ANALISIS ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA KUMPULAN PUISI PEPASIR SAMUDERA KARYA ANNEKE PUTERI DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah LIA MARLINA A 310090119 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
ANALISIS ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA KUMPULAN PUISI PEPASIR SAMUDERA KARYA ANNEKE PUTERI DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN Lia Marlina, A310090119, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013, 12 halaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aspek gramatikal dan leksikal pada kumpulan puisi Pepasir Samudera karya Anneke Puteri serta wujud implikasi hasil penelitian terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode agih dan padan referensial. Hasil penelitian ini menunjukkan pendayagunaan aspek gramatikal dan leksikal yang paling kompleks yakni pada puisi Pengemis dan puisi yang tidak begitu memperhatikan kepaduan baik dari aspek gramatikal maupun leksikal yakni pada puisi Nasihat Ayah dan Ibu Kepada Putrinya. Hasil penelitian mengenai aspek gramatikal dan leksikal pada kumpulan puisi Pepasir Samudera ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP maupun SMA. Meski kajian penelitian ini dilakukan terhadap data yang berwujud karya sastra yakni puisi namun hasil penelitian ini relevan digunakan dalam penyampaian beberapa materi dalam KD berbahasa. Kata Kunci: aspek gramatikal, aspek leksikal, puisi, implikasi pembelajaran. 1
PENDAHULUAN Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai aspek kehidupan dan melalui berbagai media dengan mengusung berbagai maksud dan tujuan. Salah satu jenis wacana yang berkembang dalam masyarakat adalah wacana sastra. Wacana sastra memiliki berbagai jenis, yakni wacana sastra yang berwujud lisan maupun yang berwujud tulis. Namun demikian, wacana tulis dirasa lebih menarik daripada wacana lisan. Hal ini karena wacana tulis dapat langsung diamati, mampu menyimpan sehingga memungkinkan komunikasi tanpa tergantung waktu dan ruang, serta memungkinkan kata-kata serta kalimat-kalimat lepas dari konteks aslinya. Wacana sastra tulis misalnya puisi, cerpen, novel, serta naskah drama. Dari banyak jenis wacana sastra yang disebutkan di atas, wacana puisi dirasa lebih menarik untuk dikaji. Hal ini karena kebanyakan analisis wacana dilakukan pada wacana-wacana nonsastra. Masih jarang penganalisisan wacana yang dilakukan pada objek berwujud sastra khususnya puisi. Wacana puisi mampu memunculkan sebuah kisah yang menarik. Hal ini tidak terlepas dari kepaduan yang muncul akibat timbal balik antara satuan lingual-satuan lingual yang membangun wacana puisi itu baik, wajar, dan mudah dipahami tanpa kesulitan. Selain itu puisi menjadi lebih menarik dibaca karena adanya keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga sebuah wacana puisi mempunyai kesatuan makna yang utuh. Inilah yang sering disebut dengan istilah kohesi dan koherensi dalam wacana. Wacana puisi biasa memunculkan pengacuan-pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan, dan perangkaian yang semua itu dapat dikaji dengan pengkajian pada aspek gramatikal (Sumarlam, 2010:23-34). Wacana puisi dengan bahasa figuratifnya pun biasanya mengandung keunikan-keunikan seperti repetisi (pengulangan), sinonim (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponim 2
(hubungan atas-bawah), antonim (lawan kata), serta ekuivalensi (kesepadanan). Hal tersebut mampu diungkap dengan menganalisis wacana pada aspek leksikal. Kumpulan puisi Pepasir Samudera karya Anneke Puteri merupakan kumpulan puisi yang sebagian besar terinspirasi dari kisah perjalanan hidup penulis. Puisi-puisi Anneke ini sudah hampir menyampaikan semua tema, politik, sosial, keluarga dan muaranya adalah puisi religi. Ada sesuatu yang mencerahkan hati, menyejukkan jiwa, dan refleksi diri. Kumpulan puisi Pepasir Samudera karya Anneke Puteri mengandung banyak aspek gramatikal seperti pengacuan (terdiri dari pengacuan persona, pengacuan demonstratif, pengacuan