BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Andre (2009) meneliti tentang pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan leverage dalam memprediksi financial distress (studi empiris pada perusahaan aneka industri yang terdaftar di BEI) dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi logistik. Hasil Dari penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROA mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dalam memprediksi financial distress, likuiditas yang diukur dengan current ratio tidak berpengaruh dalam memprediksi financial distress, dan leverage yang diukur dengan debt ratio mempunyai pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi financial distress pada perusahaan aneka industri yang terdaftar di BEI. Sari (2012) meneliti tentang analisis pengaruh rasio keuangan terhadap financial distress pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011 dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROA berpengaruh signifikan terhadap financial ditress, sedangkan likuiditas yang diukur dengan CR dan leverage yang diukur dengan DR tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Fitriyah dan Hariyati (2013) yang meneliti tentang pengaruh rasio keuangan terhadap financial distress pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011-2012 dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis 8
9 regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio profitabilitas yang diukur dengan ROA dan leverage yang diukur dengan DR berpengaruh terhadap financial distress. Sedangkan rasio likuiditas yang diukur dengan CR tidak berpengaruh terhadap financial distress. Hidayat dan Meiranto (2014) yang meneliti tentang prediksi financial distress perusahaan manufaktur di Indonesia dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio yang paling andal dalam memprediksi financial distress di suatu perusahaan adalah rasio leverage yang diukur dengan DR, rasio likuiditas yang diukur dengan CR, dan rasio aktivitas yang diukur dengan ATR. Sedangkan rasio profitabilitas yang diukur dengan ROA merupakan satu-satunya financial ratios yang tidak signifikan dan firm size sebagai variabel kontrol juga tidak signifikan dalam prediksi financial distress. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar 18% perusahaan manufaktur di Indonesia sedang mengalami financial distress. Widhiari dan Merkusiwati (2015) yang meneliti tentang pengaruh rasio likuiditas, leverage, operating capacity, dan sales growth terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2013 dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio likuiditas yang diproksikan dengan current ratio, operating capacity yang dinilai dengan membagi penjualan dengan jumlah aktiva, dan sales growth dihitung dengan cara mengurangi sales periode sekarang
10 dengan periode sebelumnya, kemudian dibagi dengan sales periode sebelumnya berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial distress. Sementara itu rasio leverage yang diproksikan dengan debt ratio tidak mampu mempengaruhi kemungkinan financial distress. Ariawan (2016) yang meneliti tentang pengaruh faktor-faktor penentu financial distress pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2007-2015 dengan teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio profitabilitas yang diukur dengan ROA, likuiditas yang diukur dengan CR, dan leverage yang diukur dengan DR mempunyai pengaruh terhadap financial distress. Mafungatun (2016) yang meneliti tantang pengaruh rasio profitabilitas, likuiditas, dan leverage terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi logistik. Hasil Dari penelitian ini menyatakan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROA, likuiditas yang diukur dengan CR tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Sedangkan leverage yang diukur menggunakan DR berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Sari dan Putri (2016) yang meneliti tentang kemampuan profitabilitas memoderasi pengaruh likuiditas dan leverage terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel financial distress dipengaruhi oleh likuiditas. Arah pengaruh likuiditas adalah negatif. Variabel financial distress dipengaruhi oleh
11 leverage. Arah pengaruh leverage adalah positif. Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap financial distress. Variabel profitabilitas mampu memoderasi hubungan antara likuiditas terhadap financial distress. Variabel profitabilitas mampu memoderasi hubungan antara leverage terhadap financial distress. Variabel profitabilitas mampu memoderasi pengaruh variabel likuiditas dan leverage terhadap financial distress. Jaya (2017) meneliti tentang pengaruh profitabilitas dan rasio likuiditas terhadap financial distress (studi kasus pada perusahaan jasa sub sektor transportasi yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014) dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil Dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio profitabilitas yang diukur dengan NPM dan likuiditas yang diukur dengan current ratio berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan jasa sub sektor transportasi yang terdaftar di BEI. Kalimah (2017) meneliti tentang pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan leverage dalam memprediksi financial distress (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013) dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil Dari penelitian ini menyatakan bahwa hanya rasio profitabilitas yang diukur dengan ROA mempunyai pengaruh signifikan dalam memprediksi financial distress, sedangkan rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio dan leverage yang diukur dengan debt to equity ratio (DER) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam memprediksi financial distress.
