BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan, oleh karena itu usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar. Beberapa ahli bahkan menyatakan kebutuhan atas pangan merupakan hak asasi manusia yang paling dasar. Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan menyatakan bahwa pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia, maka harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pengertian pangan sebagai hak asasi manusia ini tidak hanya bersifat kuantitatif saja, tetapi juga mencakup aspek kualitatif. Pangan yang tersedia haruslah pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu dan bergizi. Dengan demikian pangan sulit dipisahkan dengan gizi. Pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi merupakan faktor penting dalam usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan daya saing bangsa. Oleh karena itu, pemenuhan tingkat produksi bahan pangan dituntut untuk terus mengimbangi peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS), jumlah penduduk tahun 2015 mencapai 255 juta jiwa dengan rata-rata konsumsi beras per kapita sebesar 78kg/kapita/tahun. Jumlah penduduk tahun 2016 mencapai 258,7 juta jiwa dengan 1
rata-rata konsumsi beras per kapita sebesar 80kg/kapita/tahun. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2017 mencapai 261 juta jiwa dengan rata-rata konsumsi beras per kapita sebesar 114,6 kg/kapita/tahun. Ini membuktikan bahwa konsumsi beras semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Angka perkembangan luas lahan, produktivitas dan produksi padi secara Nasional tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2013-2017 No. Tahun Luas Panen (000 ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (000 ton) 1. 2013 13.835 51,52 71.279 2. 2014 13.797 51,35 70.846 3. 2015 14.117 53,41 75.397 4. 2016 15.156 53,36 79.141 5. 2017 15.788 51,55 81.3 Sumber : Badan Pusat Statistik (2017) Tabel 1 menerangkan bahwa setiap tahun produksi beras semakin meningkat, hal ini dikarenakan kebutuhan konsumsi beras semakin meningkat pula, meskipun begitu pemerintah masih tetap mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Beras merupakan bahan pangan pokok dan sumber utama gizi (kalori dan protein) bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan lebih dari setengah asupan kalori total disumbang dari konsumsi beras. Peningkatan produksi dan impor beras dilakukan pemerintah untuk menghindari krisis pangan yang mungkin terjadi sehingga dapat menyebabkan menurunnya tingkat ketahanan pangan. 2
Ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting, menurut UU No. 18 tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Suwarno (2010) permasalahan ketahanan pangan di Indonesia juga terkait dengan pola konsumsi masyarakat yang sangat bergantung pada konsumsi beras. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Indonesia adalah negara terbesar ketiga penghasil beras di dunia, tetapi Indonesia masih tetap perlu mengimpor beras hampir setiap tahun. Hal ini dikarenakan para petani menggunakan teknik-teknik pertanian yang kurang optimal ditambah dengan konsumsi per kapita beras yang besar. Perbedaan antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan dijelaskan lebih lanjut oleh Hanani (2009) seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan Swasembada Pangan dengan Ketahanan Pangan No Indikator Swasembada Pangan Ketahanan Pangan 1. Rumah tangga dan Lingkup Nasional individu 2. Sasaran Komoditas Pangan Manusia 3. Strategi Substitusi Impor Peningkatan ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan 4. Output Peningkatan produksi pangan 5. Outcome Kecukupan pangan oleh produk domestic Sumber : Nuhfil Hanani AR, 2008. Status gizi (penurunan: kelaparan, gizi buruk) Manusia sehat dan produktif (angka harapan hidup) 3
Sesuai dengan uraian pada Tabel 2, jelas bahwa ketahanan pangan tidak tergantung pada satu komoditi pangan, tetapi lebih pada pangan yang ada di lingkungan rumah tangga termasuk beras bagi daerah penghasil beras, umbiumbian pada daerah penghasil umbi-umbian, jagung pada daerah penghasil jagung, sagu pada daerah penghasil sagu, dan lain-lain. Keragaman iklim dan sumber daya air di masing-masing wilayah bisa dimanfaatkan untuk memproduksi komoditi yang beragam. Dengan kondisi curah hujan yang beragam, pewilayahan komoditi dapat dilakukan sehingga setiap daerah dapat menghasilkan komoditi yang berbeda dalam waktu berbeda. Undang-Undang 18 tahun 2012 tentang pangan mengisyaratkan bahwa mewujudkan ketahanan pangan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Indonesia memiliki