BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Penyebab utamanya ialah infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Rinosinusitis dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi lamanya inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal, yaitu akut jika kurang dari 4 minggu, sub-akut jika terjadi selama 4 sampai 12 minggu, dan dikatakan kronik jika terjadi lebih dari 12 minggu (Shah, 2008). Menurut lqudah M et al, Rinosinusitis Kronik merupakan penyakit THT (Telinga Hidung dan Tenggorokan) yang sering ditemukan hampir disemua negara. Di Amerika Serikat, Rinosinusitis Kronik merupakan penyakit dengan angka morbiditas tertinggi yaitu 12,5% dari populasi. Rinosinusitis Kronik ini juga sangat mempengaruhi faktor ekonomi karena menyebabkan hilangnya waktu bekerja dan biaya untuk perawatan kesehatan (Ocampo dan Peters, 2013). Rinosinusitis Kronik mula-mula merupakan peradangan yang nonbakterial. Kebanyakan menjadi suatu penyakit yang buruk penyembuhannya atau merupakan akibat pengobatan yang tidak sempurna pada rinosinusitis yang berjalan subklinis. Keluhan Rinosinusitis Kronik bervariasi; kadang-kadang bahkan tidak ada keluhan sama sekali. Keluhan yang timbul ialah gangguan penghidu, ingus belakang hidung (akibat aliran ringan, namun terus menerus, materi terinfeksi dari hidung dan sinus paranasal ke dalam faring, pasien mengeluhkan gejala faringitis), nyeri kepala yang timbul terutama pada pagi hari, 1
2 dan infeksi saluran nafas berulang kali. Kelainan obyektif hanya ditemukan pada pemeriksaan dengan CT-Scan (Feenstra, 2007). Pada tahun 1996, American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery mengusulkan untuk mengantikan terminologi sinusitis menjadi rinosinusitis. Rinosinusitis dianggap lebih tepat karena menggambarkan proses penyakit dengan lebih akurat. Alasan yang mendasari perubahan sinusitis menjadi rinosinusitis adalah: 1. membran mukosa hidung dan sinus secara embriologi terhubung antara satu sama lain (contiguous); 2. sebagian besar penderita sinusitis juga menderita rinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rinitis; 3. gejala pilek, hidung tersumbat dan kurangnya penciuman ditemukan pada sinusitis maupun rinitis; dan 4. foto tomografi komputer dari penderita pilek menunjukkan inflamasi mukosa yang melapisi hidung sinus paranasalis. Berdasarkan data dari European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012 (EPOS), prevalensi Rinosinusitis Kronik yaitu sebanyak 10,9% dengan variasi geografis. Menurut data CDC (Centers for Desease Control and Prevention) pada tahun 2009-2012 di Amerika ada 28,5 juta kunjungan karena sinusitis. Prevalensi Rinosinusitis Kronik di Amerika tahun 2009 yaitu 4,7% (CDC, 2012). Rinosinusitis Kronik mempengaruhi 14-16% dari populasi penduduk Amerika Serikat (Daudia, 2008). Penderita Rinosinusitis Kronik dewasa antara18 sampai 22 juta pasien yang mengunjungi poliklinik (berobat jalan) dan 545.000 pasien yang masuk ruang emergensi di Amerika Serikat. Survei dari beberapa daerah di Kanada melaporkan prevalensi Rinosinusitis Kronik mengenai rata-rata
3 5,0% dari populasi umum. Penelitian tersebut menyebutkan prevalensi Rinosinusitis Kronik pada wanita lebih besar dari pria. Prevalensi meningkat seiring pertambahan usia, dengan rata-rata 2,7% pada kelompok usia 20-29 tahun dan 6,6% pada kelompok usia 50-59 tahun. Setelah usia 60 tahun, prevalensi Rinosinusitis Kronik menurun menjadi 4,7%. Sama halnya dengan negara Amerika Serikat, rinosinusitis menyebabkan morbiditas dan mengurangi produktivitas di tempat kerja (Desrosiers, 2011). Sebuah penelitian terbaru di Sao Paulo dengan menggunakan metode wawancara secara personal dan mendefinisikan Rinosinusitis Kronik berdasarkan kriteria EPOS ditemukan prevalensi sebesar 5,5% (Fokkens, 2012).Pada penelitian di Thailand, dari 154 pasien anak-anak yang didiagnosis rinosinusitis, 103 anak diantaranya merupakan rinosinusitis akut dan 51 anak menderita Rinosinusitis Kronik. Penderita dengan rinitis alergi mempunyai resiko lebih besar berkembang menjadi Rinosinusitis Kronik (Poachanukoon, 2012). Menurut Health Technology Assessment (HTA) 2012, angka kejadian rinosinusitis di Indonesia belum diketahui secara pasti tetapi diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran napas akut, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya rinosinusitis. Berdasarkan data DEPKES RI tahun 2003 memaparkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama. Berdasarkan data di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK Universitas Hasanuddin Makassar, jumlah kasus rinologi periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 yaitu penderita rawat jalan sebanyak 12.557 kasus dan penderita rawat
4 inap sebanyak 1.092 kasus dengan perbandingan antara pria dan wanita yaitu 6:7 Kasus rawat inap yang terbanyak yaitu rinosinusitis 41,5% dan kasus pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 23,3% (Punagi, 2008). Menurut Soetjipto (2006) dalam Multazar (2011), data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 300 pasien (69,0%) adalah Rinosinusitis Kronik. Di bagian THT-KL Fakultas Kedokteran UGM/RS Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006-2007 didapatkan 118 penderita rinosinusitis kronis 42,0% dari seluruh pasien rinologi (Dewanti, 2008). Di poliklinik THT-KL RS Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 didapatkan 168 pasien rinosinusitis (64,29%) dari seluruh pasien rinologi (Lasminingrum, 2008). Penelitian Muslim (2006) di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 40 penderita Rinosinusitis Kronik dengan kelompok umur terbanyak yaitu 25-34 tahun 16 orang (40%) dan terdiri dari 21 perempuan (52,5%) dan 19 laki-laki (47,5%) (Muslim, 2006). Penelitian Syahrizal tahun 2009 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 24 penderita Rinosinusitis Kronik. Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015ditemukan 211 penderita Rinosinusitis Kronik dengan rincian tahun 2011sebanyak 41 orang, tahun 2012 sebanyak 46 orang, tahun 2013 sebanyak 53 orang, tahun 2014 sebanyak 45 orang dan tahun 2015 sebanyak 26 orang.
5 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2011-2015. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama dan pekerjaan. b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan keluhan. c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan lokasi rinosinusitis. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan sinus yang terlibat. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan riwayat penyakit. f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan komplikasi. g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan penatalaksanaan medis.
6 h. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita Rinosinusitis Kronik. i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan keadaan sewaktu pulang. j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan banyak sinus yang terlibat. k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita Rinosinusitis Kronik berdasarkan banyak sinus yang terlibat. l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan riwayat penyakit. m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat penyakit berdasarkan banyak sinus yang terlibat. n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi komplikasi berdasarkan lokasi Rinosinusitis Kronik. o. Untuk mengetahui perbedaan proporsi keluhan berdasarkan banyak sinus yang terlibat. p. Untuk mengetahui perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan banyak sinus yang terlibat.
7 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tentang karakteristik penderita Rinosinusitis Kronik tahun 2011-2015. 1.4.2 Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lain khususnya yang berhungan dengan Rinosinusitis Kronik. 1.4.3 Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penyakit Rinosinusitis Kronik dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.