I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Terjadi kaitan yang sangat erat antara kejadian kebakaran hutan dengan perubahan iklim global (global climate change) yang disebabkan meningkatnya karbon dioksida (COz) sebagai hasil proses kimia dari kebakaran hutan yang dilepaskan ke udara membentuk gas-gas rumah kaca. Dalam hubungannya dengan aspek pemanasan global, lahan gambut menyimpan karbon sekitar 300 milyar ton (Sjors 1980 dalam Andriesse, 1988). Emisi karbon dari pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian 50-81 ton per tahun, sedangkan untuk kegiatan kehutanan hanya 0,3-2,O ton per tahun (Maltby, 1997). World Bank (2001) memperkirakan luas lahan dan hutan yang rusak akibat kebakaran di Indonesia pada tahun 199711998 seluas 9,7 juta ha (4,8 juta merupakan kawasan hutan) dengan kerugian ekonomi diestimasi sebesar $ 9,3 milyar USD. Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu isu lingkungan yang penting karena banyaknya faktor terkait dan dampak yang ditimbulkannya bukan saja bersifat lokal dan regional, tetapi juga berdampak global. Kerugian akibat kebakaran hutan di Indonesia sangat besar, karena hutan mempunyai manfaat lingkungan yaitu kayu dan non kayu. Dalam menaksir jumlah kerugian akibat kebakaran hutan, pada umumnya hanya mencakup pada kerugian nilai kayu saja, padahal di dalam hutan masih banyak terdapat manfaat non kayu, seperti sumber plasma nutfah, ekowisata, carbon sink, sumber air dan pengatur tata air, pengendalian erosi dan konservasi tanah, siklus hara dan waste treatment yang sangat besar manfaatnya tetapi sulit menilai manfaat total ekonominya sehingga nilai kerugian sebenarnya akibat kebakaran belum dapat ditaksir secara akurat. Disamping kerugian sumberdaya alam hayati, baik yang terukur (tangible benefit) maupun yang tidak dapat diukur (intangible benefit), kebakaran hutan juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap manusia, vegetasi, satwa liar, tanah, air dan udara yang dapat dirasakan bukan hanya di lokasi kebakaran saja melainkan juga ke daerah lainnya bahkan sampai ke negara tetangga Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Dennis (1999) melaporkan bahwa jumlah manusia yang terganggu asap pada kejadian kebakaran hutan tahun 1997 di Indonesia diperkirakan sebanyak 75 juta orang. Kebakaran hutan rawa gambut
memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap pencemaran udara karena termasuk kebakaran tidak sempurna mengingat kandungan air gambut yang tinggi sehingga lebih banyak dihasilkan asap. Kebakaran hutan rawa gambut merupakan kasus kebakaran hutan yang relatif sulit dipadamkan karena gambut yang terbakar umumnya tidak tampak api. Pada kenyataannya padamnya api semata-mata mengandalkan turunnya hujan, gambut yang kering merupakan bahan bakar potensial yang mudah terbakar. Dengan demikian maka pencegahan kebakaran hutan menjadi sangat penting dalam pengelolaan hutan rawa gambut. Hingga saat ini pencegahan kebakaran hutan rawa gambut belum dapat diimplementasikan di lapangan, ha1 ini terbukti pada setiap musim kemarau panjang yang berselang antara satu sampai lima tahun selalu terjadi kebakaran hutan rawa gambut di lokasi penelitian. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang komprehensif untuk menemukan model prediksi berdasarkan faktor penentu terjadinya kebakaran hutan rawa gambut sebagai masukan dalam penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut. Firmansyah (2001) melaporkan bahwa bahwa ekosistem hutan rawa gambut di kelompok hutan S. Sugihan dan S. Lumpur Propinsi Sumatera Selatan telah mengalami kebakaran hutan pada setiap musim kemarau panjang sebagaimana yang telah terjadi sejak tahun 1987, 1991, 1994, 1997 dan 1998. Bahkan pada tahun 1999 hutan gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir dilaporkan kembali terbakar seluas 14.000 ha yang berlangsung selama dua bulan. Pada masa mendatang hutan gambut di Pantai Timur Sumatera Selatan khususnya di kelompok hutan S. Sugihan dan S. Lumpur mempunyai resiko tinggi terhadap kebakaran hutan yang mencakup lahan dengan perkiraan luas areal 420.800 ha (Anderson, 2001). Oleh karena itu, di lokasi tersebut dipilih untuk penelitian penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut karena setiap musim kemarau menghadapi masalah yaitu te rjadi kebakaran hutan. Karena kebakaran hutan merupakan isu lingkungan maka pengkajiannya memerlukan suatu kerangka berpikir yang bersifat multidisiplin melalui kajian sistem interaksi dengan menggunakan pendekatan sistem. Dengan demikian, diharapkan dapat ditemukan variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kebakaran hutan rawa gambut.
2. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang, maka permasalahan utama yang ingin dikaji secara mendalam adalah bagaimana cara menyusun pencegahan kebakaran hutan rawa gambut melalui model prediksi dengan terlebih dahulu menemukan faktor-faktor penentu penyebab terjadinya kebakaran sebagai hasil interaksi antara (i) kondisi ekosistem hutan rawa gambut yang merupakan faktor biofisik sebagai penyedia bahan bakar potensial dengan (ii) aktivitas perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan masyarakat sekitar hutan yang memanfaatkan hutan rawa gambut sebagai faktor sosial ekonomi yang menimbulkan api liar. Mengingat bersatunya bahan bakar potensial di ekosistem hutan rawa gambut dengan api liar berujung pada terjadinya kebakaran hutan sehingga sebelum ditemukan faktor penentunya maka sulit menyusun pencegahan kebakaran hutan. Oleh karena itu, diperlukan informasi variabel penentu terjadinya kebakaran hutan rawa gambut untuk menyusun pencegahan kebakaran hutan dengan menggunakan model prediksi sehingga dapat merumuskan bagaimana cara menurunkan peluang bersatunya bahan bakar tersebut dengan api liar dari faktor sosial ekonomi. Sampai dengan saat ini penelitian tentang pencegahan kebakaran hutan rawa gambut dikaitkan dengan faktor penentu terjadinya kebakaran yang berasal dari faktor biofisik dan sosial ekonomi belum pernah dilakukan. Padahal penelitian tersebut penting artinya dalam pengelolaan hutan rawa gambut di Indonesia yang semakin meningkat resiko kebakarannya. Untuk itu pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor biofisik sebagai sumber bahan bakar potensial dan pengaruh aktivitas perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan maupun masyarakat sekitar hutan terhadap peluang terjadinya kebakaran hutan? Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menemukan model prediksi kebakaran hutan rawa gambut yang dibuat berdasarkan analisis gabungan faktor biofisik dan sosial ekonomi tersebut. Dengan ditemukan model prediksi kebakaran hutan rawa gambut maka dapat disusun pencegahan kebakaran hutan yang efisien dan efektif.
3. Kerangka Pemikiran Pemecahan Masalah Untuk menyederhanakan kerangka pemikiran, penelitian ini dibagi menjadi dua komponen utama penelitian yang merupakan subsistem yang akan dikaji, yaitu (i) ekosistern hutan rawa gambut, (ii) sosial ekonomi budaya masyarakat sekitar hutan dan perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Kedua subsistem tersebut merupakan variabel prediktor yang berkaitan satu sama lain sehingga kajian akan dilanjutkan dengan mengetahui sampai sejauh mana keterkaitan diantara komponen subsistem tersebut terhadap kejadian kebakaran hutan rawa gambut sebagai variabel respon. Skema variabel yang mempengaruhi te jadinya kebakaran hutan rawa gambut disajikan pada Gambar 1. Kondisi ekosistem hutan rawa gambut berubah secara signifikan sejak diterbitkannya Undang-undang No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan, Pemerintah memberi kesempatan kepada Perusahaan Swasta Nasional maupun Asing serta BUMN dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk mengelola hutan dalarn rangka meningkatkan perekonomian negara, menambah devisa dan memberikan kesempatan ke ja. Kebijakan tersebut ternyata memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian negara dengan indikator perolehan devisa negara dari sektor kehutanan yang menempati urutan kedua setelah minyak bumi sampai dengan dekade tahun 1990. Walaupun usaha pemanfaatan hutan melalui pemberian konsesi HPH tersebut faktanya mampu mendukung perekonomian negara tetapi ternyata menimbulkan dampak negatif pada ekosistem hutan termasuk hutan rawa gambut di kelompok hutan S. Sugihan dan S. Lumpur dengan indikator menurunnya indeks keanekaragaman jenis dari yang semula > 2,O menjadi < 1,O - 1,5 yang berarti tingkat kemantapan ekosistem hutan tersebut mempunyai kategori sangat buruk sampai buruk dan kriteria tidak mantap sampai kurang mantap (Suwarso, 1997). Berdasarkan pernantauan Penulis, di lokasi penelitian pada setiap musim kemarau telah terjadi kebakaran hutan dengan siklus kejadian antara satu sarnpai lima tahun sebagaimana yang terjadi tahun 1982, 1987, 1991, 1994, 1997, 1998, 1999,2000,2001 dan 2002.
