intelijen dan arahan kepada Uni Afrika, dan negara-negara yang mendapatkan dampak langsung dari LRA ini adalah salah satu solusi lainnya yang telah dilakukan oleh PBB. Pertanyaan paling besar yang muncul adalah signifikansi solusi yang telah diberikan oleh PBB tersebut dalam pemberantasan LRA secara keseluruhan, berdasarkan analisa kebijakan berbagai badan PBB dalam beberapa tahun terakhir ini. Analisa kebijakan PBB perlu dilakukan dalam menganalisa signifikansi dari kehadiran PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki obligasi untuk menciptakan perdamaian dunia, dan mengupayakan mekanisme-mekanisme dalam menciptakan perdamaian tersebut. 7

Urgensi dari pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army ini sebenarnya sudah terlihat dari puluhan tahun lalu, ketika Lord s Resistance Army melakukan pembantaian secara berkelanjutan di berbagai desa di Uganda Utara. Masalah akan tetapi tidak berhenti disitu, sebab di masa kini perkembangan Lord s Resistance Army sangat pesat. Internasionalisasi konflik yang melibatkan Lord s Resistance Army dan beberapa negara yang terletak di wilayah tengah Benua Afrika menjadi salah satu contoh mengapa masalah Lord s Resistance Army ini harus diselesaikan secepatnya. Dampak dari Lord s Resistance Army kini tidak hanya dirasakan di Uganda, namun telah menyebar ke tiga negara tetangga dari Uganda, sehingga membuat masalah lebih rumit, serta kemungkinan lebih banyak rakyat yang menjadi korban juga semakin meningkat. 9 Penelitian akan secara khusus difokuskan pada beberapa hal. Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam tentang berbagai kontribusi yang diberikan PBB dalam pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army dalam bentuk apapun. Penelitian ini juga akan menganalisa kendala yang dihadapi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan kelompok tersebut dari tahun 2008 hingga 2012, mengingat berbagai dinamika yang terjadi antara Perserkiatan Bangsa-Bangsa dan kelompok LRA tersebut. B. Batasan dan Rumusan Masalah Penulis akan meneliti lebih dalam tentang aktor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang lebih spesifik terhadap badan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army di Afrika. Penulis akan 9 Ibid, hal. 76. 8

tetapi juga akan mendeskripsikan hubungan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan berbagai aktor seperti Uni Afrika, dan negara-negara yang mendapatkan dampak langsung dari perbuatan-perbuatan Lord s Resistance Army seperti Republik Afrika Tengah, Republik Demokratis Congo, Sudan Selatan, dan Uganda. Eskalasi konflik terjadi pada tahun 2008 akibat kegagalan dari forum negosiasi Juba Talks. Keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam kasus Lord s Resistance Army ini juga terlihat mulai di tahun 2008. Penulis karena hal tersebut, akan membatasi waktu dari tahun 2008 hingga 2012 berbicara tentang tindakantindakan yang telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan kelompok tersebut. Penulis juga meneliti kendala yang dihadapi dalam pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army. Untuk itu, penulis merumuskan dua pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana kontribusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army di Afrika tahun 2008-2012? 2. Bagaimana kendala Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army di Afrika tahun 2008-2010? 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kontribusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa dalam pemberantasan Lord s Resistance Army di Afrika tahun 2008-2012. 2. Untuk mengetahui kendala Dewan keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan Lord s Resistance Army di Afrika tahun 2008-2010. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan menjadi bahan kajian bagi pengembangan studi Hubungan Internasional di masa mendatang, khususnya bagi pemerhati masalah konflik internasional dan yang tertarik untuk menganalisis kelompok Lord s Resistance Army serta kaitannya dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa di masa yang akan mendatang. 2. Sebagai referensi tambahan bagi pengkaji konflik internasional khususnya mengeni kelompok Lord s Resistance Army. 10