komparatif), penyulihan atau substitusi, pelesapan (elipsis), perangkaian (konjungsi). Selain itu, di dalam kumpulan puisi Pepasir Samudera karya Anneke Puteri juga mengandung aspek leksikal seperti repetisi atau pengulangan, sinonim, antonim, kolokasi, dan ekuivalensi. Kebanyakan penelitian yang serupa dengan ini hanya meneliti salah satu aspek saja yakni aspek gramatikal saja atau leksikal saja. Hal ini menyebabkan pembahasan tentang aspek gramatikal dan leksikal ini menjadi tidak utuh dan terkesan hanya sepotong-sepotong. Untuk itu diperlukan penelitian yang membahas kedua aspek ini secara keseluruhan sehingga akan diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai aspek gramatikal dan leksikal. Puisi sebagai salah satu bentuk wacana sastra masih jarang digunakan dalam pembelajaran yang menekankan aspek kebahasaan. Puisi biasa dikenal di sekolah sebagai suatu karya sastra (biasa digunakan pada KD bersastra). Padahal puisi dapat digunakan sebagai contoh dalam KD berbahasa misalnya ketika membahas masalah sinonim, antonim, konjungsi, dan sebagainya. Dalam hal ini puisi dapat dijadikan contoh dalam proses pembelajaran berbahasa. Berdasarkan latar belakang di atas ada dua tujuan yang dapat dicapai dari penelitian ini. 1) Mendeskripsikan aspek gramatikal dan leksikal kumpulan puisi 3
Pepasir Samudera karya Anneke Puteri. 2) Mengungkapkan implikasi hasil penelitian ini dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan SMA. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek gramatikal dan leksikal pada kumpulan puisi Pepasir Samudera karya Anneke Puteri dan implikasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Penelitian kualitatif sendiri diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 1993:10). Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, namun berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Untuk mencapai deskripsi yang kualitatif, penelitian ini menerapkan tiga tahapan strategi penelitian bahasa, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5-8). Dalam rangka penyediaan data digunakan metode simak yang diikuti dengan teknik catat (Mahsun, 2011:131-134). Hasil penyimakan dan pencatatan yang sudah pasti dapat digunakan sebagai data diklasifikasi berdasarkan bentuk dan maknanya. Data yang sudah diklasifikasi selanjutnya dianalisis. Penganalisisan digunakan metode agih dan padan referensial sedangkan penyajian hasil analisis digunakan metode informal, yakni perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Aspek Gramatikal dan Leksikal Puisi Pengemis Pengemis Jika engkau sesekali melihatnya, Maka aku sering menjumpainya: Umurnya 5 tahun seumur anakku Dekil, kumal, dan menggendong bayi perempuan Anak siapakah? Perasaanku terluka Apakah engkau juga merasa luka? 4
Kalau tidak, maka bayangkanlah: Jika sebuah tempat tanpa anak-anak bermain di halaman Jika gedung-gedung sekolah kosong tanpa murid Jika sebuah kota tidak pernah terdengar nyanyian kecil yang sellau bikin rindu seorang ibu Ah Bukankah anak-anak adalah tempatnya bermanja, minum susu, bermain dan belajar Ia adalah sumber cerita untuk sebuah dongeng, tentang peri jahat yang dikalahka malaikat, tentang putri kecil yang disunting pangeran tampan Tapi anak sekecil itu, malam-malam begini di perempatan jalan Anak siapakah? Ya Allah, kuatkanlah aku dan mereka yang papa Puisi Pengemis sangat menonjolkan aspek leksikal jika dibaca sekilas. Namun meski begitu kepaduan wacana puisi tersebut juga dibangun oleh aspek gramatikal seperti pengacuan persona I tunggal dengan kemunculan kata aku yang mengacu pada diri penulis. Pengacuan yang demikian ini disebut pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks. Penggunaan pengacuan persona II engkau sebagai mitra bicara penulis yakni pembaca puisi. Pengacuan ini disebut pengacuan eksofora juga karena acuannya di luar teks. Penggunaan pengacuan persona III nya mengacu pada pengemis yang disebutkan sebelumnya dalam judul. Pengacuan yang demikian disebut pengacuan endofora yang anaforis karena acuannya ada dalam teks dan berada sebelum satuan lingual yang diacu. Pengacuan demonstratif juga ditemukan dalam puisi ini, yakni pengacuan demonstratif tempat yang menunjuk tempat secara eksplisit yakni di halaman yang mengacu pada satuan lingual di sebelah kiri yakni sebuah tempat. Terdapat pula pengacuan demonstratif waktu netral malam-malam begini. Disebut demikian karena tidak menunjuk pada waktu lampau saja, waktu kini saja, atau waktu yang akan datang saja, melainkan menunjuk waktu malam seperti malam-malam biasanya. 5
