BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
|
|
- Bambang Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai dengan baik. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan prinsip-prinsip penyelesaian sengketa; 2. Menyebutkan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional; 3. Memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa secara kekerasan; 4. Memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa secara damai;
2 P O K O K B A H A S A N PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PRINSIP-PRINSIP UMUM Penyelesaian suatu sengketa pada saat ini sudah tidak dapat dilaksanakan dengan cara kekerasan, melainkan harus dengan cara damai. Pengaturan tentang penyelesaian sengketa ini sudah ditegaskan dalam Pasal 1 Konvensi Penyelesaian Sengketa-sengketa secara damai yang ditandatangani di Den Haag, dan kemudian dikukuhkan lagi dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB dan Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu. 1. Prinsip-Prinsip Umum Yang Berlaku Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara dan Deklarasi Manila mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai, menyebutkan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal, yaitu: a. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara; b. Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara; c. Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa; d. Prinsip persamaan kedaulatan negara; e. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial suatu negara; f. Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional; g. Prinsip keadilan dalam hukum internasional. 2. Kebebasan Memilih Prosedur Penyelesaian Pasal 33 Piagam PBB meminta kepada negara-negara untuk menyelesaikan secara damai sengketa-sengketa mereka dan menyebutkan bermacam-macam prosedur yang dapat dipilih oleh negara-negara untuk menyelesaikan sengketa mereka. Kepada negara-negara diberikan kebebasan untuk memilih prosedur yang diberikan tersebut. Pada umumnya negara-negara memilih pada prosedur
3 penyelesaian secara politik, ketimbang penyelesaian melalui arbitrase atau secara yurisdiksional, karena penyelesaian politik akan lebih memberikan perlindungan kepada kedaulatan mereka. Kalau melalui cara politik tidak berhasil, baru diambil prosedur penyelesaian secara hukum, kalau ada aspek hukum didalamnya. 3. Penyelesaian Secara Politik dan Secara Hukum Pada umumnya, sengketa itu ada dua jenis, yaitu sengketa politik dan sengketa hukum. Sengketa politik adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridis, seperti kepentingan nasional dan politik negara. Sedangkan sengketa hukum adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau ketentuan yang telah diakui oleh hukum internasional. Pembedaan kedua jenis sengketa ini perlu diperhatikan utnuk dapat menemukan cara penyelesaian sengketa yang tepat. Untuk sengketa yang bersifat politik, maka akan dipakai penyelesaian melalui prosedur politik. Sedangkan untuk sengketa bersifat hukum, akan ditempuh cara melalui penyelesaian yang melalui prosedur hukum. Perbedaan cara penyelesaian ini terletak pada kekuatan mengikat dari keputusan yang diberikan. Untuk penyelesaian secara politik, keputusan yang diambil hanya berbentuk usulan yang tidak mengikat kedua belah pihak yang bersengketa. Sedangkan keputusan yang diambil dari penyelesaian hukum mempunyai sifat mengikat dan membatasi kedaulatan negara-negara yang bersengketa. BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA SECARA POLITIK 1. Penyelesaian Dalam Kerangka Antar Negara Cara penyelesaian sengketa yang pertama-tama sering dipraktekkan oleh negara-negara adalah perundingan secara langsung (negoisasi). Perundingan biasanya dilakukan dalam bentuk pembicaraan-pembicaraan langsung antara negara-negara yang bersengketa dalam pertemuan tertutup. Namun pada kenyataannya, negara-negara tidak bisa langsung mengadakan perundingan, melainkan mereka membutuhkan pihak-pihak yang menghubungkan mereka. Oleh sebab itu, perundingan dapat dilakukan dalam bentuk konferensi atau kongres yang diprakarsai oleh negara ketiga. e. Perundingan Langsung Antar Negara; Perundingan-perundingan langsung ini biasanya dilakukan oleh menterimenteri luar negeri, duta-duta besar atau wakil-wakil yang ditugaskan khusus utnuk berunding. Perundingan dapat berlangsung dalam kerangka bilateral maupun multilateral. Tujua perundingan selin untuk menyelesaikan masalah