D. Kerangka Konseptual Benua Afrika merupakan benua yang dipenuhi oleh banyak konflik yang disebabkan oleh beragam hal. Konflik antar etnis, hingga konflik memperebutkan sumber daya alam sebuah negara kerap menjadi alasan utama terjadinya konflikkonflik tersebut. Motif yang biasanya menjadi latar belakang konflik di Afrika tidak terjadi dalam kasus Lord s Resistance Army yang memiliki tujuan yang sangat berbeda dengan kelompok pemberontak pada umumnya. Sejak tahun 2000an, kelompok ini menjadi pusat perhatian banyak pemerhati hak asasi manusia, dan organisasi internasional terbesar di masa kini, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Organisasi Internasional menurut Cheever dan Haviland adalah pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik melalui peretemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala. 10 Terdapat dua macam organisasi internasional secara umum, yakni IGO (Intergovernmental Organization) dan INGO (International Nongovernmental Organization). 11 Pendekatan Liberal merupakan awal mula fokus dunia internasional terhadap aktor-aktor seperti organisasi internasional. Ide tersebut pertama dikemukakan oleh Haas (paradigma liberalism institusionalisme). Liberal Institusionalisme menyatakan bahwa adanya ketidakmampuan pemerintah negara dalam memberikan kesejahteraan dan keamanan kepada warga negara tersebut. Organisasi internasional memiliki 10 John Baylis dan Steven Smith, The Globalization of World Politics; An Introduction to International Relations, Oxford University Press, New York, 2001, hal. 185. 11 Ibid 11

obligasi moral dalam menutupi kekurangan tersebut, melalui optimalisasi organisasi internasional yang mampu fasilitasi kepentingan nasional bersama. 12 Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi internasional seperti PBB melewati berbagai tahapan yang tidak terlepas dari kepentingan nasional negaranegara. Sebuah negara tentu sangat membutuhkan kehadiran dari sebuah organisasi internasional dalam keadaan dimana negara tersebut tidak mampu menyelesaikan sebuah masalah (isu politik, ekonomi, atau isu lainnya) tanpa bantuan aktor tersebut. 13 Masalah yang utama dihadapi oleh negara-negara adalah dalam merealisasikan sebuah bantuan dengan organisasi internasional, negara memiliki obligasi untuk menyerahkan sebagian dari kedaulatannya kepada organisasi internasional tersebut. Hal tersebut terjadi sebab dalam memberikan asistensi, organisasi internasional pasti akan melakukan sidang yang nantinya akan menentukan bentuk asistensi yang diberikan. PBB merupakan organisasi internasional terbesar saat ini, dan melalui Dewan Keamanan PBB, PBB ini diharapakan mampu membawa perdamaian di tempattempat berkonflik yang ada di dunia. Kasus Lord s Resistance Army yang terjadi di Uganda tahun 1980an merupakan salah satu tanggung jawab dari PBB, mengingat adanya ketidakmampuan pemerintahan Uganda dalam menyelesaikan masalah tersebut. 14 PBB tentunya memiliki banyak srategi dalam pemberantasan kelompok 12 John Baylis dan Steven Smith, The Globalization of World Politics; An Introduction to International Relations, Oxford University Press, New York, 2001, hal. 190. 13 Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of International Relations, ST. Martin s Press, New York, 2009, hal. 98. 14 New UN Report Highlights Lord s Resistance Army Atrocities Against Children, http://www.un.org/apps/news/story.asp?newsid=42163&cr=lra&cr1. Diakses tanggal 20 November 2012. 12