12 Laksmita dan Komala (2017) meneliti tentang analisis terhadap financial distress pada perusahaan sub sektor properti dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015 dengan teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus kas dan rasio likuiditas yang diukur dengan CR berpengaruh terhadap financial distress. 2.2 Teori dan Kajian Pustaka 2.2.1 Teori Sinyal Teori sinyal merupakan grand theory dalam penelitian ini. Perusahaan dapat memberikan sinyal dan diharapkan sinyal tersebut dapat diterima dan diartikan dengan benar oleh para investor (Hartono, 2005). Prinsip sinyal ini menjelaskan bahwa setiap tindakan akan mengandung informasi bagi pemakainya. Dalam teori ini manajer sebagai agen akan memberikan informasi laporan keuangan. Informasi yang disampaikan yaitu berupa good news maupun bad news. Jika informasi yang disampaikan adalah bad news biasanya berupa informasi mengenai penurunan kondisi keuangan dalam perusahaan sehingga hal tersebut berguna bagi para investor (Sari dan Putri, 2016). Apabila perusahaan mengalami financial distress, maka laporan keuangan akan dapat memberikan informasi tentang kerugian atau penurunan kondisi keuangan dalam perusahaan sehingga manajer bisa memberi tindakan sebelum terjadinya likuidasi. 2.2.2 Financial distress Menurut Sari (2005), financial distress diartikan sebagai suatu penuruan kondisi keuangan perusahaan dan financial distress dapat digambarkan Dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek sampai insolvabel. Kesulitan
13 keuangan jangka pendek biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkembang menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, dan laporan keuangan perusahaan. Menurut Sari (2005), perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut memiliki Interest Coverage Ratio (ICR) kurang dari satu. Financial distress merupakan suatu penurunan kinerja (laba) dan mengkategorikan perusahaan yang sedang mengalami financial distress apabila selama dua tahun berturut-turut mengalami laba operasi negatif. Menurut Almilia (2004), kriteria perusahaan yang mengalami financial distress adalah sebagai berikut : (1) Beberapa tahun mengalami laba operasi negatif; (2) pembayaran deviden dihentikan; dan (3) mengalami perubahan atau penghentian usaha. Menurut Brahmana (2007), penyebab terjadinya financial distress adalah karena ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola kestabilan kinerja keuangan perusahaannya yang diawali dengan penurunan penjualan sehingga pendapatan juga akan menurun dan dapat mengakibatkan kerugian. Dari kerugian yang terjadi dapat mengakibatkan defisiensi modal yang disebabkan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk pembayaran deviden, sehingga total kewajiban akan mengalami defisiensi. Apabila hal ini terus terjadi, maka total kewajiban akan lebih banyak dari total aset yang dimiliki perusahaan. Adapun faktor internal dan eksternal yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress. Faktor internalnya yaitu kesulitan arus kas, besarnya jumlah hutang, dan kerugian operasional selama beberapa tahun. Sedangkan untuk faktor eksternal biasanya timbul dari kebijakan pemerintah, yaitu adanya kenaikan tarif
14 pajak dan kenaikan suku bunga pinjaman. Kondisi seperti inilah yang yang dialami perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan yang dapat menyebabkan kebangkrutan. Untuk memprediksi financial distress biasanya dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. 2.2.3 Profitabilitas Menurut Hanafi dan Halim (2016:81), profitabilitas adalah rasio yang mengukur keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba. Menurut Widarjo dan Setiawan (2009), profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan berdasarkan penggunaan aset. Dengan penggunaan aset yang efektif, maka biaya yang dikeluarkan akan berkurang, dan perusahaan akan memiliki dana yang cukup untuk keberlangsungan usahanya. Dengan kecukupan dana tersebut, maka probabilitas perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil. Perusahaan yang mengalami financial distress ditandai dengan rasio profitabilitasnya negatif (Andre, 2009). Dalam mengukur profitabilitas, dapat digunakan rasio Return On Asset (ROA). 2.2.4 Likuiditas Menurut Hanafi dan Halim (2016:75), likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar perusahaan lainnya dengan kewajiban lancarnya, dengan arti lain yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo dengan aset yang dimiliki. Salah satu rasio dalam likuiditas adalah current ratio. Tidak ada ketentuan tentang berapa current ratio yang baik atau yang tidak
15 baik. Tapi, current ratio sebesar 2 sudah bisa dikatakan baik. Kewajiban yang tidak dibayar tepat waktu akan langsung dirasakan oleh supplier. Menurut Almilia (2003), apabila perusahaan tidak dapat membayar kewajiban jangka pendeknya, maka perusahaan akan mengalami penundaan pengiriman supply yang akan berakibat pada kualitas produk. Menurut Andre (2009), perusahaan yang mengalami financial distress dapat ditandai dengan rasio likuiditasnya yang kurang dari 1. 2.2.5 Leverage Menurut Hanafi dan Halim (2016:79), leverage merupakan rasio yang digunakan utnuk mengukur seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh utang. Menurut Pasaribu (2008), awal terjadinya kebangkrutan biasanya disebabkan oleh gagal bayar, hal ini disebabkan karena jumlah kewajiban melebihi jumlah aset, sehingga probabilitas perusahaan mengalami financial distress akan semakin besar. Jika kondisi seperti ini tidak diatasi dengan baik, maka akan terjadi kebangkrutan. Biasanya apabila perusahaan mengalami financial distress ditandai dengan nilai rasio leverage di atas 1. Dan rasio yang digunakan dalam mengukur leverage adalah Debt Ratio (DR). 2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh profitabilitas dalam memprediksi financial distress Tujuan digunakannya profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat pengembalian (laba) dengan aset yang digunakan kepada pemegang saham (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang
16 tinggi akan memberikan sinyal positif kepada para pemegang saham dan probabilitas mengalami financial distress akan semakin kecil. Dalam penelitian sebelumnya, profitabilitas yang diukur dengan ROA tidak berpengaruh terhadap financial distress (Hidayat dan Meiranto, 2014). Selaras dengan hasil penelitian dari Mafungatun (2016) serta penelitian Sari dan Putri (2016), yang menunjukkan bahwa rasio profitabilitas tidak berpengaruh terhadap financial distress. Sedangkan berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andre (2009), Sari (2012), Fitriyah dan Hariyati (2013), Ariawan (2016), Kalimah (2017), Jaya (2017), yang menyatakan bahwa rasio profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress. Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar laba yang diperoleh perusahan dengan penggunaan asetnya. Diduga apabila rasio profitabilitas semakin tinggi, maka probabilitas perusahaan mengalami financial distress akan menurun, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut : H 1 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress. 2.3.2 Pengaruh likuiditas dalam memprediksi financial distress Rasio likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendeknya. Hubungan teori sinyal dengan rasio likuiditas adalah semakin tinggi rasio likuiditas, maka probabilitas perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil. Sehingga perusahaan akan memberikan sinyal positif kepada para investor karena likuiditas yang semakin
17 tinggi berarti perusahaan mampu melunasi hutang jangka pendeknya dengan baik (Eminingtyas dan Nita, 2017). Dalam penelitian Jaya (2017), rasio likuiditas yang diukur dengan menggunakan current ratio dapat berpengaruh dalam memprediksi financial distress. Sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Meiranto (2014), Widhiari dan Merkusiwati (2015), Ariawan (2016), Sari dan Putri (2016), Jaya (2017), Laksmita dan Komala (2017) yang menunjukkan bahwa rasio likuiditas berpengaruh terhadap financial distress. Sedangkan bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Andre (2009), Sari (2012), Fitriyah dan Hariyati (2013), Mafungatun (2016), yang menunjukkan bahwa rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress. Likuiditas digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aset yang dimiliki. Diduga apabila perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendeknya, maka semakin sedikit probabilitas perusahaan mengalami financial distress. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut : H 2 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap financial distress. 2.3.3 Pengaruh leverage dalam memprediksi financial distress Leverage adalah rasio yang digunakan perusahaan untuk melihat aset yang dibiayai oleh utang. Hubungan dengan grand theory dalam penelitian ini adalah apabila aset perusahaan lebih banyak didanai oleh hutang, maka hal tersebut akan beresiko dalam hal pembayaran kewajiban di masa depan. Oleh karena itu, kasus
18 dalam leverage ini dapat memberikan sinyal negatif kepada para investor (Eminingtyas dan Nita, 2017). Dalam penelitian sebelumnya, rasio leverage yang diukur dengan menggunakan Debt Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh dalam memprediksi financial distress (Kalimah, 2017). Sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012), Widhiari dan Merkusiwati (2015), yang menunjukkan bahwa rasio leverage yang diproksikan dengan menggunakan Debt Ratio (DR) tidak mampu mempengaruhi financial distress. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Andre (2009), Fitriyah dan Hariyati (2013), Hidayat dan Meiranto (2014), Ariawan (2016), Mafungatun (2016), Sari dan Putri (2016) memiliki hasil yang bertolak belakang, yang menunjukkan bahwa rasio leverage mempunyai pengaruh terhadap financial distress. Leverage merupakan rasio untuk menganalisis dan mengukur seberapa besar atau seberapa banyak aset perusahaan yang dibiayai oleh utang. Diduga apabila perusahaan banyak menggunakan utang, maka itu akan berakibat pada kondisi perusahaan terutama kondisi keuangan di masa yang akan datang. Perusahaan yang mengalami gagal bayar yang dikarenakan adanya kesulitan keuangan bisa mengalami kebangkrutan. Sehingga jika utang perusahaan semakin banyak, maka probabilitas perusahaan mengalami financial distress juga akan semakin besar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut : H 3 : Leverage berpengaruh positif dalam memprediksi financial distress.
19 2.4 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran berikut ini digunakan untuk meneliti pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan leverage dalam meprediksi financial distress. Profitabilitas (X 1 ) H 1 (-) Likuiditas (X 2 ) H 2 (-) Financial Distress (Y) Leverage (X 3 ) H 3 (+)