4 yang sudah ada, juga dapat menghasilkan suatu pengaturan baru yang akan dapat mencegah potensi terjadinya sengketa. f. Jasa-jasa Baik dan Mediasi; Jasa-jasa Baik artinya intervensi suatu negara ketiga yang merasa dirinya wajar utnuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara dua negara, dimana negara ketiga itu menawarkan jasa-jasa baiknya. Prosedur jasa-jasa baik ini dapat diminta oleh salah satu pihak dari kedua negara yang bersengketa atau oleh kedua-duanya. Negara ketiga harus membatasi diri dan hanya mempergunakan pengaruh moral atau politiknya agar negara-negara yang bersengketa mengadakan hubungan satu sama lain. Negara-negara yang menawarkan jasa-jasa baik tidak ikut secara langsung dalam perundingan, melainkan hanya mempersiapkan dan mengambil langkahlangkah yang perlu agar negara yang bersengketa mau melakukan pertemuan dan merundingkan sengketanya. Sedangkan Mediasi adalah merupakan campur tangan yang lebih nyata. Negara-negara ketiga bukan hanya menawarkan atau mempertemukan negaranegara yang bersengketa, melainkan juga mengusulkan dasar-dasar perundingan dan ikut serta secara aktif dalam perundingan. Negara ketiga menggunakan pengaruhnya agar negara yang bersengketa memberikan konsensi timbal balik demi tercapainya suatu penyelesaian. Adapun antara jasa-jasa baik dan mediasi mempunyai banyak kesamaan, diantaranya: Prosedur jasa-jasa baik dan mediasi ditandai dengan intervensi negara ketiga, kelompok negara-negara, ataupun seorang tokoh yang dikenal; Intervensi negara ketiga tidak memberikan kewajiban bagi negara yang bersengketa; Negara yang bersengketa dapat menolak intervensi pihak ketiga tanpa alasan apapun; Negara ketiga sering juga bertindak sebagai mediator. g. Jasa-jasa Baik dan Mediasi Sekjen PBB; Sekretaris Jenderal PBB sering memberikan jasa-jasa baiknya kepada pihakpihak yang terlibat untuk menyeleesaikan sengketa mereka. Hal ini berdasarkan prakarsa sendiri, permintaan dari Dewan Keamanan ataupun Majelis Umum PP, maupun negara-negara yang bersengketa itu sendiri. Prosedur jasa-jasa baik itu bukan saja dilaksanakan dalam sengketa antar negara tetapi juga dalam kasuskasus penyanderaan.
5 Selain melalui perundingan diplomatik, penyelesaian sengketa melalui cara politik juga dapat dilakukan melalui Angket. Angket juga merupakan cara penyelesaian sengketa yang non yurisdiksional dengan tujuan mengumpulkan fakta-fakta yang menjadi penyebab suatu sengketa. Angket juga bersifat kualitatif yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak yang bersengketa. Sistem ini bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat bagi jalannya suatu perundingan. Data-data ini bisa diperoleh langsung dari negara-negara yang bersengketa yang tentu saja versinya akan saling berbeda. Untuk itu perlu dibentuk sebuah Komisi untuk mencari fakta yang ada, yang akan memberikan laporan yang juga tidak akan dapat mengikat kedua belah pihak. Komisi hanya membatasi diri dalam pembuatan fakta-fakta dan tidak perlu membuat kesimpulan dari fakta-fakta yang sudah ada. Pasal 9 Konvensi Den Haag 1907 menyebutkan bahwa dalam sengketa-sengketa internasional di mana tidak terlibat baik kehormatan ataupun kepentingan pokok nasional tetapi hanya perbedaan pendapat mengenai fakta-fakta, negara yang bersengketa dapat membentuk Komisi Angket Internasional yang bertugas untuk mempermudah penyelesaian sengketa dengan jalan mempelajari secara tidak memihak dan penuh kesadaran persoalan mengenai fakta-fakta. Ada juga cara penyelesaian yang menggunakan prosedur Konsiliasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya suatu sengketa. Organ dapat mengajukan usul-usul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Komisi konsiliasi selain bertugas untuk mempelajari fakta-fakta juga harus mempelajari sengketa dari semua segi dan kemudian merumuskan suatu penyelesaian. Adapun suatu prosedur konsiliasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Konsiliasi suatu prosedur yang sudah diatur oleh Konvensi, dimana negaranegara yang bersengketa sudah berjanji untuk mengajukan sengketa mereka kepada komisi-komisi konsiliasi; Komisi sudah berwenang untuk mempelajari suatu persoalan dari semua aspek dan mengajukan usul-usul untuk penyelesaian; Komisi konsiliasi adalah komisi tetap yang segera dibentuk setelah berlakunya konvensi dan pembentukan tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam konvensi. 4. Penyelesaian Dalam Kerangka Organisasi PBB; PBB mempunyai wewenang yang cukup penting dalam penyelesaian suatu sengkete internasional, karena bidang cakupan PBB yang sangat luas dan memiliki