tersebut, namun efektifitas masih banyak dipertanyakan. Salah satu penghambat paling besar bisa dilihat dari berbagai prosesi pengambilan keputusan yang rumit, serta adanya kooperasi yang kurang dengan organisasi internasional lainnya seperti African Union (Uni Afrika) dan Negara-negara anggota PBB lainnya. Kenyataan tersebut membuat penyelesaian konflik semakin kompleks, mengingat dibutuhkannya resolusi dan mekanisme penyelesaian konflik dalam kasus ini. Perbedaan merupakan hal yang mendasari konflik apapun yang ada. Konflik merupakan perbedaan dalam hal sosio-kultural, politik, ataupun ideologi sehingga membuat seseorang atau kelompok melakukan perlawanan dimana salah satu bentuknya adalah melalui kekerasan. 15 Konflik dalam konteks hubungan internasional dapat dipecahkan dalam dua kategori, yaitu external conflict, dan internal conflict. Perbedaan keduanya pada dasarnya hanya terletak pada tingkatan dari konflik tersebut, dimana ada konflik yang berlangsung di dalam sebuah negara, dan konflik yang terjadi antar negara. 16 Berbagai macam konflik tentunya membutuhkan mekanisme resolusi konflik yang berbeda. Mekanisme resolusi konflik yang tepat dibutuhkan agar tidak terjadi eskalasi konflik dan konflik bisa dipecahkan dengan cepat. Terdapat beberapa konflik yang membutuhkan mediator dalam penyelesaiannya, bahkan ada pula yang membutuhkan sebuah tindakan koersif. 15 Ho-Won Jeong, Understanding Conflict and Conflict Analysis, SAGE Publications Ltd., London, 2008, hal. 5. 16 Conflict. http://oxforddictionaries.com/definition/english/conflict. Diakses tanggal 20 November 2012. 13

Kasus LRA merupakan sebuah konflik yang sangat unik. Keunikan motif yang awal mulanya merupakan motif freedom fighters dengan penerapan ideologi Kristen sebagai sebuah negara, kini berubah menjadi motif untuk bertahan hidup. Berbagai penyerangan yang bersifat Hit and Run yang dilakukan oleh LRA, merefleksikan bahwa walaupun kelompok ini ingin bertahan hidup, LRA masih mampu memberikan ancaman besar bagi dunia internasional. Johan Galtung menjelaskan di tahun 1960an mengenai asymmetric conflict dan symmetric conflict. Asymmetric Conflict merupakan konflik yang terjadi antara aktor yang memiliki kekuatan tidak imbang, misalnya konflik antara mayoritas dan minoritas, antara sebuah pemerintahan dan kelompok separatis. Symmetric Conflict merupakan konflik diantara dua aktor yang tidak memiliki sumber daya yang signifikan. 17 LRA dapat dikategorikan sebagai asymmetric conflict. Galtung kemudian menjelaskan bahwa dalam resolusi konfliknya, beberapa perubahan perlu dilaksanakan yakni de-eskalasi konflik, dan upaya transformasi hubungan dan kepentingan yang bertabrakan antar aktor yang berkonflik. Berbagai tahapan terjadinya sebuah konflik, membuat resolusi konflik sendiri menjadi lebih rumit. Konflik yang terjadi pada kasus LRA merupakan konflik yang kini memasuki fase konflik aktif. Spesifik apabila berbicara masalah konflik aktif, penyelesaiannya apabila negosiasi dan diplomasi telah gagal, hanyalah melalui metode war limitation yang berarti berbagai aktor diharapkan untuk melakukan 17 Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse dan Hugh Miall, Contemporary Conflict Resolution, Polity Press, Cambridge, 2011, hal. 10. 14

