BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

PERTUMBUHAN BIBIT SENGON [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] YANG DIKEMBANGKAN DARI BENIH DAN KULTUR JARINGAN PADA BERBAGAI KOMPOSISI MEDIA TANAM

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Arang Sekam untuk Memperbaiki Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) pada Media Subsoil

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK AKLIMATISASI TANAMAN HASIL KULTUR JARINGAN Acclimatization Technique for Tissue Culture Plants I. PENDAHULUAN

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN. masing parameter akan disajikan secara berturut turut sebagai berikut : A. Tinggi Tanaman (cm)

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bibit sengon yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari benih dan kultur jaringan. Persentase keberhasilan kecambah benih sengon ialah 94,5%, sedangkan persen aklimatisasi planlet sengon ialah 67,5%. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon dan media tanam terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon dan komposisi media terhadap peubah yang diamati Peubah Asal Bibit (A) Media Tanam (B) AxB Tinggi * tn tn Diameter * * * Berat basah pucuk tn * * Berat basah akar tn * tn Berat basah total tn * * Berat kering pucuk tn * * Berat kering akar tn * tn Berat kering total tn * * Nisbah pucuk akar tn * tn Jumlah bintil akar tn * * * = Pengaruh perlakuan berbeda nyata pada taraf nyata 5 % tn = Pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata Asal pengembangan bibit sengon berbeda nyata pada taraf 5% pada peubah tinggi dan diameter. Komposisi media berbeda nyata pada taraf 5% pada peubah berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering total, nisbah pucuk akar, dan jumlah bintil akar. Ada interaksi antara asal bibit dan media tanam pada peubah diameter, biomassa pucuk, biomassa total dan jumlah bintil akar.

Tabel 2 Pertambahan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan Tinggi (cm) Asal bibit Benih 6,98 b Kultur Jaringan 8,82 a Media tanam 1 6,75 b 2 11,11 a 3 0,96 b angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Pertambahan tinggi bibit sengon yang ditanam pada 3 macam media tanam dapat dilihat pada Tabel 2. Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan mempunyai pertambahan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Media 2 memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertambahan tinggi bibit bila dibandingkan dengan media 1 dan 3. Pertumbuhan tinggi bibit sengon selama 16 minggu dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Pertumbuhan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam Pertambahan diameter bibit sengon yang ditanam pada 3 macam komposisi media tanam dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Bibit yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan, dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan dan 3.

Gambar 3 Pertambahan diameter bibit sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah pucuk pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat basah lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 5). Bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2, dan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 1 dan 3 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 1 dan 3. Gambar 4 Pertumbuhan diameter bibit sengon 5 bulan setelah tanam

Gambar 5 Berat basah pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak bebeda nyata terhadap berat basah akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah akar pada taraf 5% (Tabel 3). Bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai berat basah akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3. Tabel 3 Berat basah akar sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan Tinggi (cm) Asal bibit Benih 2,33 a Kultur Jaringan 2,58 a Media tanam 1 0,98 b 2 5,44 a 3 0,95 b angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah total, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah total pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat basah total total lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gamabar 6).

Gambar 6 Berat basah total bibit sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering pucuk, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering pucuk pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat kering lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 7). Bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 1 dan 3 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 1 dan 3. Gambar 7 Berat kering pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap berat kering akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering akar pada taraf 5% (Tabel 4). Bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai berat kering akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3.

Tabel 4 Berat kering akar sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan Tinggi (cm) Asal bibit Benih 1,91 a Kultur Jaringan 2,16 a Media tanam 1 0,90 b 2 4,43 a 3 0,77 b angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering total, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering total pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat kering total lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 8). Gambar 8 Berat kering total bibit sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak bebeda nyata terhadap nisbah pucuk akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nisbah pucuk akar pada taraf 5% (Tabel 5). Hasil pengujian pengaruh komposisi media menunjukan bahwa bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai nisbah pucuk akar yang lebih rendah dibandingkan dengan media 1 dan 3.