6 anggota yang paling besar dibandingkan dengan organisasi internasional lainnya. Adapun organ yang cukup berperan di dalam kerangka PBB adalah: a. Dewan Keamanan; Dalam Pasal 24 ayat (1) Piagam PBB disebutkan bahwa agar PBB dapat mengambil tindakan segera dan efektif, negara-negara anggota membeirkan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan setuju bahwa Dewan Keamanan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negara-negara anggota. Dalam prakteknya, walaupun pengaduan masalah ke Dewan Keamanan biasanya dilakukan oleh negara-negara secara individual, namun banyak juga pengaduan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Terhadap suatu sengketa, Dewan dapat merujuk pada keseluruhan prosedur penyelesaian non-yurisdiksional yang telah disediakan oleh hukum internasional. Dewan juga berhak menentukan suatu cara penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa melalui suatu keputusan dan keputusan tersebut mempunyai kekuatan mengikat. b. Majelis Umum; Menurut Pasal 10 Piagam PBB, Majelis Umum mempunyai peranan untuk dapat membahas semua persoalan atau hal-hal yang termasuk dalam kerangka Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi salah satu organ yang tercantum dalam Piagam, dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada anggota-anggota PBB atau ke Dewan Keamanan. Jadi Majelis Umum mempunyai wewenang atas berbagai persoalan baik suatu sengketa maupun hanya sebuah keadaan atau fakta. Majelis mempunyai kekuasaan intervensi dengan menarik perhatian Dewan Keamanan terhadap semua keadaan yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Majelis juga dapat mengusulkan tindakan-tindakan untuk penyelesaian secara damai semua keadaan, tanpa memandang asal-usul, yang mungkin mengganggu kesejahteraan umum atau membahayakan hubungan baik antar bangsa. c. Sekretaris Jenderal PBB; Berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB, seorang Sekretaris Jenderal dapat menarik perhatian Dewan Keamanan atas semua masalah, yang menurut pendapatnya dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia. BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA SECARA HUKUM 1. Ciri Pokok Peradilan Internasional
7 Suatu peradilan internasional bersifat fakultatif, artinya bila suatu negara ingin mengajukan suatu perkara ke peradilan internaisonal, maka diperlukan persetujuan semua pihak yang bersengketa. Tidak mungkin suatu negara mengajukan perkara ke peradilan internasional dengan melibatkan suatu negara lain, tanpa persetujuan negara lain tersebut. 2. Arbitrase Internasional Suatu arbitrase internasional bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara negara oleh hakim-hakim pilihan mereka dan atas dasar ketentuan-ketentuan hukum. Penyelesaian melalui arbitrase ini berarti bahwa negara-negara harus melaksanakan keputusan dengan itikad baik. Suatu arbitrase internasional mempunyai ciri-ciri yaitu bersifat sukarela, sifat hukumnya yang mengikat, dan non-institusioanl. Sukarela maksudnya negaranegara tidak diharuskan memilih cara penyelesaian melalui arbitrase, dan kalaupun dipilih cara arbitrase, maka hakim-hakimnya dapat dipilih dengan bebas oleh pihak yang bersengketa. Sifat hukum yang mengikat maksudnya ada keharusan dari para pihak untuk melaksanakan keputusan dengan itikad baik. Sedangkan noninstitusional artinya hakim-hakim yang dipilih tersebut bukan merupakan organorgan permanen yang dibentuk sebelum lahirnya sengketa. Bial sengketa tersebut sudah selesai diperiksa, maka organ arbitrase tersebutpun akan bubar. 3. Mahkamah Internasional Menurut Prof. George Scelle, Mahkamah Internasional adalah mahkamah peradilan tetap yang merupakan suatu institusi yang sudah ada sebelum lahirnya sengketa-sengketa dan hakim-hakimnya dibentuk secara organik sedangkan arbitrator hanya ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mahkamah internasional bersifat permanen, karena komposisi, organisasi, wewenang, dan tata kerjanya sudah dibuat sebelum lahirnya sengketa dan bebas dari kehendak negaranegara yang bersengketa. Mahkamah internasional dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonansi. Artinya mahkamah dapat mengambil tindakan sementara untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lain yang akan ditentukan oleh Hakim Mahkamah secara definitif. Keputusan mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. 4. Peradilan Internasional Di Bawah Kerangka PBB a. Mahkamah Pidana Internasional; b. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia; c. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda.