penerapan perdamaian, serta pengiriman pasukan untuk mendukung prosesi perdamaian dan stabilisasi. Resolusi Konflik dalam penerapannya, dapat menerapkan beberapa metode, termasuk penyelesaian konflik oleh beberapa aktor, yang biasa disebut sebaga Collective Security. Collective Security merupakan perjanjian dimana setiap negara dalam sistem, menyetujui bahwa sebuah masalah keamanan merupakan masalah bersama, serta menyetujui sebuah respon secara kolektif dalam menghadapi agresi. 18 Menurut mantan presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson, sebuah kerjasama militer dibutuhkan dalam penyelesaian sebuah konflik. Pembentukan Liga Bangsa-Bangsa merupakan latar belakang pernyataan dari Woodrow tersebut, dengan harapan bahwa Liga Bangsa-Bangsa secara ideal, diobligasikan untuk menyelesaikan sebuah perang dengan cara kekerasan. Liga Bangsa-Bangsa pada akhirnya gagal disebabkan oleh kerasnya kepentingan nasional beberapa negara, yaitu kegagalan Liga Banga-Bangsa dalam menarik negara-negara besar waktu itu. Istilah Collective Security akan tetapi masih digunakan dalam penyelesaian sebuah kasus konflik yang melibatkan kerjasama beberapa negara di dalamnya (misalnya NATO). 19 Bentuk dari Collective Security sangat beragam. Collective Security dapat berbentuk sebuah system aliansi keamanan, dimana Negara-negara bergabung sebagai respon terhadap sebuah masalah eksternal yang spesifik. Era modern seperti ini, istilah Collective Security dapat menjelaskan mengapa beberapa negara 18 Martin Griffiths dan Terry O Callaghan, International Relations: Key Concepts, Routledge, London, 2002, hal. 131. 19 Ibid 15

menggabungkan kekuatan militernya, untuk menghadapi sebuah ancaman keamanan yang dihadapi oleh beberapa negara tersebut. North Atlantic Treaty Organization merupakan salah satu organisasi Collective Security yang ada hingga kini, namun kini banyak terlihat Negara-negara yang melakukan aplikasi Collective Security untuk mengatasi beberapa kasus saja (bersifat sementara) dan ada pula yang langsung merupakan mandat dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konsep Collective Security akan digunakan dalam menganalisa berbagai perkembangan Collective Security dalam pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army oleh beberapa aktor. Keamanan kolektif telah dilaksanakan oleh negara-negara yang langsung mendapatkan dampak dari konflik LRA tersebut. Analisis lebih dalam akan dilakukan mengenai tingkat kesuksesan dari kerjasama tersebut, serta kaitan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mengoptimalkan usaha Collective Security tersebut. Kerjasama yang dilakukan oleh Congo, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, dan Uganda juga dikaitkan dengan organisasi internasional selain PBB, yaitu Uni Afrika. Hasil analisis tersebut digunakan dalam melihat sedalam apa kontribusi PBB dalam pemberantasan kelompok LRA tersebut, serta hambatan apa yang dihadapi selama beberapa tahun terakhir. 20 Kunci dari kesuksesan Collective Security adalah kepentingan nasional yang sama dalam menghadapi sebuah ancaman eksternal. PBB sebagai organisasi internasional yang berkomitmen dalam menyelesaikan berbagai konflik yang ada hingga kini, perlu dianalisa perannya dalam menyatukan kepentingan nasional dalam 20 Ibid 16

upaya menghadapi kelompok LRA ini. Kompleksitas kepentingan nasional yang terdapat dalam PBB juga akan menjadi pertimbangan analisa dalam penelitian penulis, dimana faktor yang mampu memberi akselerasi terhadap sebuah resolusi konflik adalah kepentingan-kepentingan nasional yang terdapat dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Spesifik akan lebih banyak dibahas malasah forum Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konsep Organisasi Internasional, Resolusi Konflik, dan Collective Security akan digunakan dalam menganalisa peranan PBB dalam kasus Lord s Resistance Army. Ketiga konsep akan digunakan dalam mendapatkan jawaban terhadap aktor yang paling bertanggung jawab, dan resolusi yang tepat diterapkan seperti apa. Konsep tersebut akan penting dalam mendalami rumusan-rumusan masalah yang telah dibatasi oleh penulis sebelumnya. Namun, tujuan utama dari konsep-konsep tersebut adalah penyelesaian konflik yang terjadi akibat eksistensi dari kelompok Lord s Resistance Army tersebut. E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif, dimana metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta dari usaha pemberantasan kelompok Lord s Resistance Army oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 2. Jenis dan Sumber Data 17