kekayaan berbagai bahan pangan sumber karbohidrat yang sebenarnya dapat menggantikan beras sebagai bahan pangan pokok, yang dapat dibudidayakan pada lahan-lahan marginal dan harganya relatif murah. Bahan pangan tradisional masyarakat ini bila dimanfaatkan secara optimal, ditengarai dapat mengurangi kebutuhan akan beras sebagai konsumsi pangan pokok. Rasahan (1999) dan Wibowo (2000) menyatakan kondisi ketahanan pangan dapat dicapai melalui tiga komponen, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Produksi mengisyaratkan ketersediaan yang cukup, distribusi mencerminkan stabilitas terhadap permintaan, khususnya di masa-masa sulit, dan konsumsi identik dengan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan yang dibutuhkan. Kebutuhan akan pangan ini harus dipenuhi melalui sumber daya yang dapat diperbaharui atau tidak merusak lingkungan sehingga dapat menjamin ketahanan pangan dalam jangka panjang. Dua komponen yang 4
pertama, yaitu produksi dan distribusi, tidak akan berarti banyak dalam pencapaian ketahanan pangan manakala sisi konsumsi tidak dibenahi. Masyarakat perlu diberikan sosialisasi yang berkelanjutan tentang bagaimana mengkonsumsi pangan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh, yaitu melalui konsep B2SA, yaitu beragam, bergizi, berimbang dan aman dengan memanfaatkan sebesarbesarnya pangan lokal yang merupakan bagian dari kekayaan Nusantara. Ini bertujuan agar mutu konsumsi pangan sesuai dengan konsep Pola Pangan Harapan (PPH) selain itu membangun ketahanan pangan dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan pangan lokal secara maksimal. Pangan lokal adalah produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Pada umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal dan pengetahuan lokal pula. Pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Pangan lokal ini juga berkaitan erat dengan budaya lokal setempat yang berasal dari dalam negeri. Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat selain beras. Diantara tanaman pangan sumber karbohidrat tersebut, terdapat beberapa jenis yang memiliki kandungan gizi setara dengan beras atau gandum yaitu tanaman umbiumbian. Tanaman umbi-umbian seperti contohnya adalah singkong, kentang, ubi jalar, talas, ganyong dan masih banyak lainnya dapat diolah dan dikembangkan menjadi beraneka ragam olahan pangan. Hal ini merujuk pada konsep diversifikasi konsumsi pangan. Hasil produksi dan konsumsi pertanian Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistika (BPS) tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 3. 5
Tabel 3. Hasil Produksi dan Konsumsi Pertanian Indonesia Tahun 2016 No. Jenis Tanaman Produksi (000 Ton) Konsumsi (kg/kapita/tahun) 1. Padi 81.382 100,57 2. Jagung 27.952 1,83 3. Ubi Kayu 19.046 3,81 4. Ubi Jalar 2.023 3,60 Sumber : Badan Pusat Statistik (2016) Tabel 3 menyimpulkan bahwa tingkat produksi padi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat produksi tanaman umbi-umbian, begitu pula dengan tingkat konsumsi padi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat konsumsi umbiumbian. Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi padi lebih tinggi dibandingan tingkat produksi padi sedangkan pada umbi-umbian tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingakan dengan tingkat konsumsi. Hal ini juga membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sangat bergantung pada konsumsi beras, karena beras dinilai memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan masyarakat, padahal pada tanaman umbi-umbian juga memiliki kandungan gizi yang setara dengan beras. Tanaman umbi-umbian sebagai pangan lokal yang melimpah tingkat produksinya ini seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi pengganti beras dengan cara diolah dan dikembangkan sebagai pangan olahan berbasis pangan lokal. Suhardjo (2002) mengatakan bahwa pengembangan pangan lokal diharapkan memiliki peluang pada beberapa arah seperti berdampak pada pembangunan pertanian berupa kelestarian swasembada pangan dan status gizi masyarakat lebih terjamin serta dapat memberikan peluang bagi usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut Hariyadi (2014) diversifikasi konsumsi pangan adalah upaya menyediakan dan mengkonsumsi pangan dengan menu yang beraneka ragam dan bervariasi. Beraneka ragam artinya menunya 6