FAKTOR BIOFISIK (EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT) 1. Indeks Vegetasi (NDVI Thn 1996) 2. Ketebalan Gambut 3. Tipe Tanah 4 Curah Hujan, 5. Sungai HUTAN RAWA GAMBUT I 1. Pembangunan 1. Pembangunan Jalan 2. Lahan Usaha Tani 2. Keberadaan 3. Luas Lahan Usaha Tani K d HPH 4 Pendapatan Masyarakat Gambar 1. Variabel yang mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan rawa gambut
Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa terjadinya kebakaran hutan rawa gambut di kelompok hutan S. Sugihan dan S. Lumpur Propinsi Sumatera Selatan terjadi karena kondisi vegetasi hutan yang dipresentasikan dalam indeks vegetasi (NDVI) tahun 1996, ketebalan gambut, tipe tanah, curah hujan dan sungai yang secara keseluruhan merupakan faktor biofisik sebagai sumber bahan bakar potensial. Kebakaran tidak akan terjadi apabila bahan bakar potensial tidak bertemu dengan api yang bersumber dari aktivitas manusia yang berasal dari kegiatan pemegang HPH dan masyarakat sekitar hutan yang dalam penelitian ini disebut faktor sosial ekonomi. Aktivitas pemegang HPH yang terkait dengan kebakaran adalah pembuatan kanavre1 dan keberadaan konsesi HPH, sedangkan aktivitas masyarakat sekitar hutan yaitu pembangunan jalan, adanya lahan usaha tani, luas lahan usaha tani, pendapatan dan pengeluaran masyarakat. Dengan diidentifikasi secara cermat terhadap variabel-variabel penentunya kemudian dianalisis pendekatan sistem maka akan ditemukan faktor-faktor utama penyebab terjadinya kebakaran hutan sebagai bahan acuan dalam menyusun cara pencegahan kebakaran hutan rawa gambut secara efektif. Proses membangun model konsepsual penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut dengan menggunakan model prediksi disajikan pada Gambar 2. Pencegahan kebakaran hutan dilakukan dengan mengelola faktor sosial ekonomi sebagai sumber api dengan mengatur variabel penentunya. Apabila sumber api berasal dari aktivitas pemegang HPH yang dipresentasikan dengan adanya kanavrel dan adanya konsesi HPH untuk angkutan kayu maka upaya pengendaliannya adalah mengganti kanallrel sebagai sarana angkutan kayu di hutan rawa gambut atau lebih tepat yaitu menghentikan kegiatan produksi kayu di ekosisten hutan alam rawa gambut. Terhadap aktivitas masyarakat sekitar hutan yang menimbulkan api liar perlu diberikan alternatif usaha lain yang bersifat intensifikasi usaha tani sehingga dapat mengurangi ketergantungannya terhadap sumberdaya hutan dan masyarakat sekitar hutan yang pada musim kemarau tidak tersebar di dalam kawasan hutan sehingga tidak menimbulkan api liar. Karakteristik masyarakat sekitar hutan ternyata masih tergantung terhadap sumberdaya hutan sehingga diduga ada keterkaitan kebakaran hutan dengan kondisi masyarakat sekitar hutan.