Puisi Pengemis juga mengandung aspek gramatikal berupa pelesapan kata tempatnya yang telah disebutkan terlebih dahulu pada baris puisi sebelumnya. Jika ditulis dalam bentuk panjang akan menjadi bukankah anakanak adalah tempatnya bermanja, tempatnya minum susu, bermain dan belajar. Selain itu ada pula pelesapan satuan lingual sebuah dongeng pada larik setelahnya. Jika satuan lingual sebuah dongeng ditulis maka akan menjadi Ia adalah sumber cerita untuk sebuah dongeng, dongeng tentang peri jahat yang dikalahkan malaikat, dongeng tentang puteri kecil yang disunting pangeran tampan. Konjungsi yang muncul pada puisi Pengemis sebagai wujud kepaduan pada aspek gramatikal yakni konjungsi dan, jika, maka, tapi. Konjungsi jika pada data tersebut menyatakan makna syarat. Kata maka merupakan konjungsi sebab-akibat. Larik yang mengandung kata maka menjadi akibat dan larik sebelumnya menjadi sebab. Kata dan merupakan konjungsi penambahan (aditif). Kata dan berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa sesudah kata dan itu sendiri. Terdapat pula kata tapi yang merupakan konjungsi pertentangan. Kata tapi mempertentangkan klausa pada bait sebelumnya yang menjelaskan tentang seorang anak yang seharusnya bermanja, minum susu, bermain dan belajar serta menjadi sumber cerita untuk sebuah dongeng. Baris puisi itu kemudian dipertentangkan dengan lirik pada baris dalam bait selanjutnya yakni tapi anak sekecil itu, malam-malam begini di perempatan jalan. Aspek leksikal yang begitu terlihat pada puisi Pengemis yakni repetisi. Repetisi yang muncul yakni repetisi anafora dengan pengulangan kata jika dan tentang. Pengulangan kata jika dimanfaatkan oleh penulis puisi untuk menyampaikan maksud bahwa pembaca diharapkan mampu untuk membayangkan jika sebuah tempat tanpa anak-anak bermain di halaman, jika gedung-gedung sekolah kosong tanpa murid, jika sebuah kota tak pernah terdengar nyanyian kecil. Hal itu agar pembaca mampu merasakan betapa mirisnya nasib pengemis cilik yang seharusnya menikmati masa kanak- 6
kanaknya. Pengulangan kata tentang bertujuan untuk menyampaikan maksud bahwa anak-anak merupakan sumber cerita untuk sebuah dongeng yang mengisahkan tentang peri jahat yang dikalahkan malaikat, tentang peri kecil yang disunting pangeran tampan. Penggunaan kata bersinonim pada puisi Pengemis juga menjadi bagian dari perwujudan kepaduan wacana pada aspek leksikal. Kata yang saling bersinonim pada puisi ini yakni kata dekil dan kumal. Penanda leksikal lain yang muncul yakni antonim. Kata yang saling berantonim yang digunakan pada puisi ini yakni peri jahat dengan malaikat, putri dengan pangeran. Katakata yang saling berantonim tersebut masuk ke dalam kategori oposisi hubungan. Peri jahat sebagai tokoh yang biasanya muncul pada sebuah dongeng dimungkinkan ada karena kehadirannya dilengkapi oleh malaikat dan sebaliknya. Demikian pula putri kehadirannya akan bermakna apabila ada pangeran dan sebaliknya. Pada puisi Pengemis ditemukan kata-kata yang saling berkolokasi. Hal ini pun menjadi penanda kepaduan wacana puisi Pengemis. Kata-kata yang saling berkolokasi itu yakni kata cerita, dongeng, peri jahat, malaikat, putri, pangeran. Kata-kata tersebut dipakai dalam jaringan dunia fiksi, khususnya dongeng. Selain menjadi wujud kata yang saling berkolokasi, kata cerita dan dongeng yang digunakan pada puisi Pengemis juga menunjukkan adanya kata yang berhiponim. Kata dongeng merupakan hiponim dari kata cerita. Puisi Pengemis juga mengandung ekuivalensi yakni pada kata perasaan dengan merasakan serta terluka dengan luka. Dalam hal ini, hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan kesepadanan. Makna antara kata perasaan dan merasakan dibentuk dari bentuk asal yang sama yakni rasa. Demikian pula kata terluka dan luka. Terluka dibentuk dari bentuk asal luka. 7