terdiri dari berbagai macam bahan pangan sehingga tidak didominasi hanya oleh satu atau sedikit bahan pangan saja. Bervariasi artinya macam bahan pangan yang disajikan dari waktu ke waktu tidaklah sama, berganti dan beragam, sehingga menghindari kebosanan bagi yang mengkonsumsinya. Upaya diversifikasi pangan ditekankan pada penggunaan pangan lokal yang dapat dikatakan memiliki akses pengolahan yang mudah. Pencapaian diversifikasi pangan dimungkinkan dengan adanya pengolahan lanjutan yang ditandai dengan adanya nilai tambah dari pangan lokal tersebut. Jenis-jenis pangan lokal dan pengolahannya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis Pangan Lokal dan Pengolahannya No. Jenis Pangan Lokal Pengolahannya 1. Jagung Bledos, nasi jagung, jenang jagung, tepung jagung, emping jagung, talam, jagung rebus dll. 2. Ubi Kayu Gethuk, pethulo, keripik, singkong rebus, singkong goreng, jemblem, gathot, tape singkong, tiwul, gaplek dll. 3. Ubi Jalar Keripik, ubi rebus, ubi goreng, pudding, timus, brownies ubi dll. Sumber : Anonim Dari Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa pangan lokal dapat diolah dan dikembangkan menjadi begitu banyak pangan olahan yang tentunya mengenyangkan sehingga dapat dijadikan konsumsi pengganti beras karena kandungan karbohidrat dan kandungan gizi lainnya yang hampir setara dengan beras, selain itu harga bahan baku yang murah tentu akan berdampak pada tingkat daya beli masyarakat, harga jual pangan olahan berbasis pangan lokal akan terjangkau oleh masyarakat. Tanaman-tanaman lokal dapat ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia berpeluang besar bagi tumbuh-kembangnya 7
industri pangan olahan berbasis pangan lokal, salah satu contohnya terdapat di Provinsi Jawa Timur. Tingkat produksi pangan lokal di Jawa Timur sangat tinggi dibandingkan dengan beberapa provinsi lain yang ada di Indonesia. Produksi Umbi-umbian di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi Padi dan Umbi-umbian di Jawa Timur Tahun 2017 No. Jenis Tanaman Produksi (ton) 1. Jagung 6.188.704 2. Ubi Kayu 2.901.987 3. Ubi Jalar 248.605 Sumber : Badan Pusat Statistik (2017) Pada Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa tingkat produksi umbi-umbian di Provinsi Jawa Timur tergolong tinggi, sehingga dapat diolah dan dikembangkan sebagai pangan olahan berbasis pangan lokal pengganti beras. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa jagung merupakan umbi-umbian dengan tingkat produksi yang tinggi dibanding dengan pangan lokal lainnya. Jagung adalah salah satu komoditi yang produksinya terus ditingkatkan untuk mendukung peningkatan pangan nasional. Jagung menempati urutan kedua di Indonesia sebagai makanan pokok penyedia karbohidrat setelah beras, sedangkan di dunia, jagung menempati urutan ketiga setelah gandum dan padi (BPS, 2007). Tingkat produksi tanaman jagung tergolong sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lokal pengganti beras lainnya. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, pakan ternak, dapat diambil minyaknya, serta dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai macam industri. 8
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, beberapa permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah peta wilayah sentra produksi komoditas pangan lokal? 2. Bagaimana ragam dan proses produksi pangan olahan berbasis pangan lokal pengganti beras di Kabupaten Malang? 3. Bagaimana karakteristik industri pangan olahan berbasis pangan lokal pengganti beras di Kabupaten Malang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya adalah : 1. Mencari sentra produksi komoditas pangan lokal. 2. Mengidentifikasi ragam dan proses produksi pangan olahan berbasis pangan lokal pengganti beras di Kabupaten Malang. 3. Mengidentifikasi karakteristik industri pangan olahan berbasis pangan lokal pengganti beras di Kabupaten Malang. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat membantu dalam merumuskan kebijakan terutama yang terkait dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan melalui diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal serta sebagai pengambil keputusan sehubungan dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan. 9
2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberi informasi dan pencerahan tentang pentingnya konsumsi pangan yang beragam, pentingnya peningkatan mutu konsumsi pangan sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. 3. Bagi pelaku industri pangan olahan berbasis pangan lokal, penelitian ini untuk mengetahui bagaimana respon konsumen terhadap pangan olahan yang menjadi produknya. 4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan bahan pembanding atau pustaka untuk melakukan penelitian sejenis dan memberikan informasi yang bermanfaat tentang keanekaragaman dan karakteristik industri pangan olahan berbasis pangan lokal. 10