8 R I N G K A S A N 1. Menjelaskan prinsip-prinsip penyelesaian sengketa; Prinsip penyelesaian sengketa Hukum Internasional terdiri dari: 1) Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara; 2) Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara; 3) Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa; 4) Prinsip persamaan kedaulatan negara; 5) Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial suatu negara; 6) Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional; 7) Prinsip keadilan dalam hukum internasional.
9 2. Menyebutkan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional; Bentuk penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara politik dan secara hukum. Secara politik bisa melibatkan beberapa negara ketiga, mediator, ataupun organisasi internasional. Sedangkan secara hukum dapat menggunakan peradilan internasional, mahkamah internasional, arbitrase internasional, maupun peradilan ad hoc lainnya. L A T I H A N Mahasiswa harus mendiskusikan dalam kelompok masing-masing tentang beberapa kasus internasional yang diselesaikan dengan cara-cara, baik secara damai maupun secara kekerasaan. Berikan argumentasi tentang sisi baik dan buruknya bagi kedua alternatif penyelesaian sengketa tersebut. D A F T A R P U S T A K A Adolf Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, 1996 Agrawala, S.K., (eds.) Essays on the Law of Treaties. Orient Longman: New Delhi, Akehurst, Michael, A Modern Introduction to International Law, 7 th edition, Peter Malanczuk, Routledge, New York, 1997 AM.Wahyudidjafar, Judicial Review: Sebuah Pengantar, Aust, Anthony, "Modern treaty law and practice", Cambridge University Press, 2000 B. Conforti & A. Labella, Invalidity and Termination of Treaties: the Role of National Courts, EJIL 1, 1990 Bennet, Le Roy. International Organizations, Prentice Hall, Inc. USA, 1995
10 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2003, Alumni, Bandung Bowett, D.H, The Law of International Institutions, Stevens, London, 1982 Brierly, J.L, The Law of Nations, 6 th Edition, Edited by Sir Humpherly Waldock, Oxford, London, 1985 Brownly, Ian. Principles of Publik International Law, Fourth edition, Oxford University Press, , Basic Document on International Law. Clarendon Press: Oxford, Budiarto, M., Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan atas Hak-Hak Azasi Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia, Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1989 Churchill, R.R., dan Lowe, A.V. The Law of the Sea, 3th edition, Manchester University Press, 1999 Charter of the United Nations Djalal. Hasyim, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Bina Cipta, 1979 Vienna Convention on the Law of Treaties pdf Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations
11
HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM
HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN
Lebih terperinciBAB IX HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB IX HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat membandingkan antara hubungan diplomatik dengan hubungan konsuler. SASARAN BELAJAR (SB)
Lebih terperinciHUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:
BAB IV HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menunjukkan hubungan hukum nasional dengan hukum internasional SASARAN
Lebih terperinciBAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami kedudukan subyek hukum dalam hukum internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari
Lebih terperinciBAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami hakikat dan dasar berlakunya Hukum Internasional serta kaitannya dengan
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum
Lebih terperinciBAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang sumber-sumber Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari
Lebih terperinciS I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7
1 S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL : WAJIB STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 B. DESKRIPSI
Lebih terperinciPada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace
Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak
Lebih terperinciBAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan
Lebih terperinciSILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013
SILABUS Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciHUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL. Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:
BAB X HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat membandingkan peran organisasi internasional dalam perkembangan Hukum Internasional. SASARAN
Lebih terperinciPERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI
PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian
Lebih terperinciLAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN
Lebih terperinciSENGKETA INTERNASIONAL
SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami gambaran umum Hukum Internasional.