Perusahaan Pengelola Konsesi Pemanfaatan Kawasan Hutan Rawa Gambut Pendabatan Penaeluaran Luas Lahan Tani Jarak Lahan Tani Jarak Jalan Jarak KanalIRel I Konsesi HPH Kebakaran Hutan Garnbar 2. Bagan alir cara penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut
Terhadap faktor biofisik yang sifatnya alamiah sebagai penyedia bahan bakar potensial di alam dapat juga dikendalikan yaitu dengan cara meningkatkan kadar air bahan bakar potensial pada musim kemarau dengan menaikan tinggi muka air melalui pengaturan tinggi muka air melalui pembangunan kana1 yang didesain secara akurat. Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa penyusunan cara pencegahan kebakaran hutan rawa gambut berdasarkan pada proses analisis dan pengolahan data dari informasi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan dan aktivitas pemegang HPH. Analisis data menggunakan model persamaan statistik yang diimplentasikan dalam model spasial dengan dibantu software Arcview GIs versi 3.2. Hasil pengolahan data kemudian diformulasikan dalam bentuk model prediksi kebakaran hutan rawa gambut berdasarkan faktor-faktor yang paling menentukan te rjadinya kebakaran hutan. Dengan ditemukannya model prediksi kebakaran hutan rawa gambut, maka dapat disusun cara pencegahan kebakaran hutan yang efektif. Untuk mengimplementasikan cara pencegahan kebakaran hutan maka diperlukan kelembagaan dan kebijakan Pemerintah sehingga dapat diaplikasikan kepada pemsahaan pemegang HPH dan masyarakat sekitar hutan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatan hutan. Tolok ukur pencegahan kebakaran hutan rawa gambut dinilai berhasil dengan baik jika kawasan hutan tersebut aman dari bahaya kebakaran dan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat semakin meningkat yang pada gilirannya akan mempengamhi perekonomian dan pembangunan wilayah secara berkelanjutan sehingga kawasan hutan rawa gambut lestari. Cara penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut yang dapat dikembangkan diantaranya pengaturan tata air untuk mengatur tinggi muka air yang optimum (water management system), usaha tani terpadu atau agrofrestry (pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan), rehabilitasi hutan pasca kebakaran melalui pengembangan hutan tanaman yang aman dari kebakaran dan pengamanan hutan berbasis partisipasi masyarakat sekitar hutan. Pengembangan kapasitas perusahaan dan masyarakat perlu ditingkatkan melalui tersedianya sistem informasi kebakaran, pemberdayaan lembaga adat marga dan kebijakan dan peraturan dari pemerintah.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan cara penyusunan pencegahan kebakaran hutan rawa gambut menggunakan model prediksi berdasarkan variabel penentu terjadinya kebakaran. Untuk mencapai tujuan utama penelitian, maka ditetapkan tujuan operasional penelitian yaitu : 1. Mengkaji keterkaitan faktor biofisik yang meliputi : indeks vegetasi (NDVI), ketebalan gambut, tipe tanah, curah hujan dan jarak sungai yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan rawa gambut. 2. Mengkaji keterkaitan faktor sosial ekonomi yaitu (a) aktivitas masyarakat sekitar hutan yang meliputi : jarak jalan, jarak lahan usaha tani, luas lahan usaha tani, pendapatan dan pengeluaran masyarakat serta (b) aktivitas perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang dipresentasikan jarak kanavrel dan jarak lokasi konsesi HPH yang berpengaruh terhadap peluang terjadinya kebakaran hutan rawa gambut. 3. Menemukan model prediksi kebakaran hutan rawa gambut yang dibuat berdasarkan analisis gabungan faktor biofisik dan sosial ekonomi sebagai masukan untuk merumuskan cara pencegahan kebakaran hutan. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengelolaan hutan rawa gambut secara berkelanjutan khususnya sebagai bahan masukan dalam menyusun rencana pencegahan kebakaran sehingga pada musim kemarau kawasan hutan rawa gambut tidak mengalami kebakaran hutan. Adapun sasaran dari manfaat penelitian ini adalah : 1. Tambahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kebakaran hutan rawa gambut. 2. Masukan bagi para pengelola hutan rawa gambut dalam upaya menyusun pencegahan kebakaran hutan yang efisien dan efektif 3. Masukan bagi para peneliti yang tertarik pada bidang kebakaran hutan rawa gambut. 4. Masukan bagi pemerintah dalam upaya membuat kebijakan dan peraturan yang terkait kebakaran hutan rawa gambut.