Jenis data yang penulis gunakan adalah data sekunder, yang diperoleh dari berbagai literature dan hasil olahan yang diperoleh dari berbagai sumber. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (Library Search) yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisanya. Literatur ini berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar, dan situs-situs internet ataupun laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti. Bahan-bahan tersebut akan dikumpulkan dari tempat-tempat berikut ini: a. Center for Strategies and International Studies (CSIS) di Jakarta. b. United Nations Information Center (UNIC) di Jakarta. c. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin d. Perpustakaan Fisip Unhas 4. Teknik Analisis Data Teknik Analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, dengan menganalisa kemudian disimpulkan sedangkan data kuantitatif digunakan sebagai data pelengkap untuk menjelaskan data kualitatif. 5. Metode Penulisan 18

Metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deduktif, dimana penulis terlebih dahulu akan menggambarkan permasalahan secara umum, lalu kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. 19

BAB II TELAAH PUSTAKA A. Organisasi Internasional Negara dalam konteks hubungan Internasional merumuskan berbagai kebijakan luar negeri untuk mencapai yang disebut national interest (kepentingan nasional). Dalam mencapai kepentingan nasional sebuah negara, negara terlebih dahulu perlu mengetahui dan mengukur kemampuan dari negara sendiri. Seringkali negara tidak mampu untuk memenuhi kepentingan nasionalnya secara independen, sehingga membutuhkan aktor-aktor negara lain yang dianggap mampu membantu negara tersebut dalam pencapaian kepentingan nasionalnya. Keadaan tersebut yang menjadi faktor utama sebuah negara menjadi anggota berbagai organisasi internasional, yang kemudian akan menjadi bagian dari kerjasama multilateral melalui perjanjian-perjanjian internasional. Organisasi Internasional dibentuk berdasarkan kepentingan nasional negaranegara yang menjadi anggota. Hal ini terjadi karena organisasi internasional dalam pengambilan keputusannya, akan ditentukan oleh hasil dari negosiasi para anggota organisasi internasional tersebut. Negara yang tidak mampu menyelesaikan atau memenuhi kepentingan nasionalnya secara independen akan menjadi bagian dari organisasi internasional tersebut setelah menyetujui secara internal negara, bahwa merupakan sebuah urgensi untuk menjadi bagian dari organisasi internasional 20

tersebut. Sekilas dapat disimpulkan bahwa organisasi internasional merupakan sebuah lembaga yang akan selalu menguntungkan negara, sebab tujuan untuk membantu kepentingan nasional negara. Namun, sering terlihat bahwa negara menjadi anggota beberapa organisasi internasional, dan juga menolak keanggotaan sebuah organisasi internasional lainnya dengan berbagai alasan. Menyerahkan kedaulatan negara kepada forum internasional dari organisasi internasional tersebut, menjadi faktor utama hal tersebut. Kedaulatan dapat didefinisikan sebagai hak yang dimiliki aktor negara untuk menentukan arah kebijakan dalam negeri maupun luar negeri. 21 Dalam pengambilan keputusan sebuah organisasi internasional, proses tersebut akan meghilangkan sebagian dari kedaulatan negara. Keadaan ini terjadi sebab negara tidak lagi memiliki otoritas untuk sepenuhnya menentukan arah kebijakan terhadap negerinya, akan tetapi ditentukan oleh forum dari organisasi internasional tersebut, yang tentunya terdiri atas beberapa negara anggota. Tentunya ini merupakan keadaan modern dari dinamika hubungan internasional, tidak seperti masa sebelum perang dunia II, dimana negara memutuskan apapun tanpa intervensi pengambilan keputusan, yang diakibatkan oleh ketidakhadiran organisasi internasional. Adapun sejarah dari organisasi internasional tersebut, dapat dilihat dalam konsep Liberal Institusionalisme yang dibentuk pada masa-masa setelah kejatuhan dari Liga Bangsa-Bangsa. Pasca keruntuhan Liga Bangsa-Bangsa, beberapa pendapat 21 Martin Griffiths dan Terry O Callaghan, International Relations: The Key Concepts, Routledge, London, 2002, hal. 316. 21