Tabel 5 Nisbah pucuk akar sengon 16 minggu setelah tanam Perlakuan Tinggi (cm) Asal bibit Benih 3,43 a Kultur Jaringan 2,56 a Media tanam 1 3,97 a 2 1,56 b 3 3,47 a angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki jumlah bintil akar lebih banyak dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3. Bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 (Gambar 9). Bentuk bintil akar dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 9 Jumlah bintil akar bibit sengon 16 minggu setelah tanam

1 cm I cm A B Gambar 10 (A) Bintil akar yang masih berada di akar, (B) Bintil akar yang telah terpisah dari akar 4.2 Pembahasan Benih dan planlet sengon yang digunakan berasal dari provenan yang sama yaitu provenan Kediri. Benih diunduh 1 bulan sebelum digunakan, sehingga persentase perkecambahan benihnya masih tinggi. Teknik aklimatisasi planlet sengon yang diterapkan dalam penelitian ini mampu meningkatkan persentase keberhasilan aklimatisasi menjadi 67,5%, dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu 40% (Imelda et al. 2010). Menurut Sukarutiningsih et al. (2002) persentase keberhasialan aklimatisasi planlet sengon dapat mencapai 100%, jika proses pengakarannya dilakukan di dalam media kultur jaringan dalam kondisi aseptik. Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan semai yaitu kondisi lingkungan berupa ketersediaan air dan suhu lingkungan mikro, serta kondisi internal semai yaitu berupa kesiapan fisiologis semai untuk beradaptasi pada saat penyapihan. Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan mempunyai tinggi dan diameter yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Namun, bibit sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan memiliki berat basah dan berat kering yang sama. Hal ini dapat terjadi karena bibit sengon yang yang dikembangkan dari benih memiliki tajuk yang lebih besar bila dibandingkan dengan bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan. Jadi, untuk memperoleh bibit sengon yang pertumbuhannya cepat dapat digunakan teknik kultur jaringan. Untuk melakukan teknik kultur jaringan dibutuhkan biaya yang cukup mahal bila dibandingkan dengan perbanyakan generatif (benih), sehingga perbanyakan dengan teknik kultur jaringan dapat

diterapkan untuk tanaman sengon yang mempunyai sifat unggul, seperti: pohon sengon yang mempunyai ketahanan terhadap serangan hama boktor (Xystrocera festivan Pascoe) (Siregar et al. 2009), dan pertumbuhannya cepat. Pertumbuhan tanaman adalah proses terjadinya peningkatan jumlah dan ukuran daun dan batang. Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya ditentukan oleh area daun yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung pada penangkapan energi oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka energi yang ada digunakan oleh jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi fotosintesis. Oleh karena itu, akar menerima energi hanya pada saat ada kelebihan energi yang diproduksi melalui fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman (Dewi 2007). Nisbah pucuk akar (NPA) mencerminkan keseimbangan antara pucuk dan akar. Nisbah pucuk akar harus relatif seimbang karena nilainya menandakan keseimbangan antara transpirasi dan kemampuan daya isap akar terhadap jumlah air yang berada di dalam tanah. Nilai NPA juga merupakan ukuran dan nilai penting bagi bibit dalam proses pemindahannya ke lapangan, karena tanaman yang baru dipindahkan harus mempunyai laju transpirasi sekecil mungkin untuk menghindari dehidrasi (Sari 2002). NPA terendah terdapat pada bibit sengon yang ditanam pada media 2 dengan nilai sebesar 1,56. Menurut beberapa penelitian nilai nisbah pucuk akar yang mendekati 1 lebih baik untuk daerah tropis dengan intensitas cahaya matahari cukup tinggi. NPA yang rendah memberikan indikasi ketahanan dan pertumbuhan yang baik (Sari 2002). Hal ini menunjukkan media 2 dapat menghasilkan bibit sengon dengan keseimbangan pertumbuhan pucuk-akar yang baik serta memiliki tingkat survival yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3. Salisbury dan Ross (1995) menyebutkan bahwa lebih besarnya biomassa tajuk dibanding akar memungkinkan terjadinya pengendalian penyerapan hara oleh tajuk. Tajuk akan meningkatkan penyerapan hara oleh akar dan secara cepat menggunakan hara tersebut dalam produk pertumbuhan (protein, asam nukleat,