B. Analisis Aspek Gramatikal dan Leksikal Puisi Nasihat Ayah dan Ibu Kepada Putrinya Nasihat Ayah dan Ibu kepada Putrinya Diriwayatkan bahwa suami Asma, Az-Zubair biasa bersikap keras dan pencemburu Maka sang ayah, Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata kepada Asma, Wahai putriku, bersabarlah, karena jika wanita memiliki suami yang shaleh, kemudian suaminya mati dan dia tidak menikah setelah itu, maka Allah menyatukan keduanya di surga. Asma binti Kharijah Al Fazari berkata kepada putrinya ketika putrinya menikah: Sesungguhnya kamu keluar dari sangkar (rumah) yang di dalamnya kamu dibesarkan, lalu kamu berada dalam ranjang yang kamu belum mengenalnya dan kawan pendamping yang kamu belum terbiasa dengannya. Maka jadilah kamu bumi, niscaya dia akan menjadi langit bagimu. Dan jadilah kamu hamparan baginya, maka dia akan menjadi tiang bagimu. Dan jadilah kamu sebagai amah (wanita hamba sahaya), maka dia akan menjadi hamba bagimu. Janganlah kamu membebani dia sehingga dia melupakanmu. Jika dia dekat kepadamu, maka dekatilah dia, dan jika dia menjauh, maka jauhilah dia. Dan jagalah hidung, telinga, dan matanya. Hingga jangan sekali-kali dia mencium baumu melainkan harum dan wangi, dia tidak mendengar darimu melainkan kebaikan, dan dia tidak memandangmu melainkan kamu dalam keadaan cantik. Puisi Nasihat Ayah dan Ibu kepada Putrinya secara tipologi lebih seperti sebuah cerita. Namun demikian puisi ini tetaplah memuat aspek gramatikal dan leksikal sebagai unsur pembagun kepaduan puisi. Keunikan puisi ini salah satunya yakni dengan kemunculan pengacuan persona yang acuannya selalu berubah-ubah. Seperti yang bisa dilihat pada bait pertama. Pada bait pertama ini ditemukan pengacuan persona ku yang mengacu pada Abu Bakar Ash-Shidiq dan nya yang mengacu pada wanita yang memiliki suami. Kedua pengacuan persona ini disebut pengacuan endofora yang anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya. Kemudian pada bait ke dua ditemukan pula pengacuan persona bentuk kamu dan nya. Kamu pada bait puisi ini mengacu pada putri Asma sedangkan nya memiliki dua acuan. nya yang ada pada larik-larik awal mengacu pada rumah dan nya pada larik-larik selanjutnya mengacu pada kawan pendamping. Selain 8
menggunakan bantuk nya sebagai bentuk yang diacu oleh kawan pendamping, pengarang juga menggunakan bentuk dia. Puisi ini juga dibangun oleh aspek leksikal yang berwujud antonim. Antonim pada puisi ini begitu kuat sehingga memperlihatkan kepaduan. Antonim yang digunakan yakni bumi dengan langit yang memperlihatkan oposisi hubungan, jauh dengan dekat yang menunjukkan oposisi kutub. Ada pula kata yang bersinonim yang digunakan dalam puisi ini yakni kata harum dan wangi. C. Implikasi Pembelajaran Puisi yang biasanya dikaji dalam kemampuan bersastra ternyata mampu digunakan dalam pembelajaran bahasa. Puisi dapat digunakan sebagai bahan untuk menjelaskan materi yang berkaitan dengan bidang kebahasaan. Jika ditelaah lebih lanjut, aspek gramatikal dan leksikal pada puisi yang dikaji pada penelitian ini dapat diaplikasikan pada beberapa materi pelajaran baik di jenjang SMP maupun SMA. Kemunculan aspek gramatikal dan leksikal ini tidak secara tersurat dituliskan, namun ada beberapa poin yang menjadi bagian dari aspek gramatikal maupun leksikal yang muncul pada materi. Pada jenjang SMP, materi mengenai aspek gramatikal dan leksikal ini muncul dalam ketiga tingkatan kelas, yakni kelas VII, VIII, dan IX. Pada kelas VII materi mengenai aspek gramatikal dan leksikal muncul pada KD 1.1 dengan materi pembahasan menentukan sinonim, antonim, dan polisemi. Pada KD 4.2 dengan materi pembahasan memahami dan menggunakan kata penghubung antarklausa: meskipun dan sedangkan. Pada KD 4.3 dengan materi pembahasan menggunakan imbuhan per-, pe-, dan pe-an. Pada KD 10.1 dengan materi pembahasan memahami dan menggunkana kata sifat perbandingan dalam menceritakan tokoh idola. Pada KD 10.2 dengan materi pembahasan kata ganti, kata sapaan, dan istilah kekeluargaan dalam bertelepon. Pada KD 11.3 dengan materi pembahasan memahami dan menggunakan imbuhan ke- dan ke-an. Pada SMP kelas VIII KD yang di dalamnya memuat materi mengenai aspek gramatikal dan leksikal adalah KD 3.3, 4.3, 7.2, 8.1, 15.1. Pada KD 3.3 9