i BAB I PENDAHULUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami gambaran umum Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional
28 BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional Dalam realita, hubungan-hubungan internasional yang dilakukan
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA D. Pengertian Sengketa Internasional Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan
Lebih terperinciKEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL
KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT
Lebih terperinciKomisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015
Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Poin pembelajaran Konteks kelahiran Komnas HAM Dasar pembentukan
Lebih terperinciSILABUS. Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum
SILABUS Mata Kuliah : Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 NTAG 1 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sengketa Internasional Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan
Lebih terperinciHUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 31, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciBAB VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapatmenghubungkan aspek-aspek negara dalam Hukum Internasional dengan benar. SASARAN
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN
3 SATUAN ACARA PERKULIAHAN A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH :KAPITA SELEKTA HUKUM INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : PRASYARAT : JUMLAH SKS : 2 SKS SEMESTER
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional
Lebih terperinciInternational Dispute. 4
MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 15 METODE PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Damai Pertikaian atau sengketa adalah dua kata yang dipergunakan secara
Lebih terperinciBAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait
BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur
Lebih terperinciKonvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
Lebih terperinciKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SILABUS Mata Kuliah : Sistem Tata Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2038 SKS : 3 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum 2. Sudaryanto, S.H., M.Hum 3. Bambang Irianto, S.H., M.Hum 4. Eva Arief,
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1
HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013
SILABUS Mata Kuliah : Hukum Sengketa Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2089 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciKonvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid
Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara
Lebih terperinci- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik
BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciUNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum SH HI 1209 2 VI (enam) Ayu Efritadewi, S.H., M.H. Deskripsi Mata Kuliah Matakuliah Hukum merupakan matakuliah
Lebih terperinciKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SILABUS Mata Kuliah : Hukum Internasional nal Kode Mata Kuliah : HKI 2037 SKS : 4 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum 2. Bambang Irianto, S.H., M.Hum 3. Ir. Bambang Sisiwanto, S.H., M.Hum 4. Sudaryanto,
Lebih terperinciLAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;
LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciBEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN
BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum
Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL
BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara
Lebih terperinciStatuta Mahkamah Internasional (1945) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasal 1
Statuta Mahkamah Internasional (1945) Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 1 Mahkamah Internasional dibentuk berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa sebagai badan kehakiman peradilan utama dari Perserikatan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 14/1999, PENGESAHAN AMENDED CONVENTION ON THE INTERNATIONAL MOBILE SATELLITE ORGANIZATION (KONVENSI TENTANG ORGANISASI SATELIT BERGERAK INTERNASIONAL YANG TELAH DIUBAH)
Lebih terperinciBAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 21, 1999 PERJANJIAN. RATIFIKASI. INMARSAT. SATELIT. KONVENSI. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14
Lebih terperinciBeberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan
Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Kelelung Bukit Fakultas Hukum Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Sejalan dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1
BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 A. Pendahuluan Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen, kerjasama yang terorganisasi (organized cooperation)
Lebih terperinciHUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase
BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciSILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL
SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata
Lebih terperinciPERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,
Lebih terperinciKEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004
KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciDiadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH
Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pertanyaan utama dalam penulisan hukum / skripsi ini, dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :
Lebih terperinciKEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN
KEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 83 TAHUN 1996 (83/1996) Tanggal: 25 Oktober 1996
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN
Lebih terperinciPPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum
1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
Lebih terperinciUNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SILABUS Mata Kuliah : Hukum esaia an Sengketa Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2089 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 Fakultas
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 2004 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Lebih terperinciDEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA
DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap
Lebih terperinci