dan klorofil). Selain itu tajuk dapat memasok karbohidrat yang digunakan akar untuk menghasilkan ATP yang membantu penyerapan hara. Secara keseluruhan bibit sengon yang ditanam pada media 2 memberikan pengaruh yang sangat baik pada peubah diameter, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, nisbah pucuk akar, dan jumlah bintil akar. Media 2 merupakan campuran dari tanah dan arang sekam, disertai penambahan inokulum FMA yang diberikan pada lubang tanam. FMA akan berasosiasi dengan akar bibit sengon untuk membantu meningkatkan penyerapan hara. Bibit yang diinokulasi dengan FMA biasanya mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Sebagai contoh, inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit sengon (Putri 1998), tanaman blueberry (Scagel et al. 2005), bibit Acacia mangium dan sengon (Ekyastuti 1998), bibit Gmelina arborea (Hidayat 2003), bibit Lamtoro (Verawati 2003). Pada penelitian ini inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit sengon sampai 110% dibandingkan dengan kontrol. FMA berperan meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. Pada saat P (Phosfor) berada di sekitar rambut akar, maka hifa membantu penyerapan P di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar (Li et al. 2005). Selain dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, FMA juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, contohnya Rhizobium. Bibit sengon yang diinokulasi oleh FMA mempunyai jumlah bintil akar yang lebih banyak bila dibandingkan dengan bibit sengon yang tidak diinokulasi oleh FMA, walaupun bibit sengon tersebut tidak diinokulasi dengan Rhizobium. Bintil akar yang berisi Rhizobium membantu fiksasi N dari udara. Atmosuseno (1998) menyatakan bahwa bintil akar yang berisi Rhizobium dapat memfiksasi nitrogen bebas dari udara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang untuk pertumbuhan. Pada penelitian Nusantara (2002), inokulasi Rhizobium dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit sengon sampai 40% dan diameter sampai 90% bila dibandingkan dengan kontrol. Inokulasi ganda Rhizobium dan FMA dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit sengon sampai 40% dan diameter 100% dibandingkan dengan kontrol.

Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan lebih mampu beradaptasi dengan baik pada semua komposisi media bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Secara keseluruhan, bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Media 1 juga memberikan hasil yang baik bila dibandingkan dengan media 3 yang digunakan sebagai kontrol. Media 3 merupakan campuran dari tanah, kompos, dan pasir. Media 3 merupakan media yang umum digunakan untuk bibit sengon sehingga media 3 ditetapkan sebagai kontrol. Komposisi media 1 merupakan campuran dari tanah, kompos, dan arang sekam. Pada semua peubah yang diamati media 1 yang menggunakan arang sekam menunjukkan rata-rata yang lebih baik bila dibandingkan dengan media 3 yang menggunakan pasir. Hal ini menunjukkan bahwa arang sekam dapat dapat digunakan sebagai campuran media tanam untuk pengganti pasir. Penggunaan arang sekam dapat menyebabkan akar lebih berkembang sehingga penyerapan hara dan air berjalan baik dan berpengaruh pula pada pertumbuhan tanaman. Menurut Djatmiko et al. (1985) arang adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur C (Carbon). Secara morfologi arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Aplikasi arang sekam terutama pada lahan yang miskin hara dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara lain: sirkulasi udara dan air tanah, ph tanah, dan menyerap kelebihan CO 2 tanah (Pari 2002). Selain itu, arang sekam juga mudah didapat, ringan, dan harganya lebih murah dibandingkan dengan pasir.