dengan materi pembahasan menggunakan kata penghubung yang tepat. Pada KD 4.3 dengan materi pembahasan menggunakan imbuhan pe-, pe-an, per-, dan per-an dalam kalimat. Pada KD 8.1 dengan materi pembahasan menggunakan kata ganti dalam kalimat. Pada KD 15.1 dengan materi pembahasan menggunakan kata ganti orang. Pada SMP kelas IX, KD yang memuat materi tentang aspek gramatikal dan leksikal yakni KD 1.1, 3.2, 7.1, dan 8.1. Pada KD 1.1 dengan materi pembahasan menggunakan homonim dan hiponim. Pada KD 3.2 dengan materi pembahasan menggabungkan kalimat untuk menyatakan pengandaian. Pada KD 7.1 dengan materi pembahasan menggabungkan kalimat untuk menyatakan sebab-akibat. Pada KD 8.1 dengan materi pembahasan menggabungkan kalimat untuk menyatakan perbandingan. Selain pada jenjang SMP, aspek gramatikal dan leksikal juga muncul pada beberapa KD di tingkat SMA, baik di SMA kelas X, XI, maupun XII. Namun pada jenjang SMA ini tidak begitu banyak seperti pada jenjang SMP. Pada SMA kelas X, pengkajian aspek gramatikal dan leksikal muncul pada KD 4.3 dan 10.1. Pada KD 4.3 dengan materi pembahasan kata penghubung dan kata berimbuhan. Pada KD 10.1 dengan materi pembahasan penggunaan kata mubazir. Pada SMA kelas XI, pengkajian aspek gramatikal dan leksikal hanya muncul pada KD 1.2 yakni dengan materi pembahasan keterangan waktu dan penggunaan kata: kami dan kita. Pada SMA kelas XII, pengkajian aspek gramatikal dan leksikal direalisasikan pada KD 3.1 dan 12.2. Pada KD 3.1, yakni ketika pembahasan penggunaan kata dan sebagai konjungsi kalimat majemuk setara. Pada KD 12.2, yakni ketika pembahasan Imbuhan ter- dan di-. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan mengenai aspek gramatikal dan leksikal pada kumpulan puisi Pepasir Samudera karya Anneke Puteri dan implikasinya dalam pembelajaran ditemukan adanya aspek gramatikal 10
dan leksikal serta implikasi hasil penelitian dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP maupun SMA. A. Simpulan 1. Pendayagunaan aspek gramatikal dan leksikal yang paling kompleks yakni pada puisi Pengemis. 2. Puisi yang tidak begitu memperhatikan kepaduan baik dari aspek gramatikal maupun leksikal yakni pada puisi Nasihat Ayah dan Ibu Kepada Putrinya. 3. Hasil penelitian mengenai aspek gramatikal dan leksikal pada kumpulan puisi Pepasir Samudera ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa di SMP maupun SMA. Meski kajian penelitian ini dilakukan terhadap data yang berwujud karya sastra yakni puisi namun hasil penelitian ini relevan digunakan dalam penyampaian beberapa materi dalam KD berbahasa. B. Saran Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan mengenai aspek gramatikal dan leksikal pada kumpulan puisi Pepasir Samudera dan implikasinya dalam pembelajaran, saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca antara lain: 1. Bagi peneliti bahasa, agar dapat melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini dengan menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan referensi. 2. Bagi pendidik, agar dapat kreatif dalam menyampaikan materi Bahasa Indonesia salah satunya dengan menggabungkan dua disiplin ilmu yakni bahasa dan sastra seperti misalnya penggunaan data-data sastra dalam pembelajaran materi berbahasa. 11
DAFTAR PUSTAKA Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco. Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta wacana University Press. Sumarlam. 2010. Analisis wacana. Surakarta: Pustaka Cakra. 12