BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Dalam menciptakan SDM yang bermutu,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN, ) di bidang kesehatan yang mencakup programprogram

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB I PENDAHULUAN. semakin baik. Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SD NEGERI TANGKIL III DI SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) yang di lakukan secara berkelanjutan. Indonesia sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sakit). Bila kurangnya pengetahuan tentang zat gizi pemberian terhadap anak-anak

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI TENTANG MANAJEMEN SISTEM PELAKSANAAN PENAPISAN GIZI BURUK DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Dalam menciptakan SDM yang bermutu, perlu ditata sejak dini, yaitu dengan memerhatikan kesehatan anak-anak, khususnya anak Balita. Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Santoso, 2004). Anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi karena pada masa seperti ini pada anak masih terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang besar dan pada masa seperti ini kelangsungan serta kualitas hidup anak sangat tergantung pada ibu atau orangtuanya. Gambaran masalah kesehatan anak di Indonesia ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit dan gangguan gizi yang disertai dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial yang belum optimal menunjang kesehatan. Menurut Foster dan Anderson (2006), pada 4 trilyun manusia di dunia, ratusan juta

orang menderita gizi buruk dan kekurangan gizi. Masalah kekurangan gizi berasal dari ketidakmampuan negara-negara non industri untuk menghasilkan cukup makan dan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang berkembang. Demikian juga dengan pendapat Hendrickse (2000), mengungkapkan permasalahan terkait dengan gizi di daerah tropis Afrika, bahwa seseorang balita kenyataaan mendapatkan sedikit daging, ikan atau telur, minimnya protein yang dikonsumsi balita tidak dianggap penting, karena kurangnya pengertian tentang kebutuhan khusus bagi anak-anak akan makanan yang mengandung protein, dan dalam tiap kasus pantangan lokal mungkin memberi pembatasan terhadap konsumsi berbagai makanan tersebut oleh anak-anak. Suharjo (2005), mengungkapkan bahwa balita adalah harapan bangsa. Penundaan pemberian perhatian, pemeliharaan gizi yang kurang tepat terhadap Balita akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Mereka memerlukan penggarapan sedini mungkin apabila potensi mereka ditingkatan untuk pembangunan bangsa di masa depan. Demikian juga dengan (Djaeni, 2000), bahwa anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga memerlukan zat-zat makan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa Balita. Anak-anak umur 0 5 tahun di negara berkembang merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok yang paling rawan di sini adalah periode pasca penyapihan khususnya kurun umur 1 3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah. Penyapihan yang

baik dianjurkan sampai anak berumur 2 tahun kemudian ketergantungan anak terhadap ASI sedikit demi sedikit akan berkurang. Hal ini berakibat masukan zat gizi hanya mengandalkan dari makanan yang diberikan. Makanan yang kurang gizi mengakibatkan kecukupan zat gizi anak tidak terpenuhi sehingga mudah terkena gizi kurang. Kekurangan gizi pada anak balita dipengaruhi oleh ketidakcukupan konsumsi makanan dengan setiap faktor yang memengaruhi dari kesehatan anak itu sendiri (Suhardjo, 2003). Departemen Kesehatan (2006), menyebutkan bahwa pada tahun 2005 terdapat sekitar 19,24 % anak balita gizi kurang, 8,8 % anak dalam tingkat gizi anak mengalami gizi buruk. Persentase angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gizi buruk atau gizi kurang yang dialami oleh anak akan membawa dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Falah (2006), anak-anak dengan status gizi kurang atau buruk, tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak, status gizi juga berpengaruh pada kecerdasan anak yang cenderumg memilki tingkat kecerdasan lebih rendah. Nancy dan Arifin (2005), mengemukakan konsekuensi dari gizi buruk adalah loss generation, karena gizi buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara. Gizi kurang berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk tidak dikelola

dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan secara jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa. Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling memengaruhi secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga dalam menyediakan pangan, baik jumlah maupun jenisnya yang cukup dan pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya gizi kurang pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai (Soekirman, 2000). Timbulnya masalah gizi pada anak balita tidak semata-mata karena faktor ekonomi, tetapi pengetahuan ibu salah satu faktor yang ikut memengaruhi terhadap pola asuh yang dilakukan ibu terhadap anak balita, meliputi asuh makan, asuh diri maupun asuh kesehatan. Pola asuh tersebut akan memengaruhi status gizi anak balita. Menurut Suhardjo (2003), pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, disamping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak dengan media massa juga memengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemauan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari Sesuai dengan kerangka konsep UNICEF (1998), bahwa masalah kurang gizi terjadi karena penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan pokok masalah di masyarakat. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu merupakan pokok permasalahan di masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi. Kurangnya pengetahuan

tentang gizi, kesehatan, sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar dan tidak cukupnya persediaan pangan maka akan memengaruhi pola asuh anak. Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak khususnya status gizi anak. Widayani (2001), menemukan korelasi yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anaknya. Proses mengasuh dan mendidik anak memerlukan waktu yang cukup, walaupun saat ini berkembang bahwa pola pengasuhan itu yang terpenting adalah kualitasnya, tetapi tetap saja diperlukan kuantitas dalam hal ini waktu kebersamaan ibu dengan anaknya. Jelas sudah bahwa seorang ibu mempunyai peranan penting dalam mengasuh menentukan status gizi yang baik bagi anak-anaknya sehingga anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi insan yang berkualitas. Santoso (2005), menyatakan bahwa pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak. Secara lebih

spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Hasil penelitian Yulia (2008), mengungkapkan bahwa pola asuh makan dan kesehatan berhubungan positif dengan status gizi anak balita indeks BB/U ( r = 0,253 ; P < 0,05). Pola asuh makan berhubungan dengan tingkat kecukupan energi anak balita ( r = 0,257 ; P < 0,05). Status kesehatan berhubungan negatif dengan status gizi anak balita (r = - 0,710 ; P < 0,01). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap status gizi anak balita dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB adalah lama sakit infeksi yang diderita oleh anak balita. Faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap status gizi adalah tingkat kecukupan energi anak balita. Tingkat kecukupan energi anak balita mempunyai nilai beta negatif, hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya lama sakit infeksi yang diderita. Kemungkinan lain adalah pengambilan data konsumsi yang dilakukan dalam satu waktu dan metode recall yang hanya dilakukan 2 x 24 jam di Kebun Malabar PTPN VIII. Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian Ariga (2006), mengungkapkan bahwa status gizi anak berdasarkan indeks BB/U, yaitu gizi baik sebesar 59,86%, gizi kurang sebesar 25,85% dan gizi buruk 13,60% serta gizi lebih 0,68%. Gambaran pola asuh meliputi perhatian/dukungan untuk wanita sebesar 86,39% kategori baik, praktek pemberian makan sebesar 59,18% kategori baik, rangsangan psikosial dan praktek hygiene dan sanitasi lingkungan sebesar 78,23% kategori baik dan perawatan keluarga sedang

sakit sebesar 61,23% kategori baik. Pola asuh, yaitu praktek pemberian makan berhubungan dengan status gizi di Kabupaten Bener Meriah. Hasil penelitian Yusrizal (2008), mengungkapkan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor budaya masyarakat (tingkat pengetahuan, pola makan anak balita) berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Variabel pengetahuan merupakan variabel yang sangat berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Demikian juga dengan hasil penelitian Emiralda (2006), di wilayah kerja Puskesmas Montasik Kecamatan Aceh Besar Kabupaten Aceh Besar menyimpulkan bahwa jenis makanan yang diberikan dan frekuensi makan berpengaruh terhadap kekurangan gizi anak balita. Prevalensi gizi buruk di Indonesia adalah 5,4% dan gizi kurang yaitu 13,0% atau 18,4% untuk gizi kurang dan gizi buruk. Dibandingkan dengan target pembangunan gizi di Indonesia adalah menurunkan gizi kurang pada tahun 2010 sekurang-kurangnya menjadi 50% dari prevalensi tahun 2005, yaitu sebesar 19,4% (Bappenas, 2009), maka tahun 2010 seharusnya angka gizi kurang sebesar 9,7%. Dengan demikian tingkat pencapaian program penanggulangan gizi kurang masih perlu ditingkatkan. Prevalensi balita sangat kurus di Provinsi Aceh sebesar 6,3 persen, kurus sebesar 7,9 persen dan kurus + sangat kurus 14,2 persen (Riskesdas, 2010). Status gizi anak balita di Kabupaten Aceh Besar yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar dengan rincian status gizi buruk sebesar 5,5% dan gizi kurang

9,6%, hal ini menunjukkan persentase anak balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang memberikan kontribusi terbesar dari total persentase gizi di Provinsi Aceh (Dinkes Kabupaten Aceh Besar, 2010). Berdasarkan data Sistem Pelaporan dan Pencatatan Terpadu Puskesmas (SP2TP) dari Puskesmas Sukamakmur tahun 2010, diketahui anak balita status gizi buruk sebesar 4,2% dan gizi kurang 8,4%. Data tersebut menunjukkan persentase anak balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang memberikan kontribusi terbesar dari total persentase gizi di Kabupaten Aceh Besar (Puskesmas Sukamakmur, 2010). Survey awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara langsung terhadap 10 ibu yang memiliki anak balita ditemukan melalui KMS status anak balita dengan kriteria dibawah garis merah (10%), hal ini menunjukkan gambaran bahwa ibu-ibu pada umumnya cenderung tidak mengetahui cara pengolahan pangan untuk anak balitanya (12%), kurang mengetahui perawatan kesehatan bagi anak balita yang sakit (27%), kurang memperhatikan kebersihan anak balita (20%), kebersihan makanan yang diberikan kepada anak balita dan kebersihan lingkungan rumah (38%). Berdasarkan latar belakang, survei awal dan beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar.

1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pola asuh (asuh makan dan asuh kesehatan) terhadap status gizi anak Balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh (asuh makan dan asuh kesehatan) terhadap status gizi anak Balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh pola asuh (asuh makan dan asuh kesehatan) terhadap status gizi anak balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1. Sebagai masukan bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar dalam menyusun kebijakan pengelolaan program perbaikan gizi serta merencanakan program penanggulangan masalah gizi anak Balita. 2. Sebagai masukan bagi puskesmas di Kecamatan Sukamakur dalam peningkatan program perbaikan gizi sebagai upaya penanggulangan masalah status gizi anak balita.

3. Sebagai masukan bagi tenaga pengelola Program Gizi Puskesmas di Kecamatan Sukamakur dalam menyusun rencana kerja untuk penanggulangan masalah status gizi anak balita.